II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Motivasi Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. Motif dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (1) motif biogenetis, yaitu motif-motif yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan organisme demi kelanjutan hidupnya, misalnya lapar, haus, kebutuhan akan kegiatan dan istirahat, mengambil nafas, seksualitas dan sebagainya; (2) motif sosio-genetis, yaitu motif-motif yang berkembang berasal dari lingkungan kebudayaan tempat orang tersebut berada. Jadi, motif ini tidak berkembang dengan sendirinya, tetapi dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan setempat. Misalnya keinginan mendengarkan musik, makan cokelat, makan pecel dan lain-lain; (3) motif teologis, dalam motif ini manusia adalah sebagai makhluk yang berketuhanan, sehingga ada interaksi antara manusia dengan Tuhan-Nya, seperti ibadahnya dalam kehidupan seharihari, misalnya keinginan untuk mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk merealisasikan norma-norma sesuai agamanya (Gerungan 1996 disitasi Uno 2011). Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya (Uno 2011). Motivasi
juga
dapat
dikatakan
sebagai
perbedaan
antara dapat
melaksanakan dan mau melaksanakan. Motivasi lebih dekat pada mau melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan. Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Atau dengan kata lain , motivasi dapat
diartikan sebagai dorongan mental terhadap perorangan atau orang-orang sebagai anggota masyarakat. Motivasi dapat diartikan sebagai proses untuk mencoba mempengaruhi orang atau orang-orang yang dipimpinnya agar melakukan pekerjaan yang diinginkan, sesuai dengan tujuan tertentu yang ditetapkan lebih dahulu. Motivasi
merupakan
proses
psikologis
yang
membangkitkan
dan
mengarahkan perilaku pada pencapaian tujuan atau goal-directed behavior ( Kreitner & Konicki 2001). Sedangkan Robbins (2008) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Sementara itu, Greenberg & Baron (2003) berpendapat bahwa motivasi merupakan serangkaian proses yang membangkitkan (arouse), mengarahkan (direct), dan menjaga (maintain) perilaku manusia menuju pada pencapaian tujuan.
2.1.2 Teori Dua Faktor Dari Herzberg ( Herzberg Two-Factor Motivation Theory) Teori dua faktor dari Herzberg adalah pengertian baru dari teori hedonistis karena perkembangan ilmu pengetahuan. Teori hedonistis mengatakan bahwa segala perbuatan manusia, entah disadari atau tidak, entah itu timbul dari dalam diri individu ataupun kekuatan dari luar, pada dasarnya mempunyai tujuan yang satu, yaitu mencari hal-hal yang menyenangkan dan menghindari hal-hal yang menyakitkan. Meskipun orang dapat mengatakan berbagai macam alasan yang bagus, namun sebenarnya segala perbuatannya hanya mempunyai satu tujuan, yaitu mencari hal-hal yang menyenangkan. (Pangewa 2004) Herzberg berusaha memperluas hasil karya Maslow dan mengembangkan suatu teori yang khusus bisa diterapkan ke dalam motivasi kerja (Thoha 2010). Pada sekitar tahun 1950 Herzberg melakukan suatu studi mengenai motivasi dengan meneliti hampir 200 orang akuntan dan insinyur yang bekerja dalam perusahaan-perusahaan disekitar Pittsburgh, A.S. Ia menggunakan metode critical incident dalam mengumpulkan data untuk dianalisis. Herzberg memberikan suatu pertanyaan kepada mereka mengenai apa yang dirasakan menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam tugas pekerjaannya. Jawaban mereka memberikan suatu
pengaruh yang menarik yang pada akhirnya oleh Herzberg disimpulkan bahwa kepuasan pekerjaan itu selalu dihubungkan dengan isi jenis pekerjaan (job content), dan ketidakpuasan bekerja selalu disebabkan karena hubungan pekerjaan tersebut dengan aspek-aspek disekitar yang berhubungan dengan pekerjaan (job context). Kepuasan-kepuasan dalam bekerja oleh Herzberg diberi nama motivator, adapun ketidakpuasan disebut hygiene Factor. Kedua sebutan itu jika digabungkan terkenal dengan nama Herzberg’s Two Factors Motivation Theory. Herzberg menawarkan suatu pemecahan bahwa faktor-faktor higienis seperti misalnya upah dan gaji, honorarium, kondisi tempat kerja, teknik pengawasan antara bawahan dan pengawasnya, dan kebijaksanaan administrasi organisasi, tidak bisa membangkitkan semangat kerja karyawan. Adapun yang dapat membangkitkan semangat kerja ialah motivator. Faktor ini terdiri dari faktor keberhasilan, penghargaan, faktor pekerjaannya sendiri, rasa tanggung jawab, dan faktor peningkatan. Dalam teori Herzberg, didalam melaksanakan pekerjaannya, para pegawai dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu maintenance/hygiene factors (faktor pemeliharaan atau faktor higienis) dan motivation factors (faktor motivasi). Faktor higienis dianggap sebagai faktor kondisi ekstrinsik yang kalau tidak ada akan menyebabkan
pegawai
tidak
puas.
Utamanya,
faktor
tersebut
untuk
mempertahankan kebutuhan pegawai tingkat paling rendah, seperti balas jasa gaji dan upah, kondisi kerja, kebijakan, dan administrasi perusahaan, kepastian pekerjaan, serta hubungan sosial. Faktor motivasi menyangkut kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi pegawai yang terkait dengan pekerjaan. Contohnya, pengakuan terhadap prestasi, pemberian tanggung jawab, kemajuan, potensi diri, dan penempatan posisi pekerjaan karyawan yang sesuai (Mangkuprawira & Hubeis 2007). Sementara itu, Sebuah daftar motivator dan faktor kebersihan dari Robbins dan Coulter (2003) adalah seperti dibawah ini. Motivator factors : Achievement, Recognition, Work Itself, Responsibility, Growth.
Hygiene factors : Supervision, Company Polic, Relationship with Supervisor, Supervisor, Salary, Relationship with Peers, Personal Life, Relationship with Subordinates, Status, Security. Herzberg percaya bahwa manajer yang mencoba untuk meminimalkan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan (faktor kebersihan) dapat membawa keharmonisan di tempat kerja, tetapi belum tentu motivasi. Karena faktor higienis tidak memotivasi pegawai, manajer harus menekankan faktorfaktor intrinsik atau motivator untuk meningkatkan kepuasan kerja (Robbins & Coulter 2003). Namun, untuk memaksimalkan kinerja pegawai, manajer harus berusaha untuk memotivasi sekaligus menciptakan sebuah lingkungan yang memberikan kepuasan. Menurut Hasil penelitian Herzberg, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan, antara lain sebagai berikut (Hasibuan 2011). 1.
Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri, dan adanya pengakuan atas semuanya.
2.
Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak gaji, tunjangan dan lain-lain.
3.
Karyawan akan kecewa apabila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan. Dari teori ini timbul paham bahwa dalam perencanaan pekerjaan harus
diusahakan sedemikian rupa, agar faktor pemeliharaan dan faktor motivasi dapat dipenuhi. Kesimpulan dari teori ini memberikan gambaran bahwa kepuasan akan hasil pekerjaan seseorang itu dipengaruhi oleh suatu faktor yang sering disebut faktor pemuas (satisfied Factors). Faktor pemuas tersebut timbul di dalam diri pelaksana sebagai hasil dari pekerjaannya dan kemudian menciptakan perasaan berprestasi, dihargai, memperoleh kemajuan, telah mengerjakan yang cukup penting serta rasa tanggung jawab. Dipihak lain, pada diri karyawan terdapat rasa ketidakpuasan yang disebut faktor kesehatan (hygiene factor). Faktor ini berupa
pengaruh lingkungan kerja, yaitu berupa hubungan dengan supervisor, hubungan dengan teman kerja, rasa tidak aman dengan pekerjaan, kondisi kerja, status pekerjaan dan jabatan, serta gaji yang cukup. Kedua faktor ini harus tersedia agar menjadi dorongan untuk bekerja sama secara efektif dan efisien. Tersedianya faktor kesehatan berarti terciptanya lingkungan kerja yang sehat baik sehat fisik maupun sehat mental. Dengan tersedianya lingkungan yang sehat sebenarnya belum berarti bahwa orang yang bekerja di tempat itu sehat. Karena itu, kedua faktor ini baik lingkungan yang sehat perlu diciptakan agar bisa menunjang terciptanya kesehatan, akan tetapi kesehatan
dan kepuasan itu sendiri perlu
diciptakan agar terjadi motivasi kerja bagi karyawan yaitu berupa penghargaan (Sutrisno 2011).
2.1.3
Kepuasan Kerja Istilah “kepuasan”merujuk pada sikap umum seseorang individu terhadap
pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja. Pada hakekatnya, kepuasan kerja merupakan perasaan senang atau senang pekerja dalam memandang dan menjalankan pekerjaannya. Apabila seseorang senang terhadap pekerjaannya, maka orang tersebut puas terhadap pekerjaanya (Sutrisno 2011). Kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins 2008). Greenberg dan Baron (2003) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif yang dilakukan individual terhadap pekerjaan mereka. Sementara itu, Kreitner dan Kinicki (2001) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan respon affective atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang. Menurut
Hasibuan (2011), Kepuasan kerja adalah sikap emosional
seseorang yang menyukai dan mencintai pekerjaan yang dilakukannya. Kepuasan kerja karyawan merupakan sarana pendorong moral, kedisiplinan dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi.
Pengaruh karyawan yang tidak puas di tempat kerja Dalam Robbin (2008), menyatakan bahwa ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka, respon yang akan ditunjukkan adalah sebagai berikut : 1.
Keluar (exit): Perilaku yang ditunjukkan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.
2.
Aspirasi (voice) : secara aktif dan konstruktif
berusaha memperbaiki
kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja 3.
Kesetiaan (Loyalty) : secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal
dan
mempercayai
organisasi
dan
manajemennya
untuk
“melakukan hal yang benar” 4.
Pengabaian (neglect) : secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.
Dampak Kepuasan Kerja pada Kinerja Karyawan Dalam Robbin (2008), mengungkapkan bahwa banyak penelitian yang dirancang untuk menilai dampak kepuasan kerja pada produktivitas pegawai, keabsenan dan pengunduran diri. 1.
Kepuasan dan Produktivitas : Organisasi yang mempunyai lebih banyak pegawai yang merasa puas cenderung lebih efektif daripada organisasiorganisasi yang mempunyai lebih sedikit pegawai yang puas
2.
Kepuasan dan Keabsenan : berdasarkan hasil penelitian, para pekerja dengan skor kepuasan tinggi mempunyai angka kehadiran lebih tinggi daripada mereka yang mempunyai level kepuasan lebih rendah.
3.
Kepuasan dan Pengunduran Diri : Kondisi pasar tenaga kerja, harapan tentang alternatif peluang kerja dan lamanya bekerja dengan organisasi merupakan hambatan penting pada keputusan aktual untuk seseorang meninggalkan pekerjaan. Secara spesifik, tingkat kepuasan kurang penting
dalam memprediksi pengunduran diri untuk superior performer, yaitu mereka yang mempunyai kinerja unggul. Hal tersebut terjadi karena organisasi melakukan usaha yang perlu untuk mempertahankan orang ini. Mereka mendapatkan kenaikan upah, pujian, pengakuan, peluang promosi meningkat dan seterusnya. Sebaliknya terjadi pada poor performer, yaitu mereka yang kinerjanya buruk. Sedikit sekali usaha dilakukan organisasi untuk mempertahankan mereka. Bahkan ditekan untuk mendorong mereka keluar. Oleh karena itu, diharapkan kepuasan kerja lebih penting dalam mempengaruhi poor performer untuk tetap tinggal daripada superior performer.
Penyebab Kepuasan Kerja Ada lima faktor yang dapat memengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut (Kreitner & Kinichi 2001 disitasi Wibowo 2011). 1.
Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan) Model ini dimaksudkan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.
2.
Discrepancies (perbedaan) Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat di atas harapan.
3.
Value attainment (pencapaian nilai) Gagasan value attainment adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.
4.
Equity (keadilan) Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan merupakan
hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keluaran dan masukan pekerjaan lainnya. 5.
Dispositional / genetic components (komponen genetik) Beberapa rekan kerja atau teman tampak puas terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan.
Pedoman Meningkatkan Kepuasan Kerja Ada beberapa saran yang dapat diberikan untuk mencegah ketidakpuasan dan meningkatkan kepuasan seperti dibawah ini (Greenberg & Baron 2003 disitasi Wibowo 2011) 1.
Membuat pekerjaan menyenangkan Orang lebih puas dengan pekerjaan yang mereka senang kerjakan daripada yang membosankan. Meskipun beberapa pekerjaan secara intrinsik membosankan, pekerjaan tersebut masih mungkin meningkatkan tingkat kesenangan ke dalam setiap pekerjaan.
2.
Orang dibayar dengan jujur Orang yang percaya bahwa sistem pengupahan tidak jujur cenderung tidak puas dengan pekerjaannya. Hal ini diperlakukan tidak hanya untuk gaji dan upah per jam, tetapi juga fringe benefit. Konsisten dengan value theory, mereka merasa dibayar dengan jujur dan apabila orang diberi peluang memilih fringe benefit yang paling mereka inginkan, kepuasan kerjanya cenderung baik.
3.
Mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok dengan minatnya. Semakin banyak orang menemukan bahwa mereka dapat memenuhi kepentingannya sambil ditempat kerja, semakin puas mereka dengan pekerjaannya. Perusahaan dapat menawarkan counselling individu kepada
pekerja sehingga kepentingan pribadi dan profesional dapat diidentifikasi dan disesuaikan. 4.
Menghindari kebosanan dan pekerjaan berulang-ulang Kebanyakan orang cenderung mendapatkan sedikit kepuasan dalam melakukan pekerjaan yang sangat membosankan dan berulang. Sesuai dengan two-factor theory, orang jauh lebih puas dengan pekerjaan yang meyakinkan mereka memperoleh sukses secara bebas melakukan kontrol atas bagaimana cara mereka melakukan sesuatu.
Korelasi Kepuasan Kerja Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat negatif maupun positif. Kekuatan hubungan mempunyai rentang dari lemah sampai kuat. Hubungan yang kuat menunjukkan bahwa manager dapat memengaruhi dengan signifikan variabel lainnya dengan meningkatkan kepuasan kerja. Beberapa korelasi kepuasan kerja adalah sebagai berikut (Kreitner & Kinicki disitasi Wibowo 2011). 1.
Motivation (motivasi) Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara motivasi dengan kepuasan kerja. Karena kepuasan dengan supervisi juga mempunyai korelasi signifikan dengan motivasi, manajer disarankan mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka memengaruhi kepuasan kerja. Manajer secara potensial dapat meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja
2.
Job involvement (pelibatan kerja) Pelibatan kerja menunjukkan kenyataan dimana individu secara pribadi dilibatkan dengan peran kerjanya. Penelitian menunjukkan bahwa pelibatan kerja mempunyai hubungan moderat dengan kepuasan kerja. Untuk itu, manajer didorong memperkuat lingkungan kerja yang memuaskan untuk mendorong keterlibatan kerja pekerja.
3.
Organizational citizenship behavior Organizational citizenship behavior merupakan perilaku pekerja diluar dari apa yang menjadi tugasnya. Sebagai contoh adalah adanya bisik-bisik
sebagai pernyataan konstruktif tentang departemen, ekspresi tentang perhatian pribadi atas pekerjaan orang lain, saran untuk perbaikan, melatih orang baru, menghargai semangat, perhatian terhadap kekayaan organisasi dan kehadiran diatas standar yang ditentukan. Organizational citizenship behavior lebih banyak ditentukan oleh kepemimpinan dan karakteristik lingkungan kerja daripada oleh kepribadian pekerja. 4.
Organizational commitment (komitmen organisasional) Komitmen organisasional mencerminkan tingkatan dimana individu mengidentifikasi dengan organisasi dan mempunyai komitmen terhadap tujuannya. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan dan kuat antara komitmen organisasi dan kepuasan. Manajer disarankan meningkatkan kepuasan kerja dengan maksud untuk menimbulkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya, komitmen yang lebih tinggi dapat memfasilitasi produktivitas lebih tinggi.
5.
Absenteeism (kemangkiran) Kemangkiran merupakan hal mahal dan manajer secara tetap mencari cara untuk menguranginya. Satu rekomendasi telah meningkatkan kepuasan kerja. Apabila rekomendasi sah, akan terdapat korelasi negatif yang kuat antara kepuasan dan kemangkiran. Dengan kata lain, apabila kepuasan meningkat, kemangkiran akan turun. Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan terdapat hubungan negatif yang lemah antara kepuasan dan kemangkiran. Oleh karena itu, manajer akan menyadari setiap penurunan signifikan dalam kemangkiran akan meningkatkan kepuasan kerja.
6.
Turnover (perputaran) Perputaran sangat penting bagi manajer karena menganggu kontinuitas organisasi dan sangat mahal. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif moderat antara kepuasan dan perputaran. Dengan kekuatan hubungan tertentu, manajer disarankan untuk mengurangi perputaran dengan meningkatkan kepuasan kerja pekerja.
7.
Perceived stress (perasaan stres) Stres dapat berpengaruh sangat negatif terhadap perilaku organisasi dan kesehatan individu. Stres secara positif berhubungan dengan kemangkiran,
perputaran, sakit jantung koroner, dan pemeriksaan virus. Penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif kuat antara perasaan stres dengan kepuasan kerja. Diharapkan manajer berusaha mengurangi dampak negatif stres dengan memperbaiki kepuasan kerja. 8.
Job performance ( prestasi kerja) Kontroversi terbesar dalam penelitian organisasi adalah tentang hubungan antara kepuasan dan prestasi kerja atau kinerja. Ada yang menyatakan bahwa kepuasan mempengaruhi prestasi kerja lebih tinggi, sedangkan lainnya berpendapat bahwa prestasi kerja mempengaruhi kepuasan. Penelitian untuk menghapuskan kontroversi tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan kinerja.
Mengukur Kepuasan Kerja Dalam Robbin (2008), Pendekatan yang paling banyak digunakan dalam mengukur kepuasan kerja terbagi menjadi dua, yaitu : 1.
Peringkat global tunggal ( single global rating). Metode peringkat global tunggal tidak lebih dari sekedar menanyai karyawan untuk menanggapi pertanyaan, seperti “berdasarkan semua hal, seberapa puas Anda dengan pekerjaan Anda?”. Para responden kemudian menjawab dengan melingkari angka antara satu dengan lima yang mencerminkan jawaban dari “sangat puas”sampai “sangat tidak puas”
2.
Skor penghitungan ( summation score). Pendekatan dengan metode skor penghitungan yaitu mengidentifikasi elemen-elemen pekerjaan tertentu dan menanyakan perasaan karyawan terhadap setiap elemen tersebut. Faktorfaktor yang umumnya disertakan adalah suasana pekerjaan, pengawasan, tingkat upah saat ini, peluang promosi, dan hubungan dengan mitra kerja.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tabel 1 Tinjauan penelitian terdahulu PENELITI
ANALISIS
& TAHUN
DATA
HASIL PENELITIAN
Yramanta
Mann
Ada peredaan persepsi antara karyawan medis
Sembiring
Whitney Test
dan non medis mengenai faktor pembentuk
(2008)
(U
motivasi, yaitu dalam faktor pekerjaan itu
test)
dengan
sendiri, status, kebijakan, dan administrasi,
menggunaka
supervise, hubungan dengan rekan kerja dan
n
keamanan.
program
SPSS 11.5 Ansori
Faktor Motivasi merupakan pembentuk motivasi
Zawawi
utama dibandingkan faktor hygiene dalam
(2007)
mempengaruhi kinerja karyawan. Faktor motivasi yang memiliki kontribusi besar SEM
adalah
pengakuan/penghargaan,
keberhasilan
dan tanggung jawab Faktor hygiene : penghasilan dan kebijakan administrasi
Sholikhin
Kinerja pegawai lebih dipengaruhi oleh hygiene
(2006)
factors. SEM
Hygiene factors yang paling berpengaruh adalah kondisi kerja, yang paling rendah adalah hubungan antar pribadi. motivator factors yang paling berpengaruh adalah pengakuan dan yang paling rendah adalah pekerjaan itu sendiri dan pengembangan
Cooper,
Statistik
Faktor penting yang mempengaruhi dosen
W.D.
Deskriptif
akuntansi adalah Hygiene factors dalam variable
PENELITI
ANALISIS
& TAHUN
DATA
Cornick,
dan
M.F.
T-Test
dkk
HASIL PENELITIAN Gaji, bukan Motivation factors.
(2011)
Skala Likert
Ralph
Statistik
Kepuasan tertinggi berada pada hubungan
Schroder
Deskriptif
dengan
(2008)
dan
kepuasan terendah berada pada variable gaji
analisis
varian
mahasiswa
dan
rekan-rekan,
dan
serta kebijakan organisasi dan administrasi. Secara demografis, factor-faktor seperti usia dan tingkat
pendidikan
secara
signifikan
mempengaruhi kepuasan kerja. Sementara Herzberg (1966) menekankan bahwa kepuasan
kerja
tidak
tergantung pada demografi Michael
mixed-
Wilson and methods
a.
Hygiene
Factors
merupakan
sumber
ketidakpuasan kerja.
Hongping
approach
b.
Dari perspektif budaya studi kasus Cina
Zhang
Skala Likert
memberikan bukti konvergensi global di sektor
(2010)
Studi
pendidikan tinggi yang cenderung untuk
Eksporasi
merusak kepuasan pekerjaan staf akademik. - Gejala tingkat ketidakpuasan staf berasal dari ketegangan
antara
otoritarianisme
dan
norma-norma harapan
budaya
kebebasan
akademik yang lebih besar. Ryan
E. Skala Likert d.
Smerek, and 10 point
pekerjaan itu sendiri adalah prediktor
terkuat dari kepuasan kerja
Marvin
Analisis
e. Model
regresi
Peterson
Regresi
menunjukkan bahwa usia adalah prediktor
(2007)
Berganda
yang paling signifikan dari kepuasan kerja
PENELITI
ANALISIS
& TAHUN
DATA
David Griffin, Ph.D.
K. Skala Likert Analisis chisquare
HASIL PENELITIAN guru di Bahama dilaporkan lebih tinggi tingkat kepuasan
kerja
sebagai
dibandingkan dengan guru di Jamaika
(2010) Anwar
Regresi
secara
simultan
variabel
faktor
Prabu
Linier
memiliki efek signifikan terhadap kepuasan
(2005)
Berganda
kerja,
dan
motivasi
variabel
karakteristik individu; kebutuhan (X2) memiliki efek lebih besar pada deskripsi pekerjaan dari variabel yang lain.
2.3
Kerangka Pemikiran Kerangka konsep pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Motivasi
Motivator Factors (X1) 1.Prestasi 2.Penghargaan 3.Pekerjaan itu sendiri 4. Tanggung Jawab 5. Pengembangan 6. Keterlibatan 7. Kesempatan untuk Maju
Hygiene Factors (X2) 1.Gaji/Upah 2.Kebijakandan AdministrasiInstansi 3.Supervisi 4.Hubungan Interpersonal 5. Kondisi Kerja
Kepuasan Kerja Pegawai (Y) Gambar 1 Kerangka pemikiran konseptual
2.4
Perumusan Hipotesa Hipotesis yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut. 1. Faktor demografi berhubungan dengan kepuasan kerja pegawai 2. Motivator factors berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai 3. Hygiene factors berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai 4. Motivator Factors atau Hygiene Factors yang lebih dominan berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai