BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Berdasarkan Ditjen Bina Marga (1999), kepadatan mutlak dimaksudkan sebagai kepadatan tertinggi (maksimum) yang dicapai sehingga walaupun dipadatkan terus, campuran tersebut praktis tidak dapat menjadi lebih padat lagi. Menurut Yamin (2002) dalam Lusyana (2007), kepadatan mutlak (refusal density) yaitu usaha pemadatan yang lebih besar sebagai simulasi adanya pemadatan sekunder oleh lalu lintas, hingga benda uji tidak bertambah padat lagi. Setelah beberapa tahun umur rencana, terjadinya deformasi plastis pada lapis campuran beraspal dapat dikurangi. Aspal Beton (AC) adalah campuran untuk perkerasan yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler) dan aspal dengan proporsi tertentu. Lapisan ini harus bersifat kedap air, memiliki nilai struktural dan awet. Lapisan Aspal Beton (Asphalt Concrete) dapat dibagi kedalam 3 macam campuran sesuai dengan fungsinya, yaitu (Sukirman,2003) : 1. Laston Lapis aus (Asphalt Concrete-Wearing Course, AC-WC) 2. Laston Lapis Permukaan Antara (Asphalt Concrete-Binder Course, AC-BC) 3. Laston Lapis Fondasi (Asphalt Concrete-Base, AC-Base)
II- 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Konstruksi Perkerasan Lentur Kostruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Adapun kostruksi perkerasan (Bahan Kuliah PPJ Teknik Sipil UMB) lentur terdiri dari : 1. Lapis Permukaan (surface course) 2. Lapis Pondasi Atas (base course) 3. Lapis Pondasi Bawah (subbase course) 4. Lapis Tanah Dasar (subgrade)
2.2.1. Lapis Permukaan (Surface Course) Lapis permukaan merupakan lapis yang terletak paling atas dari struktur perkerasan jalan dan langsung menerima beban roda. Lapis permukaan berfungsi sebagai lapis penahan beban vertikal dari kendaraan, sebagai lapis kedap air untuk menahan air hujan agar tidak meresap ke dalam lapisan di bawahnya, sebagai lapis aus untuk menahan gesekan dan getaran roda yang mengerem, dan juga sebagai lapis yang menyebarkan beban ke lapisan
di bawahnya yang
memiliki daya dukung lebih jelek. Pada umumnya lapis permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas tinggi dan tahan lama selama masa pelayanannya. Jenis- jenis lapisan permukaan yang sering digunakan di Indonesia :
II- 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Lapisan bersifat non struktural, berfungsi seebagai lapisan aus dan kedap air. Jenis perkerasan ini digunakan untuk pemeliharaan jalan. Adapun jenis perkerasan ini sebagai berikut: a. BURTU (Laburan Aspal Satu Lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal padat maksimum 2 cm b. BURDA (Laburan Aspal Dua Lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihamparkan dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat 3,5 cm c. LATASIR (Lapis Tipi Aspal Pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihamparkan dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat 1-2 cm d. BURAS (Laburan Aspal), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimal 3/8 inchi e. LATASBUM (Lapis Tipis Asbuton Murni), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur dengan tebal maksimum 1 cm f. LATASTON (Lapis Tipis Aspal Beton), dikenal dengan nama roll hot sheet (RHS), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas, dan memiliki tebal padat antara 2,5-3 cm
II- 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda. Adapun jenis perkerasan ini sebagai berikut: a. Penetrasi Macadam (LAPEN), merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Di atas LAPEN biasanya diberi laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal masing-masing lapisan antara 4-10 cm b. LASBUTAG, merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal padat tiap lapisan antara 3-5 cm c. LASTON (Laapis Aspal Beton), merupakan suatu lapisan pada kostruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada suhu tertentu.
2.2.2. Lapis Pondasi Atas (Base Course) Lapis pondasi atas merupakan lapis yang terletak diantara pondasi bawah dan lapis permukaan yang berfungsi untuk menahan gaya lintang beban roda dan menyebarkan beban ke lapis dibawahnya, sebagai peresapan untuk lapis pondasi bawah, sebagai bantalan terhadap lapis permukaan material yang digunakan untuk lapis pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnyamenggunakan material dengan CBR > 50% dan plastisitas Indeks (PI) < 4 % yaitu: batu pecah, dan tanah dengan stabilitasi semen dan kapur. Jenis lapis pondasi yang umum digunakan adalah : II- 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Agregat bergradasi baik, yaitu : batu pecah kelas A, kelas B, kelas C 2. Pondasi Macadam 3. Pondasi Telford 4. Penetrasi Macadam (LAPEN) 5. Aspal beton pondasi (Asphalt Concrete Base/ Asphalt Treated Base) 6. Stabilisasi yang terdiri dari : a. Stabilisai agregat dengan semen (Cement Treated Base) b. Stabilisasi agregat dengan kapur (Lime Treated Base) c. Stabilisasi agregat dengan aspal (Asphalt Treared Base)
2.2.3. Lapis Pondasi Bawah (subbase course) Lapis pondasi bawah merupakan lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar yang berfungsi sebagai konstruksi perkerasan yang menyebarkan beban roda ke tanah dasar, sebagai lapis peresapan agar air tidak berkumpul di pondasi, sebagai lapisan untuk mencegah partikel- partikel dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas. Lapisan ini harus cukup kuat, memiliki CBR 20% dan Plastisitas Indeks (PI) < 10%. Jenis lapis pondasi bawah yang umumnya digunakan di Indonesia: 1. Agregat bergradasi baik, yaitu sirtu/ peturn kelas A, kelas B dan kelas C 2. Stabilisasi a. Stabilisasi agregat dengan semen (Cement Treated Base) b. Stabilisasi agregat dengan kapur ( Lime Treated Base) c. Stabilisasi tanah dengan semen (Soil Cement Stabilization) d. Stabilisasi tanah dengan kapur ( Soil Lime Stabilization) II- 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2.4. Lapis Tanah Dasar (Subgrade) Subgrade adalah lapisan tanah setebal 50-100 cm dimana akan diletakkan lapisan pondasi bawah. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, atau tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan, atau tanah yang distabilisasi dengan kapur dan bahan lainnya. Pemadatan tanah yang baik diproleh jika jika dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan kadar air tersebut konstan selama umur rencana. Untuk mendapatkan kadar air optimum yang konstan diperlukan drainase yang memenuhi syarat. Ditinjau dari muka tanah asli, lapisan tanah dapat dibedakan menjadi : 1. Lapisan tanah dasar, tanah galian 2. Lapisan tanah dasar, tanah timbunan 3. Lapisan tanah dasar, tanah asli Masalah-masalah yang sering ditemui menyangkut tanah dasar, yaitu : 1. Terjadi perubahan bentuk tetap dari jenis tanah tertentu akibat lalu lintas. Tanah denga plastisitas tinggi cenderung mengalami perubahan bentuk besar yang akan mengakibatkan jalan rusak. Karena itu lapisan tanah lunak yang terdapat di bawah tanah dasar harus diperhatikan. 2. Sifat mengembang dan menyusut dari jenis tanah tertentu akibat perubahan kadar air. Hal ini dapat dikurangi dengan memadatkan tanah pada kadar air optimum. 3. Daya dukung tanah yang tidak merata pada benteangan area karena jenis tanah yang berbeda. Hal ini dapat diatasi dengan perencanaan tebal II- 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
perkerasan yang berbeda dengan membagi beberapa segmen jalan berdasarkan sifat tanah di bawahnya. 4. Daya dukung tanah yang tidak merata akibat pelaksanaan pekerjaan tanah dasar yang kurang baik. Hal ini dapat diatasi dengan pengawasan yang baik pada pelaksanaan pekerjaannya. 5. Terjadi perbedaan penurunan tanah (diffrential settlement) akibat terdapatnya lapisan tanah lunak di bawah tanah dasar. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan penyelidikan tanah dengan teliti sehingga diproleh data tanah yang akurat dan dapat dilakukan antisipasi terhadap masalah perbedaan penuruunan yang mungkin timbul. 6. Kondisi geologi, apabila lokasi jalan berada pada daerah patahan dan sebagainya.
2.3. Agregat Agregat adalah partikel-partikel butiran mineral yang digunakan dengan kombinasi berbagai jenis bahan perekat membentuk massa beton atau sebagai bahan dasar jalan, backfill, dan lainnya (Atkins, 1997). Sifat-sifat agregat galian yang dihasilkan, tergantung dari jenis batuan asal. Ada 3 jenis batuan asal, yaitu batuan beku, sedimen dan metamorf. Batuan beku merupakan batuan yang terbentuk dari pendinginan magma cair yang membeku. Batuan beku yang berbutir kasar seperti granite terbentuk dari magma cair yang membeku secara perlahan. Berbutir halus seperti batuan beku basalt yang terbentuk dengan pendinginan lebih cepat dan berlapis. Batu sedimen terbentuk dari pemadatan deposit mineral sedimen dan secara kimia di dasar laut. Beberapa jenis batuan II- 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
sedimen dengan komposisi yang terkandung : batu kapur (Calcium carbonate), dolomite (Calcium carbonate and magnesium carbonate), serpihan tanah liat (Clay), sandstone (Quartz), gypsum (Calcium sulphate), konglomerat (Gravel), chert (Fine sand). Batuan metamorf adalah batu-batu sedimen yang telah berubah (metamorfosis) oleh karena arah tekanan yang hebat. Contohnya, yaitu Slate (Shale), marble (Lime stone), Quartzite (Sandstone), Gneiss (Granite) (Atkins, 1997). Agregat sebagai bahan bangunan, dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok, yaitu anorganik dan organik dan dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu agregat alam dan buatan. Agregat anorganik alam, seperti : tanah yang bersifat trass / pozolan, pasir dan batu alam, batu apung, serat asbes, sedang anorganik buatan, meliputi : terak tanur tinggi, A.L.W.A. (Artificial Light Weight Aggregate), fly ash dan sisa bakaran batu bara. Agregat yang dipergunakan dalam pembuatan aspal beton, secara umum mempunyai persyaratan terhadap sifat-sifatnya, antara lain : susunan butir (gradasi), ketahanan terhadap gesekan / ausan, kekekalan (soundness), kemurnian dan kebersihan (cleanliness), gesekan internal dan sifat permukaannya (surface texture), sedangkan berdasarkan kelompok agregat akan lebih spesifik sesuai jenisnya apakah agregat kasar, halus atau filler. 2.3.1. Sifat-Sifat Agregat Sifat fisik dan mekanis agregat dan hubungannya dengan kinerja campuran, antara lain :
II- 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Gradasi Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya, merupakan hal penting dalam menentukan stabilitas perkerasan, berpengaruh terhadap besarnya volume rongga (void), workability dan Stabilitas dalam campuran. Gradasi agregat merupakan campuran dari berbagai diameter butiran agregat yang membentuk susunan campuran tertentu, ditentukan melalui analisis saringan butiran (grain size analysis) dengan menggunakan 1 set saringan (dengan ukuran saringan 19,1 mm; 12,7 mm; 9,52 mm; 4,76 mm; 2,38 mm; 1,18 mm; 0,59 mm; 0,149 mm; 0,074 mm) dimana saringan paling kasar diletakkan paling atas dan saringan paling halus diletakkan paling bawah, dimulai dengan pan dan diakhiri dengan tutup (Sukirman, 1999) Gradasi agregat secara umum dapat dikelompokkan, sebagai berikut : a. Gradasi seragam (uniform graded), Adalah agregat yang hanya terdiri dari butir-butir agregat berukuran sama atau hampir sama. Campuran beton aspal yang dibuat dari agregat bergradasi ini memiliki sifat banyak rongga udara (void), permeabilitas yang tinggi, stabilitas rendah dan berat isi (density) yang kecil b. Gradasi rapat (dense graded/ Well Graded) Gradasi agregat yang ukuran butirnya dari kasar sampai dengan halus terdistribusi secara merata dalam satu rentang ukuran butir atau sering disebut dengan gradasi menerus. Campuran dengan gradasi ini akan
II- 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
memiliki stabilitas tinggi, sifat kedap air bertambah dan memiliki berat isi lebih besar c. Gradasi senjang (gap graded/ poorly graded) Adalah distribusi ukuran butirnya tidak menerus, atau ada bagian ukuran yang tidak ada, jika ada hanya sedikit sekali 2. Ukuran Maksimum Agregat dalam campuran beton aspal terdistribusi dari yang berukuran besar sampai dengan yang terkecil. Ukuran maksimum butir agregat dapat dinyatakan dengan mempergunakan : a. Ukuran maksimum agregat, yang dibatasi sebagai ukuran saringan terkecil dimana agregat yang lolos saringan tersebut sebanyak 100%. b. Ukuran nominal maksimum, yang dibatasi sebagai ukuran saringan terbesar dimana agregat yang tertahan diatas saringan tersebut sebanyak tidak lebih dari 10% 3.
Kebersihan Agregat (cleanlines) Kebersihan agregat ditentukan oleh banyaknya bahan impurities yang ada pada agregat seperti butiran yang lewat saringan no. 200, yaitu adanya lempung, lanau, ataupun adanya tumubuh-tumbuhan pada campuran agregat. Apabila agregat mengandung butiran halus melebihi dari ketentuan, akan menghasilkan beton aspal berkualitas rendah sebagai akibat dari butiran halus tersebut menghalangi ikatan aspal dengan agregat sehingga dapat berakibat nilai stabilitas rendah dan mudah lepasnya ikatan antara aspal dengan agregat. Untuk mengukur kebersihan agregat ini, dilakukan pengujian dengan metode Sand Equivalent Test. II- 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
4.
Kekerasan (Toughness) Butir agregat harus keras dan kuat, mampu menahan gaya keausan (abrasi), degradasi selama proses produksi (penimbunan, penghamparan, pemadatan) dan pelayanan terhadap beban lalu lintas, proses kimiawi (kelembaban, kepanasan, perubahan suhu) sepanjang hari. Kekuatan agregat terhadap beban yang bekerja merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi. Metode uji yang dipergunakan adalah uji abrasi dengan metode Los Angeles Abrasion Test dan uji kehancuran dengan metode Rudeloff (Crushing Test). Sedang secara kimiawi dilakukan pengujian dengan menggunakan larutan Natrium Sulfat atau Magnesium Sulfat.
5.
Bentuk Butir dan Tekstur Agregat Bentuk butir agregat secara umum dapat ditemui dalam bentuk bulat, lonjong, pipih, kubus, tak beraturan, atau mempunyai bidang pecah. Bentuk butir dapat mempengaruhi sifat workability campuran perkerasan pada waktu penghamparan dan pemadatan sehingga diperoleh kekuatan struktur perkerasan yang dapat memenuhi persyaratan selama umur pelayanannya. Sedang tekstur agregat adalah suatu kondisi yang menunjukkan susunan permukaan butir agregat, yang dibedakan dalam kondisi licin, kasar, atau berpori. Agregat yang berpermukaan licin mempunyai sifat akan menghasilkan daya kunci antar butir agregat rendah dan mempunyai tingkat kestabilan yang rendah dan sebaliknya agregat yang mempunyai permukaan kasar, mempunyai gaya gesek yang baik, ikatan antar butir yang kuat sehingga dapat mampu menahan deformasi akibat beban lalu lintas. Agregat berpori (porous), banyak II- 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
bersifat porous dan mempunyai tingkat kekerasan rendah sehingga mudah pecah dan terjadi degradasi. 6.
Berat Jenis Agregat Berat jenis agregat adalah perbandingan antara berat volume agregat dengan berat volume air. Agregat dengan berat jenis kecil mempunyai volume yang besar atau berat yang ringan. Disamping itu dapat diperkirakan bahwa agregat dari batuan yang mempunyai berat volumenya tinggi, kekuatannya juga tinggi, meskipun tidak selalu demikian.
7.
Daya Lekat Aspal terhadap Agregat (Affinity for Asphalt) Daya lekat aspal terhadap agregat dibedakan dalam 2 kondisi, yaitu : a. Hydrophilic, yaitu sifat agregat yang mudah diresapi air, hal ini dapat mengakibatkan agregat tidak mudah dilekati aspal dan ikatan aspal dengan agregat mudah lepas. b. Hydropobic, yaitu sifat agregat yang tidak mudah terikat dengan air, tetapi mudah terikat dengan aspal.
2.3.2. Klasifikasi Agregat Dilihat dari asal kejadiannya agregat/batuan dapat dibedakan atas: 1. Batuan beku (igneous rock) Batuan beku adalah batuan yang muncul akibat magma yang mendingin dan kemudian membeku. Batuan beku sendiri dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu batuan beku luar dan batuan beku dalam. a. Batuan beku luar (extrusive igneous rock) adalah batuan beku yang terbentuk atas material yang keluar ke permukaan bumi ketika gunung II- 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
berapi meletus, dan batuan beku luar tersebut mengalami pendinginan dan pembekuan yang diakibatkan oleh perubahan cuaca. Batuan yang dihasilkan oleh batuan beku luar dapat berbentuk seperti adesit, batu apung, basalt, obsidian. b. Batuan beku dalam (intrusive igneous rock) adalah batuan beku yang terbentuk atas magma yang tak dapat keluar ke permukaan bumi, dan magma tersebut mengalami pendinginan dan membeku secara perlahanlahan membuat batuan beku dalam tersebut memiliki permukaan yang kasar. Batuan beku dalam ini dapat ditemui dipermukaan bumi dikarenakan adanya proses erosi dan rotasi bumi. Batuan yang dihasilkan oleh batuan beku dalam diantaranya adalah gabbro, diorite, granit. 2. Batuan Sedimen Batuan sedimen adalah batuan yang berasal dari campuran partikel mineral, sisa-sisa hewan dan tanaman. Batuan sedimen ini biasa terdapat di lapisan kulit bumi, dan di danau sebagai hasil endapan laut. Batuan sedimen dapat dibedakan berdasarkan cara pembentukannya, yaitu : a. Batuan sedimen yang dibentuk secara mekanik Contoh : konglomerat, batu pasir, batu lempung,breksi b. Batuan sedimen yang dibentuk secara organis Contoh : opal, batu bara, batu gamping c. Batuan sedimen yang dibentuk secara kimia Contoh : gips, batu gamping, garam, flint
II- 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3. Batuan Metamorf Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan sedimen atau batuan beku yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur dari kulit bumi. Batuan metamorf dibedakan atas dasar perbedaan bentuk/ struturnya, yaitu : a. Batuan metamorf yang masif. Contoh : marmer, kwarsit. b. Batuan metamorf yang berfoliosi/berlapis. Contoh : sekis, batu sabak, filit. Dilihat dari proses pengolahannya agrgat/batuandapat dibedakan atas : 1. Agregat Alam Agregat alam adalah agregat yang dapat dipergunakan sesuai bentuk aslinya atau dengan sedikit proses pengolahan. Agregat ini terbentuk melalui proses erosi air dan degradasi. Proses pembentukan menentukan bentuk partikel dari agregat itu. Aliran air sungai membentuk partikelpartikel bulat dengan permukaannya yang licin dan degradasi agregat dibukit-bukit membentuk partikel-partikel yang bersudut dengan permukaan yang kasar. Ada 2 (dua) bentuk agregat alam yang sering dipergunakan, yaitu kerikil dan pasir. 2. Agregat yang Melalui Proses Pengolahan Agregat yang melalui proses pengolahan adalah agregat yang harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu agar dapat digunakan sebagai konstruksi perkerasan jalan. Hal ini harus dilakukan karena agregat tersebut masih berbentuk besar-besar melebihi ukuran yang diinginkan. II- 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam pengolahannya agregat dipecah dengan menggunakan mesin pencacah batu (stone crusher). 3.
Agregat Buatan Agregat buatan adalah agregat yang berfungsi sebagai mineral pengisi/filler dengan ukuran < 0,075mm. Agregat ini diproleh dari hasil sampingan pabrik-pabrik semen dan mesin pencacah batu. Dilihat dari partikel-partikel, agregat dapat dibedakan atas :
1. Agregat Kasar Agregat kasar adalah agregat yang tertahan saringan No.8 2. Agregat Halus Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan No.8 3. Abu Batu/ Mimeral Pengisi Abu batu adalah agregat halus yang umumnya lolos saringan No.200 Tabel 2.1 Persyaratan agregat kasar
Sumber:Spesifikasi Umum Bina Marga 2005
II- 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.2 Persyaratan agregat halus
Sumber:Spesifikasi Umum Bina Marga 2005
2.4. Aspal Menurut Silvia Sukirman (1992) aspal adalah bahan padat atau semi padat yang merupakan senyawa hidrokarbon, berwarna coklat gelap atau hitam pekat yang sering tersusun dari aspaltenes dan malteneses. Aspal jika dipanaskan pada suatu temperatur tertentu, aspal akan menjadi lunak sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pencampuran, jika temperatur mulai menurun aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya. Aspal merupakan unsur hydrocarbon yang sangat kompleks, sangat sukar memisahkan molekul-molekkul yang membentuk aspal tersebut. Secara umum komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan maltenes. Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltenes larut dalam heptane, merupakan cairan kental yang terdiri dari resin dan oils. Resins adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal , merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan. Sedangkan oils yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenes dari resins. Proporsi dari asphaltenes,
II- 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
resins, oils berbeda- beda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya dan ketebalan aspal dalam campuran.
2.4.1. Jenis Aspal Berdasarkan cara diprolehnya, aspal dibedakan atas : 1. Aspal Alam, dapat dibedakan atas: a. Aspal gunung (rock asphal), contoh aspal dari Pulau Buton. b. Aspal danau (lake asphalt), contoh aspal dari Bermudez, Trinidad. 2. Aspal Buatan, aspal ini diproleh dari proses destilasi/ penyulingan minyak tanah mentah dan terdiri dari 3 macam, yaitu :
1. Aspal Keras (AC/ Asphalt Cement) Aspal ini berbentuk padat pada temperatur ruang antara 25ᵒ - 30ᵒ C. Di Indonesia AC dibedakan berdasarkan : AC 40/50
: AC dengan penetrasi antara 40-50
AC 60/70
: AC dengan penetrasi 60-70
AC 85/100
: AC dengan penetrasi 85-100
AC 120/150 : AC dengan penetrasi 120-150 AC 200/300 : AC dengan penetrasi 200-300 AC dengan penetrasi rendah dipakai untuk daerah yang memiliki cuaca panas atau volume lalulintasnya tinggi, sedangkan AC dengan penetrasi tinggi dipakai untuk daerah dingin atau untuk volume lalulintasnya rendah. Di Indonesia umumnya dipakai penetrasi 60/70 dan 80/100. Syarat umum AC adalah berasal dari saringan minyak bumi, harus mempunyai sifat II- 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
yang sejenis, kandungan kadar parafinnya tidak lebih dari 2% dan tidak mengandung air/berbusa pada temperatur 175ᵒC.
Tabel 2.3. persyaratan Aspal Keras Pen 60/70 No. Jenis Pengujian 1. Penetrasi, 25⁰ C ; 100gr ; 5 detik ; 0,1 mm 2. Titik Lembek; ⁰C 3. Titik Nyala; ⁰C 4. Daktilitas 25⁰C; cm 5. Berat Jenis 6. Kelarutan dalam Triclilor Ethylen; %berat (Kadar Aspal) 7. Kehilangan Berat (dengan TFOT); % berat 8. Penetrasi Setelah Penurunan Berat, % asli 9. Daktilitas Setelah Penurunan Berat, % asli
Metode SNI 06-2456-1991
Persyaratan 60 – 70
SNI 06-2434-1991 SNI 06-2433-1991 SNI 06-2432-1991 SNI 06-2441-1991 RSNI M-04-2004
48 – 58 Min.200 Min. 100 Min. 1,0 Min. 99
SNI 06-2440-1991
Max. 0,8
SNI 06-2456-1991
Min. 54
SNI 06-2456-1991
Min. 50
Sumber:Spesifikasi Umum Bina Marga 2005
2. Aspal Dingin/Cair (Cut Back Asphalt) Aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan dingin. Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian cut buck asphalt berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas : a. RC (rapid curing cut back) Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bensin atau premium. RC merupakan cut back asphalt yang paling cepat menguap. b. MC (medium curing cut back)
II- 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan pencair yang lebih kental seperti minyak tanah. c. SC (slow curing cut back) Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental seperti solar. Aspal jenis ini merupakan cut back aspal yang paling lama menguap. 3. Aspal Emulsi (Emullsion Asphalt) Aspal yang disediakan dalam bentuk emulsi. Dapat digunakan dalam keadaan dingin ataupun panas. Aspal emulsi dan cut back asphalt umum digunakan pada campuran dingin atau pada penyemprotan dingin. Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi. Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dibedakan atas : a. Kationik (aspal emulsi asam) : bermuatan listrik positif. b. Anionik (aspal emulsi alkali) : bermuatan listrik negatif. c. Nonionik (tidak mengalami ionisasi) : tak menghantarkan listrik. Apabila dibedakan dalam hal kecepatan mengerasnya : a. Rapid setting (RS) : mengandung sedikit bahan pengemulsi, sehingga pengikatan yang terjadi cepat. b. Medium setting (MS) c. Slow setting (SS) : paling lambat proses penguapannya.
2.4.2. Sifat Aspal Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai :
II- 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Sebagai bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat dan antara aspal itu sendiri. 2. Sebagai bahan pengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.
2.5.
Filler (Bahan Pengisi) Filler adalah suatu bahan berbutir halus yang lolos saringan 0,075 mm.
Bahan filler dapat berupa debu batu kapur, semen portland, abu tanur semen, abu batu atau bahan non plastis lainnya. Pembuatan lapisan permukaan dari beton aspal diperlukan agregat dengan gradasi tertentu. Untuk itu biasanya dibutuhkan agregat kasar, agregat halus dan juga filler, campuran agregat itu membentuk gradasi tertentu sesuai yang disyaratkan. Dalam campuran beton aspal filler memiliki peranan tersendiri untuk mendapatkan beton aspal yang memenuhi ketentuannya. Menurut SNI 0013-81 standar pengujian berat jenis berkisar antara 2,25-2,7 gr/ml. Penggunaan filler dalam campuran beraspal sangat mempengaruhi karakteristik beton aspal tersebut. Fungsi filler dalam campuran, yaitu : 1.
Untuk memodifikasi agregat halus sehingga berat jenis campuran mengikat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi rongga yang akan berkuarang.
2.
Filler dan aspal secara bersamaan akan membentuk suatu pasta yang akan membalut dan mengikat agregat halus untuk membentuk mortar.
3.
Mengisi ruang antar agregat halus dan kasar serta meningkatkan kepadatan dan kestabilan. II- 20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tujuan awal filler adalah mengisi rongga dalam campuran VIM, tidak hanya oleh bitumen tetapi material yang lebih murah. Pada kadar aspal konstan, penambahan filler akan memperkecil VIM. Dalam perkembangan selanjutnya, terbukti bahwa filler tidak hanya mengganti fungsi bitumen pengisi rongga, tetapi juga memperkuat campuran (Edward 1988). Untuk suatu kadar aspal yang konstan jumlah filler yang sedikit akan menyebabkan rendahnya koefisien marshall karena viskositas bitumen masih rendah dengan filler yang sedikit tersebut. Selanjutnya koefisien marshall meningkat dengan pertambahan filler sampai nilai maksimum, kemudian menurun akibat kemampuan pemadatan campuran (tanpa menimbulkan retak). Filler juga berpengaruh terhadap nilai kadar aspal optimum melalui luas permukaan partikel mineralnya. Penggunaan jenis proporsi filler juga mempengaruhi kualitas dari campuran beraspal. Penggunaan filler yang terlalu banyak cenderung menghasilkan campuran yang getas dan mudah retak. Di sisi lain, kandungan filler yang terlalu rendah juga akan menjadikan capuran lebih peka terhadap temperatur dimana campuran akan terlalu lunak pada cuaca panas.
2.6. Laston Asphalt Concrete- Wearing Course (AC-WC) Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Material-material pembentuk beton aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Jika semen aspal, maka pencampuran umumnya
II- 21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
antara 145-155 ᵒC, sehingga disebut beton aspal campuran panas. Campuran ini dikenal dengan hotmix (Silvia Sukirman 2003).
Tabel 2.4 : Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston
Sifat-sifat Campuran Penyerapan Aspal (%) Jumlah Tumbukan per Bidang Rongga dalam Campuran (%) Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Rongga Terisi Aspal (%) Stabilitas Marshall (kg) Pelelehan (mm) Marshall Quotient (kg/mm) Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60 ⁰C Rongga dalam Campuran (%) pada Kepadatan membal (refusal)
Max Min Max Min Min Min Min Min Min Min
AC - WC 1,2 75 3,5 5,5 15 65 800 3 250 75 2,5
Catatan: 1. Modifikasi Marshall (RSNI M-13-2004) 2. Untuk menentukan kepadatan membal (refusal), penumbuk bergetar (vibratory hammer) disarankan digunakan untuk menghindari pecahnya butiran agregat dalam campuran. Jika digunakan penumbuk manual, jumlah tumbukan per bidang harus 600 untuk cetakan berdiameter 6 in dan 400 untuk cetakan berdiameter 4 in.Umum Bina Marga 2005 Sumber:Spesifikasi 3. Berat jenis efektif agregat akan dihitung berdasarkan pengujian Berat jenis maksimum Agregat, GMM (sni 03-6982-2002). 2.7. Uji Marshall 4. Pengujian dengan alat Wheel Tracking Machine (WTM) pada Temperatur 60⁰C dan prosedur pengujian Japan Road Association, JRA (1980)
2.7. Uji Marshall Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan marshall. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelahan pla stis (flow) dari campuran aspal dan agregat. Kelelahan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran yang
II- 22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0,01 inch. Alat marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) yang berkapasitas 2500 kg atau 5000 pon. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran. Disamping itu terdapat arloji kelelahan (flow meter) untuk mengukur kelelahan plastis (flow). Benda uji berbentuk silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 7,5 cm dipersiapkan di laboratorium, dalam cetakan benda uji dengan memperggunakan hammer (penumbuk) dengan berat 10 pon (4,536 kg) dan tinggi jatuh 18 inch (45,7 cm) dibebani dengan kecepatan tetap 50 mm/menit.
Gambar 2.1. Alat Uji Marshall
Terdapat tujuh karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh beton aspal (Sukirman 2003), yaitu : 1.
Stabilitas Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas
tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding. II- 23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan dan beban lalu lintas yang dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan mayoritas kendaraan berat membutuhkan perkerasan jalan dan stabilitas tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas beton aspal,yaitu : a.
Gesekan internal yang dapat berasal dari dari kekasaran permukaan butirbutir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal.
b.
Kohesi yang merupakan gaya ikut aspal yang berasal dari daya lekatnya, sehingga mampu memelihara tekanan kontak antar butir agregat.
2.
Keawetan atau Durabilitas Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi
beban lalulintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air, atau perubahan temperatur. Durabilitas aspal dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran, kepadatan dan kedap airnya campuran. 3.
Kelenturan atau Fleksibilitas Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk
menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi/ settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat dari repitisi beban lalulintas ataupun akibat beban sendiri tanah timbunan yang dibuat di atas tanah asli.
II- 24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
4.
Ketahanan Terhadap Kelelahan (Fatique Resistance) Ketahanan terhadap kelelahan (Fatique Resistance) adalah kemampuan
beton aspal untuk menerima lendutan berulang akibat repitisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat terjadi jika menggunakan kadar aspal yang tinggi. 5.
Kekesatan atau Tahanan Geser Kekesatan atau tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal
terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga kendaraan tidak tergelincir ataupun slip. Faktor-faktor untuk mendapatkan kekesatan jalan sama dengan untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi, yaitu kekasaran permukaan dari butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal. 6.
Kedap Air atau Impermeabilitas Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air
ataupun udara lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal dan pengeluapan selimut aspal dari permukaan agregat. 7.
Mudah dilaksanakan atau Workability Workbility adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah
dihamparkan dan dipadatkan. Kemudahan pelaksanaan menentukan tingkat effisiensi pekerjaan. Faktor kemudahan dalam proses penghamparan dan pemadatan adalah viskositas aspal, kepekatan aspal terhadap perubahan temperatur dan gradasi serta kondisi agregat.
II- 25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.8. Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) Menentukan kadar aspal optimum dilakukan dengan cara menghitung datadata yang didapat dalam uji Marshall di laboratorium. Persyaratan yang digunakan adalah stabilitas, kelelahan, Marshall Quotient, VIM, VMA. Dalam penelitian ini, variasi kadar aspal yang digunakan yaitu : 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, dan 7%. Setelah semua grafik telah didapat, maka hasil masing-masingdari grafik diplotkan pada salah satu grafik, dimana kadar aspal optimum ditentukan berdasarkan nilai tengah dari masing-masing variabel yang kemudian diambil rata-ratanya. 2.9. Uji Perendaman Marshall (Immersion Test) Tes ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana daya tahan ikatan campuran agregat dan aspal serta nilai sisa dari suatu campuran terhadap pengaruh air. Perendaman dilakukan dengan cara merendam benda uji kedalam water bath pada suhu 60ᵒ C selama jangka waktu 30 menit dan 24 jam. Hasil yang didapat dari tes perendaman marshall adallah rasio stabilitas rendaman 24 jam dibagi dengan stabilitas akibat rendaman selama 30 menit dengan target yang harus dicapai (Indeks Kekuatan Sisa/IKS) yaiu lebih besar dari 75%.
2.10. Kepadatan Mutlak Berdasarkan Ditjen Bina Marga (1999), kepadatan mutlak dimaksudkan sebagai kepadatan tertinggi atau maksimum yang dicapai sehingga walaupun dipadatkan terus menerus, campuran tersebut tidak dapat menjadi lebih padat lagi.
II- 26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kepadatan mutlak merupakan usaha pemadatan yang lebih besar sebagai simulasi adanya pemadatan sekunder oleh lalu lintas, hingga benda uji tidak dapat bertambah padat lagi setelah beberapa tahun umur rencana.
2.11. Wheel Tracking Machine Kekuatan suatu campuran agar tahan terhadap deformasi permanen sangat tergantung banyak faktor antara lain mutu campuran, Temperatur udara, Beban lalu lintas Kelembaban dan oksidasi aspal.Pengujian ini dilakukan untuk mengukur kemampuan campuran beraspal menahan repetisi beban lalu lintas. Kenaikan kekuatan menunjukkan bahwa campuran tahan terhadap deformasi permanen. Secara garis besar pengujian dilakukan pada contoh campuran beraspal berukuran 30 cm x 30 cm x 5cm, dilalui roda yang mempunyai diameter 20 cm dengan lebar tapak roda 5 cm ± 0,1 cm dan dibebani 520N ± 5 N. Suatu campuran untuk lalu lintas berat dikatakan tahan terhadap deformasi permanen apabila hasil deformasi permanen suatu campuran ≤ 0,033 mm/menit dan stabilitas dinamis minimal 2500 lintasan/mm.
Gambar 2.2. Alat Uji Wheel Tracking
II- 27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.12. Study Terkait 1. Kinerja Laboratorium Campuran Panas Asbuton dengan Sistem Hot Mix Asbuton memiliki karakteristik sebagai bahan pengikut (binder) yang baik sehingga dapat dipergunakan dalam berbagai campuran bahan perkerasan jalan. Asbuton juga sekaligus sebagai bahan pengisi (filler) dalam campuran agregatkarena bersifat mastic sehingga ikatan antar agregat akan semakin kuat dan akan meningkatkan kualitas struktur perkersan jalan. Asbuton dipergunakan sebagai pengganti (subtitusi) dari aspal minyak yang dapat diaplikasikan dalam berbagai struktur perkerasan jalan seperti lapis penetrasi aspal campuran panas (hot mix). Disamping itu asbuton juga dapat mengurangi biaya konstruksi jalan karena harganya lebih rendah dari aspal minyak dan dapat diaplikasikan secara sederhana. Pada penelitian ini rancangan campuran yang diperlukan untuk pembuatan benda uji adalah dengan pemakaian agregat HB II 50%, HB 20%, HB IV 25%, Asbuton 5% dan kadar aspal mulai dari 4,5% sampai dengan 7%. Hasil rancangan campuran telah memenuuhi spesifikasi. Karakteristik campuran yang diproleh dari hasil penngujian dengan alat marshall antara lain stabilitas (stability), kelelehan (Flow), kekuatan (Marshall Quuotient), rongga dalam campuran (Void in Mix), dan rongga dalam agregat (Void in Mineral Agregat).Dari hasil analisa pengujian marshall didapat kadar aspal optimum
(KAO) sebesar 6,2% yang
memenuhi standar persyaratan dan spesifikasi.
II- 28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Uji ekstrasi dilakukan untuk mencari kadar aspal pada benda uji. Didapat nilai rata-rata 6,21. Hasil tersebut mendekati nilai optimum sebesar 6,2%. Tujuan dari pengujian ini sebagai kontrol kualitas terhadap hasil pembuatan hot mix pada skala besar, apakah memenuhi spesifikasi yang diminta atau tidak. Jika tidak sesuai dengan spesifikasi makadapat dilakukan pengecekan ulang pada proses pembuatan di AMP dengan mengecek apakah ada kerusakan pada peralatan pencampur, kesalahan pada operator dan hal lainnya. (Sumber: Cahya Mulyanto 2010)
2. Kinerja Campuran Laston Asphalt Concrete-Wearing Course (ACWC) Akibat Pembebanan Statik (Bahan Aspal Minyak, Buton Natural Asphalt dan Serat Alam Sisal) Pertumbuhan volume lalu lintas yang meningkat pesat, terutama untuk kondisi Indonesia dimana beban lalu lintas yang berlebih (Overloading) sering terjadi, sehingga perlu adanya pertimbanganpertimbangan khusus dalam melakukan perencanaan campuran aspal dengan demikian performa perkerasan jalan yang baik sangat dibutuhkan. Kelangkaan dan mahalnya aspal dari minyak bumi. Berbagai inovasipun dilakukan untuk mengelola aspal alam secara efisien sehingga mampu menyaingi maspal minyak. Melimpahnya cadangan aspal alam dari Buton dapat digunakan sebagai sumber tambang di dalam negeri. LASTON (Lapis Aspal Beton) merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri darri campuran aspal keras dan agregat yang II- 29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Melalui studi ini, dicoba menggunakan serat alam sisal sebagai bahan tambah dan Buton Natural Asphalt sebagai modifier aspal pada campuran Laston. Tujuan penelitian ini adalah utuk mengidentifikasi karakteristik aspal minyak, karakteristik aspal berserat, karakteristik aspal modifier dan mendapatkan kadar aspal optimum dengan menggunakan campuran Laston AC-WC dan mengevaluasi kinerja campuran dengan uji Marshall dan uji perendaman. Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi literatur dan pengujian bahan di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil Universitas Mercu Buana. Dari hasil pengujian diidapatkan aspal semen (AC Pen 60/70) memenuhi standar persyaratan, kadar serat optimum sisal didapatkan sebesar 0,3%. Dari hasil penelitian didapat pula kompposisi kadar aspal 60/70 BNA adalah 80:20, sedangkan untuk kadar aspal optimumnya adalah sebesar 7,5%. (Sumber: Apriyanto 2012)
3. Pengaruh Kepadatan Mutlak Terhadap Kekuatan Campuran Aspal Pada Lapisan Permukaan HRS-WC Dalam Ditjen (2011), khusus pada sifat-sifat campuran perkerasan hanya terdapat standar untuk nilai rongga dalam campuran pada kondisi kepadatan mutlak (refusal). Tujuannya untuk mengetahui seberapa besar
II- 30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
pengaruh kepadatan mutlak terhadap kekuatan campuran aspal pada lapisan permukaan HRS-WC, baik menggunakan 2×400 tumbukan maupun dengan alat pemadat getar listrik, dibandingkan dengan kepadatan standar 2×75 tumbukan Dari penelitian laboratorium dihasilkan bahwa kepadatan mutlak memiliki nilai stabilitas sebesar 1429 kg untuk 2×400 tumbukan, 1423 kg untuk getar dan 1336 kg untuk 2×75 tumbukan. Stabilitas sisa sebesar 97,61% untuk 2×400 tumbukan, 97,20% untuk getar dan 95,10% untuk 2×75 tumbukan. Flow sebesar 3,03 mm untuk 2×400 tumbukan, 3,10 mm untuk getar dan 3,70 mm untuk 2×75 tumbukan. KAO (kadar aspal optimum) sebesar 7,05% untuk 2×400 tumbukan, 7,05% untuk getar dan 7,32% untuk 2×75 tumbukan. Kepadatan mutlak memiliki sifat dapat memikul beban lalu lintas yang lebih besar, durabilitasnya lebih baik, tidak mudah retak (nilai flow sebesar 3,03% > 3%), masih memungkinkan untuk tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas yang berulang terutama kendaraan berat dan masih menyediakan rongga bagi aspal pada saat suhu perkerasan tinggi serta kadar aspal yang digunakan lebih rendah tetapi kekuatan campuran dapat ditingkatkan dibanding kepadatan standar. (Sumber: http://jurnal.untan.ac.id/. 2013)
II- 31