4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Medium Density Fiberboard Papan serat berkerapatan sedang (medium density fiberboard/MDF) adalah papan yang terbuat dari serat kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya, dijadikan lembaran kemudian dikempa dengan kerapatan lebih dari 0,35 g/cm3. Bahan pengikat serat dan zat-zat tertentu dapat ditambahkan untuk memperbaiki sifat MDF (Tsoumis 1991 dan JIS, 2003). Saat ini MDF merupakan produk panel yang utama bersama-sama dengan papan partikel. Produksi papan serat anggota ITTO mendekati 3,6 juta m3 di tahun 2000 dan meningkat menjadi 3,8 juta m3 pada tahun 2001.
Indonesia
menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil papan serat setelah Brazil dengan produksi 557 ribu m3 pada tahun 2001. Indonesia juga termasuk urutan ketiga dalam hal ekspor papan serat setelah Malaysia dan Thailand dengan jumlah ekspor 285 ribu m3 (ITTO, 2002). 2.2. Perekat Pada pembuatan panel kayu (papan partikel, papan serat, oriented strand board dan lainnya) akan sangat dipengaruhi oleh substrat (bahan lignoselulosa), perekat dan teknologi proses. Pada umumnya produk panel-panel kayu termasuk MDF, menggunakan perekat UF.
Jenis perekat ini mempunyai beberapa
keunggulan diantaranya: harganya murah, mudah mengeras pada suhu kamar, dapat digunakan untuk merekat semua elemen kayu dan sedikit sekali mempengaruhi warna asli bahan yang direkat. Aspek negatifnya adalah ikatan rekatnya tidak tahan terhadap air, suhu dan kelembaban tinggi serta menghasilkan emisi formaldehida.
Perekat UF masuk kedalam kelompok amino resin dengan
unit monomer diilustraikan pada Gambar 1. Permasalahan emisi ini menjadi perhatian khusus terutama pada saat proses produksi dan penggunaan dalam ruangan tertutup (Marra, 1992 dan Rowell, 2005).
5
Gambar 1. Monomer dasar perekat formaldehida Sifat ketahanan terhadap hidrolisis merupakan faktor penentu pada besar kecilnya emisi formaldehida suatu produk. Berdasarkan sifatnya, perekat UF mudah dihidrolisis sehingga menyumbang emisi terbesar dibanding perekat lainnya (Gambar 2). Perekat MUF (melamin-urea formaldehida) lebih stabil karena ikatan C-N yang bersumber dari struktur cincin aromatik melamin dan sedikit menurunkan keasaman (pH) pada garis ikatan akibat perlindungan melamin. Ikatan C-C pada PF (phenol formaldehida) resin sangat stabil terhadap hidrolisa (Dynea. 2005). Perbedaan jenis perekat untuk mencapai standar emisi formaldehida rendah (≤ 0,3 mg/L) akan berakibat terhadap besarnya biaya, jumlah perekat dan kapasitas produksi (Tabel. 1).
mudah disisipi
Perekat UF
ketahanan terhadap hidrolisis lebih besar dibandingkan UF
Perekat MUF Gambar 2. Jenis perekat formaldehida
ikatan C-C lebih stabil
Perekat PF
6
Tabel 1. Perbandingan jenis perekat lain terhadap perekat UF untuk mendapatkan produk panel dengan emisi rendah No.
Jenis Perekat
Harga perekat
Peningkatan penggunaan perekat
Penurunan kapasitas
+ 10-15%
10-20%
+ 20%
20-30%
1.
Aminoplastik
2.
Phenoplastik
30-70% lebih tinggi dua kali lipat
3.
Polyphenolik
2-3 kali lipat
+ 20%
30%
4.
PMDI (isosianat)
5-6 kali lipat
-
> 50%
2.3. Emisi Formaldehida 2.3.1. Sifat Formaldehida Formaldehida termasuk bahan kimia penting yang digunakan secara luas. Di dalam rumah, sumber formaldehida paling besar adalah panel kayu berperekat urea formaldehida. Rumus kimia formaldehida adalah CH2O dengan nama lain methanal, methylene oxide, oxy methylene, methylaldehide, oxomethane dan formic aldehide. Dalam Chemical Abstract Service(CAS), tercatat dengan nomor register 50-00-0. Beberapa sifat formaldehida disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat formaldehida No.
Sifat
1. 2. 3.
Berat molekul relatif Titik mencair (oC) Titik didih (oC, pada 101,3 kPa)
4. 5. 6.
Tekanan udara (calculated) (Pa, pada 25oC) Kelarutan air (mg/liter, pada 25 oC) Faktor konversi
Selang Nilai 30,03 118 - 92 21 – 19 516.000 400.000 – 550.000 1 ppm = 1,2 mg/m3
Sumber: Liteplo et.al. (2002)
2.3.2. Dampak Emisi Formaldehida Formaldehida tidak berwarna, berbau tajam, dapat menyebabkan mata berair, mata dan tenggorokan terasa terbakar, terjadi kesulitan bernafas pada beberapa orang pada konsentrasi cukup tinggi (0,1 ppm). Pada konsentrasi tinggi dapat memicu kambuhnya asma. Formaldehida juga telah menyebabkan kanker pada binatang dan kemungkinan dapat terjadi pada manusia (Hawks and Hansen,
7
2002).
Selanjutnya WHO dalam Larsen (1999), menjelaskan pengaruh
formaldehida terhadap kesehatan manusia (Tabel 3). Tabel 3. Pengaruh jangka pendek formaldehida terhadap kesehatan No.
Lama terekspose
Konsentrasi
Pengaruh terhadap kesehatan
formaldehida (mg/m3) 1.
0,1 – 3,1
Satu hingga beberapa kali
Iritasi pada hidung dan tenggorokan
2.
0,6 – 1,2
Satu hingga beberapa kali
Iritasi pada mata
3.
0,5 – 2
3 – 5 jam
Berkurangnya cairan pada hidung
4.
2,4
40 menit
Sakit kepala
5.
2,5 – 3,7
-
Mata dan hidung terasa terbakar
6.
3,7
Satu hingga beberapa kali
Menurunnya fungsi paruparu (pada pekerja berat)
7.
5 – 6,2
30 menit
Gangguan pada mata
8.
12 - 25
-
Gangguan sangat kuat pada mata
9.
37 - 60
-
Radang paru-paru, ancaman kematian
10.
60 - 125
-
Kematian
Sumber: WHO dalam Larsen (1999)
2.3.3. Emisi Formaldehida pada Panel Kayu Upaya menurunkan emisi formaldehida terus dilakukan, sebagaimana disajikan pada Gambar 3. Namun demikian pada kenyataannya beberapa produk panel kayu masih mengandung emisi diatas 5 ppm. Emisi formaldehida akan terus keluar dari suatu produk dengan besaran yang terus menurun hingga 25% pada tahun kesepuluh. Pada umumnya emisi terbesar terjadi pada produk panel kayu yang baru dibuat. Emisi formaldehida kemudian menurun sepanjang waktu pada tingkatan laju yang terendah (Liteplo et. al., 2002; Hawks dan Hansen, 2002; dan CPSC, 1997).
8
Gambar 3. Kandungan emisi formaldehida pada produk panel Penelitian Kim dan Kim (2005), menunjukkan bahwa emisi formaldehida pada MDF dengan menggunakan perekat urea formaldehida sebanyak 14% akan menghasilkan emisi sebesar 7,05 ppm. Furniture, terutama yang terbuat dari papan partikel dan MDF merupakan salah satu penyumbang penting terjadinya polusi atau penurunan kualitas udara. Pada lantai laminasi dan plywood, emisi formaldehida (EF) yang pertama kali dikeluarkan adalah sebesar 1,44 dan 0,63 mg/L, sedangkan pada MDF dan papan partikel masing-masing sebesar 4,73 dan 4,95 mg/L. Setelah 10 hari pemakaian, tingkat EF pada lantai kayu turun dibawah 0,3 ppm dan setelah 28 hari menjadi sekitar 0,03 – 0,1 mg/L tergantung pada jumlah dan volume furniture serta kondisi ruangan. Pada tingkat ini EF tidak berbahaya bagi manusia. (Yocom dan Charty 1991; CPSC, 1997). Ada beberapa cara untuk mengurangi tingkat volatile organic compounds (VOC) termasuk formaldehida diantaranya dengan merubah formulasi perekat UF (menurunkan mol ratio F/U), melapisi produk panel kayu dengan bahan laminasi, menggunakan perekat campuran UF-MDI, menambahkan melamin pada perekat
9
urea formaldehida dan menggunakan arang aktif (CPSC, 1997; Wang dan Lu, 2004; Kim dan Kim, 2005; Pari et.al., 2006b) 2.4. Arang Aktif Arang aktif adalah suatu bahan berkarbon dengan luas permukaan dalam yang sangat tinggi dan mempunyai sifat sebagai penyerap.
Dengan sifatnya
tersebut arang aktif mempunyai kemampuan tinggi sebagai penyerap bahan kimia dalam fase gas atau cairan tergantung dari ukuran pori. Penyerapan dalam fase gas dipengaruhi oleh struktur mikropori (< 20 Ao) sedangkan fase cair oleh struktur mesopori (20-500 Ao). Ukuran makropori berfungsi sebagai saluran transportasi (Benaddi et.al., 2000; Vigouroux, 2001; Bansode et.al., 2003; Ismadji et.al., 2005; Herzog et.al., 2006). Karbon aktif dengan struktur mesopori dapat digunakan untuk pemurnian air minum, perlakuan limbah cair, penghilangan warna pada makanan dan bahan kimia. Sedangkan pada struktur mikropori digunakan untuk mendaur ulang zat cair, pengendali emisi gas pada minyak gas, saringan pada rokok dan pengendali emisi gas pada industri. Penggunaan karbon sebagai penyerap juga dipengaruhi oleh luas permukaan, penyebaran pori dan sifat kimia permukaan arang aktif (Benaddi et.al., 2000). Daya serap arang aktif terhadap iod memberikan petunjuk terhadap ukuran pori yang lebih kecil dari 15 Å. Daya serap iod telah diterima secara luas sebagai standar AWWA. Pengujian daya serap iod digunakan untuk mengetahui apakah suatu karbon bersifat aktif atau tidak.
Kondisi terbaik dinilai berdasarkan
besarnya rendemen dan daya serap terhadap iod (Hudaya dan Hartoyo, 1990) 2.4.1. Bahan Baku Arang aktif dapat dibuat dari bahan yang mengandung lignoselulosa. Tempurung merupakan bahan baku potensial untuk pembuatan arang aktif seperti tempurung kelapa, kelapa sawit, Brazil nut, pecan nut, almond nut dan biji jarak (Bonelli et.al., 2001; Bansode et.al., 2003; Daud dan Ali, 2004; Sudrajat, 2005; Ismadji et.al., 2005; Guo, 2007). Tempurung kemiri sebagai bahan berlignoselulosa mempunyai prospek baik untuk dijadikan bahan baku arang aktif. Lima propinsi penghasil kemiri
10
terbesar pada tahun 2003 menurut Departemen Pertanian (2007) adalah Sulawesi Selatan (28.236 ton), Nangroe Aceh Darussalam (16.268 ton), Sumatera Utara (15.555 ton), Nusa Tenggara Timur (14.785 ton) dan Sumatera Barat (4.293 ton). Bonelli (2001) dan Daud dan Ali (2004), menyatakan bahwa struktur, penyebaran dan ukuran pori arang aktif lebih dipengaruhi oleh sifat dasar bahan baku (lignin, selulosa dan holoselulosa). Jika dibandingkan dengan arang aktif kayu, maka arang aktif tempurung kelapa menunjukkan distribusi pori halus (mikropori) lebih banyak. 2.4.2. Aktivasi Pada dasarnya ada dua cara membuat arang aktif yaitu melalui aktivasi secara fisik dan kimia. Aktivasi secara fisik dilakukan dalam dua tahap, pertama tahap karbonisasi dan kedua aktivasi. Sedangkan aktivasi secara kimia, bahan diimpregnasi terlebih dahulu dengan bahan pengaktif kemudian dikarbonisasi. Jadi tahap karbonisasi dan aktivasi dilakukan secara berlanjut (Hayashi et.al., 2002).
Dimana pada prinsipnya adalah untuk menghilangkan atau mengeluarkan
kotoran-kotoran yang terdapat pada permukaan arang berupa senyawa-senyawa hidrokarbon atau tar yang melapisi permukaan. Aktivasi umumnya dilakukan pada suhu diatas 800oC dengan mengalirkan uap/gas seperti uap air, gas nitrogen, dan gas CO2. Sebelum diaktivasi, arang dapat direndam dengan menggunakan bahan pengaktif seperti H3PO4, NH4HCO3, KOH, dan NaOH yang berfungsi meningkatkan kualitas arang aktif yang dihasilkan. Bahan kimia pengaktif tersebut berfungsi sebagai dehydrating agents dan oxidants. Pada permukaan arang aktif, mutu yang dihasilkan sangat tergantung dari bahan baku yang digunakan, bahan pengaktif, suhu dan cara pengaktifannya (Hartoyo et.al., 1990; Bonelli, 2001; Bansode, 2003; Sudrajat, 2005; Pari, 2005; Ismadji, 2005; Guo, 2007). Sifat penting lain dari arang aktif adalah jenis gugus fungsi pada permukaannya.
Gugus fungsi yang banyak mengandung O (oksigen) dapat
memberikan sifat polar dan hidrofilik. Kehadiran oksigen dapat meningkatkan proses oksidasi baik selama pemanasan maupun saat penyimpanan arang aktif (Patrick dalam Vigouroux, 2001).
11
Girgis et.al. (2002), mengemukakan bahwa H3PO4 sebagai agen aktivasi akan memberikan hasil terbaik jika dibandingkan dengan ZnCl2 dan KOH. Penggunaan H3PO4 yang optimal dalam pembuatan arang aktif kulit Acacia mangium dan tempurung kelapa adalah sebesar 10% (Hartoyo dan Pari, 1993; Pari et.al,. 2006a). Hasil analisa infrared arang aktif dengan bahan pengaktif H3PO4 menghasilkan serapan di bilangan gelombang 1.300-900 cm-1.
Serapan pada
1.220-1.180 cm-1 kemungkinan ditandai dengan hadirnya ikatan hidrogen P=O yang berikatan dengan O-C membentuk P-O-C (aromatik) dan dengan P=OOH. Pada bilangan gelombang 1.080-1.070 cm-1 dianggap berasal dari ikatan ionik P+- O- dalam ester asam phosfat dan ikatan P-O-P (poliphosfat). Selanjutnya pada 1.000-900 cm-1 kemungkinan terjadi ikatan P-O-C (alifatik), P-O-C (aromatik), P-O, dan P-OH (Puziy, 2003). Pengaruh utama aktivasi arang dengan steam adalah untuk menciptakan dan memperluas pori arang. Jadi jelas bahwa aktivasi dengan steam tidak hanya memindahkan material yang tidak diorganisir tetapi juga cukup efektif dalam membentuk dan melebarkan mikropori dengan naiknya suhu. Kenaikan suhu dari 750oC ke 800oC dapat meningkatkan terbentuknya pori dan pada akhirnya akan meningkatkan volume mikropori arang aktif. Pada batas tertentu peningkatan suhu justru akan menurunkan volume mikroporinya (Bansode, 2003; Ismadji et.al., 2005; Pari, 2006a). Aktivasi pada arang sengon akan menyebabkan perubahan pola struktur arang aktif dari kristalin menjadi lebih amorf.
Gambar 4 mengilustrasikan
hubungan antara grafit sebagai dua lapisan lembaran karbon yang saling berhimpitan. Garis tebal dan putus-putus menandakan bagian atas dan bawah dari lembaran karbon. Ruang diantara lapisan menunjukkan adanya celah sebagai akibat dari pergeseran kristalit dari bentuk kristalin menjadi amorf. (Tanaka et.al., 1996; Pari, 2004).
12
a
b
Gambar 4. Perubahan struktur arang aktif dari (a) kristalin menjadi (b) amorf 2.4.3. Penyerapan Emisi Formaldehida Sifat permukaan arang aktif dapat dibuat sesuai kebutuhan. Menurut Muller dan Gubbins (1998), arang aktif dapat bersifat hidrofobik atau hidrofilik tergantung dari sifat permukaannya.
Pada Gambar 5a dan 5b menunjukkan
permukaan arang aktif lebih bersifat hidrofobik dan hidrofilik. Penentuan sifat permukaan tersebut dapat dilakukan saat aktivasi. Untuk meningkatkan daya serapnya terhadap formaldehida, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengoksidasi arang aktif menggunakan udara (Rong et.al., 2002). Arang aktif sebagai penyerap emisi formaldehida diharapkan bersifat hidrofobik, sehingga sedikit meyerap air tetapi dapat mengikat gugus fungsi yang mengandung oksigen.
Oksidasi arang aktif menggunakan udara dapat
meningkatkan gugus fungsi yang bersifat polar dalam bentuk asam karboksilat. Gugus fungsi tersebut mampu menyerap formaldehida melalui interaksi dipole dan ikatan hidrogen sehingga daya serapnya terhadap formaldehida lebih besar dibandingkan dengan arang aktif tanpa dioksidasi dengan udara (Rong et.al., 2002).
a
b
Gambar 5. Permukaan arang aktif bersifat (a) hidrofobik dan (b) hidrofilik