II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Petir
1.
Proses Pembentukan Petir
Petir merupakan suatu peristiwa peluahan muatan listrik di atmosfir. Pada suatu keadaan tertentu dalam lapisan atmosfir bumi terdapat gerakan angin ke atas (updraft) membawa udara lembab. Semakin tinggi dari permukaan bumi, semakin rendah tekanan suhunya. Uap air mengkondensasi menjadi titik air dan membentuk awan. Angin keras dengan kecepatan 30000 – 40000 kaki yang bertiup ke atas membawa awan lebih tinggi. Pada ketinggian lebih dari 5 km, partikel uap air dan partikel aerosol yang ada di awan akan membeku menjadi kristal – kristal es dan kemudian turun lagi karena adanya gravitasi bumi. Karena air mengalami pergerakan acak vertikal dan horizontal, maka terjadilah pemisahan muatan listrik. Tetesan air yang berada di bagian atas awan biasanya bermuatan positif dan di bagian bawah bermuatan negatif.
Akibat adanya awan yang bermuatan akan timbul muatan induksi pada permukaan bumi, hingga timbul medan listrik. Mengingat dimensinya, bumi dianggap rata
6
terhadap awan, maka permukaan bumi dan awan dapat dianggap sebagai dua keping plat kondensator. Dengan demikian terjadi akumulasi muatan di awan yang polaritasnya berbeda dengan permukaan bumi. Jika medan listrik yang terjadi melebihi medan tembus udara, maka akan terjadi pelepasan muatan. Pada saat itulah terjadinya petir awan ke tanah.
Attitude, km
Suhu, °C .
14
-64
12
-55
10
-45
8
-33
6
-18
4
-7
2
+5
0
+30
Gambar 1: Persebaran muatan positif dan negatif di dalam awan menurut D.J Malan2
2
Kondisi ketidakmantapan di dalam atmosfer, dapat saja timbul akibat pemisahan tidak seperti diatas. Misalnya muatan yang terjadi berpisah ke arah horizontal, yang kemudian menimbulkan pelepasan muatan antara dua awan. Atau pemisahan muatan vertikal tersebut terjadi sebaliknya, hingga arah peluahan muatan atau petir juga terbalik. Dari Physic Of Lightning D.J. Malan tahun 1963
7
2.
Tahapan Perambatan Petir
Petir awan ke tanah merupakan tembus listrik transien yang berlangsung dalam selang waktu ratusan mikrodetik dan merambat sepanjang beberapa kilometer dari awan ke permukaan bumi. Petir awan ke tanah berawal dari daerah sela antara daerah bermuatan positif P di dasar awan dan daerah bermuatan negatif N di atasnya. Elektron daerah N awan bergerak ke bawah menetralkan muatan positif di daerah P awan. Proses ini dikenal dengan proses peluahan awal. Selanjutnya elektron merambat menuju permukaan bumi dan menimbulkan lidah petir. Lidah petir yang pertama disebut pelopor awal. Arah langkah lidah petir berubah-ubah, sehingga rambatan petir tidak lurus dan patah-patah. Pelopor akan terus merambat selama pusat muatan di awan mampu memberikan muatan ke ujung pelopor melebihi kuat medan udara6.
Seluruh kejadian peluahan petir disebut kilat. Dan dapat terjadi selama 0,5 hingga 1 detik. Satu kilat terdiri dari beberapa peluahan, di antaranya 3 atau 4 pulsa arus tinggi yang disebut sambaran. Pada petir di dalam awan, yang merupakan peluahan yang terjadi di dalam satu awan (awan cumulonimbus), tanpa kontak langsung dengan permukaan bumi. Peluahan petir jenis ini merambat antara daerah N bermuatan negatif dengan daerah P bermuatan positif di atasnya. Tipe peluahan petir yang lainnya adalah petir awan ke awan. Petir awan ke awan terjadi antara dua awan cumulonimbus yang berbeda muatan. 6
Ketika lidah petir mendekati permukaan tanah atau suatu objek, proses attachment terjadi. Yaitu adanya pelopor yang memiliki polaritas positif bergerak ke atas dari permukaan tanah atau suatu objek, mengejar lidah petir. Hal ini terjadi akibat adanya beda potensial yang tinggi. Saat kedua pelopor ini bertemu di titik sambar dan terjadi sambaran balik. Pelopor positif ini akan terus bergerak ke awan untuk menetralkan muatan negatif awan. Dari Gelombang berjalan dan Proteksi Surja TS Hutauruk tahun 1991.
8
Dua tipe petir terakhir ini sangat jarang terjadi, dan sulit dikenali karena kedua petir ini mengacu kepada petir yang berada di dalam awan. Durasi waktu perambatan petir di dalam awan lebih pendek apabila dibandingkan dengan petir awan ke awan.
B. Gelombang Impuls Û S Ekor
0,9 Û
u(t)
Muka 0,5 Û 0,3 Û
t Ts
(a)
Tf
Û S
Û 0,9 Û
u(t)
0,5 Û
t TCR (b)
Th
Gambar 2. Parameter tegangan uji impuls standar (a). tegangan impuls petir (b). tegangan impuls pensaklaran (switching)
9
Dengan : : Amplitudo arus puncak (kA) u(t)
: Tegangan (kV)
Tr = TCR : Waktu muka gelombang (µs) Ts = Th : Waktu ekor gelombang (µs) S
: Titik puncak
Gelombang impuls ini mempunyai bentuk gelombang aperiodik yang diredamkan (damped aperiodic) seperti pada waktu pelepasan muatan sebuah kapasitor melalui sebuah tahanan yang induktif.
Gelombang yang dibangkitkan ini memiliki bentuk curam pada muka gelombang dan ekor gelombangnya memiliki bentuk yang pendek. Definisi muka gelombang (wave-front) dan ekor gelombang (wave-tail) ditetapkan dalam standar-standar sedemikian rupa sehingga kesukaran untuk menetapkan permulaan gelombang dan puncak gelombang dapat diatasi.
Muka gelombang didefinisikan sebagai bagian dari gelombang yang dimulai dari titik nol sampai titik puncak, sedangkan sisanya disebut ekor gelombang. Tegangan impuls petir dinyatakan dengan bentuk 1,2/50 µs yang berarti suatu tegangan impuls mempunyai nilai Tr = 1,2 µs ± 30 % dan Ts = 50 µs ± 20 %. Pada kondisi lain, untuk mengamati tegangan impuls akibat pensaklaran (switching) yang jauh lebih besar waktu mukanya daripada impuls petir tidak akan lagi menemui kesulitan. Karena penentuan titik asal 0 yang tepat dan penentuan puncak S yang tepat dapat digunakan untuk pembakuan atau standar. Untuk pengujian dengan tegangan impuls pensaklaran (switching) sering digunakan
10
bentuk gelombang impuls 250/2500 µs yang berarti bahwa nilai waktu muka sebesar Tcr = 250 µs ± 20 %. dan waktu ekornya sebesar Th = 2500 µs ± 60 %. Besarnya waktu ekor tegangan impuls pensaklaran dapat juga diberi simbol Td yakni waktu dengan nilai tegangan sesaat lebih besar dari 0,9 sebagai pengganti dari nilai Th. Pada kondisi lainnya kurva-kurva tegangan impuls petir sering mengandung osilasi frekuensi tinggi dengan amplitudo yang tidak melebihi 0,05 Û pada daerah puncak maksimumnya.
C. Menara Saluran Transmisi Pada suatu sistem tenaga listrik, energi listrik yang dibangkitkan dari pusat pembangkit listrik ditransmisikan ke pusat-pusat pengatur beban melalui suatu saluran transmisi, saluran transmisi tersebut dapat berupa saluran udara atau saluran bawah tanah, namun pada umumnya berupa saluran udara. Energi listrik yang disalurkan lewat saluran transmisi udara pada umumnya menggunakan kawat telanjang sehingga udara digunakan sebagai media isolasi antara kawat penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya dan untuk menyangga kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya, kawat-kawat penghantar tersebut dipasang pada suatu konstruksi bangunan yang kokoh, yang biasa disebut menara atau tower. Antara menara listrik dan kawat penghantar disekat oleh isolator. Konstruksi tower besi baja merupakan jenis konstruksi saluran transmisi tegangan tinggi (SUTT) ataupun saluran transmisi tegangan ekstra tinggi (SUTET) yang paling banyak digunakan di jaringan PLN, karena mudah dirakit terutama untuk pemasangan di daerah pegunungan dan jauh dari jalan raya, harganya yang relatif lebih murah
11
dibandingkan dengan penggunaan saluran bawah tanah serta pemeliharaannya yang mudah. Suatu menara atau tower listrik harus kuat terhadap beban yang bekerja padanya, antara lain yaitu: - Gaya berat tower dan kawat penghantar (gaya tekan). - Gaya tarik akibat rentangan kawat. - Gaya angin akibat terpaan angin pada kawat maupun badan tower. Menara transmisi dapat dipresentasikan sebagai berikut :
Gambar 3 Representasi menara saluran udara tegangan tinggi
Dimana : ( )
( )
12
( ) ( )
Vt adalah kecepatan propagasi petir yang sama dengan kecepatan cahaya sebesar 300 m/µs. Zt jika menara berbentuk silinder adalah :
(
)
Dimana : Zt adalah Impedansi Surja Menara R adalah Tahanan Damping L adalah Induktansi Damping α adalah Koefisien Damping γ adalah Koefisien Attenuasi
( )
13
r1 h1
h2
h3 h
h4
Gambar 4 Menara jenis cone
Dan jika menara tidak berbentuk silinder melainkan berbentuk cone, maka Zt adalah : [
{
( )}]
( )
Dimana (
)
( ) ( )
r1, r2, r3 adalah radius puncak, tengah dan dasar menara adalah tinggi menara dari tengah ke puncak menara adalah tinggi menara dari dasar ke tengah menara
14
r1
h1 h r2
h2
r2 Gambar 5 Menara jenis Silinder
D. Isolator
Isolator berfungsi sebagai isolasi tegangan listrik antara kawat penghantar (konduktor) dengan tiang atau tanah. Umumnya dielektrik isolator terbuat dari bahan porselen, gelas, kertas, dan karet silikon (silicon rubber). Jepitan Logam Semen Porselen
Tonggak Logam Gambar 6 Penampang isolator piring
15
Terlihat bahawa dari Gambar 6 diatas bahwa bagian utama dari isolator terdiri dari bahan dielektrik, jepitan logam, dan tonggak logam serta semen sebagai perekat jepitan logam dan tonggak logam dengan dielektrik. Menurut lokasi pemasangan, isolator terdiri dari isolator pasangan dalam (indoor) dan isolator pasangan luar (outdoor) dan Secara konstruksi isolator terdiri dari isolator pendukung dan isolator gantung (suspension). Isolator pendukung terdiri dari isolator pin, post, dan pin-post.
Jenis isolator yang digunakan pada saluran udara tegangan tinggi pada umumnya adalah jenis isolator gantung (suspension). Isolator gantung (suspension) sering disebut juga isolator piring. Isolator ini terdiri dari badan porselin yang diapit oleh elektroda-elektroda. Maka isolator memiliki sejumlah kapasitansi. Pada gandengan isolator terpasang spark gap pada kedua ujung isolator yang dipasang sedemikian rupa seperti terlihat pada Gambar 8 Sehingga busur api tidak dapat mengenai isolator saat lompatan api terjadi. Karena itu isolator saluran dimodelkan dengan suatu kapasitansi yang terpasang pararel dengan saklar kerjanya terkontrol oleh tegangan.
Gambar 7 Isolator gantung (suspension)
16
SPARK GAP
SPARK GAP
Lengan SPARK GAP Renteng Isolator Gambar 8 Renteng isolator
Nilai kapasitansi tipikal untuk isolator gantung adalah 80 pF/unit, sedangkan untuk isolator pin nilai kapasitansinya adalah 100 pF/unit. Apabila pada sebuah string isolator terdapat 10 (sepuluh) isolator pin maka kapasitansi ekivalennya adalah 100/10 = 10 pF/string.
Gambar 9 model isolator
E.
Kawat Penghantar
1.
Kapasitansi dan Reaktansi Kapasitif
a.
Rangkaian Fasa Tunggal
Bila ada dua kawat paralel dipisahkan oleh media isolasi akan terbentuk kapasitor, jadi mempunyai sifat untuk menyimpan muatan listrik. Bila suatu perbedaan tegangan dipertahankan antara kedua kawat maka muatan-muatan listrik pada kawat-kawat tersebut mempunyai tanda-tanda yang berlawanan. Sebaliknya bila
17
muatan listrik pada kedua kawat dipertahankan dengan tanda yang berlawanan, perbedaan tegangan akan timbul antara kedua kawat tersebut.
Pandanglah suatu saluran fasa tunggal dengan dua penghantar paralel berjarak d12 dengan jari-jari masing-masing rl dan r2 seperti pada Gambar 10. Dengan e12 adalah beda potensial antara kawat 1, kawat 2, dan penghantar mendapat muatan masing-masing q1 dan q2, maka kapasitansi antara dua penghantar tersebut diekspresikan sebagai berikut:
( )
Dimana : C12 = kapasitansi antara dua kawat (Farad) q1 = muatan penghantar 1 (C) e12 = beda potensial antara kawat 1, kawat 2 (Volt) r1
= jari – jari kawat (meter)
d12 = jarak antara dua kawat (meter) h
= tinggi kawat dari tanah
d12 r1 q1
r2 q2
Gambar 10 Saluran fasa tunggal dengan dua penghantar paralel
18
Prosedur lain adalah dengan memandang suatu titik yang jauh yang berpotensial nol sebagai suatu elektroda kapasitor dan kemudian kapasitansi antara tiap kawat dengan titik tersebut diperhitungkan, maka akan diperoleh dua kapasitor antara tiap kawat dan titik yang mempunyai potensial nol. Tetapi antara kedua kawat pada kedua kapasitor yang terlihat pada Gambar 11 terhubung seri.
C1
Netral
C2
Gambar 11 Titik netral kapasitansi
Titik dengan potensial nol disebut titik netral kapasitansi (capacitance neutral point). Bila sistem itu simetris, titik netral berada tepat di tengah-tengah kedua kawat itu. Sehingga :
(
)
(
)
(
)
Dimana: C1 = kapasitansi kawat 1 terhadap netral, C2 = kapasitansi kawat 2 terhadap netral.
Jumlah kapasitansi antara kawat 1 dan kawat 2 yang terhubung seri,
19
Dan (
)
Bila r1 = r2, sebagaimana biasanya dalam saluran-saluran tenaga listrik, maka :
(
)
Di dalam satuan praktis, menghitung kapasitansi per km untuk h = 1.000 meter, ln diganti menjadi log serta untuk kawat udara
= 8,855 x 10-12 F/m. Dengan
mengsubstitusi harga – harga tersebut ke persamaan (14) diperoleh :
(
)
Dalam Persamaan (15) r1 dan d12 dapat dianggap sama. Tetapi untuk praktisnya, dalam penjelasan disini r1 dan d12 dalam meter. Bila gelombang berbentuk sinus, maka reaktansi kapasitif kawat 1 ditulis :
(
)
(
)
atau,
(
)
⁄
20
atau,
(
)
(
)
(
)
Dimana:
(
)
⁄
Bila f = 50 Hertz, maka:
b.
Rangkaian Fasa Tiga 1 r1,q1
d31
d12
r2,q2
r3,q3 3
d23
2
Gambar 12 Rangkaian fasa tiga
21
Di dalam praktiknya yang paling sering dihadapi adalah rangkaian-rangkaian fasa tiga. Pada Gambar 12 dapat dilihat suatu rangkaian fasa tiga dengan jarak antar kawat masing-masing d12, d13, dan d23. Kapasitansi saluran dapat ditulis sebagai berikut:
(
(
)
)
Dimana,
(
)
(
)
(
)
√ √
dan
atau (
)
(
)
Dengan demikian, reaktansi kapasitif dapat ditulis:
22
2.
KONDUKTOR BERKAS (BUNDLED CONDUCTORS)
Pada saluran tegangan ekstra tinggi (EHV), yaitu pada tegangan-tegangan yang lebih tinggi dari 230 kV, rugi-rugi korona, terutama interfensi dengan saluran komunikasi sudah sangat besar bila saluran transmisi itu hanya mempunyai satu konduktor per fasa. Untuk mengurangi gradien tegangan, dengan demikian mengurangi rugi-rugi korona dan interfensi dengan saluran komunikasi, jumlah konduktor per fasa dibuat 2, 3, 4, atau lebih. Saluran yang demikian disebut saluran transmisi dengan konduktor berkas (bundled conductor transmission line). Dengan menggunakan dua atau lebih konduktor per fasa, maka reaktansi saluran juga akan lebih kecil dan kapasitas hantar bertambah besar.
a.
Reaktansi Induktif 1
A 2 n
3
1 2
dAB dAC
B 3 n
dBC
1
2 n
3
C Gambar 13 Konduktor berkas fasa tiga
23
Reaktansi induktif sistem fasa tiga dengan konduktor berkas dimana setiap berkas terdapat n buah penghatar seperti dapat dilihat pada Gambar 13 diekspresikan sebagai berikut:
√
(
)
√
(
)
(
)
Dengan demikian reaktansi induktif saluran dinyatakan oleh :
√ √
Dimana : =√
b.
meter, dan
√
meter
GMR (Geometric Mean Radius)
GMR konduktor berkas dimana subkonduktor mempunyai jarak-jarak yang sama dan terletak pada suatu lingkaran dengan radius R, dapat diturnkan sebagai berikut: Bila pada saluran terdapat 2 buah subkonduktor, atau n = 2 (Gambar 14), maka: GMR = √
=√
=√
= GMR dari subkonduktor.
(27)
24
B
A
C
S dAB
dBC dAC
Gambar 14 Dua buah subkonduktor
Bila 3 buah subkonduktor, atau n = 3 (Gambar 15), maka:
√
√
√
√
(
)
(
)
r1’ R S
Gambar 15 Tiga buah subkonduktor
Bila 4 buah subkonduktor, atau n = 4 (Gambar 16), maka: √
√
√
(√
)
√
25
S
S
S
R
S Gambar 16 Empat buah subkonduktor
Bila n buah subkonduktor, maka diperoleh bentuk umum: √
c.
(
)
(
)
Reaktansi Kapasitif
Reaktansi kapasitif konduktor berkas dapat ditulis sebagai berikut:
(
)
Bentuk persamaan untuk Xd1 telah diberikan dalam persamaan (32) sebagai berikut:
√
Persamaan untuk
(
)
(
√
)
(
)
(
)
dapat ditulis sebagai :
(
)
26
Dan bila persamaan (30) dirobah dengan mengganti r’1 dengan r1, maka:
(
)
[ Jadi:
(
√
(
)
(
)
]
)
Atau : √ [
√
]
Dimana r1 adalah radius sub-konduktor.
3.
SALURAN GANDA FASA TIGA
a. Reaktansi Induktif Saluran Ganda Fasa-Tiga Suatu saluran ganda fasa-tiga mempunyai dua konduktor paralel per fasa dan arus terbagi rata antara kedua konduktor, baik karena susunan konduktor yang simetris maupun karena transposisi. Pada Gambar 17 diberikan potongan dari saluran ganda fasa-tiga. Konduktor – konduktor a dan d dihubungkan paralel, demikian juga konduktor-konduktor b dengan e dan konduktor – konduktor c dengan f.
1=a
d16
6=f
d12 d13
2=b
d25
d23 3=c
d36 Gambar 17 Susunan penghantar suatu saluran ganda fasa tiga
4=d
27
Pada umumnya semua konduktor adalah identik dengan radius r1, jadi: Ia = Id, Ib = Ie, dan Ic = If. Bila saluran 1 jauh dari saluran 2 maka induktansi bersama antara konduktor-konduktor dapat diabaikan. Tetapi pada umumnya kedua saluran itu ditopang pada satu menara, jadi jarak-jarak antara konduktor tidak besar, sehinggta induktansi bersama tidak dapat diabaikan.
Sekalipun demikian, dalam praktek, sering diambil impedansi dari saluran ganda itu sama dengan separuh dari impedansi dari satu saluran, dengan kata lain pengaruh dari impedansi bersama itu diabaikan.
(
)
(
)
(
)
Dimana:
√ √(
)
Untuk memperoleh hasil yang lebih teliti sebaiknya memperhitungkan pengaruh dari induktansi bersama dan untuk menghitung reaktansi induktif dari saluran ganda tersebut dapat juga digunakan metode GMR dan GMD yang telah dibahas sebelumnya. Jadi :
(
)
(
)
Dimana :
√
28
√(
b.
)
(
)
Reaktansi Kapasitif Saluran Ganda Fasa-Tiga
Sama halnya dengan reaktansi induktif, konsepsi GMD dan GMR dapat juga digunakan untuk menghitung reaktansi kapasitif dari saluran ganda fasa-tiga, dimana GMD sama dengan GMD pada persamaan (40) dan GMR pada persamaan (41) dengan mengganti r’1 menjadi r1.
(
)
(
)
Dimana:
√
F. PENGETANAHAN MENARA TRANSMISI
1. Tahanan Kaki Menara
Untuk melindungi kawat fasa terhadap sambaran langsung dari petir digunakan satu atau dua kawat tanah yang terletak di atas kawat fasa dengan sudut perlindungan lebih kecil 18. Dengan demikian kemungkinan terjadinya loncatan api karena sambaran petir secara langsung dapat diabaikan. Kemungkinan terjadinya loncatan balik karena sambaran kilat secara langsung pada puncak menara atau kawat tanah tetap masih ada, dan untuk menguranginya tahanan kaki menara harus dibuat tidak melebihi 10 Ohm. Tahanan kaki menara 10 Ohm dapat diperoleh dengan menggunakan satu atau lebih batang pengetanahan. Pemilihan
29
penggunaan batang pengetanahan tergantung dari tahanan jenis tanah dimana menara transmisi tersebut berada.
Bila menggunakan batang pengetanahan, tahanan kaki menara dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
(
)
Dimana :
R
= tahanan kaki menara dalam Ohm
= tahanan jenis tanah dalam Ohm-m
L
= panjang dari batang pengetanahan dalam meter
d
= diameter batang pengetanahan dalam meter
Menurut persamaan diatas, tahanan kaki menara akan berkurang dengan menambah panjang batang pengetanahan. Tetapi hubungan ini tidak langsung dan akan mencapai satu titik dimana penambahan panjang batang pengetanahan hanya akan mengurangi tahanan kaki menara sedikit. Dalam hal ini digunakan batang pengetanahan paralel, persamaan diatas tetap dapat digunakan untuk menghitung tahanan kaki menara, bila variabel d diubah menjadi A dan jari-jari batang pengetanahan sama sesuai dengan persamaan 10.2. Harga A adalah kelipatan batang pengetanahan yang tergantung dari penempatan masing-masing batang pengetanahan sebagai berikut : Penempatan : 2 batang diletakkan dimana saja
√
3 batang diletakkan membentuk segitiga
√
30
4 batang diletakkan membentuk segiempat
√
⁄
(45)
Dimana : r = jari-jari dari masing-masing batang pengetanahan (harus sama) a = jarak antara batang pengetanahan
2. Sistem Pengetanahan Driven Rod
Untuk mendapatkan tahanan kaki menara yang kecil maka menara transmisi harus diketanahkan dengan menggunakan satu atau lebih batang pengetanahan (driven rod) atau sistem counterpoise.
Sistem pengetanahan Driven Rod merupakan sistem pengetanahan yang menggunakan batang konduktor yang ditanam tegak lurus terhadap tanah. Sistem pengetanahan Driven Rod dapat menggunakan satu batang konduktor atau 4 batang konduktor
a.
Sistem pengetanahan Driven Rod satu batang konduktor
Bila satu batang konduktor dengan panjang l dan memiliki radius r dan ditanam tegak lurus pada tanah, maka tahanan, kapasitansi, dan induktansi dari konduktor besama tanah adalah :
(
(
)
)
(
)
(
)
31
(
b.
)
(
)
Sistem pengetanahan Driven Rod empat batang konduktor
Bila empat batang konduktor dengan panjang l dan memiliki radius r dan ditanam tegak lurus pada tanah, maka tahanan, kapasitansi, dan induktansi dari konduktor besama tanah adalah :
(
⁄
(
[
Dimana :
√
√
⁄
)
(
)
(
)
)
)
⁄
(
]
= permitivitas relatif tanah
32
l S1 S2 Gambar 18 Driven Rod empat batang konduktor
G. Lompatan Api Balik (Back-Flashover)
Lompatan api balik (back-flashover) merupakan fenomena yang terjadi saat kawat tanah (Ground Wire) tersambar petir langsung (Direct Stroke).
Besarnya tegangan yang timbul pada isolator transmisi tergantung pada kedua parameter kilat, yaitu puncak dan kecuraman muka gelombang kilat. Tidak semua sambaran kilat dapat mengakibatkan lompatan api balik (back-flashover) pada isolasi saluran.
Fenomena ini terjadi apabila saat kawat tanah tersambar petir dan sisa arus yang mengalir ke sistem pengetanahan kembali lagi ke puncak menara melalui menara transmisi dengan berosilasi. Lompatan api balik (back-flashover) pada saluran terjadi bila tegangan yang timbul sangat besar dan melebihi kekuatan tegangan impuls V50% isolator.
33
Gambar 19 Bekas isolator yang terkena Flashover
(
Dimana :
)
(
)
K1
=
0,4 x L
K2
=
0,71 x L
L
=
panjang renteng isolator
t
=
waktu tembus atau waktu lompatan api (µdet)
H. Jumlah Sambaran Kilat Ke Bumi, Lompatan Api Dan Busur Api
Jumlah sambaran kilat ke bumi adalah sebanding dengan jumlah hari guruh per tahun atau Iso Keraunic Level (IKL) di tempat itu. Dengan kesepakatan para peneliti bahwa sambaran yang mengenai saluran dekat menara sebesar 60 % dan sisanya 40 % mengenai kawat tanah jauh dari menara sepanjang gawang dan probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api untuk Saluran Udara
34
Tegangan Tinggi (SUTT) adalah : η = 0,86. Untuk menghitung jumlah sambaran kilat yang mungkin menyambar kawat transmisi dapat digunakan persamaan : K (
Dimana :
) sambaran per 100 km/tahun6 (55)
IKL
= Iso Keraunic Level (Intensitas petir)
b
= Jarak pemisah antara kedua kawat tanah (meter) = Tinggi kawat tanah pada menara (meter)
Untuk menghitung probabilitas total yang menimbulkan gangguan BackFlashover perlu terlebih dahulu mengetahui probabilitas distribusi harga puncak arus petir dengan menggunakan rumus empiris menurut Anderson-Erksson sebagai berikut :
( (
)
)
Dimana :
= Probabilitas arus petir I
= Amplitudo arus petir (kA)
Sedangkan hubungan antara waktu muka gelombang arus petir dengan frekuensi terjadinya dapat dilihat pada tabel 1 berikut6 : Tabel 1 hubungan antara waktu muka gelombang arus petir dengan frekuensi terjadinya Waktu untuk mencapai harga puncak Arus petir (µs) Sampai 0,5 1 1,5 ≥ 2
Frekuensi Terjadinya (%) 7 23 22 48
35
Sehingga jumlah sambaran yang dapat mengakibatkan back-flashover dapat dihitung menggunakan persamaan : (
)
Sambaran per 100 km/ tahun6 (57)
Dimana : [∑(
6
)]
Pada saluran udara tegangan tinggi (SUTT) η = 0,85 dan dengan anggapan bahwa jumlah sambaran pada menara 60 % dari seluruh sambaran. Dari : Gelombang berjalan dan Proteksi Surja TS Hutauruk tahun 1991.