8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sampo Sampo merupakan cairan sabun pencuci rambut yang terbuat dari campuran zat kimia (KBBI, 1999). Sampo merupakan sediaan dari surfaktan (bahan aktif permukaan) dalam bentuk yang sesuai-cair,padat, atau serbuk, yang jika digunakan di bawah kondisi khusus dapat menghilangkan lemak, kotoran dan kulit terkelupas pada permukaan dari rambut dan kulit kepala tanpa menimbulkan efek merugikan bagi rambut, kulit kepala atau kesehatan dari yang menggunakan. Fungsi utama dari sampo adalah membersihkan rambut dan kulit kepala, kotoran rambut termasuk sekresi alami dari kulit, kulit kepala yang terkelupas, penumpukan kotoran dari lingkungan dan sisa dari produk perawatan rambut yang digunakan oleh konsumen (Dinda, 2008). 2.2. Pemasaran Pemasaran adalah suatu proses manajemen yang bertanggungjawab mengenali, mengantisipasi, dan memuaskan keinginan atau kebutuhan pembeli demi meraih laba (Jefkins, 1992). Pengertian pemasaran lainnya adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2002). 2.3. Bauran Pemasaran Para pemasar menggunakan sejumlah alat untuk mendapatkan tanggapan yang diinginkan dari pasar sasaran mereka. Alat-alat itu membentuk suatu bauran pemasaran. Bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terusmenerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran (Kotler, 2002). Komponen-komponen bauran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 3.
9
Bauran Pemasaran
Produk
Harga
Promosi
Tempat
Saluran Promosi Keragaman Daftar harga pemasaran penjualan produk Diskon Cakupan Periklanan Kualitas Potongan pasar Tenaga Design harga Pengelompok penjualan khusus Ciri an Public Periode Nama Lokasi relation pembayaran merek Persediaan Pemasaran Syarat Kemasan Transportasi langsung kredit Ukuran Pelayanan Garansi Imbalan3. Empat komponen dalam bauran pemasaran (Kotler, 2002) Gambar
2.4. Komunikasi Pemasaran Komunikasi bukanlah suatu benda, dan bukan pula hasil final. Unsurunsur komunikasi selalu berubah, dinamis, dan berinteraksi. Unsur-unsur komunikasi juga saling tergantung dan berhubungan. Jika disepakati bahwa komunikasi adalah suatu proses, maka komunikasi mempunyai atribut yaitu dinamis, sistemik, interaksi simbolik, serta makna yang dibentuk secara pribadi (Lubis et al, 2010). Memberikan informasi kepada konsumen dan calon konsumen tentang suatu produk merupakan fungsi dari komunikasi pemasaran atau marketing communication. Komunikasi adalah proses dimana pemikiran dan pemahaman disampaikan antarindividu, atau antara organisasi dengan individu. Pemasaran adalah sekumpulan kegiatan dimana perusahaan dan organisasi lainnya mentransfer nilai-nilai (pertukaran) antara mereka dan pelanggannya. Komunikasi pemasaran merupakan representasi gabungan semua unsur dalam bauran pemasaran merek, yang memfasilitasi terjadinya pertukaran dengan menciptakan suatu arti yang disebarluaskan kepada yang lainnya (Shimp, 2003).
10
2.5. Iklan (Advertising) Kata iklan (advertising) berasal dari bahasa Yunani yang artinya kurang lebih adalah menggiring orang pada gagasan. Pengertian iklan secara komprehensif adalah semua bentuk aktivitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara non personal yang dibayar oleh sponsor tertentu. Secara umum, iklan berwujud penyajian informasi secara non personal tentang suatu produk, merek, perusahaan, atau toko yang dijalankan dengan kompensasi biaya tertentu. Oleh sebab itu, iklan merupakan suatu proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk atau menggiring orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan (Durianto et al, 2003). 2.5.1 Tujuan iklan Tujuan periklanan yang baik seharusnya mampu menunjukkan hubungan terhadap tingkat penjualan langsung. Secara umum, perusahaan mengiklankan produknya adalah dalam rangka (Durianto et al, 2003): 1) Menciptakan kesadaran pada suatu merek di benak konsumen (create awareness). Brand awareness yang tinggi merupakan kunci untuk tercapainya brand equity yang kuat. Pemasar seharusnya menyadari bahwa tanpa brand awareness yang tinggi, sulit untuk mendapatkan pangsa pasar yang tinggi. 2) Mengkomunikasikan informasi kepada konsumen mengenai atribut atau manfaat dari suatu merek (communicate information about attributes and benefits). 3) Mengembangkan atau mengubah citra atau personalitas sebuah merek (develop or change an image or personality). Sebuah merek terkadang mengalami dilusi sehingga perlu diperbaiki citranya, yang dapat dilakukan adalah melalui iklan. 4) Mengasosiasikan suatu merek dengan perasaan serta emosi (associate a brand with feelings and emotions). 5) Menciptakan norma-norma kelompok.
11
6) Mengendapkan perilaku (precipitate behavior). 7) Mengarahkan
konsumen
untuk
membeli
produknya
dan
mempertahankan market power perusahaan. 8) Menarik calon konsumen menjadi konsumen yang loyal dalam jangka waktu tertentu. 9) Mengembangkan sikap positif calon konsumen yang diharapkan dapat menjadi pembeli potensial di masa yang akan datang. 2.5.2 Strategi Periklanan Beberapa strategi periklanan yang sering digunakan adalah (Durianto et al, 2003): 1) Product benefit / feature oriented advertising Strategi periklanan yang berorientasi pada manfaat produk atau keistimewaan produk adalah suatu strategi periklanan yang mengkomunikasikan kegunaan atau keistimewaan suatu merek atau produk kepada konsumen. 2) Brand image oriented advertising Strategi iklan yang berorientasi pada citra merek merupakan suatu cara periklanan untuk memberikan atau menempelkan suatu kepribadian (personality) pada suatu merek. Strategi ini sering dijalankan bilamana produk yang diiklankan tidak memiliki product feature atau benefit yang unik. 3) Problem and / or opportunity oriented advertising Strategi iklan yang berorientasi pada permasalahan atau peluang merupakan suatu strategi periklanan yang dijalankan dengan mencari permasalahan suatu produk untuk dinetralisir melalui iklan. 4) Competitive positioning oriented advertising Aliran ini dipelopori oleh Al Ries dan Jack Trout dari Amerika Serikat pada dekade 1970-an. Menurut mereka, agar suatu merek lebih mudah dingat oleh konsumen, produk tersebut harus dikaitkan dengan market leader tanpa menjelekkannya atau tidak head on advertising dengan market leader. 2.6. Celebrity Endorser
12
McCracken (1989) mendefinisikan celebrity endorser sebagai setiap orang yang populer atau dikenal khalayak dan menggunakan kepopulerannya tersebut untuk suatu produk dengan kemunculannya dalam suatu iklan. Celebrity endorser menjadi salah satu alternatif dalam komunikasi pemasaran untuk membangun image yang sesuai dengan brand dan target audience (Byrne et al, 2003). 2.6.1 Endorser Walaupun pemasar tidak dapat langsung mengendalikan respon dari konsumen sewaktu memproses komunikasi persuasif, mereka dapat berusaha mempengaruhi reaksi ini melalui unsur tertentu dalam komunikasi. Salah satunya adalah sumber pesan atau endorser. Kredibilitas sumber
menunjukkan sejauh mana
sumber
dapat
memberikan informasi yang tidak memihak dan jujur. Sumber yang dirasakan dipercaya dapat mempengaruhi pemirsa, meskipun sumber tersebut dirasa memiliki keahlian yang relatif sedikit (Engel et al, 1993). Jika seorang endorser dirasakan sangat dipercaya dan ahli, maka orang cenderung merendahkan pertahanannya dan tidak berpikir banyak tentang tanggapan kognitifnya. Sumber yang kredibel menghalangi pengembangan argumen tandingan. Oleh sebab itu, sumber yang kredibel menjadi lebih persuasif dibandingkan sumber yang kurang kredibel (Engel et al, 1993). Menurut Royan (2005), endorser merupakan sesuatu yang digunakan untuk penguat pesan atau pendorong untuk mendapatkan persepsi positif dibenak konsumen. 2.6.2 Selebriti Friedman and Friedman (1979) menyatakan bahwa selebriti dapat diartikan sebagai seseorang yang dikenal oleh publik (aktor, atlet, dll) untuk pencapaiannya dalam bidang lain dengan mendukung suatu produk. Terdapat faktor-faktor yang diperhatikan perusahaan ketika mengambil keputusan seleksi selebriti mereka. Menurut urutan
13
kepentingannya, hal-hal yang perlu pertimbangkan dalam menyeleksi selebriti adalah (Shimp, 2003): 1) Kredibilitas selebriti Dapat dipercaya dan keahlian seorang selebriti (secara bersamasama disebut kredibilitas) merupakan alasan utama untuk memilih selebriti sebagai pendukung periklanan. Orang yang dapat dipercaya dan dianggap memiliki wawasan tentang isu tertentu, seperti keandalan merek, akan menjadi orang yang paling mampu meyakinkan orang lain untuk mengambil suatu tindakan. 2) Kecocokan selebriti dengan khalayak 3) Kecocokan selebriti dengan merek Para eksekutif periklanan menuntut agar citra selebriti, nilai, dan perilakunya sesuai dengan kesan yang diinginkan untuk merek yang diiklankan. 4) Daya tarik selebriti Saat memilih selebriti sebagai pembicara, para eksekutif periklanan mengevaluasi aspek yang berbeda yang dapat disatukan dibawah sebutan umum yaitu “daya tarik”. Daya tarik meliputi keramahan, menyenangkan, fisik, dan pekerjaan sebagai beberapa dimensi penting dari konsep daya tarik. 5) Pertimbangan lainnya Akhirnya dalam memilih selebriti, para eksekutif periklanan mempertimbangkan faktor-faktor tambahan seperti, a) Biaya untuk memperoleh layanan dari selebriti, b) Besar kecilnya kemungkinan bahwa selebriti akan berada dalam masalah setelah suatu dukungan dilakukan, c) Sulit atau mudahnya ia akan bekerjasama, dan d) Berapa banyak merek-merek lainnya yang sedang didukung selebriti. Bila seorang selebriti di ekspos berlebihan (mendukung terlalu banyak produk), kredibilitas dan kesukaan orang padanya dapat berkurang.
14
2.6.3 Endorser Perceived Credibilities Ohanian (1990) mengungkapkan dua model utama yang dapat digunakan dalam penelitian mengenai celebrity endorsement, yaitu the souce credibility model dan the source attractiveness model. The source credibility model dibagi lagi menjadi dua sub bagian yaitu expert dan trustworthiness. Source credibilities scale dapat dilihat pada Gambar 4. Attractive Classy Beautiful Elegant Sexy
Expertise
Attractivene ss
Expert Experinced Knowledgeable Qualified Skilled
Trustworthiness
Dependable
Reliable Honest
Trustworthy Sincere
Gambar 4. Source Credibility Scale (Ohanian, 1990) Ohanian (1990) menyatakan suatu istilah source credibility, yang merupakan istilah untuk menyatakan karakteristik seorang komunikator yang dapat mempengaruhi pesan yang disampaikan. Source credibility Scale terdiri dari tiga dimensi yaitu trustworthiness, expertise, dan attractiveness. Trustworthiness merupakan derajat kepercayaan diri seorang komunikator bahwa apa yang disampaikannya adalah benar. Expertise merupakan suatu tingkatan dimana komunikator dipersepsikan sebagai orang yang mengetahui dengan benar apa yang dinyatakan atau diungkapkan. Attractiveness adalah daya tarik yang dimiliki oleh komunikator, yang mana merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan penggunaan endorser untuk produk tersebut. Goldsmith dalam Seno dan Lukas (2007) menyatakan bahwa faktor dasar yang mempengaruhi brand image adalah kredibilitas selebriti. Kredibilitas selebriti adalah persepsi mengenai keahlian yang berhubungan dengan pesan
yang
dikomunikasikan dan dapat
dipercayainya opini atau pendapat objektif dari sumber pesan. Persepsi
15
mengenai kredibiltas sumber memiliki dampak yang positif dalam membujuk konsumen dan mempengaruhi dalam sikap konsumen pada produk yang diasosiasikan. 2.7. Efektivitas Celebrity Endorser Keefektifan suatu kegiatan promosi dapat dilihat dari persepsi suatu produk dimata konsumen. Efektif mempunyai arti berhasil guna (KBBI, 1999). Keefektifan promosi dapat diukur sampai sejauh mana kegiatan promosi memenuhi tujuan untuk apa promosi dilakukan. Promosi dapat dikatakan efektif jika dapat dilihat sampai sejauh mana kegiatan promosi memberikan pengaruh nyata bagi perusahaan (O’Mahony and Meenaghan, 1998). Keefektifan suatu kegiatan promosi dapat dilihat dari:
Persepsi produk tersebut dimata konsumen
Bagaimana sosok endorser dapat dilihat dari sudut pandang konsumen. Public figure akan mengikat merek produk menjadi merek yang diwakili oleh public figure tersebut. Banyak perusahaan besar yang menginvestasikan dana mereka atau
membelanjakan lebih banyak uang mereka untuk menjadikan selebriti atau artis terkenal sebagai endorser untuk produk mereka. Hal tersebut ditujukan untuk menarik perhatian masyarakat kepada produk yang diiklankan, serta untuk mentransfer image dari produk kedalam karakteristik atau kepribadian celebrity (O’Mahony and Meenaghan, 1998). Menurut Kamins (1990) menyatakan bahwa keefektivan penggunaan selebriti sebagai endorser dapat dilihat dari kecocokan atau kesesuaian antara celebrity sebagai endorser dengan karakteristik produk yang diiklankan. Selain
itu,
beberapa
penelitian
sebelumnya
mengemukakan
bahwa
keefektifan celebrity endorser difokuskan pada atribut utama pada diri endorser yang dapat meningkatkan daya persuasifnya (Silvera and Austad, 2004). Keefektifan pesan yang dikomunikasikan oleh seorang endorser, bergantung pada tingkatan expertise dan trustworthiness dalam diri seorang endorser (Byrne et al, 2003). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa dampak dari penggunaan selebriti sebagai endorser adalah minat atau
16
dorongan untuk membeli produk yang diiklankan (O’Mahony and Meenaghan, 1998). 2.8. Brand Awareness, Brand Association dan Brand Image Ekuitas merek dalam perspektif konsumen terdiri atas 2 bentuk pengetahuan tentang merek, yaitu kesadaran merek (brand awareness) dan citra merek (Shimp, 2003). Dua dimensi pengetahuan akan merek – kesadaran dan citra merek dalam perspektif konsumen dapat dilihat pada Gambar 5. Brand awareness adalah kesanggupan calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Bagian dari suatu kategori produk perlu ditekankan karena terdapat suatu hubungan yang kuat antara kategori produk dengan merek yang dilibatkan. Brand awareness membutuhkan continuum tanging (jangkauan kontinum) dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu telah dikenal sebelumnya, sehingga konsumen yakin bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya merek dalam suatu kelompok produk (Durianto et al, 2001). Pengenalan merek
Kesadaran akan merek
Kemampuan mengingat merek
Pengetahuan akan merek Jenis asosiasi merek
Hal-hal yang tidak berhubungan dengan produk (harga, kemasan, pemakai, dan citra penggunaan) atribut Hal-hal yang berhubungan dengan produk (warna, ukuran, desain) Manfaat Fungsional
Citra merek Dukungan, kekuatan, keunikan
Evaluasi keseluru han (sikap)
Simbolis
Pengalaman
Gambar 5. Kerangka ekuitas merek berbasis konsumen (Shimp, 2003) Peran brand awareness dalam brand equity tergantung pada tingkatan akan pencapaian di benak konsumen. Tingkatan brand awareness yang paling rendah adalah brand recognition (pengenalan merek) atau disebut juga
17
sebagai tingkatan pengingatan kembali dengan bantuan. Tingkatan berikutnya adalah tingkatan brand recall (pengingatan kembali merek) atau tingkatan pengingatan kembali merek tanpa bantuan (unaided recall), karena konsumen tidak perlu dibantu untuk mengingat merek. Pengukuran pengenalan merek tanpa bantuan lebih sulit dibandingkan pengenalan merek dengan bantuan. Tingkatan berikutnya adalah merek yang disebut pertama kali pada saat pengenalan merek tanpa bantuan yaitu top of mind (kesadaran puncak pikiran). Top of mind adalah brand awareness tertinggi yang merupakan pimpinan dari berbagai merek yang ada dalam pikiran konsumen (Durianto et al, 2001). Piramida brand awareness dapat dilihat pada Gambar 6.
Top of mind
Brand Recall Brand Recognition Brand unaware
Gambar 6. Piramida Brand Awareness (Durianto et al, 2001) Asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang timbul di benak konsumen akibat berbagai macam hal seperti komunikasi pemasaran suatu merek, pengalaman orang lain maupun diri sendiri dalam mengkonsumsi merek tersebut. Asosiasi dan kesan yang terkait dengan merek tersebut akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman pelanggan dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya. Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi yang kuat dan saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image
18
(citra merek). Semakin banyaknya asosiasi yang berhubungan, semakin kuat citra merek yang dimiliki oleh merek tersebut (Durianto et al, 2001). Citra merek atau brand image dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul di benak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan kepada suatu merek, sama halnya ketika kita berpikir mengenai orang lain (Shimp, 2003). Umumnya asosiasi merek, terutama yang membentuk citra merek, menjadi pijakan bagi konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitas pada merek tersebut. Namun prakteknya, sering didapati banyak sekali kemungkinan asosiasi dan variasi dari asosiasi merek yang dapat memberikan nilai bagi suatu merek dipandang dari sisi perusahaan maupun sisi pengguna (Durianto et al, 2001). Berbagai fungsi asosiasi merek dapat dilihat pada Gambar 7.
Asosiasi merek
Membantu proses penyusunan informasi Diferensiasi atau membedakan Alasan untuk membeli Menciptakan perasaan perilaku positif Landasan perluasan merek
Gambar 7. Fungsi Brand Association (Durianto et al, 2001) Secara umum, usaha untuk meningkatkan ekuitas merek dilakukan melalui pemilihan yang positif atas identitas merek. Namun, usaha yang sering dilakukan yaitu melalui program pemasaran dan komunikasi pemasaran agar tercipta asosiasi yang mendukung, kuat, dan unik di benak konsumen antara merek dengan atribut atau manfaatnya. Produk yang memiliki kualitas yang tinggi dan merepresentasikan nilai yang baik, secara potensial mempunyai ekuitas merek yang tinggi. Dibutuhkan usaha komunikasi pemasaran yang efektif dan konsisten untuk membangun dan mempertahankan ekuitas merek. Inti dari semua aktivitas komunikasi pemasaran pada akhirnya adalah kemampuan untuk meningkatkan ekuitas merek. Ekuitas merek baru dapat dikatakan meningkat apabila konsumen sudah familiar dengan merek tersebut dan memiliki asosiasi yang disukai
19
(favorable), kuat (strong) dan mungkin pula unik (unique) mengenai merek dalam benak mereka (Shimp, 2003). 2.9. Hubungan Celebrity Endorser dengan Brand Image Seno and Lukas (2007) menyatakan bahwa celebrity image dan brand image berhubungan, dan sama-sama membangun ekuitas merek. Selebriti mempunyai potensi yang cukup untuk mempengaruhi ekuitas merek produk yang diiklankan melalui penambahan brand image produk. Merek juga mempunyai potensi yang cukup untuk mempengaruhi kekuatan selebriti melalui penambahan celebrity image. Brand image merupakan persepsi mengenai merek yang direfleksikan dari asosiasi merek dalam ingatan konsumen. Sementara itu, celebrity image merupakan persepsi mengenai seseorang yang dikenal khalayak yang direfleksikan dengan asosiasi selebriti dalam ingatan konsumen. 2.10. Multidimension Scaling (MDS) Persepsi adalah suatu proses dimana seseorang menerima, menyeleksi, dan menginterpretasi stimuli untuk membentuk gambaran yang menyeluruh dan berarti tentang dunia. Proses persepsi berlangsung dalam benak konsumen. Jadi sifatnya abstrak. Sekalipun individu yang memberikan persepsi dapat memberikan deskripsi, tetapi persepsi yang kita tangkap tidaklah objektif, melainkan subjektif (Simamora, 2005). Walaupun persepsi sulit diukur secara pasti karena sifatnya yang abstrak, para ahli tetap berusaha untuk memperoleh gambaran persepsi seseorang tentang suatu objek secara relatif dibanding objek-objek lainnya. Teknik yang dapat digunakan untuk mengukur persepsi dinamakan Multidimension Scaling. Multidimension Scaling (MDS) merupakan teknik multivariat yang termasuk ke dalam golongan interdependence technique (Simamora, 2005). Multidimension Scaling (MDS) adalah salah satu prosedur yang digunakan untuk memetakan persepsi dan preferensi para responden secara visual dalam peta geometri. Peta geometri atau yang biasa disebut spatial map atau perceptual map merupakan penjabaran berbagai dimensi yang
20
berhubungan. Selain itu, Multidimension Scaling merupakan teknik eksplorasi yang digunakan untuk menggambarkan perhitungan dalam dimensi kecil. Interpretasi dari dimensi ini akan membimbing pada pemahaman dari proses perhitungan. Selanjutnya, dapat digunakan juga dalam menginterpretasikan pendapat seseorang ataupun grup yang berbeda-beda sehingga didapatkan suatu solusi (Simamora, 2005). Metode Multidimension Scaling (MDS) yang dilakukan adalah Multidimension Scaling berbasis atribut. Pesaing terdekat dalam penelitian ini dapat dilihat berdasarkan banyaknya kemiripan pada atribut-atribut yang diteliti pada setiap objek. Semakin banyaknya kemiripan atribut-atribut pada setiap objeknya, maka semakin kuat persaingan yang ada antara objek-objek tersebut. Multidimension Scaling berbasis atribut, dapat mengidentifikasi objek dan atribut-atribut dalam penelitian yang akhirnya akan dipetakan dalam peta geometri untuk mengetahui posisi dari masing-masing objek dan atribut dalam penelitian tersebut. MDS berbasis atribut ini akan menghasilkan titik-titik koordinat yang akan digunakan untuk menghitung jarak Euclidean. Jarak Euclidean dapat dihitung dengan rumus: ed = (𝑋𝑖 − 𝑋𝑝)2 + (𝑌𝑖 − 𝑌𝑝)2 …………………………..(1) Keterangan: ed = jarak Euclidean 𝑋𝑖 = absis atribut ke-i pada dimensi 1 (𝑖=1,2,...,n) 𝑌𝑖 = ordinat atribut ke-i pada dimensi 2 (𝑖=1,2,...,n) 𝑋𝑝 = absis merek dan celebrity endorser dimensi 1 𝑌𝑝 = ordinat merek dan celebrity endorser dimensi 2 Menurut Simamora (2005) untuk mengukur seberapa baik model Multidimension Scaling (MDS) yang dihasilkan digunakan nilai R-square (RSQ) dan stress. Semakin tinggi RSQ, semakin baik model MDS yang dihasilkan. RSQ dapat diterima apabila RSQ lebih dari atau sama dengan 0,6. Sedangkan untuk nilai stress, semakin rendah stress, maka semakin baik model MDS yang dihasilkan. Standar Kruskal untuk menghitung stress dapat dilihat pada Tabel 1. Cara menghitung stress bermacam-macam, namun yang
21
paling banyak digunakan adalah stress Kruskal, sebagaimana dirumuskan sebagai berikut:
Stress =
(𝑑 𝑖𝑗 −𝑑 𝑖𝑗 )2 (𝑑 𝑖𝑗 −𝑑 )2
…………………………………………..(2)
Keterangan: 𝑑
= rata-rata jarak dalam peta
𝑑𝑖𝑗 = data jarak yang diberikan responden 𝑑𝑖𝑗 = jarak turunan (derived distance) atau kemiripan (similarity data) yang dihasilkan komputer Tabel 1. Standar kruskal untuk Stress Stress (%) 20 10 5 2,5 0
Goodness of Fit Poor Fair Good Excellent Perfect
Sumber: Kruskal dalam Simamora (2005)
2.11. Importance Performance Analysis Importance and Performance Analysis (IPA) digunakan untuk menganalisis kepuasan konsumen dari atribut produk jasa menurut penilaian responden. Analisis Importance and Performance dilakukan dengan cara membandingkan tingkat kepentingan/ harapan konsumen terhadap atribut yang diteliti dengan tingkat kinerja dari atribut-atribut yang melekat pada suatu produk kemudian dirangkaikan dalam diagram kartesius. Saat menilai tingkat kepentingan, setiap atribut diberikan penilaian dengan skala likert seperti berikut: sangat tidak penting diberi skor/nilai 1, tidak penting diberi nilai 2, tidak terlalu penting diberi nilai 3, penting diberi nilai 4 dan sangat penting diberi nilai 5. Sedangkan untuk menilai tingkat kinerja, skala yang digunakan adalah: sangat buruk diberi nilai 1, buruk diberi nilai 2, biasa saja diberi nilai 3, baik diberi nilai 4 dan sangat baik diberi nilai 5 ( Durianto et al, 2001).
22
Total skor jawaban responden dijumlahkan lalu dihitung nilai rata-rata setiap atribut menurut tingkat kepentingan (𝑌) dan tingkat kinerja (𝑋) masingmasing Atribut. Adapun rumus untuk mencar nilai rata-rata importance dan performance adalah:
𝑌=
𝑛 𝑖=1 𝑌 𝑖
𝑛
𝑋=
𝑛 𝑖=1 𝑋 𝑖
𝑛
Keterangan : 𝑛 = jumlah responden 𝑌𝑖 = skor atribut berdasarkan tingkat kepentingan 𝑋𝑖 = skor atribut berdasarkan tingkat kinerja Selanjutnya untuk menentukan garis potong yang membagi diagram kartesius menjadi empat kuadran dengan pusat di titik (X,Y) diperoleh dengan merata-ratakan total skor rata-rata dari semua atribut yang ada. Diagram Importance Performance Analysis dapat dilihat pada Gambar 8.
𝑌=
𝑛 𝑖=1 𝑋 𝑖
𝐾
𝑋=
𝑛 𝑖=1 𝑌 𝑖
𝐾
Keterangan : 𝐾 = jumlah atribut 𝑌𝑖 = skor rata-rata importance 𝑋𝑖 = skor rata-rata performance Analisis IPA menyatakan empat kuadran yang menggambarkan posisi setiap atribut berdasarkan importance dan performance-nya, yaitu: 1) Kuadran I, menunjukkan atribut-atribut yang dianggap penting oleh konsumen tetapi kinerja perusahaan untik atribut ini dianggap masih rendah (underact). Oleh sebab itu, atribut-atribut yang terletak pada kuadran I perlu diperhatikan oleh perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya. 2) Kuadran II, menunjukkan atribut-atribut yang dianggap penting oleh konsumen dan kinerja perusahaan untuk atribut ini juga dinilai sudah baik, sehingga atribut yang berada pada kuadran II ini perlu dipertahankan kinerjanya.
23
3) Kuadran III, menunjukkan atribut-atribut yang dianggap tidak penting oleh konsumen, sehingga kinerja perusahaan untuk atribut ini juga rendah. Oleh sebab itu, atribut-atribut yang berada pada kuadran III tidak terlalu berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen, sehingga tidak terlalu diprioritaskan oleh perusahaan. 4) Kuadran IV, menunjukkan atribut-atribut yang dianggap tidak penting oleh konsumen, tetapi kinerja perusahaan untuk atribut ini sangat baik. Oleh sebab itu, kinerja atribut-atribut yang berada pada kuadran IV ini dinilai berlebihan oleh konsumen. Tinggi
Kuadran 1
Kuadran 2
Kuadran 3
Kuadran 4
Importance
Rendah Performance Gambar 8. Diagram Importance and Performance Analysis (Durianto, 2001) 2.12. Penelitian Terdahulu Masyitha (2008) melakukan penelitian dengan judul Analisis Efektivitas Iklan Televisi Citra Hand and Body Lotion (versi ku telah dewasa) Terhadap Brand Image (Studi Kasus Di Kota Bogor). Adapun tujuan penelitian tersebut yaitu untuk mempelajari srategi dan pelaksanaan kegiatan periklanan, mempelajari dampak komunikasi iklan, menganalisis efektivitas iklan Citra hand and Body Lotion pada media televisi diukur dari tingkat kesadaran merek (brand awareness) serta respon dan sikap konsumen akhir terhadap iklan tersebut. Berdasarkan penelitian ini dapat diketahui bahwa iklan mempengaruhi kesadaran merek.
24
Resmiyati (2008) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Pembentukan Sikap Konsumen Terhadap Produk Melalui Endorser’s Perceived Credibilities. Adapun tujuan dari penelitiannya yaitu untuk mengetahui persepsi konsumen terhadap Ringgo sebagai endorser Esia, mengetahui sikap konsumen terhadap Esia setelah melihat iklan versi benerin antena, mencari pengaruh persepsi konsumen terhadap ringgo sebagai endorser terhadap pembentukan sikap konsumen akan Esia. Penelitian ini menggunakan Source Credibility Scale dari Ohanian (1990) yang meliputi dimensi trustworthiness, expert, dan attractiveness. Penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2005) berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Warung Mobil Makanan Steamboat
dan
Atribut
Ideal
Makanan
Steamboat.
Penelitian
ini
menggunakan analisis faktor dengan metode ekstraksi principal component analysis. Principal Component Analysis yaitu suatu pendekatan dalam analisis faktor yang memperlihatkan total varian dalam data. Alat analisis PCA dipilih dalam penelitian ini, karena kelebihan dari analisis faktor adalah dapat
menjelaskan
hubungan
antara
variabel-variabel
yang
diduga
mempengaruhi keputusan konsumen. Terdapat 15 faktor yang digunakan dalam penelitian ini. Kelimabelas faktor tersebut kemudian diproses lebih lanjut, dan diperoleh 4 faktor komponen utama yang dapat menjelaskan 57,59 persen keragaman dari seluruh variabel. Rahman (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Citra Merek (Brand Image) dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Fruit Tea Di Kota Sukabumi menggunakan Multidimension Scaling untuk menganalisis brand image. Multidimension Scaling digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah dalam suatu produk yang dihasilkan telah tercipta citra (image) yang baik dan menempel pada benak konsumen. Atribut-atribut yang di dapat diuji terlebih dahulu dengan uji validitas dengan menggunakan Uji Cochran. Kesimpulan dari penelitian ini didapat bahwa citra merek yang dimiliki oleh Fruit Tea ternyata mampu mempengaruhi keputusan pembelian produk Fruit Tea. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pesaing utama Fruit
25
Tea yaitu Fresh Tea. Secara keseluruhan citra merek yang dimiliki Fruit Tea memang mampu mempengaruhi keputusan pembelian produk Fruit Tea. Kurniawan (2006) yang melakukan penelitian yang berjudul Efektivitas Strategi Promosi Produk Mustika Ratu dengan Menggunakan Endorser Putri Indonesia mengungkapkan bahwa alasan penggunaan celebrity endorser yaitu untuk mengkomunikasikan produknya, seperti atribut produk, manfaat produk, dan lain-lain. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi dan menganalisa citra Puteri Indonesia; mengidentifikasi dan menganalisa kaitan antara endorser dengan citra produk, citra perusahaan dan keputusan pembelian; menganalisis citra Puteri Indonesia, citra produk, citra perusahaan Mustika Ratu; memberikan saran dan masukan. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2006) ini juga mengemukakan bahwa tidak selalu penggunaan selebriti sebagai endorser dinilai efektif. Hal tersebut bergantung pada jenis produk yang diiklankan, karakteristik endorser, dan karakteristik target audience yang diinginkan oleh pengiklan. Keefektivan strategi promosi dengan menggunakan endorser dapat dilihat dari persepsi responden terhadap produk dan endorser yang digunakan untuk produk tersebut. Hasil dari penelitian ini, penggunaan endorser Puteri Indonesia memiliki hubungan yang cukup positif dengan citra produk, citra perusahaan, serta keputusan pembelian produk Mustika Ratu. Hudori (2010) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Persepsi Konsumen Terhadap Endorser Iklan di Televisi dan Hubungannya dengan Keputusan Pembelian. Pengujian dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, analisis Multidimension Scaling untuk mengetahui persepsi responden terhadap endorser iklan Kuku Bima Ener-G, serta analisis uji Kruskal Wallis untuk menguji perbedaan kinerja masing-masing endorser iklan Kuku Bima Ener-G. Berdasarkan analisis MDS menunjukkan bahwa Mbah Marijan berada pada dimensi persepsi (dimensi 1), sedangkan Rieke Dyah Pitaloka dan Vega Darwanti menjauh dari dimensi 1. Responden menilai Mbah Marijan memenuhi kriteria sebagai endorser iklan Kuku Bima Ener-G, karena memiliki persepsi yang sesuai dengan image dan pesan yang
26
ingin disampaikan oleh Kuku Bima Ener-G. Sementara itu, Chris John, Ade Ray dan Doni Kusuma menempati dimensi familiar. Putri (2003) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kesesuaian Antara Tipe Endorser Dengan Jenis Produk dalam Iklan Kosmetika menggunakan Source Credibility Scale Ohanian (1990). Unit analisis penelitian ini adalah mahasiswi Universitas Depok dengan teknik accidental sampling. Penelitian ini mengukur kesesuaian antara endorser produk kosmetik
pada
tiga
dimensi,
yaitu
trustworthiness,
expertise,
dan
attractiveness. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan uji binomial dan uji t. Uji binomial dilakukan untuk mengetahui apakah proporsi antara dua sampel berbeda secara signifikan atau tidak. Sedangkan uji t digunakan untuk menguji apakah rata-rata dua sampel berbeda secara signifikan atau tidak.