8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengertian Efektivitas Efektivitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara
membandingkan output seharusnya dengan output realisasi atau sesungguhnya. Suatu kegiatan dikatakan efektif jika output seharusnya lebih besar daripada output sesungguhnya (John, 1986 dalam Marisa, 2011). Menurut Hidayat (1986 dalam Marisa, 2011) efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Semakin besar persentase yang dicapai, maka semakin tinggi efektivitasnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa efektivitas merupakan gambaran dari seluruh siklus input, proses, dan output yang mengacu pada output dari suatu organisasi, program atau kegiatan yang menyatakan sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai, serta ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-targetnya. 2.2
Pengertian Pupuk Organik Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau
makhluk hidup yang telah mati. Bahan organik ini akan mengalami pembusukan oleh mikroorganisme sehingga sifat fisiknya akan berbeda dari semula. Pupuk organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur dan mengandung unsur mikro. Dilihat dari bentuknya, pupuk organik dibedakan menjadi dua, yakni pupuk organik padat dan cair (Hadisuwito, 2012 dalam Yuda, 2011:5).
9
1. Pupuk organik padat Pupuk organik padat adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang berbentuk padat. Pupuk organik padat dibedakan lagi menjadi pupuk kandang, humus, kompos dan pupuk hijau. Pemerintah Provinsi Bali sejak tahun 2013 menetapkan subsidi pupuk organik jenis padat untuk petani (usahatani padi, palawija, dan hortikultura) yang tersebar di sembilan kabupaten di Bali. 2. Pupuk organik cair Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik ini adalah mampu mengatasi defisiensi hara secara cepat, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan juga mampu menyediakan hara secara cepat. Dibandingkan dengan pupuk anorganik, pupuk organik cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman meskipun sudah digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan pengikat sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa langsung dimanfaatkan oleh tanaman (Hadisuwito, 2012 dalam Yuda, 2011:9). 2.3
Pengertian Pupuk Bersubsidi Menurut Nazir (2004 dalam Marisa, 2011) subsidi adalah cadangan
keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung suatu kegiatan usaha atau kegiatan perorangan oleh pemerintah. Subsidi adalah sebuah pembayaran oleh pemerintah untuk produsen, distributor, dan konsumen bahkan
10
masyarakat dalam bidang tertentu. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2005, pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah di sektor pertanian. Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2013, produsen penerima subsidi pupuk organik Provinsi Bali bukan lagi perusahaan swasta melainkan gabungan kelompok tani atau kelompok tani yang telah memiliki APPO atau RPPPO untuk pengadaan dan penyaluran pupuk organik ke subak yang tersebar di sembilan kabupaten di Bali. Subsidi ini bertujuan untuk memulihkan kesuburan tanah pertanian di Bali. 2.4
Mekanisme Pelaksanaan Subsidi Pupuk Organik Oleh Pemerintah Provinsi Bali Pemerintah Provinsi Bali mengadakan program subsidi pupuk organik
yang diberikan kepada kelompok tani pengelola APPO/RPPO dan gabungan kelompok tani Simantri bertujuan untuk: (1) memberdayakan gabungan kelompok tani Simantri dan kelompok tani pengelola APPO atau RPPPO dalam memproduksi pupuk organik sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan, (2) tumbuh dan berkembangnya usaha gabungan kelompok tani Simantri dan kelompok tani pengelola APPO/RPPO dalam memproduksi dan memasarkan pupuk organik di wilayah Bali, (3) memotivasi petani untuk dapat menggunakan pupuk organik yang diproduksi gabungan kelompok tani dan kelompok tani, (4) meringankan beban biaya petani untuk membeli pupuk organik, serta (5) terserapnya tenaga kerja di pedesaan untuk melakukan pengolahan pupuk
11
organik. Mekanisme pelaksanaan program subsidi pupuk organik Pemerintah Provinsi Bali ditunjukkan dalam Gambar 2.1.
Gubernur Bali
MoU
Distan Prov. Bali
Distan Kab/Kota
Gapoktan Simantri/ Poktan Produsen Pupuk Organik Audit/ Verifikasi
Kelompok Tani/ Subak (ditetapkan dg Kep. Gubernur) Menyusun RDKK
KP3 Prov/Kab, KCD/PPL Mengawal RDKK, Pengawasan penyaluran dan penggunaan pupuk
Keterangan : Komando Koordinasi Pengajuman Klaim Pembinaan Pengawalan/Pengawasan
Gambar 2.1 Mekanisme Pelaksanaan Subsidi Pupuk Organik Pemerintah Provinsi Bali Penjelasan : 1. Gubernur Bali memerintahkan Dinas Pertanian Provinsi Bali untuk melaksanakan program subsidi pupuk organik. Tugas Dinas Pertanian Provinsi Bali yaitu berkoordinasi dengan dinas pertanian kabupaten untuk menentukan calon produsen pupuk organik yang berasal dari Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Simantri atau Kelompok Tani (Poktan) pengelola APPO/RPPO, berkoordinasi dengan dinas/lembaga terkait di tingkat provinsi dalam rangka audit/verifikasi gabungan kelompok tani tersebut dan melakukan pembinaan Gapoktan/Poktan selaku produsen pupuk organik dan subak selaku penerima subsidi pupuk organik.
12
2. Tugas Dinas Pertanian Kabupaten membantu sosialisasi, medata dan melakukan pembinaan Gapoktan/Poktan yang memenuhi persyaratan sebagai produsen pupuk organik dan subak selaku penerima subsidi pupuk organik yang selanjutnya diserahkan kepada Dinas Pertanian Provinsi Bali. 3. Setelah ditetapkannya Gapoktan/Poktan produsen pupuk organik bersubsidi selanjutnya menetapkan perjanjian kerjasama antara Gubernur Bali dengan Gapoktan/Poktan tersebut. 4. Subak yang telah ditetapkan sebagai penerima subsidi pupuk organik menyusun RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) dengan dibantu oleh Kepala Subak, PPL setempat dan dinas pertanian kabupaten terkait pengawalan dan pengawasan RDKK yang selanjutnya diserahkan kepada Gapoktan/Poktan selaku produsen pupuk organik dan Dinas Pertanian Provinsi Bali. Untuk pengawasan penggunaan pupuk organik bersubsidi dilakukan oleh Kepala Subak, PPL dan petugas kabupaten atau provinsi. 5. Gapoktan/Poktan produsen pupuk organik melakukan koordinasi dengan penerima subsidi pupuk organik dalam rangka penyaluran pupuk organik ke subak tersebut. Gapoktan/poktan mengajukan klaim pembayaran pupuk organik kepada Dinas Pertanian Provinsi Bali yang kemudian diteruskan kepada Biro Keungan Provinsi Bali kemudian pembayaran pupuk akan ditransfer langsung ke rekening Gapoktan/Poktan produsen tersebut.
13
2.5
Usahatani Padi Sawah
2.5.1
Karakteristik tanaman padi Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan berupa rumput
berumpun. Tanaman pertanian kuno ini berasal dari dua benua, yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zheziang (China) sudah dimulai pada 3000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesa India sekitar 100-800 SM (Purnamawati & Purwono, 2002 dalam Aulia, 2008). Batang padi berbuku dan berongga, dari buku batang ini tumbuh anakan dan daun, bunga atau malai muncul dari buku terakhir pada tiap anakan. Akar padi adalah akar serabut yang sangat efektif dalam penyerapan hara, tetapi peka terhadap kekeringan. Akar padi terkonsentrasi pada kedalaman antara 10-20 cm (Purnamawati & Purwono, 2002 dalam Aulia, 2008). Berikut ini merupakan klasifikasi dari tanaman padi. Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies 2.5.2
: Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) : Commelinidae : Poales : Poaceae (suku rumput-rumputan) : Oryza : Oryza sativa L.
Budidaya padi sawah Padi dibudidayakan dengan tujuan mendapatkan hasil yang setinggi-
tinginya dengan kualitas sebaik mungkin, untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan maka, tanaman yang akan ditanam harus sehat dan subur. Teknik
14
bercocok tanam yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan. Hal ini harus dimulai dari awal, yaitu sejak dilakukan persemaian sampai tanaman itu bisa dipanen. Satu hektar padi sawah diperlukan 25-40 kg benih tergantung pada jenis padinya. Pengolahan tanah dapat dilakukan secara intensif, yakni dengan menggunakan mesin traktor atau bajak dan cangkul. Bibit padi yang digunakan sebaiknya dari benih yang berlabel dari varietas unggul. Setelah 18–25 hari setelah persemaian, benih padi sudah siap untuk pindah tanam. Dosis pemupukan sesuai dengan dosis anjuran setempat. Berdasarkan anjuran pemupukan secara berimbang oleh Kementrian Pertanian, dalam satu hektar padi sawah dosis pemupukannya adalah 5:3:2 artinya dalam satu hektar sawah diperlukan 500 kg pupuk organik yang diaplikasikan pada saat pengolahan lahan, selanjutnya digunakan 300 kg pupuk NPK dan 200 kg pupuk urea. Penyulaman dilakukan bagi bibit yang tidak tumbuh, rusak, mati, dan terkena hama penyakit. Penyiangan dilakukan untuk membersihkan rumput dan tanaman yang tidak dikehendaki keberadaannya (gulma). Penyiangan dilakukan menjelang 21 hari setelah tanam yang manfaatnya adalah dapat meningkatkan jumlah udara dalam tanah dan merangsang pertumbuhan akar menjadi lebih baik. Pengendalian organisme pengganggu tanaman untuk lahan sawah dilakukan sesuai dengan jenis gejalanya. Hama penyakit yang menyerang padi diantaranya penggerek batang padi, tikus, walang sangit, ulat grayak, dan tungro. Penyulaman dilakukan seminggu setelah tanam. Secara umum, padi dipanen saat berumur 80–110 hari.
15
Pemanenan dilakukan paling tepat saat 90% gabah menguning. Setelah panen malai jangan ditumpuk terlalu lama dan keringkan gabah segera setelah panen dengan sinar matahari atau mesin pengering agar mendapatkan kualitas beras yang baik (Martodireso dan Suryanto, 2011). 2.6
Indikator Enam Tepat Kebijakan Subsidi Pupuk Salah satu indikator untuk meguji efektivitas kebijakan pemerintah
terhadap pupuk organik bersubsidi adalah prinsip enam tepat (tepat waktu, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat mutu, dan tepat jenis). Indikator yang digunakan dalam penelitian ini terfokus pada empat indikator utama yaitu tepat waktu, tepat jumlah, tepat harga, dan tepat tempat. Pemilihan keempat indikator tersebut berdasarkan pertimbangan empat indikator ketepatan tersebut dapat dikuantifikasikan sehingga dapat diinterprestasikan. Menurut Syafa’at (2007 dalam Elisa, 2013) pengertian tepat harga adalah suatu kondisi dimana harga pembelian pupuk organik bersubsidi oleh petani secara kontan di tingkat pengecer atau kios resmi per saknya sama dengan HET (Harga Eceran Tertinggi). Pengertian tepat tempat adalah suatu kondisi dimana pupuk organik bersubsidi tersedia di dekat lahan petani. Pengertian tepat waktu adalah suatu kondisi dimana pupuk organik bersubsidi secara fisik tersedia pada saat dibutuhkan oleh petani. Pengertian tepat jumlah adalah jumlah pupuk organik bersubsidi yang diterima responden sesuai dengan dosis yang dianjurkan oleh Pemerintah Provinsi Bali (500kg/ha).
16
2.7
Ruang Lingkup Usahatani Menurut Soekartawi (2006 dalam Sari, 2011) ilmu usahatani diartikan
sebagai
ilmu
yang
mempelajari
bagaimana
seseorang
mengalokasikan
sumberdaya yang ada di lapangan pertanian secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). Hernanto (1989 dalam Sari, 2011) terdapat empat unsur pokok dalam usahatani atau sering juga disebut sebagai faktor-faktor produksi. Keempat unsur tersebut antara lain adalah. 1. Lahan. Lahan merupakan faktor produksi yang mewakili unsur alam dan merupakan jenis modal yang sangat penting. Lahan usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah, dan sebagainya. Lahan tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil, pemberian negara, warisan ataupun wakaf. 2. Tenaga kerja. Tenaga kerja dalam usahatani sangat diperlukan dalam menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Jenis tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak yang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti iklim dan
17
kondisi lahan. Tenaga kerja usahatani dibedakan menurut sumbernya yaitu tenaga kerja dalam usahatani dapat berasal dari dalam dan luar keluarga. 3. Modal. Penggunaan modal berfungsi membantu meningkatkan produktivitas, baik lahan maupun tenaga kerja untuk menciptakan kekayaan dan pendapatan usahatani. Modal dalam suatu usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit, warisan, usaha lain ataupun kontrak sewa. 4. Pengelolaan (manajemen) usahatani. Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik-baiknya sehingga memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. 2.8
Analisis Pendapatan Usahatani Ada tiga variabel yang perlu diketahui dalam melakukan analisis usahatani
yaitu penerimaan, biaya, dan pendapatan. 1. Penerimaan usahatani Menurut Hernanto (1988 dalam Sumartini, 2011), menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah penerimaan dari semua usahatani meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan nilai yang dikonsumsi. Penerimaan usahatani merupakan total penerimaan dari kegiatan usahatani yang diterima pada akhir proses produksi. Penerimaan usahatani dapat pula
18
diartikan sebagai keuntungan material yang diperoleh seorang petani atau bentuk imbalan jasa petani maupun keluarganya sebagai pengelola usahatani maupun akibat pemakaian barang modal yang dimilikinya. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan usahatani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penerimaan bersih usahatani dan penerimaan kotor usahatani. Penerimaan bersih usahatani adalah merupakan selisih antara penerimaan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai dalam proses produksi, tidak termasuk tenaga kerja dalam keluarga petani. Penerimaan kotor usahatani adalah nilai total produksi usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun tidak dijual (Soekartawi, 1995 dalam Sari, 2011). 2. Biaya usahatani Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani, sedangkan yang dimaksud dengan pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Hernanto (1989 dalam Sari, 2011) mengungkapkan bahwa biaya produksi dalam usahatani dapat dibedakan menjadi. 1) Berdasarkan jumlah output yang dihasilkan, biaya terdiri dari: a. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat-alat bangunan pertanian, dan bunga pinjaman.
19
b. Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi, misalkan pengeluaran untuk bibit, pupuk, obatobatan, dan biaya tenaga kerja. 2) Berdasarkan yang langsung dikeluarkan dan diperhitungkan terdiri dari: a. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai. Biaya tetap misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga luar keluarga. Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki oleh petani. b. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap), dan tenaga dalam keluarga (biaya variabel). Biaya tidak tunai ini untuk melihat bagaimana manajemen suatu usahatani. 3. Pendapatan usahatani Pendapatan usahatani adalah total pendapatan bersih yang diperoleh dari seluruh aktivitas usahatani yang merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan (Hadisapoetra, 1979 dalam Maryana, 2007). Pendapatan usahatani terbagi atas pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Pendapatan kotor mengukur pendapatan kerja petani tanpa memasukkan biaya yang diperhitungkan sebagai komponen biaya. Pendapatan total usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari
20
selisih penerimaan usahatani dengan biaya total usahatani (Soekartawi, 2006 dalam Suwarthiani, 2014). 4. Perbandingan penerimaan dengan biaya (R/C ratio) Analisis R/C ratio (Revenue Cost ratio) menunjukkan besar penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C maka semakin besar pula penerimaan yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani yang dilakukan tersebut menguntungkan dan layak untuk diusahakan (Soekartawi, 2006 dalam Sari, 2010). Kegiatan usahatani dapat dikatakan layak apabila nilai R/C ratio lebih besar dari satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani tersebut menguntungkan. Sebaliknya apabila nilai R/C ratio lebih kecil dari satu, artinya setiap tambahan biaya menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil sehingga kegiatan usahatani dikatakan tidak menguntungkan. Nilai R/C ratio sama dengan satu, maka kegiatan usahatani memperoleh keuntungan normal. 5. Uji Independent Test (Sampel Tidak Berhubungan) Uji Independent Test merupakan salah satu teknik statistik parametrik dilakukan untuk membandingkan mean (rata-rata) dari sampel yang tidak berhubungan (Setyawan, 2008).
21
2.9
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang berhubungan baik berupa penelitian tentang
subsidi pupuk maupun penelitian tentang efektivitas suatu kebijakan publik dijadikan rujukan dalam penelitian ini. Penelitian terdahulu tentang efektivitas kebijakan subsidi pupuk adalah penelitian Suhaila Marisa (2011) tentang Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Pengaruhnya terhadap Produksi Padi. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat efektivitas kebijakan subsidi pupuk di Kabupaten Bogor dan pengaruhnya terhadap produksi padi di Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan adalah indikator empat tepat penyaluran pupuk bersubsidi dan regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini adalah kebijakan subsidi pupuk dikatakan belum efektif berdasarkan indikator empat tepat dan Variabel harga TSP, harga padi, dan luas kahan berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan pupuk area. Variabel luas lahan, tenaga kerja, benih, pupuk, dummy benih, dan dummy efektivitas harga yang mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap produksi padi. Persamaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sama-sama mengukur efektivitas dari suatu kebijakan pupuk yang dilakukan pemerintah dengan metode pengukuran empat tepat kebijakan pupuk yang dilakukan (tepat tempat, tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat harga). Penelitian lain yang berkaitan dengan penelitian ini adalah penelitian Verina Elisa (2013) tentang Analisis Efektivitas Kebijakan Pemerintah terhadap Subsidi Pupuk (Studi Kasus pada Petani di Kabupaten Pringsewu Lampung). Tujuan Penelitian Verina adalah untuk mengetahui efektivitas kebijakan
22
pemerintah terhadap subsidi pupuk di Kabupaten Pringsewu Lampung. Metode yang digunakan adalah indikator enam tepat penyaluran pupuk (tepat harga, waktu, mutu, jenis, jumlah, dan tempat). Hasil penelitian ini adalah kebijakan pemerintah terhadap subsidi pupuk di Kabupaten Pringsewu Lampung dikatakan efektif ditinjau dari indikator enam tepat. Persamaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sama-sama mengukur efektivitas dari suatu kebijakan pupuk yang dilakukan pemerintah dengan metode pengukuran empat dari enam tepat distribusi pupuk (tepat tempat, tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat harga ). Hal yang membedakan penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah berdasarkan lokasi dan alat analisis yang digunakan. Perbedaan lainnya yaitu kebijakan subsidi pupuk organik yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali ini yang baru dilakukan pada tahun 2013 dengan produsen pupuk dari gabungan kelompok tani binaan Pemerintah Provinsi Bali ini merupakan hal yang baru dan belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya. Penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan acuan dalam penelitian ini dijelaskan pada Tabel 2.
23
Tabel 2 Penelitian-Penelitian Terdahulu Variabel dan alat analisis
No
Penulis
Tahun
Judul
1
Suhaila Marisa
2011
Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Pengaruhnya terhadap Produksi Padi (Studi Kasus: Kabupaten Bogor)
Variabel yang digunakan adalah harga pupuk, jumlah pupuk, luas lahan, tenaga kerja, benih, dummy benih dan dummy efekrivitas harga. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif dan kuantitatif serta regresi linier berganda
kebijakan subsidi pupuk masih dikatagorikan belum efektif berdasarkan prinsip empat tepat. Variabel harga TSP , harga padi, dan luas kahan berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan pupuk area. Variabel luas lahan, tenaga kerja, benih, pupuk, dummy benih dan dummy efektivitas harga yang mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap produksi padi.
2
Verina Elisa
2013
Analisis Efektivitas Kebijakan Pemerintah terhadap Subsidi Pupuk (Studi Kasus pada Petani di Kabupaten Pringsewu Lampung)
Variabel yang digunakan adalah indikator enam tepat penyaluran subsidi pupuk (tepat harga, tepat jumlah, tepat jenis, tepat waktu, tepat mutu dan tepat tempat. Metode analisisnya adalah metode kuantitatif perbandingan keadaan real dengan kebijakan subsidi pupuk
kebijakan pemerintah terhadap subsidi pupuk di Kabupaten Pringsewu Lampung dikatakan efektif ditinjau dari indikator enam tepat.
2.10
Hasil penelitian
Kerangka Pemikiran Teoritis Kebijakan subsidi pupuk organik yang ditetapkan oleh Pemerintah
Provinsi Bali sejak tahun 2013 mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi adalah terletak pada produsen penyedia pupuk organik tidak lagi perusahaan pupuk swasta melainkan gabungan kelompok tani Simantri dan kelompok tani yang mempunyai APPO atau RPPPO.
24
Pengadaan pupuk organik yang dilakukan oleh gabungan kelompok tani Simantri dan kelompok tani pengelola APPO/RPPO kemudian disalurkan langsung kepada subak pelaksana pemupukan menggunakan pupuk organik sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan subak. Kebutuhan pupuk organik untuk luas lahan 223 ha di Subak Sungsang dipenuhi oleh gabungan kelompok tani UD Timan Agung yang terletak di Desa Kelating, Kecamatan Kerambitan. Efektivitas distribusi subsidi pupuk organik dianalisis menggunakan indikator empat tepat penyaluran pupuk (tepat waktu, harga, jumlah, dan tempat), dan dampak kebijakan subsidi pupuk organik terhadap pendapatan usahatani di Subak Sungsang dianalisis dengan melihat perbandingan pendapatan petani menggunakan pupuk kimia secara penuh dan menggunakan pupuk majemuk berimbang pada musim tanam berbeda. Hasil yang diperoleh direkomendasikan kepada Pemerintah Provinsi Bali dalam merumuskan pelaksanaan distribusi subsidi pupuk organik yang paling efektif dan mengetahui dampak penggunaan pupuk majemuk berimbang untuk mendukung sektor pertanian di Bali. Kerangka pemikiran penelitian dijelaskan pada Gambar 2.2.
25
Kebijakan Subsidi Pupuk Organik Pemerintah Provinsi Bali
Efektivitas Distribusi Subsidi Pupuk Organik
Pendapatan Usahatani
Indikator empat tepat 1. Tepat hargga 2. Tepat waktu 3. Tepat tempat 4. Tepat jumlah
Analisis
Kesimpulan
Rekomendasi Keterangan : ……… = Ruang lingkup penelitian
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Efektivitas Distribusi Subsisi Pupuk Organik dan Dampaknya terhadap Pendapatan Usahatani Padi Sawah di Subak Sungsang, Desa Tibubiu, Kabupaten Tabanan