II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kata motivasi (motivation) berasal dari kata movere yang berarti dorongan atau menggerakkan (to move). Motif adalah daya penggerak yang mencakup dorongan, alasan dan keinginan yang timbul dari seseorang yang menyebabkan
ia
berbuat
sesuatu.
Motivasi
mempersoalkan
cara
mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerja sama secara produktif, berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Motivasi sangat penting karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia supaya bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka bekerja keras, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya umtuk mencapai kepuasan (Hasibuan, 2001). Menurut Arep dan Tanjung (2003), motivasi diartikan sebagai dorongan seseorang untuk bekerja. Motivasi diidentifikasikan sebagai dorongan yang dihasilkan dari keinginan individu untuk memuaskan kebutuhan seperti rasa lapar, haus dan pengakuan sosial (Umar, 2003). Stoner dan Freeman (1994), menyatakan bahwa motivasi merupakan faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia. Motivasi atau motivation berarti pemberian motif, penimbulan motive atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Motivasi dapat pula diartikan faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu. Filippo dalam Hasibuan (2001), berpendapat bahwa memotivasi adalah suatu keahlian dalam mengarahkan karyawan dan organisasi agar mau bekerja supaya berhasil, sehingga tercapainya keinginan para karyawan dan tujuan organisasi. Handoko (2001), mengemukakan bahwa motivasi yang ada pada seseorang merupakan pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi pada diri seseorang merupakan kekuatan pendorong guna mewujudkan suatu perilaku untuk dapat mencapai kepuasan bagi dirinya
7
sendiri. Menurut Robbins (2001), motivasi merupakan dorongan dalam mengerahkan seluruh daya upaya untuk mencapai tujuan organisasi, dikondisikan dengan maksud memenuhi kebutuhan individu. American Encyclopedia dalam Hasibuan (2001) mengemukakan bahwa
motivasi
adalah
kecendrungan
dalam
diri
seseorang
yang
membangkitkan topangan dan mengarahkan tindak-tanduknya. Motivasi meliputi faktor kebutuhan bilogis dan emosional yang hanya dapat diduga dari pengamatan tingkah laku manusia. Sedangkan Maskowits dalam Hasibuan (2001) berpendapat bahwa motivasi secara umum didefinisikan sebagai inisiasi, pengarahan tingkah laku dan pelajaran motivasi sebenarnya merupakan pelajaran tingkah laku. Menurut Gordon, et al. (1990), definisi motivasi adalah kesediaan untuk melakukan sebuah usaha dalam pencapaian tujuan perusahan. Sedangkan Robbins (2001), mendefinisikan motivasi sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual. Moekijat (1990), mengemukakan bahwa motivasi
merupakan
setiap
perasaan
atau
keinginan
yang
sangat
mempengaruhi kemauan orang, sehingga individu didorong untuk bertindak. Nasution (2000), mengartikan motivasi sebagai alat pembangkit, penguat dan penggerak seorang karyawan yang diarahkan untuk mencapai tujuan dan hasil. Wursanto (1995), berpendapat bahwa motivasi adalah alasan-alasan, dorongan-dorongan yang ada dalam diri manusia yang menyebabkan ia melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu. Motivasi merupakan keinginan, hasrat dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri manusia untuk berbuat sesuatu. Motivasi timbul karena dua faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor dari dalam diri manusia, yang dapat berupa sikap, kepribadian, pendidikan, pengalaman, pengetahuan dan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia, faktor ini dapat berupa gaya kepemimpinan dari seorang atasan,
8
dorongan atau bimbingan dari seseorang, perkembangan situasi dan sebagainya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi adalah dorongan atau keinginan yang timbul dari dalam dan dari luar diri manusia, yang sangat mempengaruhi manusia tersebut untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu maupun tujuan perusahaan. 2.2. Teori Motivasi Manajer yang baik tidak hanya bertugas untuk melaksanakan fungsifungsi manajerial saja, tetapi harus mempunyai kemampuan membina hubungan manusiawi untuk memotivasi karyawannya. Memotivasi karyawan sangat penting karena motivasi terkait dengan kinerja karyawan. Sebelum memberi motivasi kepada karyawan, manajer harus mengetahui teori-teori motivasi. Hal ini berguna bagi manajer sebagai rumusan dari suatu pandangan, pendapat atau pengertian yang pada akhirnya akan mempengaruhi cara manajer dalam memperlakukan karyawannya. 1. Teori Kepuasan Teori ini disebut juga sebagai teori kebutuhan karena berfokus pada kebutuhan batiniah yang memotivasi perilaku dan berbasis pada faktorfaktor kebutuhan dan kepuasan individu, sehingga mereka melakukan aktivitasnya. Sedangkan menurut Umar (2003), teori ini berfungsi untuk mencoba mencari tahu tentang kebutuhan apa yang dapat memuaskan dan apa yang dapat mendorong semangat kerja seseorang. Semakin tinggi standar kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan, maka semakin giat seseorang untuk bekerja. Model teori kepuasan tentang motivasi (Gambar 1) memfokuskan untuk mengetahui kebutuhan individu, sehingga akan timbul suatu dorongan dari dalam diri individu yang berwujud tindakan. Tindakan ini berupa perilaku yang diarahkan oleh tujuan. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan. Jika kebutuhan yang telah terpenuhi dapat memuaskan individu, maka akan mendorong semangat kerja individu tersebut.
9
DORONGAN KEBUTUHAN
(Kehilangan)
TINDAKAN
(Ketegangan atau dorongan untuk memenuhi kebutuhan)
(Perilaku yang diarahkan oleh tujuan)
KEPUASAN
(Pengurangan dorongan dan pemuasan kebutuhan mula-mula)
Gambar 1. Model Teori tentang Motivasi (Stoner dan Freeman,1994) Teori kepuasan yang dikenal antara lain adalah: a. Teori Motivasi Klasik dari Taylor Menurut Umar (2003), dalam teori Taylor ini, pekerja termotivasi bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologis saja. Para manajer menentukan cara yang paling efisien untuk memotivasi karyawan dengan memberikan rangsangan berupa gaji yang lebih besar, sehingga kinerja dari karyawan dapat meningkat. b. Teori Maslow Teori Maslow memandang bahwa manusia pada dasarnya melakukan
tindakan
dengan
tujuan
untuk
memenuhi
kebutuhannya. Maslow mengklarifikasikan kebutuhan manusia ke dalam lima tingkatan (hierarki). Manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dari tingkat yang paling rendah terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhannya pada tingkat yang lebih tinggi lagi. Kebutuhan yang paling dasar, yakni kebutuhan fisik atau fisiologi dan yang paling tinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri. Dalam memotivasi, para manajer harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan oleh karyawannya, serta memberikan kepuasan kepada karyawan, karena hal ini sangat penting dalam meningkatkan kinerja perusahaan.
10
Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan penghargaan
Kebutuhan sosialisasi
Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan fisik/fisiologis Gambar 2. Hierarki Kebutuhan Maslow 1) Kebutuhan fisik atau fisiologis mencakup kebutuhan pokok manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidup seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan. 2) Kebutuhan rasa aman berwujud pada kebutuhan bebas dari ancaman, baik fisik maupun psikologis, baik di tempat kerja maupun di luar tempat kerja. 3) Kebutuhan sosialisasi atau rasa memiliki mencakup rasa kasih sayang, rasa memiliki dan diterima dalam pergaulan maupun lingkungan. 4) Kebutuhan penghargaan berhubungan dengan status yang mencakup akan penghargaan diri maupun pengakuan. 5) Kebutuhan aktualisasi diri berupa dorongan untuk menjadi yang
diinginkan
dalam
menggunakan
kemampuan,
ketrampilan dan potensi diri. c. Teori Dua Faktor Herzberg Menurut Umar (2003), dalam teori ini para pekerja dalam melaksanakan pekerjaanya dipengaruhi oleh dua faktor utama kebutuhan, yaitu: 1) Faktor-faktor pemeliharaan (Maintenance Factors) Faktor-faktor dalam pemeliharaan, berhubungan dengan hakikat
pekerja
yang
ingin
memperoleh
ketentraman
badaniah. Kebutuhan ini bersifat kontinyu. Contohnya adalah kebutuhan dalam bekerja adalah gaji, kepastian pekerjaan dan
11
supervisi yang baik. Faktor-faktor ini bukan sebagai motivator, tetapi sebagai keharusan bagi perusahaan. 2) Faktor-faktor Motivasi (Motivation Factors) Faktor-faktor ini meliputi serangkaian kondisi intrinsik dan kepuasan pekerjaan yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan mendorong motivasi yang kuat, serta akan menghasilkan prestasi kerja yang baik. Faktor-faktor tersebut meliputi prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan dan pengembangan potensi individu. Faktor motivator dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tingkat tinggi karyawan dan implementasi faktor tersebut dapat berupa pemerkayaan pekerjaan atau job enrichment. Faktor Motivasi 1. Pengakuan 2. Prestasi 3. Pekerjaan itu sendiri 4. Tanggung jawab 5. Kemajuan 6. Pengembangan potensi individu
Kepuasan Ekstrim
Faktor yang berkontribusi untuk kepuasan
Faktor Pemeliharaan 1. Peraturan perusahaan 2. Hubungan dengan atasan 3. Hubungan dengan rekan kerja 4. Hubungan dengan bawahan 5. Status 6. Gaji
Netral
Faktor yang berkontribusi untuk ketidakpuasan
Ketidakpuasan Ekstrim
Gambar 3. Teori Dua Faktor Herzberg Herzberg mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi karyawan adalah dengan cara mengkombinasikan kedua faktor tersebut. Namun pada kenyataannya, karyawan cenderung
untuk
lebih
sering
memperhatikan
faktor
pemeliharaan dibandingkan dengan faktor motivasi. Menurut Herzberg kenyataan ini dapat dipahami karena faktor-faktor tersebut
mempunyai
faktor
yang
dominan
terhadap
kelangsungan hidup individu. Selain itu, Herzberg meyakini
12
bahwa tidak terwakilinya hal-hal yang tercakup dalam faktor pemeliharaan dapat menyebabkan ketidakpuasan dalam diri karyawan yang berakibat pada meningkatnya absensi dan turn over karyawan, sedangkan jika faktor motivasi tidak ada atau tidak terlalu diperhatikan dalam perusahan, maka tidak akan menimbulkan ketidakpuasan dalam diri karyawan. Perbandingan teori Maslow dengan teori Herzberg menurut Hasibuan (2001): 1. Maslow
mengemukakan
bahwa
kebutuhan-kebutuhan
manusia itu terdiri dari lima tingkatan (kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosialisasi, kebutuhan penghargaan,
kebutuhan
aktualisasi
diri),
sedangkan
Herzberg mengelompokkan ke dalam dua faktor, yaitu faktor pemeliharaan dan faktor motivasi. 2. Menurut Maslow, semua tingkat kebutuhan itu merupakan alat motivasi, sedangkan menurut Herzberg (gaji, upah dan sejenisnya) merupakan alat pemelihara bukan merupakan alat motivasi. 3. Teori Maslow ditetapkan hanya atas pengamatan saja dan belum pernah diuji coba kebenarannya, sedangkan teori Herzberg berdasarkan atas penelitian. Pada dasarnya kedua teori ini sama-sama bertujuan untuk mendapatkan alat dan cara terbaik dalam memotivasi karyawan agar mereka mau bekerja giat untuk mencapai prestasi kerja yang optimal. Kaitan antara teori Maslow dan teori
Herzberg,
yaitu
teori
Maslow
membantu
mengidentifikasi kebutuhan atau motif dan teori Herzberg menyediakan konsep tentang tujuan dan insentif yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4.
13
Teori Maslow Motif (kebutuhan)
Perilaku Teori Herzberg Tujuan (insentif)
Gambar 4. Hubungan Teori Maslow dengan Teori Herzberg d. Teori Motivasi Prestasi dari McClelland Teori motivasi prestasi menyatakan bahwa seorang pekerja memiliki energi potensial yang dapat dimanfaatkan tergantung pada dorongan motivasi, situasi dan peluang yang ada. Kebutuhan karyawan yang dapat memotivasi gairah karyawan adalah: 1) Need for achievement Kebutuhan untuk berprestasi, yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Dapat juga diartikan bahwa ada keinginan untuk mencapai tujuan atau hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Karyawan dengan
motivasi
sedangkan
tinggi
karyawan
cenderung
dengan
berprestasi
motivasi
rendah
tinggi, akan
menghasilkan prestasi yang rendah dalam situasi kerja yang kompetitif dan penuh tantangan. 2) Need for affiliation Kebutuhan untuk berafiliasi, yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain dan tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Hal ini dapat dicapai dengan cara berinteraksi dengan orang lain, berteman dengan rekan sekerja dan sosialisasi.
14
3) Need for power Kebutuhan untuk kekuasaan, yang merupakan refleksi dari dorongan mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain. Kebutuhan kekuasaan dapat memotivasi orang untuk bekerja. Cara bertindak seseorang dengan kekuasaanya sangat tergantung pada pengalaman sewaktu kecil, kepribadian, pengalaman kerja dan tipe organisasi. e. Teori ERG (Existence, Relatedness and Growth) Alderfer Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori Maslow dan teori ini lebih mendekati pada keadaan yang sebenarnya menurut data empiris. Teori ini terbagi kedalam tiga kategori, yaitu: 1) Existence, yaitu kebutuhan akan keberadaan atau eksistensi. Kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi karyawan, seperti makan, minum, pakaian, gaji, keamanan kondisi kerja. 2) Relatedness, yaitu kebutuhan akan afiliasi atau kebutuhan interpersonal, berupa kepuasan berinteraksi dalam lingkungan kerja. 3) Growth, yaitu kebutuhan akan kemajuan. Kebutuhan untuk mengembangkan
dan
meningkatkan
pribadi.
Hal
ini
berhubungan dengan kemampuan dan kecakpan karyawan. Pendapat menekankan
Alderfer bahwa
bila
menyatakan kebutuhan
bahwa yang
teorinya
lebih
tinggi
dikecewakan, kebutuhan yang lebih rendah meskipun sudah terpenuhi akan muncul kembali. Pada teori Maslow sebaliknya, jika kebutuhan sudah terpenuhi maka akan kehilangan kekuatannya untuk memotivasi perilaku. f. Teori X dan Teori Y (Douglas McGregor) Menurut Robbins (2001), teori ini mengemukakan dua pandangan
yang
mengasumsikan
berbeda
mengenai
manusia.
Teori
X
pandangan
negatif,
sedangkan
teori
Y
mengasumsikan pandangan positif tentang manusia.
15
Teori X memiliki empat pengandaian yang dipegang para manajer, yaitu: 1) Karyawan secara inheren (tertanam dalam dirinya) tidak menyukai kerja dan bila dimungkinkan akan mencoba untuk menghindar dari pekerjaan. 2) Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan. 3) Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan formal bila dimungkinkan. 4) Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua faktor lain yang dikaitkan dengan kerja dan menunjukkan ambisinya. Teori Y memiliki empat pengandaian yang dipegang oleh manajer adalah, yaitu: 1) Karyawan dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat atau bermain. 2) Karyawan akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit pada sasaran. 3) Rata-rata karyawan dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan tanggung jawab. 4) Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif tersebar meluas dalam populasi dan tidak hanya milik dari mereka yang berada dalam posisi manajeman. 2. Teori Motivasi Proses Pada teori ini kebutuhan dianggap hanya sebagai satu unsur dalam proses, dan individu memutuskan bagaimana dirinya bertingkah laku. Umar (2003), menyatakan teori ini berusaha agar setiap pekerja mau bekerja giat sesuai dengan harapan. Daya penggerak yang memotivasi semangat kerja terkandung dari harapan yang akan diperolehnya. Jika harapan menjadi kenyataan, maka
16
pekerja cenderung akan meningkatkan kualitas kerjanya, begitu pula sebaliknya. Tiga macam teori motivasi proses yang dikenal antara lain, adalah: a. Teori Harapan (Expectacy Theory) Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom, sehingga teori ini disebut juga sebagai teori Victor Vroom. Menurut teori ini seseorang akan bekerja untuk merealisasikan tujuan dan harapanharapan dari pekerjaannya dan termotivasi jika ia yakin akan mendapatkan harapan-harapan yang diinginkan. Teori ini berdasar pada tiga komponen, yaitu: 1) Harapan, adalah suatu kesempatan yang disediakan dan akan terjadi karena perilaku. 2) Nilai (valence), merupakan nilai yang diakibatkan oleh perilaku tertentu. Misalnya seseorang akan mendapat nilai positif karena ingin dipilih, nilai negatif diterima jika seseorang kecewa karena sebenarnya tidak ingin dipilih, dan nilai nol bila acuh tak acuh. 3) Pertautan (Instrumentality), yaitu besarnya probabilitas. Jika bekerja secara efektif apakah akan terpenuhi keinginan dan kebutuhan tertentu yang diharapkan. b. Teori Keadilan (Equity Theory) Teori keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Jadi, atasan harus bertindak adil terhadap semua bawahannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku bawahan harus dilakukan secara obyektif (baik atau salah), bukan atas suka atau tidak suka. Jika prinsip ini diterapkan dengan baik maka semangat kerja bawahan cenderung akan meningkat. Dalam teori keadilan dijelaskan bahwa individuindividu membandingkan masukan dan keluaran pekerjan mereka dengan masukan dan keluaran orang-orang lain dan kemudian berespon untuk menghapuskan setiap ketidakadilan.
17
Menurut Arep dan Tanjung (2003), keadilan dianggap sebagai faktor dominan dalam menghasilkan motivasi. Jika seseorang tidak diperlakukan secara adil, maka ia akan minta dibayar lebih tinggi, mengurangi upaya/prestasi, minta rekan lain dikurangi penerimaanya, minta rekan lain agar kerja lebih keras lagi, berhenti/mundur dan pasrah, serta merasionalisasi masalah. Untuk itu seorang manajer dalam hal ini harus menghargai seseorang sesuai dengan pengorbanannya, memperlakukan secara adil semua orang dalam organisasi, menyadari bahwa perasaan tidak diperlakukan secara adil bisa muncul sewaktu-waktu dan melakukan tindakan koreksi jika ada perlakuan yang tidak adil. c. Teori Penguatan (Reinforcement Theory) Teori ini berdasarkan pada hubungan sebab akibat dan perilaku dengan pemberian kompensasi. Menurut Stoner dan Freeman (1994), teori mengenai penguatan ini dikaitkan dengan psikolog B.F Skinner yang mengenyampingkan keseluruhan pertanyaan tentang motivasi yang lebih bersifat batiniah, dan sebaliknya melihat bagaimana konsekuensi dari perilaku masa lalu mempengaruhi tindakan masa depan dalam suatu proses pelajaran yang berdaur. Dimana prosesnya dinyatakan sebagai berikut: Rangsangan
Tanggapan
Akibat
Tanggapan yang akan datang
Gambar 5. Proses Penguatan Artinya, perilaku sukarela seseorang (tanggapan) terhadap suatu situasi atau peristiwa (rangsangan) merupakan sebab dari akibat tertentu. Jadi motivasi seseorang bekerja akan tergantung kepada penghargaan dan akibat yang akan diterima nantinya. Jenis Reinforcement menurut Arep dan Tanjung (2003), yaitu:
18
1) Positive Reinforcement (Penguatan Positif), yaitu penguatan yang dilakukan ke arah kinerja yang positif. 2) Negative Reinforcement (Penguatan Negatif), yaitu penguatan yang dilakukan karena mengurangi atau menghentikan situasi yang tidak disukai. 3) Extinction (Peredaan), yaitu tidak mengukuhkan suatu perilaku, sehingga perilaku tersebut mereda atau punah sama sekali. 4) Punishment
(Hukuman),
yaitu
konsekuensi
yang
tidak
menyenangkan dari tanggapan perilaku tertentu. 2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Stoner dan Freeman (1994), berpendapat bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi motivasi dalam organisasi, yaitu: 1. Karakteristik individu, yaitu minat, sikap dan kebutuhan yang dibawa seseorang dalam situasi kerja. 2. Karakteristik pekerjaan, yaitu sifat dari tugas karyawan yang meliputi jumlah tanggung jawab, macam tugas dan tingkat kepuasan yang karyawan peroleh dari karakteristik pekerjaan itu sendiri. 3. Karakteristik situasi kerja, yaitu faktor-faktor dalam lingkungan kerja dan tindakan organisasi. Faktor yang ketiga ini terdiri dari: a. Kebijakan personalia, seperti skala upah dan tunjangan karyawan (cuti, pensiun dan sejenis), umumnya memiliki dampak yang kecil terhadap kinerja karyawan. b. Sistem balas jasa atau sistem imbalan. Organisasi memandu tindakantindakan yang umumnya memiliki dampak yang sangat besar terhadap motivasi dan kinerja setiap karyawan, seperti kenaikan gaji, bonus dan promosi. c. Kultur organisasi, seperti norma, nilai dan keyakinan bersama para anggotanya dapat meningkatkan atau menurunkan kinerja karyawan. d. Lingkungan kerja terdekat, meliputi sikap dan tindakan rekan kerja dan penyelia, serta iklim yang mereka ciptakan.
19
2.4. Kinerja Kinerja tidak sama dengan prestasi kerja, meskipun kedua istilah ini jika diartikan ke dalam bahasa inggris memiliki istilah yang sama yaitu performance. Jika ditelaah lebih lanjut, arti prestasi kerja yaitu merupakan hasil yang dicapai seseorang dalam bekerja. Sedangkan kinerja adalah hasil dari proses pekerjaan tertentu secara terencana pada waktu dan tempat dari karyawan serta organisasi bersangkutan. Ukuran kinerja dapat dilihat dari sisi jumlah dan mutu tertentu, sesuai standar organisasi atau perusahaan. Hal itu sangat terkait dengan fungsi organisasi atau pelakunya. Bentuknya dapat bersifat tangible dan intangible, tergantung kepada bentuk dan proses pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. Kinerja dapat dilihat dari proses, hasil dan outcome (Mangkuprawira dan Vitayala, 2007). Menurut Mangkunegara (2001), istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Kinerja atau yang sering diistilahkan dengan prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Robbins (2006) mengatakan bahwa kinerja sebagai fungsi interaksi kemampuan atau ability (A), motivasi (M) dan kesempatan (O), yaitu kinerja = f (A x M x O), sehingga dapat diartikan kinerja dipengaruhi oleh faktorfaktor kemampuan, motivasi dan kesempatan. Sedangkan Rivai dan Ahmad (2005) menyatakan kinerja sebagai hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran serta kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Kinerja karyawan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perusahaan atau organisasi dalam mencapai tujuannya. Untuk itu kinerja dari para karyawan harus mendapat perhatian dari para pimpinan perusahaan, sebab menurunnya kinerja dari karyawan dapat mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan.
20
Kinerja juga merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu perusahaan atau organisasi yang dihubungkan dengan visi dan misi yang dimiliki oleh organisasi tersebut, serta mengetahui dampak positif maupun negatif dari suatu kebijakan operasional. 2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Mangkuprawira dan Vitayala (2007) menyatakan bahwa kinerja merupakan suatu konstruksi multidimensi yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor intrinsik karyawan (personal/individual) atau Sumber Daya Manusia dan ekstrinsik (kepemimpinan, sistem, tim dan situasional), yaitu: 1. Faktor personal/individual, meliputi unsur pengetahuan, ketrampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh tiap individu karyawan. 2. Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan team leader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan kerja kepada karyawan. 3. Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim. 4. Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja dalam organisasi. 5. Faktor kontekstual (situasional), meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal. Masih menurut Mangkuprawira dan Vitayala (2007), bahwa kinerja individu dipengaruhi oleh faktor-faktor pengetahuan, ketrampilan (skill), motivasi dan peran individu yang bersangkutan. Kinerja individu akan mempengaruh kinerja kelompok dan organisasi. Kinerja kelompok juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terkait dengan karakteristik tim. Sementara kinerja organisasi dipengaruhi oleh beragam karakteristik organisasi.
21
Keith David dalam Mangkunegara (2001) juga mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah kemampuan (ability) dan motivasi (motivation), yang dirumuskan sebagai berikut: Human Performance
= Ability + Motivation
Motivation
= Attitude + Situation
Ability
= Knowledge + Skill
1. Faktor kemampuan Faktor ini terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan reality (knowledge + skill). Artinya, karyawan yang memiki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120), dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. 2. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri karyawan yang
terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Handoko (2001), beberapa faktor prestasi kerja yang sering digunakan dalam perusahaan antara lain: kepribadian, sikap, ambisi, loyalitas, interest pada suatu pekerjaan, tanggung jawab, disiplin, inisiatif, penyesuaian, kerja sama, pengetahuan pekerjaan, produktivitas kerja dan kepemimpinan. Sedangkan Nasution (1994) menyatakan bahwa unsur-unsur prestasi kerja antara lain: tanggung jawab karyawan, loyalitas, disiplin, kualitas dan kuantitas pekerjaan, keterampilan, kecakapan komunikasi serta kerja sama. 2.6. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu Sari (2004) melakukan penelitian tentang Motivasi Kerja Karyawan PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Dari hasil analisis diketahui bahwa terdapat motivasi kerja yang tinggi untuk bekerja keras, bekerja sama dan bertanggung jawab maka karyawan dapat diarahkan pada peningkatan kinerja
demi
tercapainya
tujuan
perusahaan.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi motivasi kerja pada penelitian ini, yaitu hubungan atasan
22
dengan bawahan, hubungan antar karyawan, peraturan dan kebijakan perusahaan, kondisi kerja dan pemberian kompensasi. Widhayanti (2004) dalam penelitiannya mengenai Hubungan Motivasi Kerja Dengan Produktivitas Kerja Karyawan. Dari hasil analisis diketahui bahwa urutan faktor-faktor motivasi yang berhubungan positif dan nyata dengan produktifitas karyawan dari yang paling kuat hubungannya adalah gaji, kondisi kerja, pekerjaan itu sendiri, prestasi kerja, pengakuan, hubungan antar pribadi, tanggung jawab, pengembangan potensi individu, peraturan, kebijakan dan pengawasan.