II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Proses Pendinginan Pendinginan merupakan proses pengeluaran panas untuk menurunkan serta
menjaga suhu dari suatu benda atau ruangan dibawah suhu sekelilingnya. Panas diambil dari bahan atau ruangan yang akan didinginkan dan dipindahkan ke suatu zat yang suhunya lebih rendah daripada bahan atau ruangan yang akan didinginkan sehingga terjadi peningkatan suhu dan perubahan fase dari zat yang digunakan tersebut. Zat yang berfungsi sebagai penyerap panas dalam proses pendinginan ini disebut refrigeran (Dossat, 1961). Kegunaan umum pendinginan adalah untuk pengawetan, penyimpanan, dan distribusi bahan pangan yang rentan rusak (perishable) pada suhu rendah. Kelayakan bahan pangan untuk dikonsumsi dapat diperpanjang dengan penurunan suhu karena dapat menurunkan reaksi dan penguraian kimiawi oleh mikroba. Pendinginan maupun pembekuan tidak dapat meningkatkan mutu bahan pangan dan hasil terbaik yang dapat diharapkan hanyalah mempertahankan mutu tersebut pada kondisi terdekat dengan saat akan memulai proses pendinginan. Hal ini berarti mutu hasil pendinginan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan pada saat awal proses pendinginan (Tambunan, 2001). Produk-produk yang biasanya disimpan sesudah proses pendinginan adalah buah-buahan, sayuran, susu, dan telur. Penyimpanan dibawah titik beku adalah untuk mempertahankan nilai bahan pangan dan juga untuk melindungi produk dari kerusakan dalam jangka waktu yang lama (Syarief dan Kumendong, 1992). Penyimpanan dengan suhu rendah ini terbagi atas tiga kategori, yaitu (1) penyimpanan jangka pendek atau sementara, (2) penyimpanan jangka panjang, dan (3) penyimpanan beku. Pada penyimpanan jangka pendek dan panjang, produk didinginkan dan disimpan diatas titik bekunya, sedangkan pada penyimpanan beku, produk dibekukan dan disimpan pada suhu hingga -12 oC. Penyimpanan jangka pendek biasanya digunakan pada selang waktu sehari atau dua hari untuk penyimpanan buah-buahan dan sayuran di supermarket maupun pedagang keliling, sedangkan penyimpanan jangka panjang digunakan pada
gudang-gudang penyimpanan skala besar serta untuk proses distribusi bahan pangan dengan selang waktu seminggu sampai 10 hari. Penyimpanan beku digunakan untuk penyimpanan dengan jangka waktu yang lama, sekitar sebulan atau lebih (Dossat, 1961). 2.2
Metode Pendinginan Secara umum, pendinginan dibagi menjadi 2 macam, yaitu pendinginan
alami (natural refrigeration) dan pendinginan buatan (artificial refrigeration). Pendinginan alami merupakan jenis pendinginan yang menggunakan es yang terbentuk secara alamiah, jenis pendinginan ini dapat terjadi di negara yang memiliki 4 musim atau di daerah kutub. Di negara tropis seperti Indonesia, pendinginan dilakukan menggunakan pendinginan buatan, yaitu dengan menggunakan mesin pendingin (Henderson dan Perry, 1976). Threlkeld (1970), dan Gosney (1982) menjelaskan berbagai metode pendinginan untuk berbagai keperluan industri baik industri domestik maupun industri besar. Beberapa metode pendinginan secara mekanis ini antara lain sistem kompresi mekanis, absorbsi, siklus udara, jet uap, dan termoelektrik. Sistem pendinginan menggunakan siklus udara, dimana suhu udara diturunkan melalui proses ekspansi udara, merupakan prinsip pendinginan di laut lepas karena pertimbangan faktor keamanan. Sistem pendinginan ini sekarang banyak digunakan untuk pendinginan kabin di pesawat terbang. Sistem jet uap merupakan sistem pendingin yang beroperasi menggunakan uap pada tekanan sedang, tetapi sekarang sudah jarang penggunaannya. Pendinginan dengan menggunakan sistem termoelektrik berdasarkan pada prinsip efek peltier, dimana efek pendinginan tercipta saat arus listrik dialirkan melalui sambungan dua buah logam yang berbeda. Efisiensi dari sistem ini amatlah rendah sehingga penggunaannya pun terbatas yaitu pada pendinginan untuk spesimen dengan ukuran kecil, sebagai alat untuk mengukur titik cair bahan, dan lainnya. Sparks (1959) menjelaskan bahwa ada tiga cara untuk mendapatkan efek pendinginan : ¾ Secara kimiawi, dimana terjadi reaksi kimia yang membutuhkan panas dan diambil dari bahan atau ruangan yang akan didinginkan sehingga menimbulkan efek pendinginan.
¾ Kontak secara langsung maupun tidak antara bahan yang akan didinginkan dengan media pendingin seperti es atau air dingin. ¾ Secara mekanis, yaitu dengan cara mensuplai energi dalam bentuk kerja atau panas dalam sistem yang menghasilkan proses refrigerasi dimana panas diambil dari bahan/ruangan menghasilkan suhu yang rendah. Sistem pendinginan kompresi uap merupakan metode pendinginan yang paling banyak digunakan saat ini karena performanya yang paling baik diantara sistem pendinginan yang lain. Prinsip kerjanya adalah uap refrigeran diberi tekanan tinggi oleh kompresor dan kemudian dikondensasikan di dalam kondensor sehingga berubah bentuk menjadi cair. Refrigeran cair ini diturunkan tekanannya oleh katup ekspansi sehingga saat masuk evaporator, refrigeran terevaporasi pada tekanan rendah. Metode pendinginan lain yang juga banyak digunakan adalah sistem pendinginan absorpsi. Sistem pendinginan absorpsi banyak digunakan pada instalasi-instalasi kimia, untuk penyegaran udara, serta pada beberapa mesin pendingin domestik. Sistem pendinginan absorpsi ini membutuhkan asupan berupa panas dalam pengoperasiannya, sehingga dapat diaplikasikan pada pada tempat-tempat yang mempunyai sumber energi panas yang melimpah atau pada tempat yang tidak tersedia energi listrik (Gosney, 1982). 2.3
Sistem Pendinginan Absorpsi Sistem pendinginan absorpsi diperkenalkan secara luas oleh Ferdinand Carre
pada tahun 1859 dengan menggunakan larutan ammonia – air dengan ammonia sebagai refrigeran dan air sebagai absorben. Gambar 1 memperlihatkan mesin pendingin absorpsi kontinyu yang dibuat oleh Carre.
Gambar 1.
Mesin pendingin absorpsi kontinyu buatan Ferdinand Carre (Gosney, 1982)
Bagian-bagian mesin pendingin absorpsi buatan Carre ini terdiri dari A : Boiler atau generator dengan katup pengaman B : Kondensor C : Evaporator yang terdiri dari pipa-pipa D : Absorber E : Heat exchanger F : Pompa Awalnya pemanasan sistem pendingin absorpsi ini menggunakan energi yang berasal dari batu bara, lalu diperkenalkan penggunaan uap panas untuk pemanasan generator. Setelah itu dipakai pemanasan langsung dengan minyak atau gas alam. Sistem yang ditemukan oleh Carre ini digunakan selama beberapa waktu dan dipakai untuk berbagai proses pendinginan saat itu. Pada saat sistem kompresi uap menggunakan ammonia sukses diperkenalkan, maka sistem kompresi uap menjadi dominan dan sistem absorpsi mulai ditinggalkan kecuali untuk pendinginan domestik. Pada tahun 1922, Carl Munters dan Baltzar von Platen memperkenalkan lemari es yang menggunakan sistem pendinginan absorpsi yang dikenal dengan sistem Munters Platen (Gosney, 1982). Perbedaan utama antara sistem pendinginan absorpsi dan sistem kompresi uap terletak pada energi yang menyebabkan kenaikan tekanan refrigeran, dimana pada sistem kompresi uap menggunakan kompresor sedangkan pada sistem
absorpsi menggunakan generator – absorber (Gambar 2). Siklus kompresi uap dikenal dengan work-operated cycle karena untuk menaikkan tekanan refrigeran dibutuhkan kerja dari kompresor sedangkan siklus absorpsi dikenal dengan heatoperated cycle karena sebagian besar prosesnya membutuhkan panas untuk melepas uap tekanan tinggi (Stoecker, 1987). Uap tekanan tinggi Kompresi Uap : ¾ Kompresor Absorpsi ¾ Generator ¾ Absorber
Gambar 2.
Kondensor
Katup Ekspansi Uap tekanan rendah
Evaporator
Perbandingan sistem kompresi uap dan sistem absorpsi (Stoecker, 1987)
Panas yang dibutuhkan dalam sistem absorpsi dapat berasal dari energi surya, biomassa, maupun panas buang hasil dari proses termal (waste heat). Sumber energi panas yang banyak digunakan dalam berbagai penelitian tentang sistem pendinginan absorpsi ini adalah energi surya. Penggunaan energi surya dalam proses pendinginan ini memiliki keuntungan berupa ketersediaannya yang melimpah dan secara ekonomis menguntungkan karena dapat diperoleh secara cuma-cuma dari alam (McVeigh, 1984). Tangka (2006) menyatakan bahwa energi surya merupakan sumber energi yang sesuai untuk sistem pendinginan di daerah dengan kondisi sosial ekonomi seperti di pedesaan. Brinkworth (1977) dan Duffie (1980) menjelaskan bahwa dalam pengoperasian mesin pendingin absorpsi tenaga surya digunakan kolektor surya plat datar dan panas disimpan dalam sebuah tangki penyimpanan. Apabila panas yang dibutuhkan untuk proses regenerasi besar, maka dapat digunakan konsentrator surya. Rasul dan Murphy (2006) membuat prototipe mesin pendingin absorpsi intermitten dengan generator berupa kolektor surya berbentuk parabolik menggunakan anhydrous ammonia dan garam klorida sebagai pasangan fluida
kerjanya. Otiti (1986) serta Chaouachi (2007) melakukan penelitian megenai mesin pendingin absorpsi sistem Platern – Munters menggunakan energi surya. Samaritaan (1983) memanfaatkan energi surya untuk pendinginan hasil-hasil pertanian dengan mesin pendingin type absorpsi serta melakukan perhitungan kesetimbangan energi dan massa untuk masing-masing komponen mesin pendingin. Sistem pendinginan absorpsi dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu tipe kontinyu dan intermitten yang terdiri dari 2 buah siklus utama yaitu siklus regenerasi dan siklus refrigerasi. Pada tipe kontinyu, siklus regenerasi dan refrigerasi berlangsung pada saat yang bersamaan, sedangkan pada tipe intermitten, siklus regenerasi dan siklus refrigerasi terjadi secara bergantian, dimana siklus regenerasi berlangsung terlebih dahulu sampai selesai dan diikuti oleh siklus refrigerasi. (El-Mahi, 2005). 2.4
Sistem Pendinginan Absorpsi Kontinyu Sistem pendinginan absorpsi kontinyu mempunyai 4 buah komponen utama
yaitu generator, kondensor, evaporator, dan absorber serta terdapat peralatan tambahan yaitu katup ekspansi dan pompa. Sistem pendinginan absorpsi ini beroperasi pada siklus tertutup yang kontinyu, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3 : Qc Kondensor
Qg 7
Generator
3
4
8 katup ekspansi
heat exchanger
katup ekspansi 6
5
2 pompa
Evaporator 9
Absorber 10
Qe
1 Qa
Gambar 3. Sistem pendinginan absorpsi kontinyu (Threlkeld, 1970)
Pada sistem ini, larutan absorben didalam absorber dipompa melewati heat exchanger masuk ke dalam generator. Di dalam generator, larutan ammonia mengalami proses regenerasi dimana uap ammonia yang mempunyai suhu dan tekanan tinggi masuk ke dalam kondensor, akibatnya larutan ammonia di dalam generator berkurang konsentrasinya (konsentrasi rendah). Larutan ammonia konsentrasi rendah ini dikembalikan menuju absorber melalui heat exchanger dan katup ekspansi sehingga suhu dan tekanannya turun. Uap ammonia yang dihasilkan generator dikondensasikan oleh kondensor menghasilkan refrigeran ammonia cair. Tekanan refrigeran diturunkan lebih dahulu oleh katup ekspansi untuk kemudian dialirkan menuju evaporator. Di dalam evaporator, refrigeran mengalami evaporasi pada tekanan rendah dengan mengambil panas dari lingkungan sehingga menghasilkan efek pendinginan dan uap refrigeran yang dihasilkan diserap oleh larutan absorben di dalam absorber (Threlkeld, 1970). Analyser dan rectifier ditambahkan dalam sistem pendingin absorpsi untuk menghilangkan air yang ikut ke dalam uap ammonia, sehingga uap ammonia yang masuk ke dalam kondensor merupakan uap ammonia murni (Ballaney, 1980). Sistem pendinginan absorpsi tipe kontinyu telah banyak dipakai untuk keperluan industri. Hudson (2002) menyatakan bahwa penggunaan sistem pendinginan absorpsi pada suatu industri dimana terdapat ketersediaan panas buang atau uap panas dapat mengurangi ongkos produksi. Mesin pendingin absorpsi komersial telah dipasang dan beroperasi di rumah sakit Sao Paolo State Unuversity at Campinas (UNICAMP) untuk memproduksi es (Cortez, et.al). Sistem pendingin absorpsi juga sesuai diaplikasikan menggunakan sumbersumber panas bumi (geothermal) (Rafferty, 2003). 2.5
Sistem Pendinginan Absorpsi Intermitten Sistem absorpsi intermitten lebih sederhana bentuknya daripada sistem
kontinyu karena generator dan absorber dapat dibuat menjadi satu unit, sedangkan kondensor dan evaporator menjadi satu unit yang lain, keduanya dipisahkan dengan katup penghubung. Hal ini dapat mengurangi biaya pembuatan serta pengoperasian mesin pendingin, karena panas untuk proses regenerasi dapat berasal dari energi terbarukan seperti energi surya (El-Shaarawi, 1987). Kelebihan sistem intermitten dibanding dengan sistem kontinyu adalah tidak adanya
peralatan tambahan seperti pompa dan katup ekspansi didalamnya (Venkatesh dan Gupta, 1978). Disamping itu, sistem pendinginan absorpsi intermitten ini memungkinkan untuk pemakaian energi terbarukan sebagai sumber energi panas untuk proses regenerasinya. Wahyu (1983) dan Panggabean (1992) melakukan pengembangan mesin pendingin absorpsi intermitten ini dengan memakai bahan bakar limbah pertanian berupa sekam, arang, dan tempurung kelapa. Pada sistem ini, terjadi pelepasan uap ammonia dari larutan ammonia selama proses regenerasi dan kemudian uap ammonia ini terkondensasi di dalam kondensor. Cairan yang ada di dalam kondensor merupakan refrigeran yang telah dipisahkan dari absorben yang tertinggal di dalam generator. Selama proses refrigerasi, refrigeran terevaporasi dan diabsorbsi oleh larutan ammonia konsentrasi rendah di dalam generator yang telah berubah fungsi menjadi absorber. Skema kerja dari sistem absorpsi intermitten ini ditunjukkan oleh Gambar 4.
Kondensor 30 oC
Generator 150 oC
(a)
Evaporator 5 oC
Absorber 30 oC
(b)
Gambar 4. Skema kerja sistem pendinginan absorpsi intermitten, (a) siklus regenerasi (b) siklus refrigerasi (Duffie dan Beckman, 1980). Icyball merupakan tipe mesin pendingin absorpsi intermitten yang sesuai dipakai sebagai penyimpanan bahan pangan untuk skala rumah tangga dan industri kecil dengan menggunakan larutan ammonia-air sebagai fluida kerjanya. Mesin pendingin ini terdiri dari dua unit tabung, yaitu tabung generator – absorber dan tabung kondensor – evaporator.. Mesin pendingin ini telah diproduksi sejak tahun 1920-an, David Forbes Keith mematenkannya pada tahun 1921 dan pada tahun 1930-an sudah diproduksi secara massal. (Anonim, 2008). Hall (1999) merancang mesin pendingin icyball dengan ukuran yang lebih kecil sehingga
mudah untuk dibawa kemana-mana (portabel) serta dilengkapi dengan katup yang menghubungkan kedua tabung sehingga proses refrigerasi dapat dilakukan pada waktu yang diinginkan. 2.6
Siklus Teoritis Sistem Pendingin Absorpsi Intermitten Siklus teoritis yang digunakan untuk menganalisa sistem pendingin absorpsi
intermitten ada dua macam, yaitu siklus absorpsi tekanan konstan dan siklus absorpsi suhu konstan (Chinnappa, 1962), seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5: suhu, t
3
2 2*3*
4
5
1
1*4* 5*
0 1,2,3,4,5
konsentrasi, X NH3
1
: Larutan ammonia di dalam generator – absorber
1*,2*,3*,4*,5* : Refrigeran ammonia murni di dalam kondensor – evaporator Gambar 5.
Siklus teoritis sistem pendinginan absorpsi intermitten (Chinnappa, 1962)
1. Siklus absorpsi pada tekanan konstan, ditunjukkan oleh garis 1-2-3-4-1 Pada siklus ini, proses regenerasi terdiri dari dua proses, yaitu 1-2 dan 2-3, proses 3-4 merupakan proses pendinginan larutan ammonia secara adiabatik dimana terdapat panas yang dilepas, dan proses absorpsi 4-1 berlangsung pada tekanan konstan bersamaan dengan proses pendinginan efektif (refrigerasi) pada kondensor – evaporator.
2. Siklus absorpsi pada suhu konstan, ditunjukkan oleh titik 1-2-3-5-1 Pada siklus ini, regenerasi berlangsung dalam dua proses yaitu 1-2 dan 2-3 dan proses 3-5 merupakan proses pendinginan larutan ammonia dengan menggunakan air/udara hingga suhu t5 yang sama dengan suhu awal t1. Proses absorpsi 5-1 berlangsung pada suhu konstan bersamaan dengan pendinginan efektif (refrigerasi) pada kondensor – evaporator. Dari kedua siklus tersebut, siklus absorpsi tekanan konstan lebih efisien, karena suhu media pendingin yang digunakan pada saat proses pendinginan 3 – 4 lebih tinggi daripada proses 3 – 5, akan tetapi pada siklus absorpsi tekanan konstan mempunyai kesulitan yaitu untuk menjaga tekanan konstan selama proses absorpsi sehingga perlu dilakukan pengaturan laju pendinginan selama proses absorpsi 4 – 1. Di antara kedua siklus teoritis, siklus absorpsi dengan suhu konstan lebih menyerupai dengan siklus aktual, karena suhu pada proses absorpsi 5 – 1 relatif lebih konstan. 2.7
Fluida Kerja Mesin Pendingin Absorpsi Menurut Tambunan (2003), kriteria yang harus dipenuhi oleh kombinasi
refrigeran – absorben pada mesin pendingin absorpsi adalah : 1. Absorben harus mempunyai nilai afinitas (pertalian) yang kuat dengan uap refrigeran dan keduanya harus mempunyai daya larut yang baik pada kisaran suhu kerja yang diinginkan. 2. Kedua cairan tersebut, baik masing-masing maupun hasil campurannya harus aman, stabil dan tidak korosif. 3. Secara ideal, kemampuan penguapan absorben harus lebih rendah dari refrigeran
sehingga
refrigeran
yang
meninggalkan
generator
tidak
mengandung absorben. 4. Refrigeran harus mempunyai panas laten penguapan yang cukup tinggi sehingga laju aliran refrigeran yang harus dicapai tidak terlalu tinggi. 5. Tekanan kerja kedua zat harus cukup rendah (mendekati tekanan atmosfir) untuk mengurangi berat alat dan menghindari kebocoran ke lingkungan.
Kombinasi refrigeran – absorben yang sering digunakan adalah Litium bromida – air (LiBr – H2O) serta kombinasi ammonia – air (NH3 – H2O) Kombinasi LiBr – H2O digunakan untuk pengkondisian udara dimana suhu evaporasi di atas 0 oC dan air bertindak sebagai refrigeran sedangkan LiBr sebagai absorben. Litium bromida merupakan suatu kristal garam padat yang dapat menyerap uap air. Larutan cair yang terjadi memberi tekanan uap yang merupakan fungsi suhu dan konsentrasi larutan. Hayadin (1999) dan Uyun (2001) melakukan uji kinerja terhadap mesin pendingin absorpsi intermitten menggunakan fluida kerja LiBr – H2O, mesin pendingin absorpsi yang digunakan terdiri dari tiga komponen, yaitu generator – absorber, kondensor, dan evaporator. Pada kombinasi ammonia – air, yang bertindak sebagai refrigeran adalah ammonia dan air sebagai absorben. Sistem ammonia – air digunakan secara luas untuk mesin pendingin berskala kecil (perumahan) maupun industri dimana suhu evaporasi yang dihasilkan mendekati atau di bawah 0 oC. Kelemahan sistem ammonia – air ini adalah sifat air yang juga mudah menguap sehingga ammonia yang berfungsi sebagai refrigeran masih mengandung uap air pada saat keluar dari generator dan masuk ke evaporator melalui kondensor. Keadaan ini dapat menyebabkan uap air meninggalkan panas di evaporator dan meningkatkan suhunya sehingga menurunkan efek pendinginan. (Tambunan, 2003).