17
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Ekonomi Fertilitas Menurut Mundiharno (2009), pandangan bahwa faktor-faktor ekonomi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap fertilitas bukanlah suatu hal yang baru. Dasar pemikiran utama dari teori ‘transisi demografis’ yang sudah terkenal luas adalah bahwa sejalan dengan diadakannya pembangunan sosial-ekonomi, maka fertilitas lebih merupakan suatu proses ekonomis dari pada proses biologis. Leibenstein dapat dikatakan sebagai peletak dasar dari apa yang dikenal dengan “teori ekonomi tentang fertilitas”. Teori ini beranggapan bahwa orang tua merupakan produsen dan konsumen dalam membuat perhitungan tentang jumlah anak yang diinginkan, orang tua mempertimbangkan antara manfaat yang diperoleh dan beban biaya yang akan dikeluarkan karena mempunyai anak lagi akan timbul bila biayanya lebih kecil dengan manfaat yang diperoleh karena mempunyai anak. Menurut Leibenstein (Mundiharno, 2009), anak dilihat dari dua aspek yaitu aspek kegunaannya (utility) dan aspek biaya (cost). Kegunaannya adalah memberikan kepuasaan, dapat memberikan balas jasa ekonomi atau membantu dalam kegiatan berproduksi serta merupakan sumber yang dapat menghidupi orang tua di masa depan. Sedangkan pengeluaran untuk membesarkan anak adalah biaya dari mempunyai anak tersebut. Biaya memiliki tambahan seoarang anak
18
dapat dibedakan atas biaya langsung dan biaya tidak langsung. Yang dimaksud biaya langsung adalah biaya yang dikeluarkan dalam memelihara anak seperti memenuhi kebutuhan sandang dan pangan anak sampai ia dapat berdiri sendiri. Yang dimaksud biaya tidak langsung adalah kesempatan yang hilang karena adanya tambahan seoarang anak. Misalnya, seoarang ibu tidak dapat bekerja lagi karena harus merawat anak, kehilangan penghasilan selama masa hamil, atau berkurangnya mobilitas orang tua yang mempunyai tanggungan keluarga besar. Menurut Leibenstein, apabila ada kenaikan pendapatan maka aspirasi orang tua akan berubah. Orang tua menginginkan anak dengan kualitas yang baik. Ini berarti biayanya naik. Menurut Mundiharno (2009), pengembangan lebih lanjut tentang ekonomi fertilitas dilakukan oleh Gary S. Becker yang menyatakan bahwa anak dari sisi ekonomi pada dasarnya dapat dianggap sebagai barang konsumsi (consumption good, consumer’s durable) yang memberikan suatu kepuasan (utility) tertentu bagi orang tua. Bagi banyak orang tua, anak merupakan sumber pendapatan dan kepuasan (satisfaction). Secara ekonomi fertilitas dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, biaya memiliki anak dan selera. Meningkatnya pendapatan (income) dapat meningkatkan permintaan terhadap anak. Dalam analisis ekonomi fertilitas, permintaan akan anak berkurang bila pendapatan meningkat, karena (a) orang tua mulai lebih menyukai anak-anak yang berkualitas lebih tinggi dalam jumlah yang hanya sedikit sehingga “harga beli” meningkat; (b) bila pendapatan dan pendidikan meningkat maka semakin banyak waktu (khususnya waktu ibu) yang digunakan untuk merawat anak. Jadi anak menjadi lebih mahal.
19
Di dalam setiap kasus, semua pendekatan ekonomi melihat fertilitas sebagai hasil dari suatu keputusan rasional yang didasarkan atas usaha untuk memaksimalkan fungsi utility ekonomis yang cukup rumit yang tergantung pada biaya langsung dan tidak langsung, keterbatasan sumberdaya, selera. Robinson dan Harbinson menggambarkan analisis ekonomi dalam menentukan fertilitas (jumlah dan kualitas anak). Pertimbangan ekonomi dalam menentukan fertilitas terkait dengan income, biaya (langsung maupun tidak langsung), selera, modernisasi dan sebagainya. Sejalan dengan apa yang telah dikemukakan Becker, Bulatao menulis tentang konsep demand for children and supply of children. Bulatao mengartikan konsep demand for children sebagai jumlah anak yang dinginkan. Termasuk dalam pengertian jumlah adalah jenis kelamin anak, kualitas, waktu memliki anak dan sebagainya. Konsep demand for children diukur melalui pertanyaan survey tentang “jumlah keluarga yang ideal atau diharapkan atau diinginkan”. Menurut Bulatao, jika pasangan tidak dapat memformulasikan jumlah anak yang dinginkan secara tegas maka digunakan konsep latent demand dimana jumlah anak yang dinginkan akan disebut oleh pasangan ketika mereka ditanya. Menurut Bulatao, modernisasi berpengaruh terhadap demand for children dalam kaitan membuat latent demand menjadi efektif. Menurut Bulatao, demand for children dipengaruhi (determined) oleh berbagai faktor seperti biaya anak, pendapatan keluarga dan selera. Dalam artikel tersebut Bulato membahas masing-masing faktor tersebut (biaya anak, pendapatan, selera) secara lebih detail. Termasuk didalamnya dibahas apakah anak bagi keluarga di negara berkembang merupakan “net supplier “ atau tidak. Sedang supply of children diartikan sebagai banyaknya anak yang bertahan hidup
20
dari suatu pasangan jika mereka tidak berpisah/cerai pada suatu batas tertentu. Supply tergantung pada banyaknya kelahiran dan kesempatan untuk bertahan hidup. Supply of children berkaitan dengan konsep kelahiran alami (natural fertility). Menurut Bongart, fertilitas alami dapat diidentifikasi melalui lima hal utama, yaitu: a. Ketidak-suburan setelah melahirkan (postpartum infecundibality) b. Waktu menunggu untuk konsepsi (waiting time to conception) c. Kematian dalam kandungan (intraurine mortality) d. Sterilisasi permanen (permanent sterility) e. Memasuki masa reproduksi (entry into reproductive span) Analisis ekonomi tentang fertilitas juga dikemukakan oleh Richard A. Easterlin.
Menurut Easterlin permintaan akan anak sebagian ditentukan oleh
karakteristik latar belakang individu seperti agama, pendidikan, tempat tinggal, jenis/tipe keluarga dan sebagainya. Setiap keluarga mempunyai norma-norma dan sikap fertilitas yang dilatarbelakangi oleh karakteristik diatas (Mundiharno, 2009). Easterlin juga mengemukakan perlunya menambah seperangkat determinan ketiga (disamping dua determinan lainnya: permintaan anak dan biaya regulasi fertilitas) yaitu mengenai pembentukan kemampuan potensial dari anak. Hal ini pada gilirannya tergantung pada fertilitas alami (natural fertility) dan kemungkinan seorang bayi dapat tetap hidup hingga dewasa. Fertilitas alami sebagian tergantung pada faktor-faktor fisiologis atau biologis, dan sebagian lainnya tergantung pada praktek-praktek budaya. Apabila pendapatan meningkat maka terjadilah perubahan “suplai” anak karena perbaikan gizi, kesehatan dan faktorfaktor biologis lainnya. Demikian pula perubahan permintaan disebabkan oleh
21
perubahan pendapatan, harga dan “selera”. Pada suatu saat tertentu, kemampuan suplai dalam suatu masyarakat bisa melebihi permintaan atau sebaliknya. Easterlin
berpendapat
bahwa
bagi
negara-negara
berpendapatan
rendah
permintaan mungkin bisa sangat tinggi tetapi suplainya rendah, karena terdapat pengekangan biologis terhadap kesuburan.
Hal ini menimbulkan suatu
permintaan “berlebihan” (excess demand) dan juga menimbulkan sejumlah besar orang yang benar-benar tidak menjalankan praktek-praktek pembatasan keluarga. Dipihak lain, pada tingkat pendapatan yang tinggi, permintaan adalah rendah sedangkan kemampuan suplainya tinggi, maka akan menimbulkan suplai “berlebihan” (over supply) dan meluasnya praktek keluarga berencana. John C. Caldwell (Mundiharno, 2009), juga melakukan analisis fertilitas dengan pendekatan ekonomi sosiologis. Tesis fundamentalnya adalah bahwa tingkah laku fertilitas dalam masyarakat pra-tradisional dan pasca-transisional itu dilihat dari segi ekonomi bersifat rasional dalam kaitannya dengan tujuan ekonomi yang telah ditetapkan dalam masyarakat, dan dalam arti luas dipengaruhi juga oleh faktor-faktor biologis dan psikologis. Teori Rumah Tangga dari Caldwell. Teori ini menyatakan bahwa laju fertilitas yang tinggi atau rendah masing-masing merupakan keputusan yang memberikan “keuntungan” bagi tiap-tiap individu, pasangan suami-istri atau masing-masing
keluarga.
Jadi
pendekatannya
lebih
menekankan
pada
dikenakannya tingkah laku fertilitas terhadap individu (atau keluarga inti) oleh suatu kelompok keluarga yang lebih besar (bahkan yang tidak sedaerah) dari pada oleh “norma-norma” yang sudah diterima masyarakat. Seperti diamati oleh Caldwell, didalam keluarga selalu terdapat tingkat eksploitasi yang besar oleh
22
suatu kelompok (atau generasi) terhadap kelompok atau generasi lainnya, sehingga jarang dilakukan usaha pemaksimalan manfaat individu. Teori Nelson tentang Pembangunan dan Perangkap Penduduk. Nelson berpendapat bahwa sebagai akibat dari perkembangan penduduk yang tinggi dalam jangka panjang tingkat pendapatan perkapita akan kembali mencapai tingkat pendapatan subsisten atau sekedar cukup hidup. (Mundiharno, 2009). Analisis Nelson menunjukkan : 1) Sifat hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan pendapatan Nasional pada berbagai tingkat pendapatan perkapita; 2) Akibat hubungan tersebut terhadap tingkat perkembangan perkapita. Teori konvensional dari Davis dan Mamadni mengajukan langkah-langkah dalam menurunkan fertilitas: 1.
Negara berkewajiban memperbaiki struktur sosial ekonomi secara makro dan mikro, kesempatan kerja dan kesempatan memperoleh pendidikan tinggi bagi kaum wanita diperluas.
2.
Dengan membaiknya sosial ekonomi wanita, mereka akan lebih mudah menerima pengetahuan tentang cara membatasi kelahiran.
3.
Meningkatkan prevalensi pemakaian kontrasepsi.
4.
Terjadinya penurunan fertilitas.
Persepsi nilai terhadap anak akan mempengaruhi keputusan orang tua untuk menentukan jumlah anak yang diinginkan. Banyak manfaat yang bisa diperoleh orang tua dengan adanya kehadiran anak dalam keluarga, diantaranya adalah manfaat secara ekonomi, bio-fisiologis, emosional dan spiritual. Persepsi tentang nilai anak dari segi bio-fisiologis adalah kehadiran anak merupakan sebagai penerus keturunan keluarga
23
dan dapat membuktikan bahwa seseorang itu subur. Untuk persepsi tentang nilai anak dari segi emosional yaitu kehadiran anak dapat mendatangkan suatu kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi orang tuanya serta dapat menghilangkan rasa sepi yang selama ini telah dialami. Persepsi tentang nilai anak jika dilihat dari segi spiritual adalah anak diharapkan bisa mendoakan orang tua dan menjadi anak yang taat pada agama. Menurut Robinson (2000), ada tiga macam kegunaan anak, yaitu: 1) sebagai suatu barang konsumsi, misalnya sebagai sumber hiburan, 2) sebagai suatu sarana produksi, yakni anak diharapkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu yang menambah pendapatan keluarga, 3) sebagai sumber ketenteraman, baik pada hari tua maupun sebaliknya. Di negara berkembang anak dianggap sebagai barang investasi atau aktiva ekonomi, yaitu orang tua berharap kelak menerima manfaat ekonomi dari anak. Manfaat ini akan nampak jika anak bekerja tanpa upah di sawah atau usaha milik keluarga atau memberikan sebagian penghasilannya kepada orang tua ataupun membantu keuangan keluarga.
Fertilitas dan Tingkat Pemakaian Kontrasepsi Secara demografis, fertilitas diartikan sebagai hasil reproduksi yang ditunjukkan dengan banyaknya bayi lahir hidup (Mundihrno, 2009). Fertilitas ini merupakan salah satu penyumbang tingginya angka kelahiran selain mortalitas dan migrasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan angka kelahiran adalah melalui Program Keluarga Berencana (KB). Menurut Sumini (2009), mendifinisikan bahwa TFR adalah jumlah rata-rata kelahiran anak dari wanita usia subur selama masa reproduksinya. Atas dasar pengertian tersebut maka dimaksudkan dengan tingkat kelahiran total adalah
24
kemampuan rata-rata kelahiran dari seorang wanita umur 15–49 tahun menurut masa reproduksinya. TFR adalah salah satu indikator utama untuk mengetahui keberhasilan program KB dalam menurunkan tingkat kelahiran. Dari berbagai studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa pemakaian alat kontrasepsi terbukti mampu menurunkan angka kelahiran. penelitian Boongaarts,
menyebutkan
pemakaian
alat
kontrasepsi
pada
perempuan
berpendidikan lebih tinggi dibandingkan yang tidak berpendidikan. Tingkat fertilitas perempuan yang memiliki pendidikan dasar cenderung lebih tinggi dibandingkan mereka yang berpendidikan menengah ke atas. Selain itu, perempuan yang tidak memiliki pendidikan juga cenderung memiliki tingkat fertilitas yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang berpendidikan dasar. Dengan demikian, tampak bahwa tingkat pendidikan berkorelasi secara negatif terhadap pemakaian alat kontrasepsi. Contraceptive Prevalence Rate (CPR) atau Tingkat Pemakaian Kontrasepsi. Menurut Nuraini, (2012). CPR merupakan sebuah indikator kesehatan, kependudukan, pembangunan dan pemberdayaan perempuan yang digunakan juga untuk mengukur akses dari pelayanan kesehatan repoduksi sebagai bagian untuk mencapai MDG,s. WHO mendifinisikan bahwa CPR adalah prosentase wanita usia subur (15–49) tahun yang menggunakan metode kontrasepsi. Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksudkan dengan tingkat pemakaian kontrasepsi atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR)) adalah perbandingan antara jumlah pemakai kontrasepsi terhadap wanita PUS (15–49 tahun). Secara ilmu kependudukan hubungan antara CPR dengan TFR adalah mempunyai hubungan yang negative artinya semakin tinggi CPR semakin rendah TFR.
25
Fertilitas dan Pendidikan Pendidikan merupakan proses pengembangan pengetahuan, keterampilan,
maupun sikap seseorang yang dilaksanakan secara terencana sehingga diperoleh perubahan-perubahan dalam meningkatkan taraf hidup. Dalam pembangunan berkelanjutan, wawasan dan pandangan seseorang diartikan sebagai cara seseorang merespon suatu inovasi dan membangun gagasan dalam perencanaan. Dengan demikian, pengukuran tingkat pendidikan sangat bermanfaat dalam memprediksi kondisi wawasan pengetahuan dalam asas pemikiran individu terhadap inovasi dan proses adopsi yang menyertai inovasi tersebut. Oleh karena itu, tingkat pendidikan yang relatif baik (tinggi), mereka lebih memilih memiliki jumlah anak lebih sedikit karena keuntungan lain dapat mempertinggi status ia sandang dan tingginya opportunity cost pengasuhan. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor pendidikan wanita mempunyai kontribusi cukup besar terhadap kesejahteraan keluarga terutama mengenai jumlah keluarga yang ideal (2 orang anak cukup, laki-laki atau perempuan sama), dan kontribusinya terhadap kualitas atau nilai anak yang diinginkan. Disamping itu, meningkatnya pendidikan seorang individu secara ekonomi berkorelasi positif dengan selera (taste). Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan maka selera atau keinginannya meningkat baik kuantitas maupun kualitas. Melalui pendekatan fungsi utilitas (indifference curve), selera tentang nilai anak suatu unit keluarga mengarahkan pilihannya kepada kualitas bukan jumlah anak yang dilahirkan (kuantitas). Studi yang lain menemukan tingkat pendidikan akan meningkatkan control terhadap alat kontrasepsi dan pengendalian fertilitas (Nurdivya A.E, 1995). Pendidikan memfasilitasi perolehan informasi tentang
26
keluarga
berencana,
meningkatkan
komunikasi
suami-istri,
dan
akan
meningkatkan pendapatan yang memudahkan pasangan untuk menjangkau alat kontrasepsi. Faktor lain yang berasosiasi dengan pemakaian alat kontrasepsi adalah kondisi sosial ekonomi. Kondisi perekonomian rumah tangga yang kurang baik ditandai oleh rendahnya pendapatan atau daya beli masyarakat termasuk kemampuan mereka untuk membeli alat kontrasepsi. Hal ini kemudian berdampak pada peningkatan angka kelahiran. Idealnya, terkait dengan upaya penundaan kehamilan atau kelahiran anak berikutnya setelah anak pertama lahir, hal yang penting dilakukan adalah mengatur jarak kehamilan. Upaya untuk mengatur jarak kehamilan atau kelahiran ini dapat dilakukan dengan menggunakan kontrasepsi. Keberhasilan pemakaian kontrasepsi untuk mengatur jarak kehamilan tergantung pada kondisi fisik, pola hidup, kebiasaan, dan kedisipilinan pemakainya masing-masing.
Fertilitas dan Rata-rata usia kawin pertama Umur kawin pertama dapat menjadi indikator dimulainya seorang perempuan berpeluang untuk hamil dan melahirkan. Perempuan yang kawin usia muda mempunyai rentang waktu untuk hamil dan melahirkan lebih panjang dibandingkan dengan mereka yang kawin pada umur lebih tua dan mempunyai lebih banyak anak . Berdasarkan SDKI Tahun 2007 rata-rata usia kawin pertama adalah 18,1 dan SDKI Tahun 2012 naik menjadi 19,8 sedangkan idealnya adalah 21 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria (Demografi 94). Dalam UU Perkawinan tahun 1974 dinyatakan bahwa usia perkawinan untuk perempuan 16 tahun dan pria 19 tahun.
27
Berdasarkan uraian tersebut di atas terlihat bahwa fertilitas dipengaruhi oleh berbagai variabel, antara lain tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat pemakaian kontrasepsi, dan usia kawin pertama.
Fertilitas dan Kemiskinan Fertilitas juga berdampak pada laju pertumbuhan penduduk. Robert Solow telah menjelaskan hubungan pertumbuhan penduduk dengan tingkat ekonomi suatu negara dalam model pertumbuhan ekonomi yang disebut exogenous growth model atau model pertumbuhan eksogen. Model ini menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti akumulasi modal, pertumbuhan penduduk, serta kemajuan teknologi. Temuan penting dari model Solow ini adalah adanya hubungan negatif antara pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Oleh karena itu, diperlukan langkah pengendalian pertumbuhan penduduk dalam suatu negara sehingga negara tersebut dapat memaksimalkan potensi faktor produksi lainnya untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Menurut Baldwin & Meier (Saleh, A. 2012), pembangunan ekonomi adalah sebagai
kegiatan-kegiatan
yang
dilakukan
oleh
suatu
negara
untuk
mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf kehidupan masyarakat. Selain itu pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Jika tingkat pembangunan itu lebih besar dari pada tingkat pertambahan penduduk, maka pendapatan riil perkapita akan bertambah. Beberapa alasan mengapa muncul pembangunan ekonomi, adanya kenyataan bahwa suatu negara pendapatan nasionalnya hanya mampu mengimbangi
28
pertambahan penduduk. Dari sisi lain ada negara yang mempunyai sisa pendapatan untuk investasi guna menaikkan standar kehidupan masyarakatnya. Adanya perbedaan tingkat hidup antara negara yang satu dengan negara lain, perbedaan ini semakin besar. Adanya kehendak dari negara untuk berkembang yang selama ini disadari tingkat kehidupan yang rendah. Mereka menghendaki tingkat hidup yang lebih tinggi melalui peningkatan kemakmuran ekonomi atau kesejahteraan. Chaniago, J. (2007) dengan Model Overlapping Generation (OLG) dalam kaitannya dengan konsumsi dan tabungan. Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa dua generasi yang hidup pada setiap titik waktu, muda dan tua. Rumah tangga hanya bekerja pada periode pertama kehidupan mereka dan mendapatkan pendapatan. Mereka memperoleh pendapatan tidak dalam periode kedua kehidupan mereka. Sehingga mereka mengkonsumsi bagian dari pendapatan periode pertama mereka dan menyimpan sisanya untuk membiayai konsumsi mereka ketika tua atau digunakan untuk saving. Pada akhir periode kelebihan sisa konsumsi digunakan untuk disaving dan akan diberikan kepada periode setelahnya.
Dengan demikian jumlah anak yang dimiliki sebagai generasi
selanjutnya akan mempengaruhi jumlah konsusmi dan tabungan. Semakin sedikit jumlah anak yang dimiliki maka konsumi akan lebih sedikit dan tabungan akan lebih besar.
B. Teknik Estimasi Fertilitas 1. Estimasi Langsung Estimasi demografi terdiri dari upaya mengukur nilai dasar parameter demografi seperti tingkat kelahiran dan tingkat kematian dalam kondisi data yang
29
kurang sempurna. Parameter dasar ini mengindikasikan cara sebuah penduduk akan berkembang sepanjang waktu baik dari segi jumlah maupun struktur umur. Estimasi langsung dapat dilakukan jika sistem registrasi vital dapat berjalan dengan baik; tidak saja secara administratif tetapi juga secara stattistik. Jika system registrasi berjalan dengan baik maka angka kelahiran dan juga kematian dapat langsung dihitung dari data yang ada. Kita bisa menghitung berapa jumlah kelahiran selama kurun waktu tertentu dan membaginya dengan jumlah penduduk atau jumlah wanita pada kurun waktu yang sama (pertengahan tahun). Estimasi langsung sebenarnya juga dapat dihitung dari data sensus atau survei. Estimasi langsung melalui sensus atau survei dapat dilakukan dengan: a.
Menanyakan jumlah kelahiran selama jangka waktu tertentu
b.
Mencatat riwayat kehamilan/kelahiran
c.
Survei Multi Putaran (multiround survey) Masalah utama dalam penyelenggaraan survei seperti ini adalah besarnya
biaya. Keterangan lengkap mengenai lokasi survei dan rumah tangga sampel harus dipertahankan dan dipenuhi selama jangka waktu survei dan petugas harus tetap, sebab petugas baru perlu dilatih terlebih dahulu. Selain itu responden bisa bosan dikunjungi berkali-kali dan ditanya hal yang sama. 2. Estimasi Tidak Langsung Beberapa Teknik Estimasi Tidak Langsung (Indirect Method) Ada beberapa teknik estimasi fertilitas secara tidak langsung, berikut akan diuraikan secara sekilas tentang beberapa metode tersebut.
30
a. Metode Rele Metode Rele sebenarnya merupakan pengembangan dari teori penduduk stabil. Dikatakan bahwa pada hampir semua populasi, dapat dijumpai hubungan linear antara rasio ibu anak (child women ratio) dengan tingkat kelahiran kasar (gross reproduction rate) yang kemudian dapat diubah menjadi tingkat kelahiran total (TFR, total fertility rate). Keuntungan utama dari metode ini adalah kesederhanaannya, karena hanya memerlukan sebaran umur penduduk dan perkiraan kematian. Berdasarkan komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin dapat dihasilkan rasio ibuanak. Dengan mengetahui perkiraan kasar atas harapan hidup saat lahir, jumlah ini dapat diubah menjadi perkiraan TFR. Dengan demikian, metode ini menghasilkan suatu cara yang cepat dan mudah dalam memperkirakan kelahiran, utamanya untuk daerah-daerah kecil. Kelemahannya, metode ini sensitif terhadap perbedaan tingkat lewat cacah antara ibu dan anak. Selain itu, dalam perhitungannya diperlukan informasi tentang tingkat kematian. Rele mendasarkan diri pada konsep penduduk stabil (stable population). Prinsip yang menjadi dasar konsep penduduk stabil adalah jika pengaruh migrasi internasional terhadap suatu penduduk suatu negara dapat diabaikan, maka komposisi umur penduduk merupakan akibat dari kecenderungan fertilitas dan mortalitas di masa lalu. Keuntungan metode Rele adalah kesederhanaanya. Kebutuhan data terbatas pada persebaran penduduk menurut umur dan jenis kelamin, serta indikasi tentang tingkat mortalitas dalam bentuk angka harapan hidup saat lahir. Tabulasi umur dan jenis kelamin boleh dikatakan selalu tersedia pada survei yang dilakukan oleh
31
BPS seperti SP, Supas, Susenas. Dengan demikian CWR selalu dapat dihitung di setiap propinsi. b. Metode Palmore Metode ini diperkenalkan oleh Bogue dan Palmore pada tahun 1964, yang mendasarkan asumsi adanya hubungan linear antara rasio anak dan wanita (child women ratio atau CWR), ukuran kematian dan TFR. Dalam perhitungannya diperlukan beberapa indikator lain seperti perbedaan pola perkawinan. Bila dibandingkan dengan metode Rele, metode ini memerlukan lebih banyak data yang biasanya tersedia dalam sensus maupun survei terutama untuk melengkapi perkiraan kelahiran pada tingkat administrasi di bawah propinsi. Metode ini menggunakan tingkat kematian bayi sebagai pengganti harapan hidup waktu lahir. Palmore memperbaiki persamaan yang digunakan dengan menggunakan data yang lebih akhir, dan persamaannya adalah sebagai berikut: TFR = 12,0405 + 13,5277 IMR + 11,1042 CWR - 176,4889 CP - 6,4698 PEM TFR
: tingkat kelahiran total per 1000 wanita
IMR
: tingkat kematian bayi per 1000 kelahiran hidup
CP
: persentase anak berusia kurang dari lima tahun
PEM
: persentase wanita pernah kawin usia 20-24
Metode ini sensitif terhadap kualitas data, utamanya bayi dan anak-anak. c. Metode Gunasekaran-Palmore Metode Gunasekaran-Palmore dapat dikatakan sebagai metode baru dalam estimasi fertilitas. Metode ini menekankan cara perhitungan TFR pada hubungan antara kelahiran, kematian dan sebaran umur penduduk. Dimensi penting dalam
32
hubungan ini adalah pengaruh/efek dominan fertilitas terhadap struktur umur penduduk dan pengaruh marginal mortalitas terhadap hal serupa. Pendekatan Gunasekaran-Palmor dalam estimasi fertilitas juga didasarkan pada teori statistik yang menunjukkan bahwa dua momen pertama (mean dan varian) peka terhadap perubahan yang terjadi dalam frekuensi sebaran. Adapun ukuran kemencengan dan kelancipan (momen ketiga dan keempat) menunjukkan konsentrasi relatip dan letak bilangan dalam suatu sebaran umur penduduk. Dengan demikian, momen dari suatu sebaran merupakan indikator dari kondisi hubungan fertilitas dengan sebaran umur, sehingga dapat menunjukkan tingkat fertilitas pada tahun yang merujuk sebaran tersebut. Metode ini juga memerlukan keterangan tentang angka harapan hidup wanita pada saat dilahirkan. d.
Indeks Coale Penurunan tingkat fertilitas dapat pula dilihat dari Indeks Coale. Coale
Indices of Marital Fertility merupakan salah satu cara untuk mengukur penurunan fertilitas secara keseluruhan dan untuk mengetahui pula berapa besar kontribusi dari penurunan fertilitas karena pemakaian alat kontrasepsi dan berapa penurunan karena peningkatan usia kawin/proporsi kawin.. Indeks Coale terdiri dari tiga komponen yaitu If, Ig dan Im. If (indeks fertilitas secara keseluruhan) adalah rasio dari jumlah kelahiran yang diamati dalam suatu populasi dengan jumlah kelahiran yang akan terjadi/diharapkan jika wanita dalam setia kelompok umur mengalami fertilitas standar atau fertilitas maksimum. Coale menggunakan tingkat fertilitas wanita Hutterite yang berstatus kawin periode 1921-1930 sebagai fertilitas standar arena menurut Coale, angka fertilitas wanita Hutterite sepanjang pengamatan merupakan yang tertinggi.
33
Ig (indeks fertilitas dari wanita kawin) adalah rasio antara jumlah kelahiran yang terjadi dari wanita yang pernah kawin dengan jumlah kelahiran yang akan terjadi (diharapkan) jika wanita yang pernah kawin mengalami fertilitas standar atau fertiletas maksimum. Jadi, indeks ini menggambarkan fertilitas yang berasal dari wanita berstatus kawin (legitimate births). Im (indeks fertilitas dari proporsi wanita kawin) adalah rasio antara jumlah kelahiran yang diharapkan dari wanita yang kawin jika mengalami tingkat fertilitas standar dengan jumlah kelahiran yang diharapkan dari seluruh wanita yang mengalami fertilitas standar.
C. Data Untuk Estimasi Fertilitas Secara Tidak Langsung Hasil survei atau sensus yang dilakukan BPS yang biasa dipakai untuk estimasi fertilitas adalah: 1.
Susunan umur dan jenis kelamin penduduk
2.
Jumlah anak yang pernah dilahirkan dan yang masih hidup oleh wanita yang pernah kawin menurut umur
3.
Kelahiran anak terakhir menurut tahun kelahiran dan umur
4.
Kelahiran selama kurun waktu tertentu sebelum survei
5.
Data lain yang ada hubungannya dengan kelahiran seperti perkawinan, keluarga berencana dan lain-lain Berdasarkan data tersebut, tingkat kelahiran dapat diestimasi dengan beberapa
metode. Hasil estimasi suatu metode bisa berbeda tetapi bisa pula sama. Walaupun hasilnya sama, belum tentu hasil estimasi tersebut benar. Sebelum sampai pada suatu kesimpulan setiap hasil estimasi perlu dievaluasi secara cermat,
34
baik yang menyangkut kualitas data dasar, asumsi, metode yang dipakai maupun berbagai ukuran fertilitas yang dihasillkan. Salah satu cara untuk mengevaluasi hasil estimasi adalah dengan teknis balancing equation (BE), baik dalam arti sempit maupun dalam arti luas. BE dalam arti sempit dirumuskan sebagai berikut: Pn = Po + B - D + I - E Pn = jumlah penduduk pada akhir kurun waktu Po = jumlah penduduk pada awal kurun waktu B = banyaknya kelahiran selama kurun waktu D = banyaknya kematian selama kurun waktu I = banyak orang yang masuk selama kurun waktu E = banyaknya orang yang keluar selama kurun waktu yang sama Dari persamaan diatas terlihat bahwa dalam mengevaluasi hasil estimasi kelahiran harus dikaitkan dengan jumlah penduduk hasil dua sensus/survei, angka kematian dan angka perpindahan. Untuk mengevaluasi fertilitas tingkat nasional, angka perpindahan diabaikan karena banyaknya orang keluar/masuk relatif sangat kecil dan jumlahnya hampir seimbang. Evaluasi tingkat kelahiran untuk propinsi sedikit lebih sulit sebab harus menghitung angka perpindahan. Jumlah penduduk hasil sensus/survei diasumsikan benar atau besarnya under atau over enumeration yang terjadi pada sensus/survei yang pertama sama dengan yang berikutnya. Singkatnya, jumlah penduduk, susunan umur, laju pertumbuhan, kematian dan perpindahan harus seimbang satu sama lain. Evaluasi tingkat kelahiran dengan cara BE dalam arti yang lebih luas, selain memperhatikan unsur-unsur tersebut diatas perlu dikaitkan dengan berbagai faktor
35
yang mempengaruhi fertilitas itu sendiri, misalnya perkawinan, keluarga berencana dan lain-lain. Tingkat kelahiran hasil estimasi harus sesuai dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Salah satu contoh adalah persamaan Bongaarts: TFR = Cm . Cc . Ci . TF. Dimana : TFR = Total Fertility Rate Cm = proportion married Cc = contraceptive use Ci = postpartum infecundability TF = total fecundity rate Kalau hasil estimasi tingkat kelahiran sudah sesuai dengan susunan umur, jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk dan berbagai faktor yang mempengaruhi yang dihasilkan oleh survei/sensus maka langkah berikutnya dalam mempelajari perubahan (tren) fertilitas yang terjadi di masa lalu.
D. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai tingkat kelahiran atau fertilitas telah dilakukan antara lain oleh Bernard (1990) menyatakan bahwa terdapat perbedaan paritas untuk ibu yang menggunakan alat kontrasepsi menurut umur berdasarkan latar belakang pekerjaan, pendidikan, perisitwa kematian anak dan tempat tinggal. Kemudian penelitian tentang usia kawin pertama pernah dilakukan oleh Cahyani, D. dan Sunarko (2013) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua dan tingkat pendapatan orang tua berpengaruh terhadap usia kawin pertama. Penelitian selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.
36
2.1. Penelitian Terdahulu tentang Tingkat Kelahiran dan Usia Kawin Pertama No
Peneliti
Permasalahan Penelitian 3 Bagaimana pola kelahiran di Sulawesi Selatan
Variabel terikat 4 Fertilitas
Variabel bebas 5 Tempat tinggal, pendidikan ibu, jenis pekerjaan, umur ibu, umur kawin pertama, pemakaian alat kontrasepsi, kematian anak
Alat Analisis 6 Regresi berganda
1 1
2 Bernard (1990)
2
Cahyani D dan Sunarko (2013)
Faktor yang berpengaruh terhadap usia kawin pertama
Usia kawin pertama
Tingkat pendidikan orang tua dan tingkat pendapatan orang tua
Regresi berganda
3
Evi Nurvidya A. (1995)
Faktor yang mempengaruhi probabilita melahirkan
Probabilita melahirkan
Anak lahir hidup, umur kawin pertama, pemakaian kontrasepsi, pekerjaan perempuan, agama, pendidikan istri, pendidikan suami, tempat tinggal
Regersi berganda
Kesimpulan 7 Terdapat perbedaan paritas untuk ibu yang menggunaka n alat kontrasepsi menurut umur berdasarkan latar belakang pekerjaaan, pendidikan, peristiwa kematian anak dan tempat tinggal Tingkat Pendidikan orang tua dan Tingkat pendapatan orang tua berpengaruh tehadap usia kawin pertama. Umur kawin pertama, pemakaian kontraspsi, tempat tinggal, pendidikan istri, pekerjaan perempuan dan tempat tinggal mempunyai dampak terhadap fertilitas.
37
Lanjutan Tabel 2.1 4
Dra. Iswarati, SU (1997)
Bagaimana hubungan antara tingkat fertilitas dengan beberapa faktor sosial, ekonomi dan demografi
Fertilitas
Tempat tinggal, ratarata jumlah anak lahir hidup, agama, pendidikan, tingkat kekayaan
Analisis Regresi Linier berganda
Terdapat pengaruh signifikan antara daerah tempat tinggal, ratarata jumlah anak lahir hidup, agama, pendidikan dan tingkat kekayaan terhadap tingkat kelahiran.
5
Khattak Naeem Ur Rehman, Jangraiz Khan, Muhammad Thariq (2011)
Bagaimana Dampak Pendidikan terhadap tingkat kelahiran total di Pakistan
Tingkat kelahiran total TFR)
Analisis Regresi Linier berganda
6
Sumini, Yam’ah Tsalatsa, Wahyono Kuntohadi(20 09)
Bagaimana pengaruh pemakaian alat kontrasepsi terhadap fertilitas
Tingkat kelahiran
Tingkat pendidikan laki-laki, tingkat pendidikan perempuan, usia kawin pertama laki-laki, usia kawin pertama perempuan Pemakaian kontrasepsi,t empat tinggal
Tingkat pendidikan baik lakilaki maupun perempuan serta usia kawin berpengaruh terhadap tingkat kelahiran di Pakistan Pemakaian alat kontrasepsi terbukti memiliki kontribusi terhadap fertlitas Pemakain kontrasepsi pada responden yang tinggal di desa lebih mampu menekan angka kelahiran secara signifikan dibanding yang tinggal di kota.
Regresi linier berganda
38
Lanjutan Tabel 2.1 7
Nur’aini, S.S(2011)
Mungkinkah target TFR 2,1 tercapai pada tahun 2015
TFR
Pemakaian kontrasepsi (CPR)
Regresi linier Sederhana
CPR berpengaruh signifikan terhadap TFR pada tingkat kepercayaan 95 %. Untuk mencapai TFR 2,1 pada tahun 2015 CPR (kesertaan berKB harus 75,37 %) dan kemungkina n dicapai pada Tahun 2031
8
Purwanti (2003)
Apakah ada pengaruh signifikan antara variabel sosial ekonomi terhadap fertilitas
Tingkat Kelahiran
Umur istri, umur suami, pendapatan keluarga, status pekerjaan, mortalitas bayi
Regesi Linier berganda
Terdapat hubungan positip antara umur istri, umur suami, pendapatan keluarga, status pekerjaan dan mortalitas bayi terhadap jumlah kelahiran anak. Lama pendidikan, umur kawin pertama dan alat kontrasepsi berhubungan negatif terhadap jumlah kelahiran anak
39
Lanjutan Tabel 2.1 9
Syamsu Nujum (2011)
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kelahiran di Kota MakasarSulawesi Selatan
Tingkat kelahiran
Umur kawin pertama, umur melahirkan pertama, tingkat pendapatan
Regresi linier berganda
Faktor yang berpengaruh terhadap fertilitas adalah umur kawin pertama, umur melahirkan pertama, tingkat pendapatan. Variabel yang paling dominan adalah tingkat umur kawin pertama