3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Sampah Sampah merupakan salah satu konsekuensi dari kehidupan, setiap kegiatan
yang dilakukan oleh manusia menimbulkan hasil samping yang dianggap tidak bermanfaat lagi dan dibuang. Sampah berpotensi menimbulkan masalah di lingkungan bila tidak dikelola dengan baik dan benar. Sampah merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah padat. Sedangkan limbah itu sendiri pada dasarnya suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu hasil aktivitas manusia maupun proses alam dan tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Sampah dikatakan mempunyai nilai negatif karena penanganan untuk membuang dan membersihkannya cukup
besar
disamping
itu
juga
dapat
mencemari
lingkungan
(Murthado dan Said 1988). Penggolongan atau pembagian sampah dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari kondisi yang dianut oleh kebijakan negara setempat. 2.1.1 Jenis-jenis sampah Berdasarkan cara pengelolaan dan pemanfaatannya, jenis sampah secara umum menurut Dinas Pekerjaan Umum (1996) dibagi menjadi 3 jenis yaitu: 1) Sampah basah (Garbage), yaitu sampah yang susunannya terdiri atas bahan organik yang mempunyai sifat mudah membusuk jika dibiarkan dalam keadaan basah. Yang termasuk jenis sampah ini adalah sisa makanan, sayuran, buah-buahan, dedaunan, dsb. 2) Sampah kering (Rubbish), yaitu sampah yang terdiri atas bahan anorganik yang sebagian besar atau seluruh bagiannya sulit membusuk. Sampah ini dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu a. Sampah kering logam, misalnya kaleng, pipa besi, mur, baud, seng, dan segala jenis logam yang sudah usang. b. Sampah kering non logam, yang terdiri atas :
4
1) Sampah kering mudah terbakar (Combustible rubbish) misalnya kertas, karton, kayu, kain bekas, kulit, kain-kain usang, dsb 2) Sampah kering sulit terbakar (Non combustible rubbish) misalnya pecahan gelas, botol dan kaca. 3.) Sampah lembut, yaitu sampah yang susunannya terdiri atas partikel-partikel kecil dan memiliki sifat mudah berterbangan serta membahayakan atau mengganggu pernafasan dan mata. Sampah tersebut terdiri atas a. Debu, yaitu partikel-partikel kecil yang berasal dari proses mekanis, misalnya serbuk dari penggergajian kayu, debu asbes dari pabrik pipa atau atas asbes, debu dari pabrik tenun dan debu dari pabrik semen. b. Abu, yakni partikel-partikel yang berasal dari proses pembakaran, misalnya abu kayu atau abu sekam, abu dari hasil pembakaran (incinerator). Sedangkan pembagian golongan sampah secara khusus diantaranya adalah : a) Sampah berbahaya, terdiri atas : 1. Sampah pathogen
: sampah dari rumah sakit dan poliklinik
2. Sampah beracun
: pembungkus pestisida, insektisida, racun, dll.
3. Sampah ledakan
: petasan, sampah perang, botol parfum, dll.
4. Sampah radioaktif
: sampah nuklir
b) Sampah balokan : mobil rusak, kulkas rusak, pohon tumbang c) Sampah jalan : yang berasal dari hasil sapuan jalan d) Sampah binatang mati berasal dari bangkai binatang e) Sampah bangunan yang terdiri dari potongan kayu, pecahan genting, pecahan bata, bekas adukan. f) Sampah industri yaitu ampas bahan baku dalam proses industri. g) Sampah khusus, yaitu sampah dari benda-benda berharga seperti surat- surat rahasia negara dan dokumen penting lainnya. h) Sampah kandang dan pemotongan hewan yaitu sisa makanan ternak, kulit, sisa-sisa daging, tulang,dll. i) Sampah lumpur yaitu lumpur dari selokan, riol, septictank, bangunan pengolahan air buangan, dll.
5
2.1.2 Sumber-sumber sampah Sampah dapat berasal dari berbagai sumber diantara lain yaitu : 1.
Rumah tangga, umumnya terdiri atas sampah organik dan anorganik yang ditimbulkan dari aktivitas rumah tangga, seperti buangan dari dapur, debu, buangan taman, alat-alat rumah tangga.
2.
Sampah yang dihasilkan dari pertokoan, restoran, pasar perkantoran, hotel, dll. Biasanya terdiri dari bahan-bahan pembungkus sisa-sisa makanan, kertas dari perkantoran, dll.
3.
Sampah institusi berasal dari sekolahan, rumah sakit dan pusat pemerintahan.
4.
Sampah dari sisa konstruksi bangunan, yaitu sampah yang berasal dari sisa-sisa pembangunan bangunan, perbaikan jalan, pembongkaran jalan dan jembatan.
5.
Sampah dari fasilitas umum, berasal dari taman umum, pantai dan tempat rekreasi.
6.
Sampah dari hasil pengelolaan air buangan serta sisa-sisa pembakaran incinerator
7.
Sampah dari industri berasal dari proses produksi industri, mulai dari pengolahan bahan baku sampai dengan hasil produksi
8.
Sampah pertanian berasal dari sisa-sisa pertanian yang tidak dapat dimanfaatkan lagi.
2.2 Pengelolaan Sampah Terpadu Menurut Murthado dan Said (1988) pengelolaan sampah adalah perlakuan yang dilakukan terhadap sampah yang meliputi pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan dan pemusnahan, sedangkan menurut Soewedo (1983), pengelolaan sampah adalah perlakuan terhadap sampah guna memperkecil dan menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan. Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu adalah suatu sistem pengelolaan sampah yang beroperasi lebih banyak mengikutsertakan partisipasi masyarakat, lebih ramah lingkungan, secara operasional lebih hemat energi dan biaya, serta secara produktif dapat meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sistem yang dimaksud di sini merupakan satu diantara alternatif dari berbagai sistem pengelolaan sampah
6
lainya, yang mengarah kepada pemecahan kelemahan-kelemahan yang ada dalam penanganan sampah perkotaan selama ini. Sedangkan Pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat merupakan suatu pendekatan pengelolaan sampah yang didasarkan pada kebutuhan dan permintaan masyarakat, direncanakan, dilaksanakan, dikontrol dan dievaluasi bersama masyarakat. Berbasis masyarakat bukan berarti dalam pengoperasiannya selalu harus dilakukan oleh masyarakat tetapi boleh juga dilakukan oleh lembaga atau badan profesional yang mampu dan diberi mandat oleh masyarakat. Dalam ilmu kesehatan lingkungan suatu pengelolaan sampah dianggap baik jika tidak menjadi tempat bersarangnya bibit penyakit dan tidak menjadi perantara penyebarluasan suatu penyakit. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah tidak mencemari udara, air, atau tanah, tidak menimbulkan bau dan tidak menimbulkan kebakaran (Azwar 1990 dalam Virgota 2001). Menurut Kastaman R dan
Kramadibrata AM (2007) sistem pengelolaan
sampah terpadu diarahkan agar sampah-sampah dapat dikelola dengan baik dalam arti mampu menjawab permasalahan sampah hingga saat ini yang belum dapat diselesaikan dengan tuntas, juga diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat lokal agar mampu mandiri terutama menyangkut : 1.
Penataan dan pemanfaatan sampah berbasis masyarakat secara terpadu,
2.
Peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan sampah,
3.
Penggalian potensi ekonomi dari sampah, sehingga diharapkan dapat memperluas lapangan kerja.
Menurut Damanhuri (1994) dalam Muthmainnah (2008) pengelolaan limbah yang sudah terbentuk, tidak hanya terbatas pada segi cara mengolah dan menyingkirkannya agar tidak mencemari lingkungan,tetapi pengolahan dan pendaur ulangan atau pemusnahan limbah merupakan inti dalam usaha mengurangi dampak negatif dari limbah yang sudah terbentuk. Dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu diperlukan adanya suatu output dan input dari suatu sistem. Output dari suatu sistem dapat bersifat kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif yaitu berupa
7
pembuangan sampah akhir yang bersih, rapi, tertib, indah dan kota yang bersih. Sedangkan secara kuantitatif berupa pelayanan yang semakin memuaskan masyarakat berdasarkan persentase pelayanan terhadap jumlah penduduk, luas kota, dan jumlah sampah kota yang terangkut setiap harinya. Input yang dibutuhkan untuk pengelolaan sampah yaitu manusia, peralatan, biaya, metode pengelolaan yang saling berkaitan. Dalam transformasi sistem, input-input perlu diatur dan ditata sehingga mempunyai nilai guna yang maksimal. Untuk itu dalam sistem pengelolaan sampah diperlukan bagian-bagian yang bertugas mengatur masing-masing input sehingga proses transformasi akan berlangsung dengan sebaik mungkin menuju output dan tujuan yang diharapkan. Dari sisi input, jelas memerlukan adanya peran serta masyarakat secara aktif dan berkesinambungan, terutama dalam mewujudkan kebersihan lingkungan. Masyarakat dalam hal ini banyak berperan dalam proses penempatan dan pengumpulan sampah, sehingga memudahkan dalam pemindahan, pengangkutan, pengelolaan dan pemanfaatan sampah serta pembuangan sampah akhir yang selama ini ditangani oleh pemerintah daerah, khususnya Dinas Kebersihan. Untuk lebih jelasnya elemen-elemen pengolahan limbah, dapat dilihat pada Gambar 1.
8
Bahan Terbuang
Penyimpanan/ pewadahan
Pengumpulan
Pengangkutan
Daur Ulang
Pengolahan Pemusnahan p
Gambar 1. Elemen-elemen dalam pengolahan limbah Sumber : Damanhuri, 1994 2.2.1 Pewadahan sampah Pewadahan adalah tahap awal proses pengelolaan sampah yang merupakan usaha menempatkan sampah dalam satu wadah agar tidak berserakan, mencemari lingkungan, mengganggu kesehatan masyarakat, serta untuk tujuan menjaga kebersihan dan estetika. Pewadahan dapat bersifat individual dan komunal (dipakai untuk umum). Pewadahan yang bersifat individual biasanya diterapkan di daerah komersial, perkantoran dan pemukiman yang teratur. Wadah yang digunakan bermacam-macam, misalnya ban, plastik, drum (tong), wadah dari kayu, kardus, dan wadah dari batu bata. Sedangkan pewadahan komunal diterapkan didaerah pemukiman yang tidak teratur (dari segi bangunan dan jalan) pemukiman yang masih jarang penduduknya dan dipasar. Wadah yang digunakan yaitu bak sampah dari batu bata atau kontainer plastik yang besar. Berbeda dari cara konvensional, pengelolaan sampah terpadu menampung tumpukan sampah dengan membedakan antara sampah organik dan anorganik.
9
2.2.2 Pengumpulan sampah Pengumpulan sampah (pengambilan sampah dari wadahnya ditiap sumber) dilakukan oleh petugas organisasi formal baik unit pelaksana dari Pemerintah Daerah (Pemda), petugas dari lingkungan setempat maupun dari pihak swasta yang telah ditunjuk Pemda. Sampah yang dikumpulkan kemudian dipersiapkan untuk proses pemindahan ataupun pengangkutan langsung ke lokasi pengelolaan atau pembuangan akhir. Pengumpulan bersifat individual dan komunal. Pengumpulan individual artinya petugas pengumpulan mendatangi dan mengambil sampah dari bak sampah rumah tangga, toko, atau kantor didaerah pelayanannya. Peralatan yang digunakan yaitu truk ataupun gerobak. Sedangkan pengumpulan komunal berarti Tempat Pengumpulan Sementara (TPS), sampah didapat dari rumah-rumah dan dibawa dengan menggunakan gerobak. Dan pengumpulan sampah di jalan besar dilakukan oleh petugas Dinas Kebersihan dengan penyapuan serta pengambilan sampah dari rumah ke rumah. Menurut Salfato (1972) Berdasarkan situasi dan kondisi serta fasilitas yang tersedia, metode pengumpulan sampah dikategorikan menjadi enam macam yaitu : 1.
Sistem pengumpulan oleh tenaga manusia Pengumpulan ini dilakukan didaerah pemukiman yang luas. Petugas pengumpul mendatangi tempat sampah individu untuk mengambil dan memindahkan ke kendaraan yang selanjutnya diangkut ke tempat pembuangan.
2.
Sistem pengumpulan dengan Container Container diletakkan pada tempat yang strategis sehingga masing-masing penghasil sampah dapat membuang sampahnya ke container tersebut, setelah penuh container segera diangkut ke tempat pembuangan akhir dengan menggunakan truk.
3.
Sistem mekanik Merupakan metode pengumpulan sampah tanpa tenaga manusia dan biasa digunakan di pabrik.
10
4.
Sistem pengumpulan dengan cara membuang sampah kesaluran air kotor yang sebelumnya sampah tersebut dipotong kecil dengan alat pemotong.
5.
Sistem pengumpulan sampah tanpa tenaga manusia dan biasanya dipakai dikomplek pertokoan dan dipasar. Metode ini mengandalkan tekanan udara sebagai tenaga penggerak sampah.
6.
Sistem pengumpulan dengan menggunakan cerobong. Sampah dibuang dari masing-masing kamar dan secara gravitasi sampah akan jatuh dilantai dasar yang dilengkapi dengan bak pengumpul. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pada tahap
pengumpulan diantaranya adalah : 1.
Peletakkan sampah sebelum diambil Untuk memudahkan truk dalam proses pengumpulan dan pengangkutan sampah.
2.
Waktu dan frekuensi pengumpulan Pada umumnya pengumpulan dilakukan pada pagi dan siang hari untuk daerah pemukiman atau malam hari untuk daerah perdagangan dan pasar. Frekuensi pengumpulan yang terbaik minimum dilakukan setiap hari sekali berdasarkan pertimbangan sanitasi, tetapi untuk pertimbangan ekonomi dapat dilakukan dua hari sekali.
3.
Tersedianya peralatan yang ada, dengan ditunjang oleh tenaga yang cukup dan terampil, perlengkapan kerja yang ada serta pembagian tugas maupun jadwal kerja yang baik.
4.
Lokasi penampungan sampah yang memenuhi persyaratan baik dari segi kapasitas maupun kuantitas.
2.2.3 Pemindahan dan pengangkutan sampah Pemindahan merupakan kegiatan memindahkan sampah yang masuk dari transfer depo atau TPS ke kendaraan pengangkut untuk dibawa ke TPA. Pengangkutan sampah berkaitan dengan kegiatan membawa sampah dari lokasi pemindahan ke lokasi pembuangan akhir. Alat-alat yang digunakan untuk mengangkut sampah sementara adalah gerobak, kereta sorong, truk dengan memakai
11
pintu atau tutup, truk pembawa container,dan lain-lain. Truk bak kayu dan typper bertugas mengangkut sampah dari lokasi penampungan sementara ke lokasi penampungan akhir. Truk container bertugas mengangkut sampah di bak container yang sudah penuh ke tempat pembuangan akhir. Pengangkutan sampah dari tempat penampungan sementara ke tempat pembuangan akhir ini dilaksanakan oleh petugas Dinas Kebersihan. Menurut Warsito (1990), syarat-syarat alat angkut sampah yaitu : 1.
Terbuat dari logam ataupun melapisi bagian dalam dinding bak dan lantai dengan logam.
2.
Truk terbuka minimal harus tertutup untuk menghindari sampah berceceran dan berterbangan.
3.
Untuk petugas pengangkut harus disediakan pakaian dan perlengkapan kerja seperti pakaian khusus kerja, topi, sarung tangan, masker, sepatu boat, cangkul, sekup, garpu.
4.
Sesudah membuang sampah ke TPA, truk selalu dalam keadaan bersih.
2.2.4 Pembuangan akhir atau pemusnahan Tahap ini merupakan tahap akhir dari pengelolaan sampah dan merupakan tahap terpenting karena tahap ini, persoalan sampah tidak akan dapat diatasi secara tuntas. Menurut Resosoebroto (1978), lokasi pembuangan akhir harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Terletak di daerah yang tanahnya liat dan mengandung pasir. 2. Jauh dari sumber air minum (minimum 200 meter). 3. Terletak di daerah yang bebas banjir 4. Di daerah yang rendah dan jauh dari pemukiman (minimum 2 km). Metode pembuangan akhir yang banyak dikenal adalah : 1. Open dumping yaitu membuang sampah pada tempat pembuangan sampah akhir secara terbuka di suatu lokasi tertentu 2. Control landfill yaitu pembuangan sampah pada tempat pembuangan sampah akhir, seperti halnya open dumping namun disini terdapat proses pengendalian atau pengawasan sehingga lebih tertata.
12
3. Sanitary landfill yaitu pembuangan sampah pada tempat pembuangan akhir dengan menimbun sampah ke dalam tanah hingga periode waktu tertentu. Dengan demikian cara ini dapat menekan polusi atau bau, dan kebersihan lingkungan lebih baik. Metode ini merupakan cara yang paling mudah dibandingkan dengan metode lainnya. Tempat pembuangan akhir membutuhkan ruang/tempat yang luas dan disyaratkan jauh dari tempat pemukiman penduduk. Dengan adanya keterbatasan lahan di berbagai kota besar tempat pembuangan akhir lambat laun menjadi masalah, upaya mengurangi beban penumpukan sampah di TPA dengan berbagai metode pengelolaan sampah yang lebih baik merupakan langkah yang perlu terus dikembangkan. 2.3 Pemanfaatan Sampah Menurut Murtadho (1988) Pemanfaatan sampah merupakan penggunaan dan pemanfaatan kembali sampah yang dapat dijadikan suatu produk yang memiliki nilai ekonomi, akan tetapi di dalam pemanfaatan sampah padat diperlukan teknologi yang tepat dan sesuai dengan karakteristik sampah yang ada. Dengan ditemukannya teknologi yang tepat, maka selain dapat membantu program penanganan sampah padat, juga akan sangat membantu dalam mengembangkan lapangan pekerjaan yang akhirnya akan mendatangkan penghasilan yang berarti bagi masyarakat. Pemanfaatan sampah yang merupakan usaha untuk mengubah sampah dari barang yang bersifat economic bad menjadi economic good sehingga dapat masuk kembali dalam kegiatan produksi dan konsumsi sekaligus mengurangi limbah yang akan mencemari lingkungan. Usaha daur ulang dan pengomposan sampah pada dasarnya merupakan usaha memanfaatkan
kembali
sampah
melalui
pendekatan
ekonososiotekno
dan
keterpaduan antara pembinaan manusia, sumberdaya dan lingkungan (Tribina) yaitu : 1.
Pengelolaan sampah tidak hanya berorientasi pada kegiatan pengumpulan, pengangkutan dan pemusnahan saja melainkan adanya usaha pemanfaatan kembali sampah sebagai sumberdaya yang bersifat ekonomi.
13
2.
Pengelolaan sampah diselenggarakan secara terpadu antar semua unsur terkait seperti penghasil sampah, pengolah (pemulung dan industri pengomposan) serta pemda dengan orientasi pemecahan secara menyeluruh dari aspek teknologi, ekonomi, sosial dan politis.
3.
Mengubah citra sampah dari beban lingkungan menjadi sumberdaya ekonomi.
Uraian teknologi pengolahan sampah dengan cara pengomposan dan daur ulang dapat dilihat sebagai berikut : 1.
Pengomposan Pengomposan merupakan salah satu contoh proses pengolahan sampah secara
aerobik dan anaerobik yang merupakan proses saling menunjang untuk menghasilkan kompos. Sampah yang dapat digunakan dengan baik sebagai bahan baku kompos adalah sampah organik, karena mudah mengalami proses dekomposisi oleh mikroba (Suriawiria, 1993). Proses dasar yang terjadi pada pengomposan disebut proses aerobik atau proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme sejumlah energi dalam bentuk panas sebagai hasil oksidasi air dan karbondioksida, tidak menimbulkan gas yang kurang sedap, serta temperatur tinggi yang dihasilkan akan menurunkan potensi mikroorganisme bakteri patogen. dengan menggunakan oksigen. Kompos sebagai bahan organik yang telah terurai memiliki sifat-sifat berikut : a) Reaksi kimia relatif netral b) Mengandung asam humin c) Mampu mengikat dan menyerap koloid tanah d) Mampu menyerap air yang tinggi e) Merupakan satuan matriks tanah yang porosif f) Berstruktur serat humus yang kenyal g) Berwarna gelap h) Media ideal bagi mikroba-mikroba simbiosis.
14
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan adalah sebagai berikut : a) Kadar air Dalam suatu campuran kompos kadar air harus lebih besar dari batas terendah syarat berlangsungnya aktivitas bakteri (12-15)%. Kadar air optimum untuk proses pengomposan yang efisien berkisar antara (50-60)%. b) Temperatur Sebagian besar mikroorganisme tumbuh baik pada temperatur antara 200C-350C. Patogen yang tumbuh subur akan menghasilkan suhu tubuh 37 0C. c) Ukuran Partikel Materi kompos dengan ukuran partikel yang kecil lebih mudah dikomposkan daripada materi dengan partikel besar yang mempunyai permukaan lebih luas. Bentuk partikel material yang baik dikomposkan berkisar10-50 mm. d) Perbandingan C dan N Carbon dan Nitrogen merupakan dua elemen yang dibutuhkan bagi pertumbuhan mikrobiologi. Perbandingan carbon terhadap nitrogen dapat menunjukkan kecepatan dekomposisi bahan organik. Jika C/N ratio terlalu tinggi, proses dekomposisi akan berjalan lambat. Jika C/N ratio terlalu rendah sebagian besar nitrogen akan cepat hilang melalui penguapan sebagai molekul amonia. Kompos akan berkualitas baik jika C/N turun menjadi 15-18%. e) Waktu pengomposan Proses pengomposan secara konvensional (tanpa menggunakan perlakuan mikroba pengurai tambahan) biasanya berlangsung selama 4-6 bulan setelah komposter terisi penuh dengan sampah dapur. Proses penguraian sampah menjadi kompos juga dapat dilakukan dengan waktu yang lebih singkat yaitu 18-21 hari yaitu pada bahan organik yang banyak mengandung selulosa (C/N ratio >30) atau bahkan 3-14 hari pada bahan yang mengandung N tinggi (C/N ratio < 15). Contohnya seperti sisa-sisa industrial dan pemotongan hewan.
15
2. Recycling (Daur Ulang) Recycling merupakan metode pembuangan sampah melalui proses daur ulang sehingga sampah tersebut bisa digunakan kembali. Contohnya kertas bekas seperti koran bekas, kertas komputer bekas yang dapat diolah kembali dan dijadikan pulp untuk membuat kertas toilet dan karton pengemas dus. Selain kertas ada juga plastik dan kaleng yang dapat dimanfaatkan kembali. Sampah plastik dapat diolah kembali menjadi barang berguna seperti membuat pot bunga dari plastik botol minum aqua, membuat tas, dompet dari plastik kemasan deterjen, kopi susu dan kemasan lainnya. Konsep dasar gaya hidup hijau, yakni reuse, refill, dan recycle, juga berlaku di dunia teknologi informasi. Hal ini dibuktikan oleh Muhammad Salahuddien Manggalany atau yang akrab dipangil Didin atau Pataka. Didin mendaur ulang kaleng menjadi antena wireless LAN. Awalnya memang iseng-iseng sebagai wadah eksperimental, namun kini bisnis ini telah menjadi lahan baru yang cukup menjanjikan. Selain itu kaleng dapat dimanfaatkan kembali menjadi tempat pensil dan tempat kue. Selain plastik ,kertas dan kaleng, daun juga dapat dimanfaatkan untuk kerajinan tangan Seperti halnya di Kota Malang, pemanfaatan limbah dedaunan dijadikan bahan kerajinan tangan seperti tempat tusuk gigi, tempat tisu, maupun hiasan-hiasan yang menarik dan yang menjanjikan perolehan profit dan menjamin peluang lanjutan usaha kerajinan tangan dari daun. Pengembangan
ide
kreatif
sangat
diperlukan
dalam
mengolah
dan
memanfaatkan kembali sampah anorganik agar bahan-bahan anorganik tersebut memiliki nilai jual yang tinggi. Manfaat dari mendaur ulang sampah terhadap lingkungan secara umum adalah: a. Dapat menekan lebih dari 3 kg gas-gas yang menghasilkan efek rumah kaca (greenhouse effect gases) seperti CO2 yang berdampak pada efek pemanasan global. b. Menghemat penggunaan energi yang diperlukan untuk proses industri, karena tidak menggunakan bahan baku secara mentah tapi cukup dengan bahan daur ulang yang sudah ada. Dengan demikian biaya produksi dapat ditekan (menghemat biaya).
16
c. Penghematan penggunaan bahan baku, khususnya yang masih di impor sehingga dapat menghemat devisa. Sebagai contoh, sampah kertas dapat digunakan dengan daur ulang ini antara 5-10 kali sebelum benar-benar tidak dapat digunakan lagi d. Sampah organik dapat dimanfaat sebagai penyubur tanah. Sampah dapat didaur ulang menjadi pupuk organik (kompos) yang sangat dibutuhkan sebagai unsur hara tanah yang penting. Beberapa manfaat penting dari upaya meminimumkan sampah yaitu : 1. Melindungi (mengkonservasi) sumberdaya yang dimiliki, seperti ; a. mineral ; yang digunakan untuk membuat banyak bahan yang berguna (contoh : bauxite yang digunakan untuk membuat alumunium) b. energi ; yang digunakan dalam pertambangan, pemanenan, fabrikasi dan transportasi. c. Kawasan hutan ; yang digunakan untuk membuat berbagai macam kertas dan berbagai macam produk olahan kayu. d. Minyak bumi ; yang digunakan baik sebagai bahan bakar maupun untuk bahan baku plastik. e. Lahan yakni sebagai tempat berbagai kegiatan manusia. 2. Menghemat uang. Mengurangi sampah dapat menghemat uang dalam berbagai cara seperti : a. Sedikit
membuang
sampah
akan
berkurang
kemungkinan
untuk
membelanjakan uang dan membuang sesuatu yang bisa menjadi sampah b. Bisnis menjadi lebih efisien c. Pendapatan keluarga lebih baik 3. Mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan a. Kualitas lingkungan di beberapa area seringkali dipengaruhi oleh adanya aktivitas ekstraksi atau eksploitasi sumberdaya pertambangan.
misalnya di daerah
17
b. Pengurangan atas penggunaan bahan bakar fosil untuk energi akan mengurangi pembuangan gas yang memiliki efek rumah kaca atau sumber polusi lainnya. 2.4
Konservasi Sumberdaya Hayati Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistemnya menyebutkan bahwa konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya selain itu konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Berkurangnya keanekaragaman hayati akan
mempunyai dampak negatif pada: 1. Ketahanan stabilitas ekosistem terhadap goncangan faktor luar. 2. Kemampuan untuk memproduksi tanaman baru. 3. Kepastian masa depan untuk kebutuhan generasi yang akan datang. Menurut Rodgers (1997) nilai keanekaragaman hayati sebenarnya lebih banyak dinikmati oleh masyarakat lokal ketimbang masyarakat internasional, yaitu 1. Fungsi ekosistem adalah pada proses dan siklus hara di tanah dan plasma nutfah sangat erat pada kepentingan lokal spesifik. 2. Nilai ekspor produk kenekaragaman hayati, seperti tourisme, obat-obatan dan kayu, keuntungannya kembali kepada produsen/ eksportir nasional. 3. Produk pasar nasional (air minum, kayu bakar, getah, minyak atsiri dan hasil non kayu lainnya). 4. Produk pasar lokal (kayu bakar, hijauan ternak). 5. Produk rumah tangga (pangan, bahan pengrajin). 6. Nilai intangible global seperti penyerapan CO2, ilmu pengetahuan dan iklim .
18
2.5 Permasalahan dan Penanggulangan Kerusakan Lingkungan Sumber masalah kerusakan lingkungan karena dilampauinya daya dukung lingkungan ialah tekanan penduduk terhadap lahan yang berlebih, kerusakan lingkungan hanyalah akibat atau gejala saja. Karena itu penanggulangan kerusakan lingkungan
itu
sendiri
merupakan
penanggulangan
yang
simtomatis
(Otto soemarwoto 1983). Penanggulangan
dapat
diklasifikasikan
pada
tingkat
pengumpulan,
pengangkutan ke stasiun peralihan (transfer station) dan pembuangan akhir atau pemusnahan (Dinas Kebersihan DKI Jakarta 1995). Masalah kebersihan lingkungan pemukiman merupakan masalah yang kompleks dan erat kaitannya dengan tata kehidupan dan kebiasaan masing-masing warga baik sebagai individu maupun masyarakat dalam lingkungannya. Suatu lingkungan pemukiman yang bersih, tertib, indah dan sehat tidak akan berhasil apabila masyarakat tidak berpartisipasi dalam mencapai tujuannya, karena partisipasi itu sendiri merupakan kegiatan dan aktifitas masyarakat untuk menanggulangi masalah lingkungan. Sehingga kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam program kebersihan perlu ditumbuhkan dan digerakkan (Salim 1993 dalam Solehati 2005). Dalam memahami permasalahan tersebut, perlu dilihat beberapa aspek yang menaungi sistem pengelolaan persampahan meliputi (1) aspek teknis, (2) aspek kelembagaan, dan (3) aspek manajemen dan keuangan. Dengan melakukan peninjuan beberapa aspek diatas, Perlu dilakukan suatu rencana tindak (action plan) yang meliputi: (1) Melakukan pengenalan karekteristik sampah dan metoda pembuangannya, (2) Merencanakan dan menerapkan pengelolaan persampahan secara terpadu (pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir), (3) Memisahkan peran pengaturan dan pengawasan dari lembaga yang ada dengan fungsi operator pemberi layanan, agar lebih tegas dalam melaksanakan reward & punishment dalam pelayanan,
19
(4) Menggalakkan program Reduce, Reuse dan Recycle (3 R) agar dapat tercapai program zero waste pada masa mendatang, (5) Mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih bersahabat dengan lingkungan dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi bahan buangan. 2.6 Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek yang terpenting untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah terpadu. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor teknis untuk menanggulangi persoalan sampah perkotaan atau lingkungan pemukiman dari tahunke tahun yang semakin kompleks. Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah, strategi dalam kebijaksanaan kegiatan, memikul beban dan pelaksanaan kegiatan, memetik hasil dan manfaat kegiatan secara adil (Tjokroamidjojo
1990)
sedangkan
menurut
Koentjaraningrat
(1991)
dalam
Solehati (2005), partisipasi merupakan pemberian sumbangan dan turut serta dalam menentukan arah atau tujuan pembangunan, dimana ditekankan bahwa partisipasi adalah
hak
dan
kewajiban
bagi
setiap
masyarakat.
Partisipasi
menurut
Hoofsteede (1971) dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu 1. Partisipasi Inisiasi : Partisipasi yang mengundang inisiatif dari pimpinan desa baik formal maupun informal dari anggota masyarakat mengenai suatu program, proyek atau kegiatan, yang nantinya program tersebut menjadi kebutuhan masyarakat. 2. Partisipasi Legitimasi : Partisipasi ini merupakan partisipasi tingkat pembicaraan atau pembuatan keputusan tentang program, proyek, kegiatan tersebut. 3. Partisipasi Eksekusi : Partisipasi pada tingkat pelaksanaan. Secara umum partisipasi dibagi menjadi dua macam yaitu partisipasi dalam bentuk fisik seperti tenaga, barang dan uang, serta partsipasi dalam bentuk non fisik seperti sumbangan, pemikiran atau ide dan dukungan. Iriani (1994) menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara variabel pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan jumlah anggota keluarga, lama menetap dan pengetahuan tentang sampah dengan
20
peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah. Semakin baik atau tinggi suatu variabel kelompok masyarakat maka peran serta masyarakat itu semakin tinggi. Dinyatakan juga bahwa peran serta masyarakat di daerah dengan tingkat pendapatan penduduk yang tinggi atau lebih besar daripada peran serta masyarakat di daerah dengan tingkat pendapatan penduduk sedang. Peran serta dan partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam menanggulangi keberadaan sampah yang semakin menumpuk, adanya peran serta yang baik dari masyarakat akan sangat memudahkan pelaksanaan operasional dilapangan. Peran serta masyarakat berarti masyarakat ikut serta dan mengikuti serta menyertai pemerintah dalam memberikan bantuan guna meningkatkan, memperlancar, mempercepat dan menjamin usaha keberhasilan pembangunan (Santono & Iskandar 1991 dalam Solehati 2005). Satu diantara bentuk implementasi konsep 3R yang mulai digalakan oleh masyarakat dan sektor industri adalah mendaur ulang sampah dan berupaya menghimpun kegiatan yang dapat memanfaatkan sampah untuk didaur ulang. Pada dasarnya usaha daur ulang maupun pengomposan merupakan usaha memanfaatkan kembali sampah melalui ekonososiotekno dan keterpaduan antara pembinaan manusia, sumberdaya dan lingkungan. Pengelolaan terhadap sampah secara terpadu diperlukan keterlibatan antar semua pelaku seperti pemulung, masyarakat, industri pengomposan, LSM, Pemda dan berorientasi pada suatu pemecahan yang menyeluruh mulai dari aspek teknologi, ekonomi, sosial dan politis. Dengan adanya usaha pemanfaatan dan pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat diharapkan dapat mengubah citra sampah dari beban lingkungan dan memberikan dampak negatif menjadi sumberdaya ekonomi yang memberikan dampak positif bagi masyarakat serta dapat menunjang kebijakan pembangunan yang berkelanjutan. 2.7 Peran Pemulung dan Lapak dalam Pengelolaan Sampah Pemulung merupakan orang yang memungut barang-barang bekas atau sampah tertentu untuk proses daur ulang. Peran pemulung dalam penanganan sampah kota sangat penting. Hal ini dikarenakan kegiatan pemulung yang dapat mengatasi penumpukan sampah di sumber dan tempat pembuangan akhir. Menurut Dinas
21
Kebersihan Provinsi DKI (1990), kesepakatan cara pandang mengenai pemulung adalah : 1. Pemulung merupakan bagian masyarakat atau WNI yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan UUD 1945. 2. Pemulung adalah pelaku penting dalam proses daur ulang (recycling) sampah sebagai salah satu bagian dalam penanganan sampah perkotaan maupun pedesaan. 3. Pemulung adalah salah satu pemelihara lingkungan hidup yang menyerap sebagian sampah untuk dapat diolah menjadi barang berguna bagi masyarakat. 4. Pemulung adalah orang yang bekerja memunguti dan mengumpulkan sampah serta memanfaatkan sampah-sampah tersebut untuk menambah penghasilan mereka. 2.8 Kelembagaan Penanganan Sampah Kelembagaan merupakan organisasi dan aturan main (rules of the game). Kelembagaan sebagai suatu organisasi menggambarkan koordinasi yang didasarkan atas mekanisme administratif sehingga mengarah pada pengertian lembaga yang bersifat formal seperti departemen dalam pemerintahan, perusahaan, koperasi, bank dan sebagainya. Berdasarkan definisi dan terminologi yang berlaku dimasyarakat maka lembaga adalah kombinasi dari : 1. Kebijakan dan tujuan 2. Hukum dan aturan main 3. Organisasi 4. Rencana operasi dan prosedur 5. Mekanisme insentif 6. Mekanisme pertanggungjawaban 7. Norma, tradisi, praktek dan kebiasaan. Kelembagaan yang baik merupakan kunci dari keberhasilan pengelolaan negara, pembangunan, pasar, perdagangan, bisnis. Demikian pula halnya dengan kelembagaan penanganan persampahan, kelembagaan penanganan sampah kota tidak
22
hanya terdiri dari organisasi yaitu hubungan keterkaitan berbagai pihak (stakeholder) tetapi dapat juga berupa aturan dan kebijakan yang akan berpengaruh dalam mengimplementasikan sistem pengelolaan sampah baik dari segi ekonomi, sosial, budaya, lingkungan maupun teknologi. Kebijakan dan strategi penanganan sampah mengacu
pada
Undang-Undang
Lingkungan
Hidup
yang
tertuang
dalam
UU No.23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yaitu upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan lingkungan hidup untuk kemudian masing-masing daerah menjabarkannya dalam bentuk peraturan daerah. Sedangkan definisi dari lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan
dan
kesejahteraan
manusia
serta
makhluk
hidup
lainnya
(Hardjosoemantri 2000). Menurut Djogo et al. (2003) mengatakan bahwa unsur-unsur dan aspek kelembagaan antara lain meliputi : 1. Institusi yang merupakan landasan untuk membangun tingkah laku sosial masyarakat 2. Norma tingkah laku yang mengakar dalam masyarakat dan diterima secara luas untuk melayani tujuan bersama yang mengandung nilai tertentu dan menghasilkan interaksi antar manusia yang terstruktur. 3. Peraturan dan penegakan aturan/hukum 4. Aturan dalam masyarakat yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama dengan dukungan tingkah laku hak dan kewajiban anggota 5. Kode etik 6. Organisasi 7. Insentif untuk menghasilkan tingkah laku yang diizinkan.