II. TINJAUAN PUSTAKA
A. PUBLIC RELATIONS Pada dasarnya, public relations berfungsi untuk menghubungkan berbagai pihak yang berkepentingan, baik di luar maupun di dalam organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan dan kepuasan bersama. Acuan definisi public relations: Public relations mendorong masyarakat yang kompleks dan pluralistik untuk mendapatkan keputusan-keputusan dan berfungsi secara efektif dengan berpartisipasi dalam pengertian bersama (saling pengertian) diantara kelompok-kelompok dan institusi-institusi, sehingga tercapai keputusan yang membawa harmonisasi antara individu dengan publik (The Public Relations Society of America-PRSA, 2005). Public relations menambah nilai kepada masyarakat ketika ia menolong masyarakat untuk mempelajari dan mengevaluasi produk-produk yang memenuhi kebutuhan dan keinginan sebagai konsumen. Dengan demikian public relations membangun hubungan timbal balik yang saling menguntungkan untuk jangka panjang (Afdhal, 2004). Praktek Public relations adalah sebuah seni sekaligus ilmu sosial yang menganalisis berbagai kecenderungan, memperkirakan setiap kemungkinan konsekuensinya, memberi masukan dan saran-saran kepada pemimpin organisasi serta menerapkan program-program tindakan yang terencana untuk melayani kebutuhan organisasi dan kepentingan khalayaknya (The Mexican Statement). Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat dilihat bahwa tujuan dari kegiatan public relations adalah untuk menanamkan dan memperoleh pengertian, kepercayaan dan penghargaan publik terhadap suatu organisasi. Melalui hubungan public relations juga diwujudkan suatu hubungan yang harmonis antara suatu lembaga atau organisasi dengan publiknya sehingga akan timbul sikap positif dan opini yang menguntungkan badan atau organisasi tersebut. Fungsi public relations paling utama, khususnya melalui salah satu alat komunikasi dalam kampanye yaitu makes a image corporate and identity. Sedangkan ketika PR menjadi alat pada bagian marketing (the PR as tool of marketing) yang tidak hanya melakukan PENCILS, tetapi menggabungkan “marketing mix” (4-Ps)-Product, Price, Promotions, and Place- dan “Promotion Mix” (PASP)-Publicity, Advertising, Sales Promotions, and Personal Selling. Maka gabungan bauran (intern related mix marketing) secara terpadu dalam komunikasi pemasaran tersebut timbul sinergi baru yaitu yang dikenal dengan marketing public relations (Ruslan, 2005).
B. MARKETING PUBLIC RELATIONS (MPR) Trend akhir-akhir ini menunjukkan adanya pertumbuhan yang signifikan dari gabungan antara aktivitas public relations dan marketing, karena kedua disiplin ilmu tersebut saling terkait dan sulit untuk dibedakan. Maka timbul keinginan untuk membuat konsep baru yaitu “MPR”, yaitu suatu istilah yang tampil pada era 1980-an. Kotler dalam Gaffar (2007) menggambarkan Marketing Public Relations (MPR) sebagai: “Suatu keturunan yang „sehat‟ antara dua orangtua yakni Marketing dan Public Relations. MPR mewakili suatu peluang bagi organisasi untuk memperoleh kembali porsi suara di dalam suatu masyarakat yang selalu dipenuhi oleh pesan. MPR juga memberikan suatu porsi suara untuk memenangkan porsi dari pikiran dan perasaan serta memberikan suara yang lebih banyak dan dalam banyak kasus”. MPR (marketing public relations) merupakan pengembangan dari fungsi PR, yaitu makes a image corporate dan penggabungan dari fungsi marketing, makes a marketing. Bidang PR menunjang publikasi dan publisitas, menarik simpati publik (pull strategy), bekerjasama dengan pihak berbagai media massa dan press relationship, berupaya menciptakan kepercayaan dan meraih citra terhadap lembaga, organisasi dan produk serta jasa yang diwakilinya. Kemudian juga menciptakan marketing relationship, misalnya menciptakan ikatan kepercayaan (relationship) antara produsen dengan konsumen, perusahaan dengan publiknya, dan sebagainya melalui kegiatan keanggotaan (membership). Pihak PR juga mempunyai program disamping
memperhatikan aspek ekonomi juga memperhatikan aspek-aspek sosial, hal ini dalam PR dikenal dengan social marketing, yaitu tanggung jawab atau peduli pada aspek sosial (Ruslan, 2005). Dengan adanya suatu disiplin ilmu baru yang timbul karena adanya kombinasi antara public relations dan marketing tersebut, maka MPR menempati posisi sedemikian rupa sehingga sulit untuk membedakannya dengan public relations ataupun marketing. Namun trend saat ini menunjukkan MPR telah mulai menggeser aktivitas marketing konvensional seperti advertising, sales promotion dan brand building. MPR sendiri dapat menggabungkan fungsi-fungsi marketing secara keseluruhan dan fungsi-fungsi public relations, seperti penggabungan brand building dengan coorperate image, relasi dengan media iklan yang semakin kompleks dan hubungan profesional yang dibangun atas dasar kredibilitas. Kasali (2005) menyatakan bahwa MPR adalah kegiatan hubungan masyarakat yang mendorong kegiatan pemasaran. Secara umum, MPR adalah perpaduan antara pelaksanaan program dan strategi pemasaran dengan aktivitas program kerja public relations dalam upaya meluaskan pemasaran dan demi mencapai kepuasan konsumen (Ruslan, 2007). Konsep Marketing Public Relations (MPR) di atas tidak jauh beda dengan pengertian yang didefinisikan oleh Kotler dalam Sutalaksana (2003), yaitu MPR dilakukan karena akan menambah nilai suatu produk melalui keunikan strategi MPR tersebut untuk menambah kredibilitas dari pesan produk perusahaannya. Program MPR di satu sisi berupaya untuk merangsang suatu pembelian dan sekaligus dapat memberikan nilai-nilai lebih (value added) atau kepuasan bagi pihak pelanggan (satisfied customer) yang telah menggunakan produk, dan di sisi lain melalui kiat public relations dalam menyelenggarakan komunikasi timbal balik dua arah berdasarkan informasi atau pesan-pesan yang dapat dipercaya sehingga diharapkan dapat menciptakan suatu kesan-kesan yang positif terhadap lembaga yang diwakilinya. MPR lebih berorientasi langsung pada promosi perusahaan atau produk dan pembentukan citra. MPR merupakan fungsi bagi marketing management, sedangkan misinya adalah mendukung tujuan pemasaran (marketing objective).
1. Proses MPR MPR yang efektif merupakan hasil dari suatu proses yang harus diintegrasikan dengan strategi pemasaran perusahaan. Proses MPR terdiri dari langkah-langkah yaitu penelitian, membentuk tujuan pemasaran, menetapkan audiens sasaran, memilih pesan dan alat public relations serta mengevaluasi hasil (Kotler, Bowen, Makens, 2003). Konsep MPR menurut para ahli menekankan pada peran pemberian informasi, pendidikan dan upaya peningkatan pengertian lewat penambahan pengetahuan mengenai suatu produk atau jasa perusahaan akan lebih kuat dampaknya dan akan lebih lama diingat oleh konsumen. Dengan tingkat komunikasi yang lebih intensif dan komprehensif dibandingkan dengan iklan, maka MPR memberikan penekanan pada aspek manajemen pemasaran dalam bentuk suatu produk atau jasa secara profesional dengan memperhatikan kesejahteraan kosumen. MPR sebagai suatu proses perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian program-program yang memungkinkan terjadinya pembelian dan pemuasan konsumen melalui komunikasi yang baik mengenai informasi dan impresi dari perusahaan dan produknya sesuai dengan kebutuhan, keinginan, perhatian, dan kesan dari konsumen (Gaffar, 2007). Kotler dalam Ruslan (2007) juga menyatakan bahwa MPR memiliki tiga strategi berguna untuk menciptakan penjualan, yaitu: 1. Strategi dorong (push strategy), melibatkan perusahaan untuk melakukan penjualan dan promosi dagang untuk membujuk pihak ketiga agar pihak ketiga tersebut mau membawa, mempromosikan dan menjual produk dan jasa pada konsumen dengan mengkonsumsi sampai habis. 2. Strategi tarik (pull strategy), melibatkan perusahaan untuk memakai iklan serta promosi pada konsumen untuk membujuk konsumen yang akhirnya konsumen mencari produk dari pihak ketiga bahkan membujuk pihak ketiga untuk memesan produk. 3. Pass Strategy, sebagai upaya mempengaruhi atau menciptakan opini publik yang menguntungkan demi mencapai tujuan marketing. Citra publik dapat ditimbulkan melalui
4
berbagai kegiatan, partisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan atau tanggung jawab sosial, serta kepedulian terhadap kondisi sosial dan lingkungan hidup.
2. Komponen MPR Terdapat beberapa komponen dalam hubungan masyarakat dalam Marketing Public Relations (MPR) yang menurut Kotler, Bowen, dan Makens (2003) adalah publikasi, events, berita, kegiatan sosial serta media identitas. Dalam hal publikasi, perusahaan sangat bergantung kepada materi komunikasi agar dapat meraih dan mempengaruhi pasar sasaran. Dalam hal ini perusahaan harus dapat menjalin hubungan dengan editor dan jurnalis yang merupakan bagian dari pers dan media. Kualitas dari hubungan ini akan berdampak terhadap berita dan cerita perusahaan yang akan membentuk opini publik. Yang termasuk dalam publikasi adalah laporan tahunan, brosur, kartu, artikel, materi audiovisual, newsletter dan majalah perusahaan. Acara-acara khusus yang diadakan oleh perusahaan dapat menarik perhatian pasar. Adapun acara-acara khusus tersebut dibagi menjadi products events yaitu events yang berorientasi produk dengan tujuan untuk meningkatkan penjualan serta corporate events yaitu suatu events yang dirancang dan diselenggarakan perusahaan dengan nuansa hiburan yang diliput oleh media lokal sehingga akan membangkitkan kesadaran, goodwill, minat serta perhatian berulang mengenai nama perusahaan beserta produknya. Tugas utama public relations yang profesional adalah untuk mencari atau menciptakan berita yang menguntungkan perusahaan, produknya serta orang-orangnya. Perusahaan juga dapat meningkatkan goodwillnya dengan memberikan kontribusi uang dan waktu untuk halhal terpuji. Perusahaan besar akan mendukung kegiatan sosial dalam lingkungan perusahaannya atau akan mendonasikan uangnya untuk tujuan tertentu sehubungan dengan pembelian konsumen. Dalam kehidupan dimana terdapat komunikasi yang berlebihan, perusahaan harus berlomba-lomba menarik perhatian publik. Mereka harus menciptakan identitas visual dimana publik mengenalinya. Identitas visual suatu perusahaan dapat berupa logo, alat tulis, brosur, tanda, kartu nama, bangunan, seragam atau kode etik berpakaian (Gaffar, 2007).
3. Kegunaan MPR Haris dalam Kasali (2005) memisahkan public relations menjadi Marketing Public Relations (MPR) dan Corporate Public Relations (CPR) berdasarkan khalayak sasarannya. MPR khalayak sasarannya yaitu target pasar sedangkan CPR khalayak sasarannya yaitu target publik. MPR memberikan nilai tambah terhadap program komunikasi pemasaran terpadu dalam beberapa cara yaitu, membangun daya tarik pasar sebelum munculnya periklanan di media, sebagai contoh pemberitaan mengenai produk baru yang merupakan suatu peluang bagi produk tersebut untuk mendapatkan publisitas dan mendramatisasikan produk tersebut sehingga akan meningkatkan keefektifan dari iklan tersebut. Ruslan (2007) menyatakan bahwa public relations memiliki fungsi ganda yaitu sebagai MPR untuk mencapai tujuan pemasaran, sebagai CPR untuk mencapai tujuan perusahaan sperti menciptakan identitas dan citra perusahaan yang positif serta stakeholder relations dalam upaya membangun saling pengertian, saling menghargai, kemauan baik dan toleransi baik terhadap publik internal yaitu publik yang berada di dalam perusahaan seperti karyawan, manajer, para pemegang saham, serta publik eksternal yaitu mereka yang berkepentingan terhadap perusahaan dan berada di luar perusahaan seperti penyalur, pemasok, bank, pemerintah, komunitas dan pers. Jadi menurut Kotler dalam Ruslan (2005) peranan MPR dalam upaya mencapai tujuan utama organisasi atau perusahaan dala berkompetisi, secara garis besarnya yaitu sebagai berikut: 1. Menumbuhkembangkan kesadaran konsumennya terhadap produk yang tengah diluncurkan. 2. Membangun kepercayaan konsumen terhadap citra perusahaan atau manfaat (benefit) atas produk yang ditawarkan.
5
3. Mendorong antusiasme (sales force) melalui suatu artikel sponsor tentang kegunaan dan manfaat suatu produk. 4. Menekan biaya promosi iklan komersial, baik di media elektronik maupun media cetak dan sebagainya demi tercapainya efisiensi biaya. 5. Komitmen untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen, termasuk upaya mengatasi keluhan-keluhan demi tercapainya kepuasan pihak pelanggan. 6. Membantu mengkampanyekan peluncuran produk-produk baru sekaligus merencanakan perubahan posisi produk yang lama. 7. Mengkomunikasikan terus-menerus melalui media PR (House PR Journal) tentang aktivitas dan program kerja yang berkaitan dengan kepedulian sosial dan lingkungan hidup, agar tercapai publikasi yang positif di mata masyarakat/publik. 8. Membina dan mempertahankan citra perusahaan atau produk barang dan jasa, baik segi kuantitas maupun kualitas pelayanan yang diberikan kepada konsumennya. 9. Berupaya secara proaktif dalam menghadapi suatu kejadian negatif yang mungkin akan muncul di masa mendatang.
C. NILAI PELANGGAN Kotler (2002) menyatakan bahwa nilai yang diterima pelanggan adalah selisih antara nilai pelanggan total dengan biaya pelanggan total. Nilai pelanggan total (total customer value) adalah sekumpulan manfaat yang diharapkan oleh pelanggan dari produk atau jasa tertentu yang dikonsumsinya. Biaya pelanggan total (total customer cost) adalah sekumpulan biaya pelanggan yang dikorbankan dalam mengevaluasi, mendapatkan, mempergunakan, dan membuang suatu produk atapun jasa tertentu. Adapun manfaat yang dirasakan pelanggan terdiri dari manfaat produk, pelayanan, karyawan, serta citra. Sedangkan biaya yang dikorbankan oleh pelanggan adalah biaya moneter dan non moneter yaitu waktu, energi, serta psikologis. Manfaat produk berhubungan dengan kehandalan, daya tahan, kinerja dan nilai jual kembali atas produk atau jasa yang ditawarkan. Manfaat pelayanan adalah sejauh mana produk atau jasa tertentu yang ditawarkan berhubungan dengan hal penyampaian, pelatihan serta pemeliharannya. Pengetahuan karyawan serta daya tangkap dalam melayani pelanggan termasuk ke dalam manfaat karyawan, sedangkan manfaat citra berhubungan dengan kesan atau opini yang selama ini konsumen dapat mengenal perusahaan yang menghasilkan produk atau jasa tertentu tersebut. Di samping manfaat yang dirasakan, terdapat juga biaya yang harus dikorbankan oleh pelanggan yang turut menentukan nilai pelanggan. Adapun biaya tersebut adalah biaya moneter yaitu biaya yang harus dikeluarkan oleh pelanggan dalam bentuk unit moneter yang dalam hal ini adalah harga dari produk atau jasa tertentu serta biaya non moneter seperti waktu, energi, dan psikologis. Biaya waktu adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pelanggan sehubungan dengan lamanya waktu yang harus ditempuh pelanggan dalam mengkonsumsi produk atau jasa tertentu. Biaya energi berhubungan dengan tingkat kemudahan pelanggan dalam mengkonsumsi produk atau jasa tertentu, sedangkan biaya psikologi adalah tingkat kekecewaan yang mungkin muncul dan harus dihadapi oleh pelanggan pada waktu mengkonsumsi produk atau jasa tertentu.
D. LOYALITAS KONSUMEN Usaha memasarkan produk paling efektif adalah pada orang yang sudah pernah menggunakan produk kita. Konsep life-time consumer dapat dicapai lewat beberapa hal. Pertama, kepuasan konsumen harus mendapat perhatian. Kedua pemetaan kebutuhan konsumen harus dilakukan untuk mengantisipasi perubahan kebutuhan konsumen sesuai situasi. Ketiga, menjual produk lain yang merupakan kebutuhan konsumen meskipun memiliki konsep yang berbeda dengan produk utama, Keempat komunikasi harus dilakukan terus menerus untuk menjaga loyalitas. Kelima, memberikan perhatian secara pribadi sehingga kebutuhan riil konsumen semakin mendapat perhatian (Kartajaya, 2004). Memiliki pelanggan yang loyal adalah tujuan akhir dari semua perusahaan. Tetapi kebanyakan dari perusahaan tidak mengetahui bahwa loyalitas pelanggan dapat dibentuk melalui
6
beberapa tahapan mulai dari mencari pelanggan potensial sampai dengan advocate customer yang akan membawa keuntungan bagi perusahaan. Menurut Evans dan Berman (1982) bahwa loyalitas dinilai sebagai tulang punggung perusahaan dalam berhubungan dengan pelanggan. Perusahaan yang mempunyai pelanggan yang loyal berarti sudah mencapai satu langkah lebih maju dalam hal pemuasan pelanggan. Pelanggan yang loyal juga merupakan keuntungan tersendiri. Bahkan seiring dengan perjalanan waktu, pelanggan yang loyal menjadi pembangunan bisnis, membeli lebih banyak, membayar lebih tinggi dan membawa pelanggan baru. Loyalitas dapat membuat pelanggan melakukan pembelian secara konsisten terhadap pemilihan suatu merek. Pelanggan akan berusaha untuk meminimumkan resiko, waktu dan proses pengambilan keputusan. Pengalaman juga penting karena berhubungan dengan kebiasaan dalam pengambilan keputusan. Pilihan baik dan pembelian yang tetap terhadap suatu merek pada suatu waktu akan berulang kembali karena adanya pengalaman yang baik pada tindakan sebelumnya (Evans dan Berman, 1982). Sedangkan Griffin (2005), menyatakan bahwa loyalitas pelanggan adalah suatu komitmen yang kuat dari pelanggan sehingga bersedia melakukan pembelian ulang terhadap produk atau jasa yang disukai secara konsisten dan dalam jangka panjang, tanpa terpengaruh oleh situasi dan usaha-usaha marketing dari produk lain yang berusaha membuat mereka beralih untuk membeli produk lain tersebut. Jadi loyalitas pelanggan adalah suatu sikap yang berkomitmen untuk tetap menggunakan produk atau pelayanan dari penyedia tertentu. Menurut Griffin (2005), bahwa tingkatan pelanggan yang loyal adalah: 1. Suspects (tersangka), meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang/jasa perusahaan. Kita menyebutnya sebagai suspects karena yakin bahwa mereka akan membeli tetapi belum mengetahui apapun mengenai perusahaan dan barang atau jasa yang ditawarkan. 2. Prospects (yang diharapkan), adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan barang/jasa tertentu dan mempunyai keyakinan untuk membelinya. Para prospects ini meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan dan barang/jasa yang ditawarkan, karena seseorang telah merekomendasikan barang/jasa tersebut kepadanya. 3. Disqualified Prospects (yang tidak berkemampuan), yaitu prospek yang telah mengetahui keberadaan barang/jasa tertentu tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang/jasa tersebut. 4. First Time Customer (pembeli baru), yaitu pelanggan yang membeli untuk pertama kalinya, mereka masih menjadi pelanggan baru. 5. Repeat Customer (pembeli berulang-ulang), yaitu pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih. 6. Clients (pelanggan tetap), yaitu membeli semua barang/jasa yang mereka butuhkan dan ditawarkan perusahaan, mereka membeli secara teratur. Hubungan dengan pelanggan jenis ini sudah kuat dan berlangsung lama yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh daya tarik produk perusahaan pesaing. 7. Advocates (pelanggan tetap dan pendukung), yaitu seperti clients akan tetapi juga mengajak teman-teman mereka yang lain agar membeli barang/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
1. Manfaat Loyalitas Pelanggan Menurut Griffin (2005), dengan meningkatkan loyalitas pelanggan maka akan memberikan loyalitas pelanggan bagi perusahaan, setidaknya dalam beberapa hal berikut: 1. Menurunkan biaya pemasaran, bahwa biaya untuk menarik pelanggan baru jauh lebih besar bila dibandingkan dengan mempertahankan pelanggan yang ada. 2. Menurunkan biaya transaksi, seperti biaya negoisasi kontrak, pemprosesan pesanan, pembuatan account baru dan biaya lain. 3. Menurunkan biaya turnover pelanggan, karena tingkat kehilangan pelanggan rendah. 4. Menaikkan penjualan yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan. 5. Worth of mouth yang bertambah, dengan asumsi bahwa pelanggan yang setia berarti puas terhadap produk yang ditawarkan. 6. Menurunkan biaya kegagalan, seperti biaya penggantian atas produk yang rusak.
7
2. Pengukuran Loyalitas Menurut Sutisna (2001), ada lima macam cara untuk mengukur loyalitas pelanggan, yaitu: 1. Pengukuran Perilaku Pengukuran ini termasuk pendekatan instrumental conditioning yang memandang bahwa pembelian konsisten sepanjang waktu dapat menunjukkan loyalitas merek. Loyalitas pelanggan diukur berdasarkan pembelian atau kunjunngan yang dilakukan oleh pelanggan. 2. Pengukuran Switching Cost Pengukuran ini merupakan indikasi loyalitas pelanggan terhadap suatu merek, sebab pada umunya biaya untuk beralih merek sangat mahal dan beresiko besar, sehingga tingkat perpindahan pelanggan akan rendah. 3. Pengukuran Kepuasan Walaupun kepuasan pelanggan tidak menjamin loyalitas, tetap ada kaitan penting antara kepuasan dan loyalitas. Bila ketidakpuasan pelanggan terhadap satu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup alasan konsumen beralih mengkonsumsi merek lain kecuali faktor-faktor penarik yang sangat kuat. 4. Pengukuran Kesukaan terhadap Merek Pengukuran ini dilakukan dengan melihat kesukaan terhadap merek, kepercayaan, perasaan hormat atau bersahabat dengan merek yang membangkitkan kehangatan dalam perasaan pelanggan. Hal tersebut dapat menyulitkan pesaing dalam menarik pelanggan yang sudah mencintai merek pada tahap ini. Ukuran rasa kesukaan dapat tercermin melalui kemauan untuk membayar dengan harga yang lebih mahal untuk memperoleh merek tersebut. 5. Pengukuran Komitmen Merek yang mempunyai brand equity tinggi akan memiliki sejumlah besar pelanggan dengan komitmen tinggi pula. Pengukuran komitmen ini didasari oleh teori kognitif, dimana loyalitas pelanggan merupakan komitmen merek yang mungkin tidak hanya direfleksikan oleh perilaku pembelian yang terus menerus.
E. PENELITIAN TERDAHULU Studi mengenai MPR dilakukan untuk menilai marketing public relations dan strategi promosi pada kasus PT. Aldine Imagemaker, dimana PT. Aldine Imagemaker adalah wirausaha yang baru berkembang dan tak mempunyai dana untuk promosi. Dalam lingkungan persaingan bebas Aldine membutuhkan promosi. MPR terbukti efektif sebagai substitusi iklan dan kredibilitasnya tinggi, serta dapat dilakukan dengan biaya relatif murah. Aldine cukup tanggap memanfaatkan peluang menggunakan MPR untuk berpromosi efektif dan dapat dilakukan dengan murah (Adhisasono, 2004). Kelebihan MPR adalah kredibilitas. Keunggulan tersebut membuat MPR sangat tepat untuk mencapai dan meraih perhatian kelompok-kelompok konsumen tertentu. Meningkatkan penjualan 20% setahun dalam tiga tahun adalah tujuan pemasaran. Tujuan MPR dalam kasus Aldine adalah meningkatkan awareness konsumen potensial dan memperkenalkan layanannya, serta membangun preferensi terhadap Aldine. Oleh karena itu, Aldine dapat menggunakan sarana lain yang dapat mendukung sarana-sarana MPR yang dipilih. Beberapa metode alternatif yang disampaikan penulis (kuesioner, newsletter, klub fotografi, wawancara, dan expert column) dapat dipergunakan untuk melengkapi program yang telah dipilih sebelumnya. Melihat kondisi yang ada, metode-metode alternatif tersebut semestinya akan sama efektif dan efisiennya (Adhisasono, 2004). Mahmudah (2009) melakukan penelitian mengenai Analisis Pengaruh Peran Marketing Public Relations (MPR) terhadap Peningkatan Citra Braja Mustika Hotel & Convention Centre. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi sederhana, analisis regresi berganda, Uji F dan Uji t. Mahmudah (2009) melakukan identifikasi kegiatan Marketing Public Relations (MPR) dalam mempromosikan dimensi produk hotel Braja Mustika Hotel & Convention Centre, analisis pengaruh variabel Marketing Public Relations (MPR) terhadap dimensi produk hotel terhadap peningkatan citra yang positif bagi Braja Mustika Hotel & Convention Centre, dan
8
analisis pengaruh variabel Marketing Public Relations (MPR) terhadap peningkatan citra yang positif bagi Braja Mustika Hotel & Convention Centre. Berdasarkan penelitian ini, teridentifikasi lima variabel yang digunakan dalam Braja Mustika Hotel & Convention Centre dalam mempromosikan dimensi produk hotel yaitu publikasi, events, berita, kegiatan sosial, dan media identitas. Model regresi variabel MPR terhadap citra hotel adalah nyata dan sejumlah 48,1% variabel independent dapat menjelaskan variabel dependent serta hanya tiga variabel MPR yang berpengaruh terhadap citra Braja Mustika Hotel & Convention Centre yaitu variabel events, berita, dan media identitas dengan koefisien regresi masing-masing sebesar 0,221, 0,412 dan 0,281. Untuk itu perlu dilakukan analisis pengaruh Marketing Public Relations terhadap loyalitas konsumen sebagai salah satu bentuk komunikasi untuk menjaga loyalitas konsumen di restoran Papa Ron‟s Pizza Bogor.
9