7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Investasi 2.1.1. Pengertian dan Tujuan Investasi Istilah investasi bisa berkaitan dengan berbagai macam aktivitas. Aktivitas investasi yang umumnya dilakukan adalah menginvestasikan sejumlah dana pada asset riil (tanah, emas, mesin, bangunan) maupun aset finansial (deposito , saham, obligasi). Menurut Tandelilin (2001), investasi merupakan komitmen atau sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa mendatang. Seorang investor membeli sejumlah dana saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga ataupun sejumlah dividen di masa yang akan datang sebagai imbalan atas waktu dan resiko yang terkait dengan investasi tersebut. Terdapat beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain yaitu : 1. Untuk mendapat kehidupan yang lebih layak di masa mendatang Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa mendatang.
8
2. Mengurangi tekanan inflasi Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau objek lain dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau harta miliknya akibat adanya pengaruh inflasi. 3. Dorongan untuk menghemat pajak Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang usaha tertentu. 2.1.2. Investasi Dalam Perspektif Syariah Dalam Islam, semua kegiatan memiliki batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar. Batasan-batasan itu dinamakan prinsip dalam Islam. Dalam berinvestasi, ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi agar investasi yang dilakukan sesuai dengan syariat Islam, yaitu : 1.
Halal Investasi yang halal adalah syarat utama dalam syariat Islam. Ada lima unsur
yang dilarang dalam transaksi sehingga transaksi tersebut bisa dikategorikan halal, diantaranya (Gozali, 2004): a. Maysir (judi, spekulasi) Transaksi yang termasuk mengandung unsur maysir bukan hanya praktek perjudian yang sudah jelas, namun juga meliputi transaksi spekulatif di pasar
9
modal, transaksi jual-beli dengan berjangka (forward), spekulasi mata uang asing, dan sebagainya. b. Gharar (ketidakjelasan, transaksi yang tidak pasti) Ketika terjadi transaksi jual-beli, harus jelas apa yang dijual dan berapa harganya. Contoh yang jelas dari transaksi yang mengandung unsur gharar adalah jual beli dengan sistem ijon, yaitu membeli hasil pertanian yang tidak jelas kualitas maupun kuantitasnya. Petani diberi uang untuk semua hasil dari perkebunannya sebelum panen. Sudah tentu pada saat itu tidak jelas kuantitas dan kualitas hasil panennya. Unsur gharar ini juga sangat kental pada produk asuransi konvensional. c. Haram Permasalahan yang sering ditemui dalam penentuan haram atau halalnya suatu investasi adalah jika berinvestasi secara tidak langsung ke dalam produk keuangan. Kita tidak mengetahui ke mana dana yang kita titipkan untuk diinvestasikan iitu ditanamkan. d. Riba (bunga) Praktek riba ini tidak hanya terjadi di bank konvensional saja. Namun di dalam kehidupan sehari-hari pun sering ditemui. e. Bathil (tidak adil) Seorang muslim dilarang untuk mengambil keuntungan dari sesama muslim dengan cara yang bathil atau tidak adil, seperti menipu atau dengan memanipulasi. Bukan hanya mengambil keuntungan dengan cara kriminal seperti
10
itu saja yang dilarang, bahkan dengan cara legal pun tetap tidak boleh dilakukan, seperti menjual dengan harga yang sangat tinggi jauh di atas harga pasar. 2. Berkah Keberkahan dapat diartikan sebagai kebaikan yang bertambah. Ini adalah aspek keuntungan non-ekonomis dari suatu investasi. Ketenangan dan kepuasan batin dapat menjadi salah satu bentuk berkah dari investasi. 3. Bertambah Investasi berarti bertumbuh dan berkembang. Investasi yang dilakukan harus dapat memberikan keuntungan bagi pemodalnya. 2.2. Reksadana Syariah 2.2.1. Pengertian Reksadana Syariah Menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, Pasal 1 ayat (27), didefinisikan bahwa reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. UU tidak membedakan yang mana reksadana konvensional dan yang mana reksadana dengan prinsip syariah. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor: 20/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 18 April 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah telah mendefinisikan tentang reksadana syariah adalah reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.
11
Berdasarkan hal tersebut, batasan untuk produk-produk yang dapat dijadikan portofolio bagi reksadana syariah adalah produk-produk investasi sesuai dengan ajaran islam. Berdasarkan fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 mengenai Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah dan Nomor 40/DSNMUI/X/2003 mengenai Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, definisi reksadana syariah adalah reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan manajer investasi, begitu pula pengelolaan dana investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi. Jadi reksadana syariah mengandung pengertian sebagai reksadana yang pengelolaan dan kebijakan investasinya mengacu kepada syariat islam. Reksadana syariah, misalnya tidak diinvestasikan ke dalam saham-saham atau obligasi dari perusahaan yang pengelolaan atau produknya bertentangan dengan syariat islam, misalnya pabrik makanan/ minuman yang mengandung alkohol, daging babi, rokok dan tembakau, jasa keuangan konvensional, pertahanan dan persenjataan, serta bisnis hiburan yang mengandung maksiat. Menurut Fatwa DSN-MUI Nomor: 80/DSN-MUI/III/2011, terdapat 14 jenis transaksi di pasar modal yang dilarang karena tidak sesuai dengan prinsip syariah. Secara umum penjelasan 14 transaksi tersebut adalah sebagai berikut.
12
1. Front Running, yaitu tindakan anggota bursa efek yang melakukan transaksi lebih dahulu atas suatu efek tertentu, atas dasar adanya informasi bahwa nasabahnya akan melakukan transaksi dalam volume besar atas efek tersebut yang diperkirakan mempengaruhi harga pasar, tujuannya untuk meraih keuntungan atau mengurangi kerugian. 2. Misleading information (Informasi Menyesatkan), yaitu membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga efek di bursa efek. 3. Wash sale (Perdagangan semu yang tidak mengubah kepemilikan), yaitu transaksi yang terjadi antara pihak pembeli dan penjual yang tidak menimbulkan perubahan kepemilikan dan/atau manfaatnya (beneficiary of ownership) atas transaksi saham tersebut. Tujuannya untuk membentuk harga naik, turun atau tetap dengan memberi kesan seolah-olah harga terbentuk melalui transaksi yang berkesan wajar. Selain itu juga untuk memberi kesan bahwa efek tersebut aktif diperdagangkan. 4. Pre-arrange trade, yaitu transaksi yang terjadi melalui pemasangan order beli dan jual pada rentang waktu yang hampir bersamaan yang terjadi karena adanya perjanjian pembeli dan penjual sebelumnya. Tujuannya untuk membentuk harga (naik, turun atau tetap) atau kepentingan lainnya baik di dalam maupun di luar bursa.
13
5. Pump and Dump, yaitu aktivitas transaksi suatu efek diawali oleh pergerakan harga uptrend, yang disebabkan oleh serangkaian transaksi inisiator beli yang membentuk harga naik hingga mencapai level harga tertinggi. Setelah harga mencapai level tertinggi, pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kenaikan harga yang telah terjadi, melakukan serangkaian transaksi inisiator jual dengan volume yang signifikan dan dapat mendorong penurunan harga. Tujuannya adalah menciptakan kesempatan untuk menjual dengan harga tinggi agar memperoleh keuntungan. 6. Hype and Dump, yaitu aktivitas transaksi suatu efek yang diawali oleh pergerakan harga uptrend yang disertai dengan adanya informasi positif yang tidak benar, dilebih-lebihkan, misleading dan juga disebabkan oleh serangkaian transaksi inisiator beli yang membentuk harga naik hingga mencapai level harga tertinggi. Setelah harga mencapai level tertinggi, pihakpihak yang berkepentingan terhadap kenaikan harga yang telah terjadi, melakukan serangkaian transaksi inisiator jual dengan volume yang signifikan dan dapat mendorong penurunan harga. Pola transaksi tersebut mirip dengan pola transaksi pump and dump, yang tujuannya menciptakan kesempatan untuk menjual dengan harga tinggi agar memperoleh keuntungan. 7. Creating fake demand/supply (Permintaan/Penawaran Palsu), yaitu adanya 1 (satu) atau lebih pihak tertentu melakukan pemasangan order beli/jual pada level harga terbaik, tetapi jika order beli/jual yang dipasang sudah mencapai best price maka order tersebut di-delete atau diamond (baik dalam jumlahnya
14
dan/atau diturunkan level harganya) secara berulang kali. Tujuannya untuk memberi kesan kepada pasar seolah-olah terdapat demand/supply yang tinggi sehingga pasar terpengaruh untuk membeli/menjual. 8. Pooling interest, yaitu aktivitas transaksi atas suatu efek yang terkesan likuid, baik disertai dengan pergerakan harga maupun tidak, pada suatu periode tertentu dan hanya diramaikan sekelompok anggota bursa efek tertentu (dalam pembelian maupun penjualan). Selain itu volume transaksi setiap harinya dalam periode tersebut selalu dalam jumlah yang hampir sama dan/atau dalam kurun periode tertentu aktivitas transaksinya tiba-tiba melonjak secara drastis. Tujuannya menciptakan kesempatan untuk dapat menjual atau mengumpulkan saham atau menjadikan aktivitas saham tertentu dapat dijadikan benchmark. 9. Cornering, yaitu pola transaksi ini terjadi pada saham dengan kepemilikan publik yang sangat terbatas. Terdapat upaya dari pemegang saham mayoritas untuk menciptakan supply semu yang menyebabkan harga menurun pada pagi hari dan menyebabkan investor publik melakukan short selling. Kemudian ada upaya pembelian yang dilakukan pemegang saham mayoritas hingga menyebabkan harga meningkat pada sesi sore hari yang menyebabkan pelaku short sell mengalami gagal serah atau mengalami kerugian karena harus melakukan pembelian di harga yang lebih mahal. 10. Marking at the close (pembentukan harga penutupan), yaitu penempatan order jual atau beli yang dilakukan di akhir hari perdagangan yang bertujuan
15
menciptakan harga penutupan sesuai dengan yang diinginkan, baik menyebabkan harga ditutup meningkat, menurun ataupun tetap dibandingkan harga penutupan sebelumnya. 11. Alternate trade, yaitu transaksi dari sekelompok anggota bursa tertentu dengan peran sebagai pembeli dan penjual secara bergantian serta dilakukan dengan volume yang berkesan wajar. Adapun harga yang diakibatkannya dapat tetap, naik atau turun. Tujuannya untuk memberi kesan bahwa suatu efek aktif diperdagangkan. 12. Insider Trading (Perdagangan Orang Dalam), yaitu kegiatan ilegal di lingkungan pasar finansial untuk mencari keuntungan yang biasanya dilakukan dengan cara memanfanfaatkan informasi internal, misalnya rencana-rencana
atau
keputusan-keputusan
perusahaan
yang
belum
dipublikasikan. 13. Short Selling (bai’ al-maksyuf/jual kosong), yaitu suatu cara yang digunakan dalam penjualan saham yang belum dimiliki dengan harga tinggi dengan harapan akan membeli kembali pada saat harga turun. 14. Margin Trading (Transaksi dengan Pembiayaan), yaitu melakukan transaksi atas efek dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga (riba) atas kewajiban penyelesaian pembelian Efek.
16
Salah satu tujuan dari reksadana syariah adalah memenuhi kebutuhan kelompok investor yang ingin memperoleh pendapatan investasi dari sumber dan cara yang bersih yang dapat dipertanggungjawabkan secara religius, serta sejalan dengan prinsip-prinsip syariah. Dengan demikian, reksadana syariah adalah suatu wadah yang digunakan oleh masyarakat untuk berinvestasi secara kolektif, dimana pengelolaan dan kebijakan investasinya mengacu pada syariat islam. 2.2.2. Bentuk Hukum Reksadana Syariah Di Indonesia, terdapat dua bentuk hukum reksadana, yaitu (Huda dan Nasution, 2008) : 1. Reksadana Berbentuk Perseroan Reksadana berbentuk perseroan (PT Reksadana) merupakan suatu perusahaan (dalam hal ini perseroan terbatas) yang bergerak pada pengelolaan portofolio investasi pada surat-surat berharga yang tersedia di pasar investasi. Dari kegiatan tersebut PT Reksadana akan memperoleh keuntungan dalam bentuk peningkatan nilai aset perusahaan (sekaligus nilai sahamnya), yang kemudian juga akan dapat dinikmati oleh para investor yang memiliki saham pada perusahaan tersebut 2. Reksadana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Reksadana kontrak investasi kolektif adalah kontrak yang dibuat antara manajer investasi dan bank kustodian yang juga mengikat pemegang unit penyertaan sebagai investor. Melalui kontrak ini manajer investasi diberi
17
wewenang untuk mengelola portofolio kolektif dan bank kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan investasi penitipan dan administrasi investasi kolektif. Fungsi dari kontrak investasi kolektif sama halnya dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dalam suatu perusahaan. 2.2.3. Sifat Operasional Reksadana Syariah Berdasarkan sifat operasionalnya, reksadana dapat dibedakan menjadi reksadana terbuka (open-end) dan reksa dana tertutup (closed-end) (Huda dan Nasution, 2008). Beberapa perbedaan keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut. Reksadana tertutup menjual sahamnya melalui penawaran umum untuk selanjutnya dicatatkan pada bursa efek. Investor tidak dapat menjual kembali saham yang dimilikinya kepada reksa dana melainkan kepada investor lain melalui pasar bursa dimana harga jual belinya ditentukan oleh mekanisme bursa. Sementara itu, reksadana terbuka menjual saham atau unit penyertaannya secara terus menerus selama ada investor yang ingin membeli. Saham ini tidak perlu dicatatkan pada bursa efek dan harganya ditentukan didaparkan pada NAB per saham yang dihitung oleh bank kustodian. Pada dasarnya reksadana berbentuk perseroan dapat beroperasi secara terbuka maupun tertutup, sedangkan reksadana berbentuk KIK hanya dapat beroperasi secara terbuka.
18
Tabel 2. Sifat-Sifat Reksadana Syariah Tercatat di
Jenis
Bentuk
Satuan
Penawaran Bursa
Transaksi
Investasi
Umum
Penawaran Umum
Efek
Perseroan Tertutup Terbatas (PT)
Antara Saham
Ya
Ya
Terbuka
investor
melalui pialang Investor
Perseroan
Setelah
dengan
PMI/Bank
Terbatas (PT)
Saham
Ya
Kontrak
Unit
Investor
Investasi
Penyertaan
PMI/Bank
Kolektif (KIK)
(UP)
Tidak
Tidak
Tidak
Kustodian dengan
Kustodian
Sumber : Firdaus dkk, 2005
2.2.4. Jenis Investasi Reksadana Syariah Berdasarkan jenisnya investasi reksadana terbagi menjadi empat kategori, yaitu (Huda dan Nasution, 2008) : 1. Reksadana Pasar Uang (Money Market Fund/MMF) Reksadana pasar uang adalah reksadana yang melakukan investasi 100 persen pada efek pasar uang, yaitu efek-efek utang yang berjangka kurang dari satu tahun. Umumnya instrumen atau efek yang masuk dalam kategori ini meliputi deposito, SBI, obligasi, serta efek utang lainnya dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Reksadana pasar uang merupakan reksadana dengan tingkat resiko
19
paling rendah dan cocok untuk investor yang ingin menginvestasikan dananya dalam jangka pendek (kurang dari satu tahun). 2. Reksadana Pendapatan Tetap (Fixed Income Funds/FIF) Reksadana pendapatan tetap merupakan reksadana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80 persen dari portofolio yang dikelola ke dalam efek bersifat utang, seperti obligasi dan surat utang lainnya. Sedangkan 20 persen dari dana yang dikelola dapat diinvestasikan pada instrumen lainnya. Reksadana jenis ini memiliki resiko yang relatif lebih besar dari reksadana pasar uang dengan tujuan investasi untuk menghasilkan return yang stabil. 3. Reksadana Saham (Equity Fund/EF) Reksadana saham merupakan reksadana yang melakukan investasi sekurangkurangnya 80 persen dari portofolio yang dikelola ke dalam efek bersifat ekuitas (saham). Sedangkan 20 persen dari dana yang dikelola dapat diinvestasikan pada instrumen lainnya. Reksadana jenis ini memiliki resiko yang paling tinggi dibandingkan reksadana jenis lain. Berbeda dengan efek pendapatan tetap seperti deposito atau obligasi, dimana investor lebih berorientasi pada pendapatan bunga. Efek saham umumnya memberikan potensi hasil yang lebih tinggi berupa capital gain melalui pertumbuhan harga-harga saham. Selain hasil dari capital gain, efek saham juga memberikan hasil lain berupa dividen.
20
4. Reksadana Campuran (Balance fund/BF) Tidak seperti MMF/FIF, dan EF yang memiliki batasan alokasi investasi yang boleh dilakukan, reksadana campuran dapat melakukan investasinya baik pada efek utang maupun pada ekuitas dan porsi alokasi yang lebih fleksibel. Reksadana campuran dapat diartikan
reksadana yang melakukan investasi dalam efek
ekuitas dan efek utang yang perbandingannya (alokasi) tidak termasuk dalam ketegori FIF. Tabel 3. Jenis-Jenis Reksadana Potensi Hasil Jenis
Alokasi Investasi dari Seluruh Dana dan
Reksadana
yang Terkumpul
Resiko Jangka
Investasi
yang Disarankan Pendek,
Pasar Uang
100 Persen Efek Pasar Uang
Rendah
Pendapatan Tetap
Sedang
Kombinasi Efek Hutang dan Efek Saham
Minimal 80 Persen Efek Saham
1
Tahun 1-3
Tahun Menengah-
Sedang/Tinggi Panjang Panjang,
Saham
<
Menengah, Minimal 80 Persen Efek Hutang
Campuran
Waktu
Tinggi
>
Tahun
Sumber : Pratomo, 2008
Perkembangan terakhir, Bapepam mengeluarkan aturan terbaru terkait dengan jenis-jenis reksadana yang sedikit berbeda dari reksadana yang selama ini beredar. Reksadana tersebut, seperti Reksadana Terproteksi, Reksadana Indeks, dan
3
21
Reksadana dengan Penjaminan. Sekilas mengenai ketiga reksadana tersebut adalah sebagai berikut : 1. Reksadana Terproteksi (Capital Protected Fund) Jenisnya reksadana pendapatan tetap, namun manajer investasi memberikan perlindungan terhadap investasi awal investor sehingga nilainya tidak berkurang saat jatuh tempo. Sebagian besar dana yang dikelola akan dimasukkan pada efek bersifat utang yang pada saat jatuh tempo sekurangnya dapat menutup nilai yang diproteksi. Sisanya diinvestasikan kepada efek lain, sehingga investor masih memiliki peluang memperoleh peningkatan NAB (Nilai Aktiva Bersih). 2. Reksadana dengan Penjaminan (Guaranted Fund) Reksadana ini menjamin bahwa investor sekurangnya akan menerima sebesar nilai investasi awal pada saat jatuh tempo, sepanjang persyaratannya dipenuhi. Jaminan ini diberikan lembaga penjamin berdasarkan kontrak lembaga itu dengan manajer investasi dan bank kustodian. (bank yang mewakili kepentingan investor untuk mengawasi ketaatan manajer investasi). Manajer investasi wajib menginvestasikan sekurang-kurangnya 80 persen daripada efek bersifat utang yang masuk kategori layak investasi.
22
3. Reksadana Indeks Portofolio reksa dana terdiri atas efek-efek yang menjadi bagian dari indeks acuan. Manajer investasi wajib menginvestasikan minimal 80 persen dari NAB pada sekurangnya 80 persen efek yang menjadi bagian indeks acuan. 2.2.5 Ciri-Ciri Operasional Reksadana Syariah
Dewan Syariah
Investor
Penghasilan
Perusahaan
Mudharabah (Bagi Hasil)
Jenis Usaha (Tidak Bertentangan dengan Syariah Islam)
Gambar 1. Ciri Operasional Reksa Dana Syariah Sumber : Firdaus dkk, 2005
Reksadana Syariah memiliki perbedaan dengan Reksadana Konvensional. Ciri-ciri operasional Reksadana Syariah, di antaranya (Firdaus dkk, 2005) : 1. Mempunyai Dewan Syariah yang bertugas memberikan arahan kegiatan Manajer Investasi (MI) agar senantiasa sesuai dengan syariah Islam.
23
2. Hubungan antara investor dan perusahaan
didasarkan pada sistem
mudharabah, dimana satu pihak menyediakan 100 persen modal (investor), sedangkan satu pihak lagi sebagai pengelola (Manajer Investasi). 3. Kegiatan usaha atau investasinya diarahkan pada hal-hal yang tidak bertentangan dengah syariah Islam. 2.2.6 Mekanisme Kerja Reksadana Perbedaan paling mendasar antara reksadana konvensional dan reksadana syariah adalah terletak pada proses screening dalam mengkonstruksi portofolio. Filterisasi menurut prinsip syariah adalah mengeluarkan saham-saham yang memiliki aktivitas haram seperti riba, gharar, minuman keras, judi, daging babi, rokok, dan lain sebagainya. Di samping itu, proses filterisasi juga dilakukan dengan cara membersihkan pendapatan yang dianggap diperoleh dari kegiatan haram dan membersihkannya dengan cara charity. Dalam mekanisme kerja yang terjadi di reksadana ada tiga pihak yang terlibat dalam pengelolaan dana, yaitu (Firdaus dkk, 2005) : 1. Manajer Investasi sebagai pengelola investasi. Manajer investasi ini bertanggung-jawab atas kegiatan investasi, yang meliputi analisa dan pemilihan memonitor
jenis pasar
investasi, investasi,
mengambil dan
keputusan-keputusan
melakukan
investasi,
tindakan-tindakan
yang
dibutuhkan untuk kepentingan investor. 2. Bank kustodian adalah bagian dari kegiatan usaha suatu bank yang bertindak sebagai penyimpan kekayaan (safe keeper) serta administrator reksadana.
24
Dana yang terkumpul dari sekian banyak investor bukan merupakan bagian dari kekayaan menajer investasi maupun bank kustodian, tetapi milik para investor yang disimpan atas nama reksadana di bank kustodian. Baik manajer investasi maupun bank kustodian yang akan melakukan kegiatan ini terlebih dahulu harus mendapat ijin dari Bapepam. 3.
Pelaku (perantara) di pasar modal (broker, underwriter) maupun di pasar uang (bank) dan pengawas yang dilakukan oleh Bapepam.
2.2.7.Keuntungan Dan Risiko Investasi Melalui Reksadana Pada dasarnya setiap kegiatan investasi mengandung dua unsur, yaitu keuntungan dan resiko. Berikut ini terdapat beberapa keuntungan dalam berinvestasi melalui reksadana (Huda dan Nasution, 2008): 1. Tingkat Likuiditas Yang Baik Yang dimaksud dengan likuiditas disini adalah kemampuan untuk mengelola uang masuk dan keluar dari reksadana. Dalam hal ini yang paling sesuai adalah reksadana untuk saham-saham yang telah dicatatkan di bursa dimana transaksi terjadi setiap hari, tidak seperti deposito berjangka atau sertifikat deposito periode tertentu. Selain itu, pemodal dapat mencairkan kembali saham/ unit penyertaan setiap saat sesuai dengan ketetapan yang dibuat masing-masing reksadana sehingga memudahkan investor untuk mengelola kasnya.
25
2. Manajer Profesional Reksadana dikelola oleh manajer investasi yang andal, ia mencari peluang investasi yang paling baik untuk reksa dana tersebut. Pada prinsipnya, manajer investasi bekerja keras untuk meneliti ribuan peluang investasi bagi pemegang saham/ unit reksadana. Sedangkan pilihan investasi itu sendiri dipengaruhi oleh tujuan investasi dari reksadana tersebut. 3. Diversifikasi Diversifikasi adalah istilah investasi dimana anda tidak menempatkan seluruh dana anda di dalam satu peluang investasi saja, dengan maksud membagi risiko. Manajer investasi memilih berbagai macam saham, sehingga kinerja satu saham tidak akan memengaruhi seluruh kinerja reksadana. Pada umumnya, reksadana mempunyai kurang lebih 30 sampai 60 jenis saham dari berbagai perusahaan. Bandingkan jika membeli saham secara langsung, investor mungkin hanya dapat membeli satu jenis saham saja, nilai dari portofolionya tentu akan sangat bergantung pada kinerja harga saham tersebut. Jika kinerjanya baik, investor akan mendapatkan keuntungan, tetapi jika harga saham tersebut jatuh, investor akan mendapatkan kerugian yang persentasenya sebesar investasi yang dikeluarkan. Diversifikasi memberikan keseimbangan dengan memberikan batasan maksimum atas investasi pada suatu jenis saham.
26
4. Biaya Rendah Reksadana merupakan kumpulan dana dari banyak investor sehingga besarnya kemampuan melakukan investasi akan menghasilkan biaya transaksi yang murah. Di samping keuntungan-keuntungan dalam berinvestasi melalui reksa dana, terdapat juga beberapa risiko dalam melakukan investasi melalui reksa dana, yaitu : 1. Risiko Perubahan Kondisi Ekonomi dan Politik Sistem ekonomi terbuka yang dianut oleh Indonesia sangat rentan terhadap perubahan ekonomi internasional. Perubahan kondisi perekonomian dan politik di dalam maupun di luar negeri atau peraturan khususnya di bidang pasar uang dan pasar modal merupakan faktor yang dapat memengaruhi kinerja perusahaanperusahaan di Indonesia, termasuk perusahaan-perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), yang secara tidak langsung akan memengaruhi kinerja portofolio reksadana. 2. Risiko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan Nilai unit penyertaan reksadana dapat berfluktuasi akibat kenaikan atau penurunan nilai aktiva bersih reksadana. Penurunan dapat disebabkan oleh, antara lain : a.
Perubahan harga efek ekuitas dan efek lainnya.
b.
Biaya-biaya yang dikenakan setiap kali pemodal melakukan pembelian dan penjualan.
27
3. Risiko Wanprestasi oleh Para Pihak Terkait Risiko ini dapat terjadi apabila rekan usaha manajer investasi gagal memenuhi kewajibannya. Rekan usaha dapat termasuk tetapi tidak terbatas pada emiten, pialang, bank kustodian, dan agen penjual. 4. Risiko Likuiditas Penjualan kembali (pelunasan) tergantung pada likuiditas dari portofolio atau kemampuan dari manajer investasi untuk membeli kembali (melunasi) dengan menyediakan uang tunai. 5. Risiko Kehilangan Kesempatan Transaksi Investasi Pada Saat Pengajuan Klaim Asuransi Dalam hal terjadinya kerusakan atau kehilangan atas surat-surat berharga dan aset reksadana yang disimpan di bank kustodian, bank kustodian dilindungi oleh asuransi yang akan menanggung biaya penggantian surat-surat berharga tersebut. Selama tenggang waktu penggantian tersebut, manajer investasi tidak dapat melakukan transaksi investasi atas surat-surat berharga tersebut. Kehilangan kesempatan melakukan transaksi investasi ini dapat berpengaruh terhadap nilai aktiva bersih per unit penyertaan. 2.2.8. Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah Konsep Nilai Aktiva Bersih (NAB) adalah nilai aktiva reksadana setelah dikurangi nilai kewajiban reksa dana tersebut. (Rahardjo, 2004) NAB merupakan
28
total nilai investasi dan kas yang dipegang (uninvested) dikurangi dengan biaya-biaya hutang dari kegiatan operasional yang harus dibayarkan. Besarnya NAB bisa berfluktuasi setiap hari, tergantung pada perubahan nilai efek dari portofolio. Meningkatnya NAB mengindikasikan naiknya nilai investasi pemegang saham atau Unit Penyertaan. Begitu juga sebaliknya, menurunnya NAB berarti berkurangnya nilai investasi pemegang Unit Penyertaan atau saham (Firdaus dkk, 2005). NABt = (NPWt - LIABt) NSOt
…………………………………………………. (2.1)
dimana : NABt = Nilai Aktiva Bersih pada waktu t NPWt = nilai pasar wajar dari aset pada waktu t LIABt = kewajiban yang dimiliki oleh reksadana pada waktu t NSOt = jumlah unit penyertaan yang beredar pada waktu t Bagi investor, NAB/unit memiliki beberapa fungsi, antara lain (Pratomo, 2008) : 1. Sebagai harga beli/jual pada saat investor membeli/menjual unit penyertaan suatu reksadana. 2. Sebagai indikator hasil (untung/rugi) investasi yang dilakukan di reksadana dan penentu nilai investasi yang kita miliki pada suatu saat. 3. Sebagai sarana untuk mengetahui kinerja historis reksadana yang dimiliki investor. 4. Sebagai sarana untuk membandingkan kinerja historis reksadana yang satu dengan reksadana yang lain.
29
NAB/unit dihitung oleh Bank Kustodian dan diumumkan kepada publik setiap hari kerja melalui harian bisnis. Bank Kustodian menghitung pertumbuhan NAB berdasar nilai pasar wajar dari portofolio yang ada. Dengan demikian NAB/unit menunjukkan seberapa besar aset yang mendukung NAB/unit reksadana. 2.3. Variabel Makroekonomi yang Berpengaruh Terhadap NAB Reksadana Syariah Sebenarnya hingga saat ini belum terdapat teori yang jelas mengenai hubungan antara variabel makroekonomi dengan NAB reksadana syariah. Namun menurut Dornbusch dan Fischer (1994), terdapat keseimbangan dalam pasar aset (Assets Markets) sehingga dapat dilihat hubungan antara variabel makroekonomi tersebut dengan NAB reksadana syariah. Pasar aset adalah pasar dimana terdapat transaksi perdagangan aset yang terdiri dari uang, obligasi, dan saham dan bentuk kekayaan lainnya. Variabel makroekonomi memiliki hubungan yang erat dengan pasar aset sehingga bila terdapat fluktuasi keadaan moneter pasti akan menyebabkan fluktuasi pasar aset. Oleh karena itu, dapat dilihat adanya pengaruh variabel makroekonomi terhadap NAB reksadana syariah. 2.3.1. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No.8/13/DPM tentang penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem
30
diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai rupiah. Tujuannya diterbitkannya SBI adalah agar Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005 BI menggunakan mekanisme “BI Rate” (suku bunga SBI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI Rate inilah yang kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan. Umumnya suku bunga SBI berhubungan negatif dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana syariah . Bila pemerintah mengumumkan suku bunga akan naik maka investor akan menjual unit penyertaannya dan menggantikannya dengan instrumen berpendapatan tetap seperti tabungan atau deposito. Kaitan antara suku bunga dan NAB reksadana syariah dikemukakan oleh Sjaputera (2005) yang menyimpulkan bahwa suku bunga SBI dapat berpengaruh negatif terhadap NAB reksadana
syariah.
Penelitian
lain
yang
dilakukan
oleh
Sylviana
(2006)
menyimpulkan hal yang berbeda, bahwa SBI berpengaruh positif dengan NAB reksadana syariah. 2.3.2. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Instrumen bagi bank syariah yang kurang lebih sepadan dengan SBI adalah Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang semenjak bulan April tahun 2008
31
berubah nama menjadi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). SWBI adalah surat pengakuan hutang yang ditetapkan BI sebagai pengakuan BI memiliki hutang kepada perusahaan atau bank. Wadiah merupakan akad perjanjian simpan-menyimpan (titipan) barang antara pemilik barang dengan seseorang atau institusi yang diberi kepercayaan (trust). Wadiah merupakan perjanjian penitipan dana antara pemilik dana dengan pihak yang dipercaya untuk menjaga dana titipan tersebut. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah sertifikat yang diterbitkan diterbitkan oleh BI sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah (Bank Indonesia, 2003). SWBI merupakan instrumen SBI bagi perbankan syariah. Namun SWBI yang diterbitkan oleh BI tidak memberikan bunga dan sama sekali tidak menjanjikan adanya pemberian imbalan apapun, baik bonus maupun dalam bentuk lain yang bersifat benefit kepada bank syariah yang menempatkan dananya di SWBI. SWBI adalah sejenis pengumpulan dana jangka pendek tabungan di BI untuk periode satu minggu, dua minggu, dan satu bulan yang dihitung per hari dan return on investmentnya berdasarkan PUAS (Bank Indonesia, 2000). SWBI berbeda dengan SBI yang dijadikan investasi oleh perbankan konvensional. Jika SBI memakai bunga satu atau tiga bulanan, SWBI memakai sistem bagi hasil dengan pemberian bonus dari sejumlah dana yang ditanamkan perbankan syariah (MUI, 2003). Dalam SWBI tidak harus ada kesepakatan dengan bank yang menempatkan dananya. BI biasanya memberikan bonus atau SWBI yang dikelolanya. BI akan memberikan bonus jika pada saat bank syariah menempatkan
32
dananya di SWBI terjadi transaksi di pasar syariah. jika tidak terjadi transaksi, maka BI akan memberikan bonus dengan mengacu pada rata-rata nisbah pada simpanan bank syariah. perbedaan lain SBI dengan SWBI adalah sifat SWBI yang hanya berjangka maksimum satu bulan, sedangkan SBI ada yang berjangka satu bulan dan tiga bulan. Sejak bulan April 2008, SWBI berubah nama menjadi SBIS dengan menggunakan prinsip jualah, yaitu akad ijarah dimana besaran imbalan yang diberikan berdasarkan pada kinerja dari barang yang dititipkan. Umumnya suku bunga SBIS berhubungan negatif dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana syariah . Bila pemerintah mengumumkan suku bunga SBIS akan naik maka investor akan menjual unit penyertaannya dan memilih untuk berinvestasi melalui SBIS. Kaitan antara suku bunga dan NAB reksa dana syariah dikemukakan oleh Putratama (2007) dan Arisandi (2009) yang menyimpulkan bahwa suku bunga SBIS dapat berpengaruh negatif terhadap NAB reksadana syariah. 2.3.3. Nilai Tukar Uang Menurut Mankiw (2005), nilai tukar (exchange rate) atau dikenal juga dengan istilah kurs adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sedangkan kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Jika diformulasikan kursIDR/USD artinya rupiah yang diperlukan untuk membeli satu US
33
dollar. Apabila kurs menguat maka berarti rupiah mengalami apresiasi. Sedangkan jika kurs melemah artinya rupiah mengalami depresiasi. Perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sangat berpengaruh terhadap NAB reksadana syariah. Peningkatan (Depresiasi) nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menandakan bahwa semakin murah harga rupiah terhadap mata uang asing khususnya dollar AS sehingga terjadi aliran modal masuk (capital inflow) ke Indonesia akibat meningkatnya permintaan akan rupiah. Capital Inflow kemudian akan meningkatkan NAB reksa dana syariah. Beberapa bukti empiris mengenai pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terhadap NAB reksadana syariah menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar AS memiliki pengaruh yang positif terhadap NAB reksadana syariah. Penelitian Aroem (2005), Sjaputera (2005), Sylviana (2006), Putratama (2007), dan Arisandi (2009) menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar AS memiliki hubungan positif dengan NAB reksadana syariah. 2.3.4. Inflasi Inflasi adalah peningkatan dalam seluruh tingkat harga (Mankiw, 2005). Kadang-kadang kenaikan harga ini berlangsung terus-menerus dan berkepanjangan. Menurut Friedman dalam Mankiw (2005), inflasi adalah suatu fenomena moneter yang terjadi dimanapun. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau menyebabkan kenaikan) kepada
34
barang lainnya (Mankiw, 2005). Adapun indikator yang sering digunakan dalam mengukur tingkat inflasi adalah sebagai berikut. 1. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. 2. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) merupakan indikator yang menggambarkan
pergerakkan
harga
dari
komoditi-komoditi
yang
diperdagangkan di suatu daerah. 3. Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi didalam suatu ekonomi (negara). Deflator PBD dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas harga konstan. Inflasi dapat memiliki dampak positif dan negatif terhadap NAB reksadana syariah. Putratama (2007) mengatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap NAB reksadana syariah jika dampak inflasi mengurangi konsumsi dan daya beli masyarakat. Selain itu, inflasi juga dapat berpengaruh positif jika penyebab inflasi adalah sektor moneter yang mencakup jumlah uang beredar, seperti yang dikatakan oleh Arisandi (2009).
35
2.3.5. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Secara sederhana, indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk membandingkan suatu peristiwa dengan suatu peristiwa lainnya. Demikian juga dengan indeks harga saham, indeks disini akan membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu, apakah suatu harga saham mengalami penurunan atau kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu. Menurut Widoatmodjo (2009), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan pergerakkan harga saham secara umum yang tercatat di bursa efek. Indeks inilah yang paling banyak digunakan dan dipakai sebagai acuan tentang perkembangan kegiatan di pasar modal. IHSG dapat digunakan untuk menilai suatu situasi pasar secara umum atau mengukur apakah harga saham mengalami kenaikan atau penurunan. IHSG melihat seluruh harga saham yang tercatat di bursa. Untuk perhitungan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ini, kita harus menjumlahkan seluruh harga saham yang tercatat. Rumus untuk menghitung IHSG adalah sebagai berikut:
IHSG =
∑ Ht X 100% ∑ Ho
dimana:
∑ Ht
= Total harga semua saham pada waktu yang berlaku
∑ Ho =
Total harga semua saham pada tahun dasar
(2.2)
36
Dari angka indeks inilah kita dapat melihat apakah kondisi pasar sedang ramai, lesu, atau dalam keadaan stabil. Jika angka IHSG menunjukkan angka diatas 100 berarti kondisi pasar sedang ramai, sedangkan pada saat IHSG menunjukkan di bawah 100 berarti pasar sedang lesu. Namun jika IHSG menunjukkan angka 100 maka pasar dikatakan stabil. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4. Indikator Angka IHSG Indikator Angka IHSG
Keterangan
Angka IHSG > 100
Ramai
Angka IHSG < 100
Lesu
Angka IHSG = 100
Stabil
Sumber: Widoatmodjo (2009), data diolah
Umumnya IHSG berhubungan negatif dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana syariah . Peningkatan IHSG mencerminkan kinerja perusahaan di pasar modal konvensional yang meningkat sehingga berpotensi untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar. Pendapatan perusahaan yang meningkat akan menyebabkan kenaikan return bagi para pemegang saham. oleh karena itu masyarakat akan menarik dananya dari reksadana syariah dan menginvestasikan dananya melalui perusahaan yang tercatat di dalam IHSG dengan harapan memperoleh return yang lebih besar, sehingga NAB reksadana syariah akan menurun. Kaitan antara IHSG dan NAB reksa dana syariah dikemukakan oleh Sylviana (2006) yang menyimpulkan bahwa IHSG berpengaruh negatif terhadap NAB reksadana syariah.
37
2.3.6. Jakarta Islamic Index (JII) Jakarta Islamic Index (JII) yang dikeluarkan BEI merupakan indeks yang menggambarkan kinerja saham syariah di Indonesia. JII pertama kali dikeluarkan oleh BEI (pada saat itu bernama Bursa Efek Jakarta) bekerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management pada tanggal 3 Juli 2000. Meskipun demikian, agar dapat menghasilkan data historikal yang lebih panjang, hari dasar yang digunakan untuk menghitung JII adalah tanggal 2 Januari 1995 dengan angka indeks dasar sebesar 100. Metodologi perhitungan JII sama dengan yang digunakan untuk menghitung IHSG (BEI, 2010). JII terdiri dari 30 saham yang merupakan saham-saham syariah paling likuid dan memiliki kapitalisasi pasar paling besar. BEI melakukan review JII setiap enam bulan yang disesuaikan dengan periode penerbitan penerbitan DES oleh BAPEPAMLK. Setelah dilakukan penyeleksian saham syariah oleh BAPEPAM-LK yang dituangkan ke dalam DES, BEI melakukan proses penyeleksian lanjutan yang didasarkan kepada kinerja perdagangannya. Adapun proses seleksi JII berdasarkan kinerja perdagangan saham syariah yang dilakukan oleh BEI adalah sebagai berikut (Huda dan Nasution, 2008): 1. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip hukum syariah dan sudah tercatat lebih dari tiga bulan (kecuali bila termasuk di dalam saham-saham 10 berkapitalisasi besar).
38
2. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahunan berakhir yang memiliki kewajiban terhadap aktiva maksimal sebesar 90 persen. 3. Memilih 60 saham dari susunan diatas berdasarkan
urutan rata-rata
kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama satu tahun terakhir. 4. Memilih 30 saham berdasarkan urutan tingkat likuidasi rata-rata nilai perdagangan selama satu tahun terakhir. Jika dilihat dari metode seleksinya, dapat diduga bahwa saham-saham yang tercatat dalam JII adalah sama dengan saham-saham di LQ 45 setelah dikeluarkan saham perusahaan lembaga keuangan konvensional dan saham perusahaan rokok. Dengan kata lain JII adalah LQ 30 tanpa rokok dan bank. Umumnya JII berhubungan positif dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana syariah. Peningkatan JII mencerminkan kinerja perusahaan yang meningkat sehingga berpotensi untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar. Pendapatan perusahaan yang meningkat akan menyebabkan kenaikan return bagi hasil reksadana syariah. oleh karena itu masyarakat akan menginvestasikan dananya melalui reksadana syariah dengan harapan memperoleh return yang lebih besar. Kaitan antara JII dan NAB reksadana syariah dikemukakan oleh Sjaputera (2005), Putratama (2007), dan Arisandi (2009) yang menyimpulkan bahwa JII berpengaruh positif terhadap NAB reksadana syariah.
39
2.4. Penelitian Terdahulu Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Akbar (2004) dalam tesisnya yang berjudul
“Analisis
Pengaruh
Faktor-Faktor
Makroekonomi
Dan
Tingkat
Pengembalian Pasar Terhadap Imbal Hasil Reksa Dana”. Penelitian ini difokuskan untuk melihat pengaruh faktor-faktor makroekonomi yang meliputi inflasi, suku bunga SBI dan nilai tukar rupiah terhadap dollar dan tingkat pengembalian pasar (IHSG) terhadap imbal hasil reksadana tetap dalam kurun waktu tahun 2001 sampai dengan tahun 2003. Penelitian dilakukan secara time series terhadap data inflasi, suku bunga SBI, nilai tukar rupiah terhadap dollar dan tingkat pengembalian pasar (IHSG) sebagai variabel eksogen dan imbal hasil reksadana pendapatan tetap sebagai variabel endogen. Adapun model pengolahan data yang digunakan dalam penelitian adalah Vector Autoregression (VAR) dengan menggunakan software EVIEWS 4.1. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa berdasarkan R-square, variabel makroekonomi yaitu inflasi, suku bunga SBI, kurs dan tingkat pengembalian pasar (IHSG) secara bersama-sama hanya mampu menjelaskan 17 persen terhadap imbal hasil reksa dana pendapatan tetap. Dari uji F dan uji T, tidak ada variabel makroekonomi dan tingkat pengembalian pasar baik secara individu maupun bersama-sama mampu mempengaruhi imbal hasil reksadana pendapatan tetap, lag pertama dan lag kedua imbal hasil reksadana pendapatan tetap mempunyai kontribusi yang
lebih
besar
pengembalian pasar.
dibandingkan
faktor-faktor
makroekonomi
dan
tingkat
40
Penelitian lain dilakukan oleh Aroem (2005) dalam skripsinya tentang “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Reksa Dana di Indonesia Periode 2000-2004”. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, SBI, inflasi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan jumlah reksadana, serta nilai aktiva bersih sebagai indikator perkembangan reksadana. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Program yang digunakan adalah EViews 4.1. Dari hasil pengolahan diperoleh faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi perkembangan reksadana adalah suku bunga SBI dua bulan sebelumnya,IHSG bulan sebelumnya, jumlah reksadana dua bulan sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan inflasi bulan sebelumnya. Suku bunga SBI, IHSG, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan inflasi berpengaruh secara negatif terhadap perkembangan reksadana. Sedangkan jumlah reksadana memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan reksadana. Sjaputera (2005) dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh Perubahan Tingkat Inflasi, Nilai Tukar Uang, Tingkat Suku Bunga Bebas Risiko Dan Indeks Syariah Terhadap Kinerja Reksa Dana Syariah”, bertujuan untuk melihat pengaruh dari beberapa variabel makro seperti perubahan inflasi, SBI, nilai tukar uang dan indeks syariah (JII) terhadap kinerja reksadana syariah. Dalam penelitian ini, Nilai Aktiva Bersih (NAB) digunakan sebagai indikator kinerja reksadana syariah. Seluruh data diperoleh dari publikasi Bank Indonesia dan Bursa Efek Jakarta. Waktu yang
41
digunakan dalam penelitian ini adalah dari tahun 2000 sampai dengan 2004. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi linier berganda. Hasil pengujian menunjukkan secara bersama-sama variabel-variabel tersebut mempunyai variabel yang signifikan terhadap kinerja reksadana syariah, sedangkan hasil regresi menunjukkan variabel-variabel yang diteliti memiliki pengaruh yang beragam. Untuk inflasi, kurs, dan JII memiliki pengaruh yang positif, sedangkan untuk SBI memiliki pengaruh yang negatif. Dari semua variabel yang diteliti, JII merupakan variabel yang mempunyai pengaruh yang signifikan sedangkan variabel lainnya tidak signifikan. Sylviana (2006) dalam tesisnya yang berjudul Pengaruh Variabel Makro Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Imbal Hasil Reksa Dana Syariah Periode November 2004-Juni 2006 Dengan Menggunakan Data Panel, menganalisis aspek fundamental khususnya yang berkenaan dengan dampak dari kondisi makroekonomi sebagai pengaruh eksternal yang mempengaruhi imbal hasil reksadana syariah. Variabel makro yang digunakan yaitu SBI, nilai tukar rupiah terhadap dollar dan IHSG. Penelitian ini menggunakan data panel. Jenis reksadana yang digunakan adalah reksadana pendapatan tetap dan campuran yang masih tetap ada selama periode penelitian ini yaitu dari November 2004 sampai dengan Juni 2006. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara variabel SBI dan kurs terhadap pertumbuhan imbal hasil reksadana syariah.
42
Sedangkan korelasi antara variabel IHSG terhadap pertumbuhan imbal hasil reksadana syariah adalah negatif, dengan asumsi variabel lain tetap dan begitu juga sebaliknya. Penelitian oleh Putratama (2007) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perkembangan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana Syariah Di Indonesia”, melihat seberapa signifikan pengaruh variabel Gross Domestic Product (GDP), jumlah uang beredar, Real Exchange Rate, tingkat bonus Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), tingkat inflasi, Jakarta Islamic Index (JII), dan jumlah reksadana syariah terhadap perkembangan reksa dana syariah yang diukur berdasarkan nilai aktiva bersihnya. Data yang digunakan adalah data bulanan selama periode tahun 2003-2006 dengan metode analisis Error Correction Model (ECM). Berdasarkan hasil estimasi model jangka pendek dapat diketahui bahwa variabel jumlah uang beredar (M2), Real Exchange Rate, SWBI, inflasi, JII, dan jumlah reksadana syariah berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana syariah. Sedangkan variabel GDP tidak berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana syariah. variabel SWBI dan jumlah reksadana syariah memiliki hubungan positif dengan NAB reksadana syariah. Sedangkan variabel jumlah uang beredar (M2), Real Exchange Rate, inflasi, JII memiliki hubungan negatif dengan NAB reksadana syariah.
43
Berdasarkan hasil estimasi model jangka panjang dapat diketahui bahwa variabel jumlah uang beredar (M2), Real Exchange Rate, inflasi, JII, dan jumlah reksadana syariah berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana syariah. Variabel GDP, Real Exchange Rate, inflasi, JII, dan jumlah reksadana syariah memiliki hubungan positif dengan NAB reksadana syariah. Sedangkan variabel jumlah uang beredar (M2), SWBI, dan inflasi memiliki hubungan negatif dengan NAB reksadana syariah. Penelitian Arisandi (2009), dalam skripsinya yang berjudul “Analisis FaktorFaktor Yang Memengaruhi Perkembangan Reksa Dana Syariah Di Indonesia”. Pada penelitian ini variabel-variabel yang digunakan adalah nilai tukar rupiah, inflasi, Jakarta Islamic Index (JII), SWBI, dan jumlah unit reksadana syariah terhadap NAB reksadana syariah. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder kuantitatif, yang diperoleh dari Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), Bank Indonesia (BI), dan Direktorat Perbankan Syariah (DPS) BI. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data bulanan dari Januari 2005 sampai dengan Juni 2008. Estimasi model dalam studi ini menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian mengindikasikan variabel nilai tukar rupiah, inflasi, Jakarta Islamic Index (JII), dan jumlah unit reksadana syariah memiliki hubungan positif dengan NAB reksa danasyariah. Sedangkan variabel SWBI memiliki hubungan negatif dengan NAB reksadana syariah.
44
Tabel 5. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu No 1
Peneliti
Akbar (2004) 2
Aroem (2005) 3
Sjaputera (2005) 4
Sylviana (2006) 5
Putratama (2007) 6
Arisandi (2009)
Metode Penelitian
Kesimpulan Inflasi, suku bunga SBI, kurs dan tingkat pengembalian pasar (IHSG) secara bersama-sama hanya mampu Vector Autoregression menjelaskan 17 persen terhadap imbal (VAR) hasil reksa dana pendapatan tetap. Suku bunga SBI, IHSG, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan inflasi berpengaruh secara negatif terhadap perkembangan reksa dana. Sedangkan jumlah reksa dana memberikan dampak yang positif terhadap Regresi Linier Berganda perkembangan reksa dana. inflasi, kurs, dan JII memiliki pengaruh yang positif terhadap NAB RDS, sedangkan untuk SBI memiliki pengaruh yang negatif terhadap NAB Regresi Linier Berganda RDS. Terdapat korelasi yang positif antara variabel SBI dan kurs terhadap pertumbuhan imbal hasil reksa dana syariah. Sedangkan korelasi antara variabel IHSG terhadap pertumbuhan imbal hasil reksa dana syariah adalah Panel Data negatif Variabel jumlah uang beredar, Real Exchange Rate, inflasi, dan JII berpengaruh signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang Error Correction Model terhadap NAB reksa dana syariah. Hasil penelitian mengindikasikan variabel nilai tukar rupiah, inflasi, Jakarta Islamic Index (JII), dan jumlah unit reksa dana syariah memiliki hubungan positif dengan NAB reksa dana syariah. Ordinary Least Square Sedangkan variabel SWBI memiliki hubungan negatif dengan NAB reksa (OLS) dana syariah.
45
2.5. Kerangka Pemikiran Konseptual Peningkatan perekonomian Indonesia semenjak krisis ekonomi tahun 1997 tentunya harus diikuti dengan perkembangan industri keuangan yang terus membaik. Sejak diresmikan oleh BAPEPAM-LK pada tanggal 14 dan 15 maret 2003, pasar modal berbasis syariah terus menunjukkan kinerja yang meningkat.. Peran pasar modal sebagai tempat bertemunya para pemilik dana (investor) dengan pihak yang memerlukan dana (emiten) ditengah perekonomian Indonesia yang menunjukkan pertumbuhan positif dirasa sangat penting dan harus terus dikembangan. Reksadana syariah merupakan salah satu alternatif bagi para investor yang ingin menginvestasikan dana yang dimilikinya dalam pasar modal syariah. Reksadana merupakan sebuah bentuk investasi yang dilakukan secara kolektif/bersama-sama dan dikelola oleh manajer investasi. Reksadana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan kuat untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas (Sutedi, 2011). Selain manajer investasi, terdapat sebuah lembaga yaitu bank kustodian yang berperan dalam hal penyimpanan atau portofolio milik investor serta melakukan penyelesaian transaksi dan administrasi reksadana. Bank kustodian dan manajer investasi kemudian bertanggung-jawab terhadap BAPEPAM-LK yang berada di bawah naungan Departemen Keuangan. Dalam pengambilan keputusan dalam berinvestasi termasuk di reksadana syariah, sebuah pemikiran logis dari investor yang menginginkan return yang tinggi
46
di kemudian hari tentunya akan melihat perkembangan dari reksadana syariah tersebut. Perkembangan reksadana syariah ditentukan oleh faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi. Faktor ekonomi salah satunya ditentukan oleh kondisi makroekonomi, sedangkan faktor non-ekonomi antara lain pengetahuan dalam berinvestasi, regulasi, pengelola reksadana, serta kondisi politik dan keamanan. Dalam penelitian ini difokuskan untuk menganalisis pengaruh variabel makroekonomi terhadap perkembangan reksadana syariah di Indonesia. Adapun variabel makroekonomi yang akan dianalisis antara lain : suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBIS), Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS (KURS), Inflasi (INF), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan Jakarta Islamic Index (JII). Sedangkan perkembangan reksadana syariah dapat diukur dengan indikator dari Nilai Aktiva Bersih (NAB), jumlah investor, jumlah reksadana dan juga jumlah unit penyertaan reksadana. Namun dalam penelitian ini difokuskan Nilai Aktiva Bersih (NAB), dimana semakin tinggi nilai NAB maka semakin berkembang reksadana syariah tersebut.
47
Perkembangan Reksadana Syariah : NAB RDS Faktor Internal •
Modal
•
Manajemen
•
SDM
Faktor Eksternal BI
•
Faktor Ekonomi
Faktor Non Ekonomi
•
SBI
•
Regulasi
•
SBIS
•
Politik
•
Kurs
•
Keamanan
•
Inflasi
•
Edukasi
•
IHSG
•
JII
VAR/VECM Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual Keterangan : Pengaruh Ruang Lingkup Penelitian Metode Analisis
48
2.6. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. SBI berhubungan positif dengan NAB reksadana syariah. 2. SBIS berhubungan positif dengan NAB reksadana syariah. 3. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berhubungan Negatif dengan NAB reksadana syariah. 4. Inflasi berhubungan secara positif dengan NAB reksadana syariah. 5. IHSG berhubungan secara negatif dengan NAB reksadana syariah. 6. JII berhubungan secara positif dengan NAB reksa dana syariah.