7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perencanaan Perencanaan adalah suatu alat sistematik yang digunakan untuk menentukan saat awal, keadaan yang diharapkan, dan cara terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan tersebut. Perencanaan yang gemilang adalah menilai setiap obyek dengan pengamatan yang berinspirasi serta memecahkan masalah dengan konsep yang tegas. Pada akhirnya, sasaran dari perencanaan adalah menciptakan lingkungan hidup dan cara hidup yang lebih baik bagi manusia (Simonds, 1983). Proses perencanaan sendiri menurut Rachman (1984) haruslah melalui proses pemahaman dan pengaturan ruang, sirkulasi, sarana dan prasarana, nilainilai keindahan, serta perlindungan terhadap air, tanah, dan keadaan di atasnya (tanah, bangunan, topografi, pemandangan, dan lain- lain yang bersifat positif). Rachman (1984) menyatakan bahwa terdapat empat aspek utama yang harus diamati dalam perencanaan, yaitu aspek sosial, ekonomi, fisik, dan teknik. Aspek sosial berkaitan dengan keinginan manusia, maksud, tujuan, dan kebiasaannya. Aspek ekonomi berkaitan dengan biaya pembangunan dan pengelolaannya. Aspek fisik berkaitan dengan geologi, tanah, hidrologi, topografi, iklim, vegetasi, dan satwa. Aspek teknik berkaitan dengan teknologi dalam proses pelaksanaan pembangunan lanskap. Melalui pendekatan terhadap kualitas lahan, Laurie (1986) menekankan pentingnya menganggap lahan dalam sebuah perencanaan sebagai sebuah sumber daya. Di dalamnya harus diperhitungkan tuntutan-tuntutan dan kebutuhankebutuhan yang akan ditampung oleh lahan tersebut.
2.2. Pe rancangan Perancangan merupakan suatu perluasan dari perencanaan yang berkenaan dengan seleksi komponen-komponen rancangan, bahan-bahan, tumbuh-tumbuhan, dan kombinasinya sebagai pemecah masalah dalam perencanaan. Di samping dasar-dasar teknik mengenai bahan-bahan atau elemen-elemen, perancangan juga berhubungan dengan aspek visual. Seperti halnya di dalam perencanaan, bentuk
8
dan wujud dalam rancangan timbul dari kendala-kendala dan potensi yang dimiliki tapak serta perumusan yang jelas atas masalah-masalah dalam perancangan (Laurie, 1986). Seorang
perancang
harus
memiliki
kemampuan
imajinatif
untuk
merencana bentuk baru dan kreatif dalam menganalisis permasalahan dan faktorfaktor penentu bentuk. Sebuah rancangan yang dibangun di atas tapak oleh perancang dinilai berhasil jika terlihat keterkaitan antara tapak dan programprogramnya (Laurie, 1986). Perhatian perancangan ditujukan pada pengolahan volume dan ruang. Setiap volume memiliki bentuk, tekstur, ukuran, bahan, warna, dan kualitas lain. Kesemuanya ini dapat dengan baik mengekspresikan dan mengakomodasikan fungsi- fungsi yang diinginkan (Simonds, 1983). Perancangan yang lengkap harus memperhatikan prinsip dan elemen perancangan. Prinsip perancangan menurut Rachman (1984) terdiri dari tema sebagai unsur penyatu, gradasi sebagai pencipta variasi lembut, kontras sebagai pencipta variasi semarak, dan kontrol sebagai unsur penyeimbang. Prinsip dasar perancangan menurut Vandyke (1990) terdiri dari 1) unity, yaitu kesatuan seluruh elemen (harmonis) yang meliputi repetition, module, grid,dan theme; 2) balance, yaitu keseimbangan dalam skala dan proporsi untuk menyusun elemen lanskap yang meliputi symmetry, asymmetry, dan radial; 3) emphasis/dominance, yaitu menciptakan kontras dengan memperhatikan directionality, placement dan contrast, serta size dan number. Elemen perancangan terdiri dari tekstur, warna, bentuk, dan skala. Tekstur pada rancangan ruang luar sangat erat hubungannya dengan jarak pandang atau jarak penglihatan. Fungsi tekstur adalah memberikan kesan halus atau kasar pada persepsi manusia melalui penglihatan visual. Bentuk menampilkan kesan statis, stabil, formal, agung, labil, dan sebagainya. Warna berperan dalam memperjelas karakter suatu obyek, memberi aksen pada bentuk dan bahan-bahannya. Skala menunjukkan
perbandingan
antara
ruang
dengan
kesesuaiannya dengan skala manusia (Hakim, 1987).
elemen
tertentu
dan
9
Dasar-dasar estetika dalam perancangan lanskap berkaitan dengan titik, garis, bentuk, tekstur, warna, variasi, perulangan, keseimbangan, dan penekanan. Garis merupakan pembentuk dan pengontrol pola, pergerakan, visual, dan fisik. Bentuk berkaitan dengan bentuk vertikal, horizontal, dan kedalaman. Tekstur berkaitan dengan halus atau kasarnya bentuk. Bentuk dan tekstur dalam perancangan lanskap banyak dihasilkan oleh elemen tanaman. Warna berkaitan dengan pengaruh kejiwaan yang dihasilkannya. Variasi berperan dalam mengurangi kemonotonan. Perulangan menjadikan variasi lebih memiliki ekspresi. Keseimbangan berperan dalam penentuan bentuk formal atau nonformal dan simetris atau asimetris. Penekanan berperan dalam mengarahkan mata pada satu atau dua obyek yang dipentingkan dari sebuah komposisi (Carpenter, Walker, dan Lanphear, 1975). Harris dan Dines (1988) menyatakan bahwa sasaran dari perancangan adalah kelayakan dan respons terhadap situasi dan keadaan sekitar. Kelayakan, menurutnya, adalah sasaran mayor dalam perancangan dan berhubungan dengan penempatan elemen-elemen dalam tapak sehingga penting bagi perancang untuk mengetahui lebih jauh karakter dari tapak baik kondisi awal maupun fungsi yang diusulkan. Respons terhadap situasi dan keadaan sekitar berkaitan dengan respons terhadap identitas atau ciri pokok atau karakter yang menonjol dari tapak.
2.3. Ruang Terbuka Ruang terbuka berfungsi sebagai pembatas dari perbedaan tata guna lahan dan aktivitas, sebagai latar belakang penyangga yang membentuk karakteristik unit tertentu (Simonds, 1983). Ruang terbuka hijau dan sirkulasi pejalan kaki merupakan aspek paling penting dalam proses pengelo mpokan (De Chiara dan Koppelman, 1990). Penggunaan tanaman pada lanskap jalan mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai kontrol visual, pengarah angin, modifikasi sinar matahari dan suhu, kontrol kelembaban dan hujan, penyaring polutan, kontrol kebisingan, kontrol erosi, habitat alami, dan estetika (Carpenter et al., 1975). Tanaman merupakan material lanskap yang hidup dan terus berkembang. Pertumbuhan tanaman akan mempengaruhi ukuran besar tanaman, bentuk tanaman, tekstur, dan warna selama masa pertumbuhannya. Dengan demik ian,
10
kualitas dan kuantitas ruang terbuka akan terus berkembang dan berubah sesuai dengan pertumbuhan tanaman sehingga dalam perancangan perlu diperhatikan waktu dan perubahan karakteristik tanaman (Hakim dan Utomo, 2003).
2.3.1. Pekarangan Pekarangan adalah areal tanah yang biasanya berdekatan dengan bangunan. Areal tanah ini dapat dimanfaatkan untuk berkebun, sebagai taman, atau dijadikan kolam. Pekarangan bisa berada di depan, samping atau belakang sebuah bangunan, tergantung seberapa besar sisa tanah yang tersedia setelah dipakai untuk bangunan utamanya (Wikipedia Indonesia, 2007). Menurut Arifin (1998), pekarangan adalah kebun rumah tradisional dan milik pribadi yang merupakan kesatuan sistem dengan hubungan yang akrab antara manusia, tumbuhan, dan hewan. Pekarangan adalah penggunaan tanah yang optimal dan terpelihara dengan produktivitas tinggi di daerah tropis.
2.3.2. Jalan Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apa pun, meliputi semua bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas. Jalan merupakan suatu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berbeda dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 1985, jalan menyangkut hajat hidup orang banyak sehingga fungsi sosialnya sangat menonjol. Oleh karena itu, jalan harus dioperasionalkan dengan memperhatikan sebesar-besarnya kepentingan umum. Jalan sebagai jalur pergerakan orang dan kendaraan merupakan suatu kesatuan yang seharusnya bersifat lengkap, aman, efisien, dapat berfungsi dengan baik sebagai jalur sirkulasi dan jalur penghubung dan juga memberikan pengalaman menyenangkan dari suatu titik lain (Simonds, 1983).
2.4. Lanskap Permukiman Tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar manusia yang terus meningkat
11
seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah membangun berbagai sarana permukiman yang layak bagi masyarakat. Permukiman merupakan kelompok-kelompok rumah yang memiliki bersama ruang terbuka dan merupakan kelompok yang cukup kecil untuk melibatkan semua anggota keluarga dalam suatu aktivitas umum seperti tempat berbelanja, lapangan bermain, dan daerah penyangga (Simonds, 1983). Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1992, permukiman diartikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Lingkungan permukiman menjadi ideal jika terdapat fasilitas- fasilitas lokal yang tersusun rapi dalam suatu kelompok hunian yang berada pada pusat permukiman, adanya hubungan rumah yang satu dengan rumah yang lain dengan hadirnya pedestrian untuk pejalan kaki, taman yang tersebar secara radial, dan terdapatnya akses lalu lintas yang mudah (Eckbo,1964). Tujuh karakteristik yang harus diperhatikan pada perencanaan kawasan permukiman agar layak huni, menurut De Chiara dan Koppelman (1990), adalah 1) kondisi tanah dan lapisan tanah, 2) air tanah dan drainase, 3) bebas atau tidaknya dari bahaya banjir permukaan, 4) bebas atau tidaknya dari bahaya-bahaya topografi, 5) pemenuhan pelayanan kesehatan dan keamanan, pembuangan air limbah, penyediaan air bersih, pembuangan sampah, dan jaringan utilitas, 6) potensi untuk pengembangan ruang terbuka, dan 7) bebas atau tidaknya dari gangguan debu, asap, dan bau busuk. Kumpulan rumah atau perumahan terbagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe padat, menengah, dan mewah. Tipe perumahan padat dicirikan dengan bangunan rumah yang kecil dan berdekatan letak tiap rumahnya serta kurang atau tidak ada fasilitas umum. Tipe perumahan mewah dicirikan dengan bangunan rumah besar dan mewah serta memiliki fasilitas umum yang memadai. Tipe perumahan menengah berada di antara tipe perumahan padat dan tipe perumahan mewah.
12
Permukiman, selain memberikan kenyamanan, keamanan dan kesehatan, juga harus indah secara visual. Dengan demikian, suatu lanskap permukiman terbangun tidak hanya nyaman, sehat, dan berkelanjutan, juga secara visual hendaknya indah (Permata, 2000). Rumah menjadi perumahan apabila dipikirkan dalam kelipatannya baik sebagai sekumpulan kesatuan yang terpisah di atas petak-petak lahan individual maupun sebagai kompleks rumah gandeng, kondominium, atau apartemen (Laurie, 1986).
2.5. Lanskap Jalan Menurut Simonds (1983), lanskap jalan adalah bentukan permanen yang dapat segera mengubah karakter dari areal lahan. Menur ut Booth (1983), lanskap jalan berfungsi mendukung penggunaan jalan secara terus- menerus, membimbing, mengatur penggunaan
irama
pergerakan,
lahan,
mengatur
memberikan
waktu
pengaruh,
istirahat,
mendefinisikan
mempersatukan,
membentuk
lingkungan, membangun karakter lingkungan, membangun karakter spasial, dan membangun visual. Perancangan lanskap jalan yang baik menyediakan keterhubungan pergerakan yang disesuaikan dengan tipe lalu lintas yang ada dengan memperhatikan faktor keselamatan, keefisienan, dan kesesuaian terhadap tapak yang elemen-elemennya dihubungkan sebagai satu kesatuan sistem (Simonds, 1983). Perancangan lanskap jalan dapat berupa jalan lebar dengan penanaman jalur hijau, sistem pencahayaan, rambu-rambu jalan untuk memudahkan aliran pergerakan jalan lokal, penggantian utilitas bawah tanah, perubahan pola pikir, atau pelebaran jalur hijau dengan memperhatikan masalah utama berupa keamanan bagi pengendara dan aktivitas luar masyarakat (Lynch dan Hack, 1984). Menurut De Chiara dan Koppelman (1990), dalam merancang suatu permukiman sebaiknya jangan terlalu monoton. Salah satu pemecahannya yaitu dengan memodifikasi pola jalannya. Untuk menghindari kebosanan yang mungkin terjadi akibat bentuk jalan yang terlalu lurus sekaligus memberikan kemungkinan adanya ruang terbuka hijau, terdapat pola-pola jalan yang menarik menurut De Chiara dan Koppelman (1990) sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 2.
13
GRIDION
LENGKUNG
TAMAN
CUL-DE-SAC
SIMPANGAN
LOOP
Gambar 2. Pola-Pola Jalan Menurut De Chiara dan Koppelman (1990) Menurut Harris dan Dines (1988), kelengkapan jalan (street furniture) adalah semua elemen yang ditempatkan secara kolektif pada suatu lanskap jalan
14
untuk kenyamanan, kesenangan, informasi, kontrol sirkulasi, perlindungan, dan kenikmatan pengguna jalan. Elemen harus merefleksikan karakter dari lingkungan setempat dan menyatu dengan keadaan sekitar. Yang termasuk kelengkapan jalan, antara lain, rambu, sarana penerangan, boks telepon umum, halte, tanaman, dan kotak utilitas. Menurut Harris dan Dines (1988), sirkulasi kendaraan di jalan raya mengakomodasikan tiga tujuan utama, yaitu 1) menciptakan akses jalan masuk ke suatu lahan atau bangunan, 2) menciptakan suatu hubungan antartata guna lahan yang ada, dan 3) memberikan suatu jalur pergerakan bagi orang dan barang. Jadi, street furniture merupakan segala bentuk kelengkapan jalan, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah dengan tujuan pengadaannya untuk mencapai fungsi jalan secara optimum (dalam arti aman, nyaman, dan indah) (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1995). Penanaman jalur tepi jalan bertujuan memisahkan pejalan kaki dan jalan kendaraan untuk keselamatan dan kenyamanan serta memberikan ruang bagi utilitas, perlengkapan jalan, dan vegetasi jalan (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Jalur tanaman adalah bagian dari jalan yang telah disediakan untuk penanaman pohon dan tanaman lain, yang ditempatkan menerus sepanjang trotoar, jalur sepeda atau bahu jalan, dan median jalan. Selain kriteria di atas, pemilihan pohon untuk lanskap jalan juga harus memperhatikan jenis, tinggi, dan diameter tajuk karena akan mempengaruhi keamanan dan kenyamanan bagi para pengguna. Ketinggian pohon yang nyaman untuk berjalan kaki di bawahnya adalah 2,4-4,5 m sehingga pohon tersebut tidak terlalu rendah juga tidak terlalu tinggi tapi tetap dapat menaungi para pejalan kaki. Pohon peneduh jalan sebaiknya memiliki ketinggian percabangan minimum 4,5 m untuk membantu pergerakan kendaraan yang membutuhkan kejelasan pandangan karena hal ini menyangkut keselamatan bagi para pemakai kendaraan. Pohon dengan ukuran kecil antara 5,5-10,5 m digunakan sebagai screening dan seringkali digunakan untuk menambah tekstur dan warna (Arnold, 1980). Untuk mengurangi kebisingan digunakan kriteria pohon sebaga i berikut.
15
1) Untuk mengurangi kebisingan dari kendaraan cepat dan truk digunakan tanaman berupa semak dan pohon selebar 20-30 m dengan ujung tepi selebar 18-20 m dari pusat keramaian. 2) Untuk mengurangi kebisingan dari kendaraan dengan kecepatan sedang digunakan tanaman berupa semak dan pohon selebar 6-16 m dengan ujung tepi selebar 5-16 m dari pusat keramaian. Semak yang tingginya 2-3,5 m digunakan di dekat tepi jalan raya yang didukung barisan pohon yang mempunyai tinggi 4,5-10 m. 3) Untuk mendapatkan hasil optimum, pohon dan semak harus ditanam dekat dengan sumber suara yang berhadapan dengan daerah ya ng dilindungi. 4) Jika memungkinkan, digunakan pohon tinggi, bertajuk rapat, dan seragam penyebarannya secara vertikal (atau kombinasi pohon dan semak). Jika penggunaan pohon tinggi dibatasi, digunakan semak pendek dan rumput yang tinggi atau penutup tanah permukaan yang lunak, permukaan kerikil, dan sebagainya. 5) Pohon dan semak sebaiknya ditanam sedekat mungkin dengan jarak tanam dijaga sehingga fungsinya dapat tercapai. 6) Jenis konifer tertentu dapat dipakai untuk meredam suara. 7) Tanaman tepi seharusnya dua kali panjang antara sumber suara dan penerima, bahkan jika ingin digunakan sebagai peredam suara yang sejajar dengan jalan raya harus ditanam di sepanjang tepi jalan. Kriteria tanaman lanskap sebagai unsur lanskap jalan menurut PT. Jasa Marga (Persero) (1992) adalah sebagai berikut. 1) Pohon sebaiknya dipilih yang perakarannya tidak merusak jala n dan bangunan utilitas lainnya; tajuk pohon tidak terlalu rapat dan lebat sehingga tidak menutupi bahu jalan; tidak mempunyai buah besar dan keras; tidak mudah terserang hama dan penyakit; daun tidak mudah rontok; tidak mudah tumbang; dapat bertahan hidup pada kondisi yang kurang baik; dapat mencip takan keindahan berupa bunga dan daun, serta tidak banyak membutuhkan pemeliharaan. 2) Semak sebaiknya dipilih yang mudah pemeliharaannya; daun tidak mudah rontok; berbatang dan bercabang kuat serta berdaun banyak; tahan terhadap
16
hama dan penyakit tanaman; memiliki nilai estetika; tidak membahayakan lingkungan; dapat hidup pada kondisi yang kurang baik. 3) Penutup tanah sebaiknya dipilih yang tahan injakan; mudah pemeliharaannya; tahan lama dan tahan terhadap penyakit tanaman; memberikan keindahan; dapat hidup pada kondisi lingkungan yang kurang baik. Sistem drainase permukaan pada konstruksi jalan raya berfungsi untuk mengalirkan air hujan secepat mungkin keluar dari permukaan jalan dan selanjutnya dialirkan lewat saluran samping menuju saluran pembuangan akhir, mencegah aliran air yang berasal dari daerah pengaliran di sekitar jalan masuk ke daerah perkerasan jalan, dan mencegah kerusakan lingkungan di sekitar jalan akibat aliran air. Sistem drainase permukaan pada prinsipnya terdiri dari kemiringan melintang pada perkerasan jalan dan bahu jalan, selokan samping, gorong- gorong, dan saluran penangkap (catch drain) (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1990).