II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mangga Mangga merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari Negara India. Tanaman ini kemudian menyebar ke wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia. Broto (2003) menyatakan bahwa tanaman mangga termasuk keluarga Anacardiaceae, sama dengan jambu monyet dan kedondong. Genus dari keluarga anacardiaceae yang berasal dari asia tenggara tercatat ada 62 spesies. Enam belas spesies diantaranya dapat dimakan, tetapi yang biasa dimakan hanya spesies Mangifera caesia, Jack. (kemang), Mangifera feotida, Lour. (pakel, bacang, atau limus), Mangifera odorata, Griff. (kuweni atau kebembem), dan Mangifera indica, L.. Dari keempat spesies tersebut, Mangifera indica, L. merupakan spesies yang paling banyak jenisnya. Pracaya (2007) menyatakan bahwa mangga yang biasa dimakan sehari-hari (termasuk didalamnya mangga arumanis, mangga gedong, mangga golek, dan mangga manalagi) secara taksonomi termasuk spesies Mangifera indica, L., genus Mangifera, famili Anacardiaceae dan ordo Sapindales. Berdasarkan taksonominya pohon mangga termasuk tumbuhan tingkat tinggi dengan batang yang tegak dengan tinggi pohon dewasa dapat mencapai 10-40 meter, bercabang banyak, bertajuk rindang dan hijau sepanjang tahun. Umur tanaman mangga dapat mencapai 100 tahun lebih. Berdasarkan SK.Mentan.No.28/Kpts/TP.240/1/1995 dalam Broto (2003) Mangga varietas Gedong dapat dideskripsikan bahwa tanaman mangga varietas Gedong memiliki bentuk pohon tegak dengan ketinggian 9-15 meter, tajuk pohon berbentuk piramida tumpul, bercabang banyak dengan letak daun mendatar, permukaan daun sempit dengan lipatan daun menyempit berbentuk lancip pada dasarnya dan datar pada pucuknya, bentuk malai bunga lancip berwarna kuning atau merah. Iklim dan kondisi lahan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan agar tanaman mangga dapat tumbuh dan menghasilkan buah mangga yang bagus dengan produksi yang optimal. Oleh karena itu, pemilihan lokasi yang tepat juga menentukan kualitas buah mangga. Paimin (1998) menjelaskan ada beberapa faktor yang menjadi pembatas dalam pemilihan lokasi yaitu tebal lapisan tanah harus lebih dari dua meter, tekstur tanah remah dan berbutir, kemiringan tanah tidak melebihi 30o, keasaman tanah mendekati normal, ketinggian tempat 500 mdpl (Pracaya 2007), curah hujan antara 750-2500 mm per tahun dengan 2-7 bulan basah (bukan pada musim berbunga), suhu antara 24-28oC. Di Indonesia tanaman mangga gedong, banyak ditanam di Cirebon, Majalengka, dan Indramayu. Bentuk buah mangga sangat beragam, Pracaya (2007) mendeskripsikan bentuk buah mangga sebagai bentuk yang unik. Pada ujung buah mangga ada yang berbentuk runcing, biasanya disebut paruh. Di atas paruh ada bagian yang membengkok disebut sinus, yang dilanjutkan ke bagian perut, dan bagian belakang perut yang disebut punggung. Untuk lebih menjelaskan bentuk dari mangga, dapat dilihat pada Gambar 1. Mangga memiliki kulit (eksokarp) yang tebal yang diukur dari lapisan tempurung biji terluar dan terdapat titik kelenjar pada permukaannya. Daging buah mangga (mesokarp) ada yang tebal dan ada yang tipis, tergantung dari jenis dan varietasnya. Beberapa jenis atau kultivar mangga, pada daging buahnya memiliki serat. Selain itu mangga ada yang berair ada yang tidak berair, tingkat kemanisannya pun berbeda-beda bahkan ada juga yang rasanya seperti terpentin. Warna pada daging buahnya juga bermacam macam ada yang kuning, krem, atau orange. Serat-serat yang berasal dari kulit biji (endokarp) kadang-kadang bisa menembus daging buah sehingga daging buahnya berserat. Mangga berserat yang layak dimakan seringkali hanya cairan buahnya saja.
3
Gambar 1. Bagian-bagian buah mangga (Gangolly et al. 1957) Jenis atau kultivar buah mangga yang banyak dipasarkan antara lain Arumanis, Gedong, Cengkir, Manalagi, dan Golek. Karakteristik fisik beberapa varietas mangga komersial dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Fisik Beberapa Varietas Mangga Komersial Kultivar Berat Panjang Lebar Tebal Aroma Warna Utuh (gram/buah) (cm) (cm) (cm) Buah Daging Kuning Arumanis 450 15.1 7.8 5.5 Harum Oranye Manalagi 560 16.0 8.20 7.30 Harum Kuning Segar Golek 456-512 15.70 7.90 6.20 Kuning harum Sedikit Cengkir 400-500 13.0 9.0 8.0 Kuning harum Sumber : Broto (2003) dan Pracaya (2007)
Jenis buah mangga Gedong berbentuk agak bulat dengan pangkal buah agak datar dan sedikit belekuk, pucuk buah tidak berparuh. Tangkai buah kuat yang terletak di tengah dan memiliki bobot 200-300 gram per buah, berukuran 10 cm x 8 cm x 6 cm. Ketika masak kulit buah berwarna merah jingga pada pangkalnya, merah kekuningan pada pucuknya (ujung). Permukaan kulit halus, berbintik putih kehijauan dan berlilin. Daging buah tebal dengan rasa manis dan berair banyak dengan bentuk biji besar, mangga ini termasuk mangga yang memiliki serat yang halus pada daging buahnya (Pracaya 2007). Mangga ini digemari masyarakat karena aromanya yang halus dan kuat. Karena kulit buahnya tebal, buah dapat disimpan beberapa hari dan tahan angkutan. Secara visual mangga varietas Gedong (gedong gincu) dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Mangga gedong gincu
4
Buah mangga merupakan buah yang bergizi tinggi, Paimin (1998) menyatakan bahwa mangga mengandung banyak vitamin A dan vitamin C yang sangat dibutuhkan manusia. Selain itu, mangga juga mengandung kalori, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, kalium, magnesium, dan sedikit lemak seperti terdapat pada Tabel 2. Oleh karena itu buah mangga merupakan salah satu buah tropis yang populer di dunia dan sebagian besar masyarakat di dunia menjulukinya sebagai king of the fruit. Tabel 2. Komposisi kimia dan nilai gizi buah mangga Nilai Rata-rata Buah Mangga Kandungan Zat Mentah Matang Air (%) 90.00 86.10 Protein (%) 0.70 0.60 Lemak (%) 0.10 0.10 Gula Total (%) 8.80 11.80 Serat (%) 1.10 Mineral (%) 0.40 0.30 Kapur (%) 0.03 0.01 Fosfor (%) 0.02 0.02 Besi (%) 4.50 0.30 Vitamin A 150 I.U 4800 I.U Vitamin B1 (mg/100 gr) 0.04 Vitamin B2 (mg/100 gr) 0.03 0.05 Vitamin C (mg/100 gr) 3.00 13.00 Asam nicotinat (mg/100 gr) 0.30 Nilai kalori per 100 gr 39.00 50-60 Sumber : Laroussilhe, LE MANGUIER (1960) dalam Pracaya (2007)
Selain mudah rusak (perishable), mutu hasil hortikultura di Indonesia masih rendah, karena sebagian besar diperoleh dari usaha sampingan berskala kecil dengan beragam komoditas dan varietas (Broto 2003). Indonesia memiliki beberapa jenis pasar dalam penjualan produk yaitu pasar lokal dan ekspor. Kedua pasar tersebut memiliki kriteria mutu yang berbeda-beda. Mutu ekspor harus lebih baik dan standar yang diinginkan umumnya ditentukan oleh negara tujuan. Di Indonesia telah dilakuakan standarisasi mutu buah-buahan untuk eskpor yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan. Untuk keperluan pasar lokal, standar mutu dilakukan oleh pedagang setempat sehingga mutu untuk suatu daerah tidak sama dengan daerah lainnya. Mengingat produk yang dihasilkan dari usaha sampingan berskala kecil dengan komoditas dan varietas yang beragam, sortasi dan pemutuan sangat diperlukan dalam penanganannya. Dengan kegiatan tersebut, petani dapat menjual produknya dengan harga yang tidak sama tergantung pada kelas masing-masing. Namun sebagian besar petani di Indonesia masih jarang melakukannya. Umumnya petani menjual buahnya dengan cara borongan, bahkan kadang-kadang dengan sistem ijon. Standar mutu yang telah ditetapkan dalam SNI merupakan modal dasar bagi pengembangan sistem jaminan mutu terpadu melalui penerapan manajemen mutu. Syarat mutu buah mangga yang tercantum dalam SNI 01-3164-1992 disajikan dalam Tabel 3. Dari tabel tersebut, ternyata hanya karakter kekerasan yang membedakan antara mutu I dan mutu II. Karena itu, karakteristik untuk membedakan kedua mutu tersebut perlu ditambahkan dengan bobot per buah atau jumlah buah per kilogram atau nisbah antara panjang buah dan lebar buah sebagai pendekatan bentuk secara kualitatif.
5
Tabel 3. Syarat mutu buah mangga dalam SNI 01-3164-1992 Persyaratan Karakteristik Cara Pengujian Mutu I Mutu II Kesamaan sifat varietas Seragam Seragam Organileptik Tua tapi tidak Tua tapi tidak Tingkat ketuaan Organoleptik terlalu matang terlalu matang Kekerasan Keras Cukup keras Organoleptik Kurang Keseragaman ukuran Seragam SP-SNP-309-1981 seragam SP-SNV-212Cacat (% maksimal) 5 10 1977 Kadar kotoran (% maksimum) Bebas Bebas SP-SNP-383-1981 Busuk(% maksimal) 0 0 SP-SNP-212-1981 Panjang tangkai (cm maksimum) 1 1 SP-SNP-214-1977 Sumber : Broto (2003)
2.2 Kerusakan Dingin atau Chilling Injury dan Ion Leakage Prinsip penyimpanan dingin adalah mendinginkan lingkungan secara mekanis dengan penguapan gas cair bertekanan (refrigerant) dalam sistem tertutup. Panas yang diperlukan untuk mengubah refrigerant menjadi uap diambil dari ruangan tempat penyimpanan hasil hortikultura. Penurunan suhu dalam penyimpanan dingin akan menurunkan laju respirasi, menghambat perubahan tekstur dan kehilangan vitamin C, mengurangi laju pertumbuhan mikrobiologis, dan mencegah perkecambahan spora dari beberapa jamur. Secara umum penyimpanan dingin bertujuan untuk membatasi pembusukan tanpa menyebabkan terjadinya kematangan abnormal atau perubahanperubahan lain yang tidak diinginkan dan mempertahankan mutu sampai ketangan konsumen dalam jangka waktu yang lama (Broto 2003). Setelah dipanen buah dapat rusak karena beberapa macam hal. Bila tidak ditangani dengan benar maka akan terjadi kerusakan yang merugikan. Buah dianggap rusak bila terjadi penyimpangan tekstur dari keadaan yang normal. Terjadinya memar juga dikategorikan sebagai kerusakan karena pada bagian dalamnya sudah rusak, hal ini tentu akan menurunkan mutu produk segar. Betuk kerusakan produk segar sangat beragam, seperti kerusakan fisik, mekanik, biologi, kimia, maupun mikrobiologi. Chilling injury merupakan salah satu jenis kerusakan fisik. Kerusakan fisik merupakan jenis kerusakan yang terjadi akibat perlakuan-perlakuan fisik. Berawal dari kerusakan fisik ini kerusakan-kerusakan lain dan penyakit dapat timbul misalnya kerusakan kimia dan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh mikroba (Satuhu 2004). Chilling injury dapat diartikan kerusakan fisiologi dari produk pertanian yang mengakibatkan penurunan kualitas yang diakibatkan oleh pengaruh suhu penyimpanan dingin diatas titik beku. Gejala kerusakan dingin dapat dilihat dalam bentuk kegagalan pematangan, pematangan tidak normal, pelunakan prematur, kulit terkelupas, dan peningkatan pembusukan yang disebabkan oleh luka, serta kehilangan flavor yang khas. Gejala-gejala kerusakan dingin tersebut berbeda-beda tergantung pada jenis jaringan yang mengalami kerusakan (Pantastico et al. 1986). Beberapa produk hortikultura mengalami kerusakan dingin di atas suhu pembekuan air. Chilling injury merupakan jenis kerusakan yang terjadi karena suatu produk hortikultura yang terekspose pada suhu rendah tapi bukan pada suhu pembekuan, sering hal itu terjadi pada kisaran suhu dari 0-10 oC. Pada suhu tersebut, sayuran menjadi lemah karena tidak dapat melaksanakan proses metabolisme secara normal. Kenyataan yang sering terjadi adalah sayuran yang didinginkan nampaknya bagus bila diambil dari kamar pendingin. Namun demikian, gejala chilling injury sering muncul beberapa hari setelah berada di suhu yang lebih hangat dalam bentuk legokan (pitting) atau
6
kulit produk memar atau lecet, terjadi internal discoloration, atau gagal menjadi matang (Winarno 2002). Kerusakan dapat terjadi dalam waktu yang sangat singkat, bila suhu jauh lebih rendah dari batas bahaya. Tetapi suatu produk mungkin masih tahan dalam suhu beberapa derajat dalam zona berbahaya untuk waktu yang lebih lama. Pada buah mangga suhu yang aman untuk penyimpanan adalah 10-13 oC. Bila disimpan di bawah batas aman tersebut maka rasa menjadi tidak manis, warna kulit menjadi kusam, pematangan tidak merata, dan terdapat bercak-bercak berwarna terang (Pantastico et al. 1986). Pengeriputan lebih jelas tampak pada buah-buahan seperti jeruk nipis, jeruk besar, mangga, dan alpukat, yang bagian luarnya lebih keras dan lebih tebal daripada lapisan-lapisan yang berbatasan. Basah seperti dicelup air (seperti buah tomat), pengeriputan permukaan seperti pada cabe (Mc Chollach 1962 dalam Pantastico et al. 1986), atau perubahan warna pada seluruh permukaan pada pisang (Pantastico et al. 1986), bisa terjadi bila kulitnya tipis atau hampir selunak dagingnya. Dikatakan juga mekanisme terjadinya kerusakan dingin antara lain adalah terjadinya respirasi abnormal, perubahan lemak dan asam dalam dinding sel, perubahan permeabilitas membran sel, perubahan dalam reaksi kinetika dan termodinamika, ketimpangan distribusi senyawa kimia dalam jaringan dan terjadinya penimbunan metabolit beracun (Pantastico et al. 1986). Petunjuk terjadinya kerusakan dingin untuk produk pertanian sangat penting untuk diketahui dalam upaya mengetahui ambang batas suhu penyimpanan yang paling optimum serta gejala-gejala kerusakan akibat pendinginan pada beberapa jenis buah-buahan dan sayur-sayuran tropika. Chilling injury ini dapat dihindari jika sebelum muncul gejalanya, buah dikembalikan ke suhu di atas ambang batas suhu optimalnya. Secara teoritis, semakin rendah suhu penyimpanan, kemampuan respirasi buah-buahan segar dapat semakin dihambat. Karena pada suhu penyimpanan rendah, solubiditas dari cairan dalam sel buah-buahan akan semakin tinggi yang dapat menekan proses respirasi produk (Purwanto et al. 2005). Tetapi sebaliknya, suhu dingin dapat menyebabkan dinding sel rusak sehingga pada saat produk dikeluarkan dari suhu dingin, air dalam sel akan keluar melalui dinding sel yang telah rusak dan mengakibatkan rusaknya buah tersebut. Kerusakan ini sering tidak tampak dari luar buah selama buah masih berada dalam ruang penyimpanan dingin. Tetapi jika diamati melalui parameter internal seperti perubahan ion leakage, produk terjadi perubahan yang cukup signifikan yang dapat dijadikan acuan untuk mendeteksi gejala terjadinnya chilling injury (Purwanto et al. 2005). Saltveit (2002) juga menerangkan gejala kerusakan dingin dapat diamati dari kenaikan kecepatan respirasi dan produksi etilen, terjadinya proses pematangan yang tidak normal dan lambat serta kenaikan jumlah ion yang dikeluarkan dari membran sel (ion leakage). Ion merupakan muatan listrik baik berupa atom maupun molekul dan dengan rekasi transfer elektron sesuai bilangan oksidasinya menghasilkan ion. Konsentrasi ion menentukan banyaknya ion yang ada pada larutan tetapi bukan berarti selalu berbanding lurus dengan besar konduktivitas membran karena membran mempunyai karakter yang khas (Athis 1995). diantaranya dapat mempertahankan beda potensial antara lingkungan di kedua sisinya seperti diperlihatkan dalam Gambar 3. Konduktivitas listrik atau daya konduksi yang spesifik (electrical conductivity) adalah ukuran dari suatu kemampuan material untuk mengalirkan arus listrik dengan satuan milisiemens/meter (mS/m) dalam SI. Milisiemen sendiri merupakan satuan dari konduktansi listrik dengan symbol “S” atau mili Siemens itu merupakan kebalikan dari hambatan listrik jadi “1/Ω” sama dengan Siemens (www.wikipedia.org 2011). Pada tumbuhan yang sel tubuhnya dapat dilihat pada Gambar 3, dalam tubuhnya mengandung larutan elektrolit seperti KCl, NaCl, MgSO4 yang terdisosiasi menjadi ion-ion bila larut dalam air. Kenaikan presentase ion leakage menunjukkan besarnya membran sel yang pecah. Di dalam sel terdapat protoplasma, secara fisik protoplasma merupakan zat kental yang tembus cahaya yang
7
berstruktur sangat kompleks dengan komponen utamanya adalah air (85 – 89%). Cairan tersebut berisi berbagai bahan organik dan anorganik, misalnya gula, protein, asam organik, fosfatida, tannin, pigmen flavonoid, dan kalsium oksalat. Beberapa zat dalam vakuola dapat berbentuk padatan, bahkan berbentuk Kristal (Nobel 1991). Cairan dalam sel (sitoplasma sel) bermuatan negatif dibandingkan dengan fluida ekstraseluler disebabkan oleh distribusi anion dan kation pada sisi membran yang berlawanan yang tidak sama. Potensial membran bertindak seperti baterai, suatu sumber energi yang memengaruhi lalulintas semua substansi bermuatan yang melintasi membran. Karena di dalam sel itu negatif dibandingkan dengan di luarnya, potensial membran ni mendukung transpor pasif kation ke dalam sel dan anion ke luar sel. Dengan demikian, dua gaya menggerakkan difusi ion melintasi suatu membran: gaya kimiawi (gradien konsntrasi ion) dan gaya listrik (pengaruh potensial membran pada pergerakan ion). Kombinasi kedua gaya yang bekerja pada satu ion ini disebut gradien elektrokimiawi. Perubahan lingkungan dapat memengaruhi potensial membran dan sel itu sendiri. Meningkatnya kerusakan membran permeabel pada saat dikeluarkan dari ruang penyimpanan dingin, cairan sel akan keluar menyebabkan kenaikan kebocoran ion yang tinggi. Potensial membran adalah beda potensial elektrik antara dinding sebelah luar dan sebelah dalam dari suatu membran sel yang berkisar dari sekitar -50 hingga -200 milivolt (tanda minus menunjukkan bahwa di dalam sel bersifat negatif dibandingkan dengan di luarnya (Gambar 3)) (Campbell et al. 2002).
Gambar 3. Struktur sel tumbuhan dan membrane sel (www.bima.ipb.ac.id 2011) serta ilustrasi cara perbedaan konsentrasi pada sisi yang berbeda dari suatu membran sel menghasilkan perbedaan tegangan (www.wikipedia.org 2011) Tekstur buah dan sayuran bergantung pada ketegangan, ukuran, bentuk, dan keterikatan sel-sel. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma, dan elastisitas dinding sel. Dalam osmosis zat-zat bergerak dari daerah dengan energi kinetik tinggi ke daerah dengan energi kinetik rendah karena zat-zat yang terlarut didalamnya, sebagai akibatnya air berdifusi ke dalam sel. Difusi terusmenerus meningkatkan jenjang energi sel yang mengakibatkan peningkatan tekanan sehingga mendorong sitoplasma ke dinding sel dan menyebabkan menjadi tegang. Bila jenjang di luar sel lebih rendah akan terjadi difusi zat-zat ke luar sel yang menyebabkan plasmolisis atau kematian sel. Perubahan bentuk fisik membran pada suhu rendah diduga merupakan penyebab terjadinya ion leakage dari jaringan tanaman yang sensitif terhadap suhu dingin (Nobel 1991). Seible (1939) dalam Pantastico et al. (1986) telah mengamati bahwa kalsium nitrat menembus sel coleus suatu tanaman yang peka terhadap pendinginan yang didinginkan lebih cepat daripada selsel yang tidak didinginkan. Pada suhu 0 oC kebocoran elektrolit-elektrolit dari buah tomat yang luka meningkat dengan cepat. Pada suhu ini kubis yang belum rusak memperlihatkan laju kebocoran ion yang tetap (Lewis dan Workman 1964 dalam Pantastico et al.1986). Liberman et al. (1958) dalam Pantastico et al. (1986) melaporkan hal yag serupa, yaitu kebocoran elektrolit-elektrolit dari jaringan
8
akar kentang yang telah didinginkan lima kali lebih besar dibandingkan dengan kebocoran dari jaringan-jaringan yang tidak didinginkan.
2.3 Teknologi NIR 2.3.1 Prinsip Dasar NIR Infrared merupakan radiasi elektromagnetik yang terletak di antara sinar tampak dan gelombang mikro. Infrared dibedakan menjadi 3 yaitu near infrared, mid infrared, dan far infrared. Near infrared berada pada kisaran panjang gelombang 750-2600 nm (Murray & Williams 1990). Winarno et al (1973) menyatakan bahwa dalam spektroskopi infrared dikenal dua satuan panjang gelombang yang biasa digunakan yaitu mikrometer dan frekuensi (wave number). Frekuensi ditandai dengan simbol (v) dan mempunyai satuan cm-1. Persamaan yang digunakan untuk mengubah mikrometer (µm) menjadi cm-1 adalah sebagai berikut : 10 000
Panjang Gelombang (µm) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝐺𝑒𝑙𝑜𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔
(𝑐𝑚 −1 )
.............................................. (1)
Near infrared banyak digunakan untuk menentukan kandungan kimia suatu bahan organik, karena ikatan molekul bahan organik sangat peka pada kisaran panjang gelombang near infrared tersebut. Semua bahan organik terdiri dari atom-atom. Utamanya adalah karbon, oksigen, hydrogen, nitrogen, fosfor, dan sulfur. Atom-atom tersebut terikat secara kovalen dan elektrokovalen untuk membentuk molekul. Ketika molekul-molekul tersebut disinari dengan energi dari luar, maka molekul tersebut mengalami perubahan energi potensial (Murray & Williams 1990). Mohsenin (1984), menyatakan bahwa sinar yang dipancarkan dari sumber ke bahan organik, sekitar 4% akan dipantulkan kembali oleh permukaan luar (regular refraction) dan sisanya 96% akan masuk ke dalam produk tersebut yang selanjutnya mengalami penyerapan (absorption), pemantulan (body reflection), penyebaran (scattering) dan penerusan (transmittance). Seperti terlihat pada Gambar 4. Intensitas yang diserap oleh molekul dapat digambarkan dalam trasmittance seperti digambarkan dalam Persamaan 2. 𝐼
𝑇 = 𝐼 = 10−𝐴 .......................................................................................................... (2) 𝑜
Menurut hukum Beer-Lambert, jumlah intensitas yang diserap oleh bahan atau Absorbance (A) dinyatakan dengan persamaan : log10
𝐼𝑜 𝐼
= log10
𝐼 𝑇
= 𝑘𝑐𝑙 = 𝐴 ............................................................................. (3)
Dimana k adalah (absorptivitas molar), c adalah konsentrasi larutan (mol/dm-3), dan l adalah panjang larutan yang dilalui sinar (cm). Dalam NIR spectroscopy, reflektan analog dengan transmittance (T) (Murray & Williams 1990) untuk produk cair, maka: A = log10
1 𝑅
............................................................................................................ (4)
Infrared
Absorption
Transmitten
Reflection
Gambar 4. Proses penyinaran infrared pada sampel
9
Penyerapan panjang gelombang tertentu oleh kandungan kimia tertentu ditunjukkan dengan terjadinya puncak-puncak gelombang pada kurva absorpsi NIR, semakin besar kandunga kimia suatu bahan pertanian, maka penyerapan akan smakin besar, atau puncak gelombangnya semakin tinggi. Keunggulan dari gelombang infra merah dekat menurut Osborne et al. (1993) dalam menganalisis bahan makanan adalah merupakan gabungan antara tingkat ketepatan, kecepatan, dan kemudahan dalam melakukan percobaan (prosedur tidak rumit). Kendala metoda NIR adalah biaya investasi alat yang tinggi. Metoda NIR masih tergolong sekunder karena memerlukan tahap kalibrasi terutama bagi sampel uji yang belum pernah menggunakan metoda ini misalnya tepung ikan, bungkil inti sawit, dan dedak. Metoda NIR sangat membantu pekerjaan analisis yang bersifat rutin, seperti kadar air, serat kasar, protein, dan lemak.
2.3.2 Aplikasi NIR dalam Bidang Pertanian Berdasarkan sifat absorbansi dan reflektan dari energi radiasi yang dipancarkan, maka NIR dapat digunakan untuk mengkaji komposisi kimia bahan, termasuk bahan hasil pertanian dan bahan pangan. Aplikasi teknologi NIR dalam industri produk pangan telah banyak dilakukan. Diawali oleh Norris dan Hart (1962), yang mengukur kadar air yang terkandungan dalam biji-bijian dengan menggunakan transmittance spectroscopy. Kedua orang tersebut menemukan bahwa kadar air dalam bahan tersebut dapat diukur pada panjang gelombang 1940 nm. Untuk pengaplikasian secara komersil teknologi NIR pertama diperkenalkan oleh Williams pada tahun 1973. Aplikasianya adalah menganalisa gandum dan biji-biji berkadar minyak. Selain itu teknologi ini juga dapat digunakan untuk memperkirakan konsentrasi gula dan asam pada buahbuahan (Ikeda et al. 1992). Reid (1976) melakukan pengamatan sifat-sifat pantulan pada buah apel baik yang memar dan tidak memar dengan panjang gelombang berkisar antara 300 µm- 800 µm. Sifat-sifat pantulan pada kulit apel dengan varietas berbeda, memperlihatkan perbedaan sifat pantulan. Berdasarkan perbedaaan pantulan ini, ditentukan panjang gelombang yang tepat sehingga dapat digunakan untuk membedakan antara apel yang normal dengan apel yang mengalami kerusakan, yaitu berkisar antara 400 µm - 450 µm. Widodo et al. (2000), melakukan penelitian untuk mengembangkan suatu metoda nondestructive bagi sifat fisik dan kimia beberapa buah tropika sebagai suatu metoda seleksi untuk pengklasifikasian kualitas buah menuju pengembangan industri buah tanpa biji di Indonesia. Pada penelitian tersebut analisis kandungan kimia buah dilakukan dengan menggunakan NIRS (Near Infrared reflectance spectrometry) pada buah jeruk yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu buah utuh, sari buah, dan kulit buah. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa diantara ketiga jenis contoh yang diuji, pada umumnya nilai korelasi data validasi untuk buah utuh sangat rendah, sedangkan nilai korelasi data validasi tertinggi ditunjukkan oleh contoh sari buah. Karena analisis non-destructive mensyaratkan analisis langsung pada buah utuh, metoda NIRS yang diaplikasikan pada penelitian ini tidak tepat digunakan sebagai salah satu metoda analisis non-destructive untuk kualitas kimia buah jeruk. Rosita (2001), menerapkan teknologi NIR untuk memprediksi mutu buah duku. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa NIR dapat memprediksi kadar gula dan kekerasan buah duku dengan baik. Disimpulkan pula bahwa data absorbansi NIR memberikan nilai korelasi yang lebih tinggi dari data reflektan NIR. Munawar (2002), menerapkan teknologi NIR untuk menduga kadar gula dan kekerasan buah belimbing. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa NIR dapat menduga kadar gula dan kekerasan buah belimbing dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien korelasi yang tinggi.
10
Kusumaningtyas (2004) melakukan pendugaan kadar air, karbohidrat, protein, lemak, dan amilosa pada beras dengan metode NIR. Panjang gelombang yang digunakan adalah 900-2000 nm. Data reflektan NIR dapat menduga kadar air, karbohhidrat, dan protein lebih baik daripada data absorban. Sedangkan untuk menduga kadar lemak dan amilosa data absorban lebih baik dibandingkan data reflektan. Andrianyta (2006), menerapkan teknologi near infrared reflectance dan JST dalam menentukan komposisis kimia jagung secara non-destructive. Komposisi kimia yang ditentukan antara lain kandungan proksimat, lemak, air, karbohidrat, methionin, tyrosin, threonin, agrinin, dan leusin. Susilowati (2007) menyimpulkan bahwa panjang gelombang 900-1400 nm dapat digunakan untuk menduga total padatan terlarut buah papaya selama penyimpanan dan pemeraman. Namun, panjang gelombang tersebut tidak dapat digunakan untuk menduga kekerasan. Teerachaichayut et al. (2011) dalam penelitiannya prediksi secara non-destruktif pada pengerasan pericarp buah manggis utuh menggunakan transmitan NIR spectroscopy menyatakan karakteristik spektra pada buah manggis yang mengalami pengerasan pada pericarp berbeda dengan karakteristik buah yang memiliki pericarp normal.
2.4 Analisis Komponen Utama Analisis komponen utama merupakan teknik multivariative tertua dan paling luas digunakan. Pemikiran dasar analisis komponen utama adalah mendeskripsikan variasi sebuah set data multivariative dengan sebuah set data baru dimana variabel-variabel baru tidak berkolerasi satu sama lain. Variabel-variabel baru merupakan kombinasi linear dari variabel asal. Variabel-variabel baru diturunkan dalam arah menurun sehingga beberapa komponen pertama mengandung sebanyak mungkin variasi data asal. Karena beberapa komponen pertama sudah mengandung sebanyak mungkin variasi data asal, beberapa komponen utama pertama dapat digunakan untuk mempresentasikan data asal tanpa kehilangan informasi. Untuk menjelaskan pengertian analisis komponen utama, dimisalkan variabel input sebuah ruang vektor berdimensi n dituliskan dengan matriks Xpxn 𝑥11 𝑥12 … 𝑥1𝑛 𝑋 = 𝑥21 … 𝑥22 … … … 𝑥2𝑛 … 𝑥𝑝1 𝑥𝑝2 … 𝑥𝑝𝑛 dimana p merupakan contoh ke-p dan n merupakan variabel atau parameter ke-n yang diukur. Analisis komponen utama bertujuan untuk mendapatkan sebuah ruang vektor berdimensi m, dimana m < n sehingga ruang vektor berdimensi m mencakup hampir semua variasi data. Untuk mandapatkannya, ruang vektor berdimensi n diproyeksikan kedalam ruang vektor berdimensi m dengan memilih setiap komponen utama dalam arah variasi maksimum. Akan tetapi komponen utama tersebut saling tegak lurus atau orthogonal. Algoritma analisis komponen utama (Patterson 1993) dalam Mardison (2010) dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Komponen pertama pada Persamaan 5 dipilih dalam arah variasi maksimum dimana y1 dan w1 merupakan vektor kolom. y1=Xw1 ............................................................................................................... (5) Nilai ini harus dibatasi karena variasi data dapat dibuat semakin besar dengan cara menaikkan nilai w1. Pembatasan ini dilakukan dengan cara normalisasi menggunakan Persamaan 6. 𝑤1 ′ 𝑤1 = 𝑖 𝑤𝑖1 2 = 1 .......................................................................................... (6) dimana w1‟ = vektor transpose w1
11
2. Jumlah kuadrat y1 pada Persamaan 7 dimaksimumkan. y1’y1 = w1’ X’ X w1 .............................................................................................. (7) Metode umum yang digunakan untuk memaksimumkan Persamaan 7 diatas adalah persamaan lagrange. Fungsi komposit L pada Persamaan 8 dibentuk dengan menggunakan Persamaan 5 dan 6 sebagai berikut : L = w1’ X’ X w1 – λ1 (w1’w1 – 1) .......................................................................... (8) dimana λ1 merupakan multiplier Lagrange. Nilai maksimum L diselesaikan dengan mengambil turunan partial terhadap w 1 dan λ1 sama dengan nol pada Persamaan 9 dan hasilnya pada Persamaan 10. 𝜕𝐿 𝜕𝑤 1
=2X‟Xw1 - 2λ1w1=0 ..................................................................................... (9)
X’ X w1 = λ1 w1 .................................................................................................... (10) dari Persamaan 10 dan Persamaan 7, didapat Persamaan 11. y1’ y = w1’ λ1 w1 = λ1 w1’ cw1 = λ1 ........................................................................ (11) Solusi y1 merupakan komponen utama pertama dengan variasi maksimum λ1 dimana λ1 juga merupakan nilai eigen X‟ X. 3. Untuk mendapatkan komponen kedua y2, prosedur untuk mendapatkan y1 di atas digunakan, tetapi y2 juga tegak lurus dengan y1 sehingga y2‟ y2 = w2‟ X‟ X w2 ............................................................................................ (12) 4. Jumlah kuadrat y2 pada Persamaan 12 harus dimaksimalkan dengan dua fungsi kendala pada Persamaan 13. w2‟ w2 = 1 dan w1 w2 = 0 ..................................................................................... (13) Fungsi komposit Lagrange untuk memaksimumkan Persamaan 12 dengan fungsi kendala pada Persamaan 13 adalah : L = w2‟ X‟ X w2 – λ2 (w2‟ w2 – 1) – µ w1’ w2 ....................................................... (14) Turunkan partial terhadap w2 sama dengan nol dilakukan seperti proses sebelumnya sehingga didapatkan µ = 2 w1‟ X‟ X w2 = 2 x 0 = 0 dan X‟ X w2 = λ2 w2 .............................................. (15) 5. Dengan melanjutkan proses tersebut di atas, nilai eigen λ1, λ2, λ3, … , λp yang berhubungan dengan matriks orthogonal (tegak lurus) W = [w1, w2, … , wp] dimana p komponen utama dari X 𝜆1 0 0 0 ′ ′ ′ 0 𝜆2 0 0 didapatkan dari matriks Y =XY dan matriks 𝑌 𝑌 = 𝑊 𝑋 𝑋𝑊 = 𝛬 = ⋯ ⋯ … … 0 0 0 𝜆𝑝 merupakan matriks diagonal. Karena Λ merupakan matriks diagonal, komponen-komponen utama yang diekstrak dari variabel asal saling tegak lurus atau tidak berkorelasi satu sama lain. 6. Total variasi komponen X dapat dijelaskan dengan Persamaan 16 sebagai berikut : Σx12 + Σx22 + … + Σxp2 = Trace(X‟X) = Trace(W‟X‟XW) =
𝑝 𝑗 =1 𝜆j
=
𝑝 𝑗 =1 𝑌𝑗′𝑌𝐽 .......... (16)
7. Proporsi variasi komponen utama ke-j dari X dihitung dengan Persamaan 17. Proporsi variasi =
𝜆j 𝑝 𝑗 =1 𝜆j
...................................................................................................................................................... (17)
8. Kumulatif variasi X dengan menggunakan komponen utama ke-m didapatkan dengan menjumlahkan nilai eigen ke-m dibagi dengan total variasi X yang dapat dilihat pada Persamaan 18.
12
Komulatif variasi =
𝑚 𝜆j 𝑗 =1 𝑝 𝑗 =1 𝜆j
............................................................................................ (18)
Permasalahan yang umum timbul adalah menentukan banyaknya komponen utama yang digunakan. Terdapat tiga metode yang biasa digunakan. Metode pertama adalah metode yang didasarkan pada kumulatif proporsi keragaman total yang mampu dijelaskan. Metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan, dan bisa diterapkan pada penggunaan matriks korelasi maupun matriks ragam peragam (covariance). Caranya adalah minimum persentase kergaman yang mampu dijelaskan ditentukan terlebih dahulu, dan selanjutnya banyaknya komponen yang paling kecil hingga batas itu terpenuhi dijadikan sebagai banyaknya komponen utama yang digunakan. Tidak ada patokan baku berapa batas minimum tersebut, sebagian buku menyebutkan 70%, 80%, bahkan ada yang 90%. Metode kedua, metode ini hanya bisa diterapkan pada penggunaan matriks korelasi. Ketika menggunakan matriks ini, peubah asal ditransformasi menjadi peubah yang memiliki ragam sama yaitu satu. Pemilihan komponen utama didasarkan pada ragam komponen utama, yang tidak lain adalah akar ciri (eigenvalue). Metode ini disarankan oleh Kaiser (1960) yang berargumen bahwa jika peubah asal saling bebas maka komponen utama tidak lain adalah peubah asal, dan setiap komponen utama akan memiliki ragam satu. Dengan cara ini, komponen yang berpadanan dengan akar ciri kurang dari satu tidak digunakan. Jollife (1972) setelah melakukan studi mengatakan bahwa cut off yang lebih baik adalah 0.7. Pada metode ketiga dapat digunakan grafik yang disebut plot scree, yaitu plot antara akar ciri k dengan komponen (k). Dengan menggunakan metode ini, banyaknya komponen utama yang dipilih, yaitu k, adalah jika pada titik k tersebut plotnya curam ke kiri tapi tidak curam di kanan. Ide yang ada di belakang metode ini adalah bahwa banyaknya komponen utama yang dipilih sedemikian rupa sehingga selisih antara akar ciri yang berurutan sudah tidak besar lagi. Interpretasi terhadap plot ini sangat subjektif.
2.5 Persiapan Data Dalam Analisis Jaringan Syaraf Tiruan Persiapan data merupakan salah satu tahapan yang penting dilakukan sebelum merancang model jaringan syaraf tiruan. Alasan utama perlu dilakuakan persiapan data adalah kualitas data masukan ke dalam model jaringan syaraf tiruan sangat mempengaruhi hasil analisis data. Secara umum, jika data yang menjadi masukan dalam jaringan syaraf tiruan sudah dipersiapkan dengan baik dan benar maka dalam melakukan analisis datanya menjadi mudah dan sederhana. Kinerja jaringan syaraf tidak dapat bekerja secara signifikan jika terdapat data yang hilang dan bersifat stabil (tidak bergerak terhadap atribut data lain). Data dapat dikatakan memiliki tingkat mutu yang baik jika memenuhi lima aspek yaitu Up-to-date (terbaru), relevan, akurasi, presisi, dan lengkap. Jaringan syaraf tiruan Selain membutuhkan data yang baik dalam mempersiapkan data masukan, juga membutuhkan integrasi data dan persiapan data lebih lanjut. Secara umum skema untuk integrasi data dan persiapan data, dapat dilihat pada Gambar 5.
13
Analisi Data Awal Analisis Kebutuhan
Koleksi Data
Integrasi Data
Seleksi Data
Masalah Penting
Solusi
Seleksi Variabel data
Analisis korelasi
Proses Awal Data Pemeriksaan Data
Pengolahan Data
Masalah Penting -
Solusi
Data yang terlalu banyak Data yang terlalu sedikit Data yang hilang Data yang noise (outlier) Data dengan skala yang berbeda Data trend/ musiman Data bukan stasioner
-
Sampling data Pengumpulan kembali data Perbaikan data Menghilangkan noise Normalisasi data Menghilangkan trend membedakan
Analisis Akhir Data Pembagian Data
Validasi Data
Masalah Penting
-
Underfitting overfitting
Penyesuaian Kembali Data Solusi
-
Meningkatkan kelompok data Menurunkan kelompok data
Gambar 5. Skema persiapan data untuk analisis data jaringan syaraf tiruan (Yu, Chen dan Wang 2009 dalam Agrarista 2011)
2.6 Jaringan Syaraf Tiruan dan Aplikasinya 2.6.1 Jaringan Syaraf Tiruan Jarigan syaraf tiruan sederhana pertama kali diperkenalkan oleh McCulloch dan Pitts di tahun 1943. McCulloch dan Pitts menyimpulkan bahwa kombinasi beberapa neuron sederhana menjadi sebuah sistem neural akan meningkatkan kemampuan komputasinya. Bobot dalam jaringan yang diusulkan McCulloch dan Pitts diatur untuk melakukan fungsi logika sederhana. Fungsi yang dipakai adalah fungsi threshold. Tahun 1958, Rosenbalt memperkenalkan dan mulai mengembangkan model jaringan yang disebut perceptron. Model pelatihan tersebut diperkenalkan untuk mengoptimasikan hasil iterasi. Widrow dan Hoff (1960) mengembangkan perceptron dengan memperkenalkan aturan pelatihan jaringan, yang dikenal dengan aturan delta (sering disebut kuadrat rata-rata terkecil). Aturan ini akan mengubah bobot perceptron apabila keluaran yang dihasilkan tidak sesuai dengan target yang diinginkan. Apa yang dilakukan pada penelitian terdahulu hanya menggunakan jaringan dengan lapisan tunggal.
14
Jaringan syaraf tiruan (artificial neural network) adalah suatu sistem pemrosesan informasi yang memiliki karakteristik menyerupai jaringan syaraf biologi (otak manusia). Karakteristik tersebut yaitu hubungan antar neuron (arsitektur), metode penentuan bobot pada saluran penghubung (training/learning algorithm), dan fungsi aktivasi yang digunakan (Marimin 2009). Informasi yang diberikan pada jaringan syaraf tiruan akan dirambatkan melalui neuron, dimulai dari lapisan input sampai ke lapisan output memalui lapisan lainnya. Lapisan ini sering dikenal dengan nama lapisan tersembunyi (hidden layer) (Fausett 1994). Arsitektur jaringan syaraf sederhana dengan satu lapisan tersembunyi ditunjukkan pada Gambar 6. Kemampuan belajar jaringan syaraf tiruan (JST) merupakan suatu hal yang sangat mengagumkan. Seperti sistem biologi yang dimodelkannya, JST ini memodifikasi dirinya sendiri dari hasil pengalaman yang diperolehnya untuk menghasilkan pola tingkah laku yang lebih tepat. Kemampuan belajar ini dipresentasikan dalam mekanisme (metode) pembelajaran JST yang merupakan suatu metode perubahan bobot pada saluran penghubung sehingga dihasilkan output JST yang sesuai (Marimin 2009).
Gambar 6. Jaringan syaraf tiruan sederhana dengan hidden layer (Fausett 1994) Berbeda dengan metode lain, algoritma untuk jaringan syaraf tiruan bekerja dengan data numerik sehingga data yang tidak numerik harus dirubah menjadi data numerik. Dibandingkan dengan cara perhitungan konvensional, jaringan syaraf tiruan tidak memerlukan atau menggunakan suatu model matematis atas pemasalahan yang dihadapi. Oleh karena itu jaringan syaraf tiruan juga dikenal dengan free-estimator. Jaringan syaraf tiruan memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode perhitungan lain atau metode konvensional, yaitu : 1. Kemampuan mengakuisisi pengetahuan walaupun dalam kondisi ada gangguan dan ketidakpastian. Hal ini dapat disebabkan jaringan syaraf tiruan mampu melakukan generalisasi, abstraksi, dan ekstraksi terhadap properti statistik data. 2. Kemampuan merepresentasikan pengetahuan secara fleksibel. Jaringan syaraf tiruan dapat menciptakan sendiri representasi melalui pengaturan diri sendiri atau kemampuan belajar (self organizing). 3. Kemampuan untuk memberikan toleransi atas suatu distorsi (error/fault). Dimana gangguan kecil pada data dapat dianggap hanya sebagai noise (guncangan) belaka. 4. Kemampuan memproses pengetahuan secara efisien karena memakai sistem parallel, sehingga waktu yang diperlukan untuk mengoperasikannya menjadi lebih singkat. Dengan tingkat kemampuan yang baik, jaringan syaraf tiruan dapat diterapkan untuk storing and recall data/ pattern, klasifikasi pola, pemetaan umum dari pola input ke pola output, pengelompokkan pola-pola yang mirip, atau untuk pemecahan masalah optimasi yang memiliki batasan-batasan tertentu (Marimin 2009).
15
Jaringan syaraf tiruan juga memiliki keterbatasan, antara lain kurang mampu melakukan operasi-operasi numerik dengan presisi tinggi, operasi algoritma aritmatik, operasi logika, dan operasi simbolis serta lamanya proses pelatihan yang terkadang membutuhkan waktu berhari-hari untuk jumlah data yang sangat besar (Hermawan 2006).
2.6.2 Komponen Jaringan Syaraf Tiruan Umumnya jaringan syaraf tiruan terdiri dari sejumlah elemen-elemen pemrosesan informasi yang disebut neuron/cells/nodes. Neuron tersebut akan berhubungan satu dengan lainnya menggunakan saluran penghubung (connection link) yang memiliki bobot. Bobot ini merepresentasikan informasi yang digunakan jaringan untuk memecahkan masalah. Setiap neuron dalam jaringan syaraf tiruan memiliki tingkat aktivasi, yaitu suatu fungsi yang mentransformasikan nilai input yang diterimanya. Umumnya, suatu neuron mengirimkan nilai aktivasinya sebagai suatu sinyal ke beberapa neuron lainnya. Secara visual gambaran jaringan syaraf tiruan terdapat pada Gambar 7.
Gambar 7. Jaringan syaraf tiruan sederhana (Fausett 1994) Pada Gambar 7 jaringan terdiri dari tiga neuron pada lapisan input dan satu neuron pada lapisan output. Neuron Y menerima input dari neuron X1, X2, dan X3. Nilai aktivasi (sinyal output) neuron-neuron tersebut adalah x1, x2, dan x3. Bobot saluran penghubung dari X1, X2, dan X3 ke neuron Y adalah w1, w2, dan w3. Input jaringan, y_in ke neuron Y adalah jumlah dari bobot sinyal x dari neuron-neuron X1, X2, dan X3. Y_in secara matematis dapat dilihat pada Persamaan 19. 𝑌_𝑖𝑛 =
𝑁 𝑖=1 𝑤𝑖 𝑥𝑖
........................................................................................... (19)
Nilai aktivasi y dari neuron Y adalah suatu fungsi dari input jaringan y=f(y_in). Fungsi f adalah merupakan fungsi linear atau fungsi-fungsi lain yang lebih kompleks. Dalam backpropagation, fungsi aktivasi yang dipakai harus memenuhi beberapa syarat yaitu kontinu, terdiferensial dengan mudah, dan merupakan fungsi yang tidak turun. Fungsi yang memenuhi syarat tersebut diantaranya adalah fungsi sigmoid biner, fungsi sigmoid bipolar, dan fungsi identitas. Berikut adalah penjelasan terhadap masing-masing fungsi. 1. Sigmoid biner/ logistik Fungsi ini memmiliki range antara 0 hingga 1. Fungsi ini digambarkan sebagai berikut :
Gambar 8. Fungsi aktivasi sigmoid biner (Mathworks Online 2010) Secara matematis fungsi sigmoid biner dapat ditulis seperti berikut : 1
𝑓 𝑥 = 1+𝑒 −𝑥 .................................................................................................. (20)
16
Yang memiliki turunan : 𝑓 ′ 𝑥 = 𝑓 𝑥 (1 − 𝑓 𝑥 ) ................................................................................ (21) 2. Sigmoid bipolar Fungsi ini mirip dengan fungsi sigmoid biner tapi fungsi ini memiliki range antara -1 hingga 1. Fungsi ini digambarkan sebagai berikut :
Gambar 9. Fungsi aktivasi sigmoid bipolar (Mathworks Online 2010) Secara matematis fungsi sigmoid bipolar dapat ditulis seperti berikut : 2
𝑓 𝑥 = 1+𝑒 −𝑥 − 1 ........................................................................................... (22) Yang memiliki turunan : 𝑓′ 𝑥 =
1+𝑓 𝑥 (1−𝑓 𝑥 ) 2
................................................................................... (23)
3. Fungsi identitas/ linear Fungsi ini akan akan membawa input ke output yang sebanding. Fungsi ini digambarkan sebagai berikut :
Gambar 10. Fungsi aktivasi identitas (Mathworks Online 2010) Secara matematis fungsi identitas dapat ditulis seperti berikut : 𝑓 𝑥 = 𝑥 ........................................................................................................ (24)
2.6.3 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Selain memiliki komponen khusus dan fungsi aktivasi, jaringan syaraf tiruan juga tersususun dengan pola keterkaitan antar layer yang spesifik, keterkaitan ini disebut network architecture. Arsitektur jaringan syaraf tiruan diklasifikasikan menjadi single layer, multi layer, dan competitive layer. Single layer network (jaringan layar tunggal) Mempunyai satu lapisan untuk menghubungkan nilai bobotnya. Neuron input langsung berhubungan dengan neuron output. Jaringan ini hanya menerima informasi dan langsung mengolahnya menjadi output tanpa melalui hidden layer. Ciri-ciri yang dimiliki Single layer network ini hanya mempunyai satu lapisan input dan satu lapisan output. Multi layer network (jaringan layar jamak) Jaringan yang mempunyai tambahan satu lapisan atau lebih dengan hidden layer diantara layer input dan layer output. Jaringan dengan banyak layer ini dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih rumit dibandingkan jaringan dengan lapisan tunggal, meskipun kadangkala proses pelatihan lebih kompleks dan lama.
17
Competitive layer network Terdiri dari dua atau lebih jaringan syaraf tiruan. Arsitektur jaringan ini bisa menghubungkan satu neuron dengan neuron lainnya (Fausett 1994). Untuk menentukan banyaknya lapisan yang digunakan, input layer tidak diikutsertakan sebagai layer yang digunakan. Banyak layer yang disertakan dalam jaringan syaraf tiruan menunjukkan banyaknya nilai bobot yang berhubungan antar layer tersebut. Karena itu, nilai bobot merupakan hal yang penting dalam jaringan syaraf tiruan. Dalam penggunaannya, jaringan ditambahkan sebuah unit masukan yang nilainya selalu satu. Unit tersebut disebut bias, dalam jaringan dapat dilihat pada Gambar 11.
2.6.4 Algoritma Pembelajaran Backpropagation Dalam perkembangannya, muncul berbagai macam mekanisme pembelajaran JST. Salah satu metode pembelajaran yang umum digunakan adalah mekanisme pembelajaran yang menggunakan algoritma pembelajaran backpropagation (propagasi balik). Backpropagation dibentuk dengan membuat generalisasi aturan pelatihan dalam model Widrow-Hoff dengan cara menambahkan lapisan tersembunyi. Kata backpropagation merujuk pada cara nagaimana gradient perubahan bobot dihitung. Algoritma ini pertama kali di rumuskan oleh D.E. Rumelhart, G.E. Hinton dan R.J. Williams pada tahun 1986. Dengan metode ini permasalahan pengenalan huruf, pengenalan suara, dan beberapa pengenalan pola oleh komputer dapat diatasi. Arsitektur JST propagasibalik merupakan jaringan dengan lapis jamak (Multi layer network). Jaringan ini terdiri n buah masukan (ditambah sebuah bias), sebuah lapisan tersembunyi yang terdiri dari p unit (ditambah sebuah bias), serta m buah unit keluaran seperti terlihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Arsitektur jaringan syaraf tiruan propagasi balik dengan satu hidden layer (Fausett, 1994) Manurut Siang (2009), seperti halnya model JST lain, backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa (tapi tidak sama) dengan pola yang dipakai selama pelatihan. Pada saat pembelajaran dilakukan, nilai bobot akan diubah secara dinamis. Pada dasarnya terdapat dua metode pembelajaran yaitu supervised learning dan unsupervised learning. Dalam Supervised learning, terdapat sejumlah pasangan data (masukan – target keluaran) yang dipakai untuk melatih jaringan hingga diperoleh bobot yang diinginkan. Pasangan data tersebut berfungsi sebagai guru untuk melatih jaringan hingga diperoleh bentuk yang terbaik. “Guru” akan
18
memberikan informasi yang jelas tentang bagaimana sistem harus mengubah dirinya untuk meningkatkan unjuk kerjanya. Pada setiap kali pelatihan input akan diberikan ke jaringan, jaringan akan memproses dan mengeluarkan keluaran. Selisih antara keluaran jaringan dengan target merupakan kesalahan yang terjadi. Jaringan akan memodifikasi bobot sesuai kesalahan tersebut. Pada unsupervised learning tidak ada “guru” yang mengarahkan proses pelatihan. Dalam pelatihannya, perubahan bobot jaringan dilakukan berdasarkan parameter tertentu dan jaringan dimodifikasi menurut ukuran parameter tersebut. Jaringan syaraf tiruan backpropagation merupakan model yang menggunakan pelatihan yang terawasi (supervised learning). Dalam bukunya Siang (2009) menjelaskan bahwa, pelatihan backpropagation meliputi 3 fase. Fase pertama adalah fase maju. Pola masukan dihitung maju mulai dari lapisan masukan hingga lapisan keluaran menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Fase ke dua adalah fase mundur. Selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan merupakan kesalahan yang terjadi. Kesalahan tersebut dipropagasikan mundur, dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan unit-unit di lapisan keluaran. Fase ke tiga adalah modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang terjadi. Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang sering dipakai adalah jumlah iterasi atau kesalahan. Iterasi akan dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan sudah melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan, atau jika kesalahan yang terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diijinkan. Dalam bukunya Siang (2009) menjabarkan algoritma pelatihan untuk jaringan dengan satu lapisan tersembunyi (dengan fungsi aktivasi sigmoid biner), berikut ini adalah algoritmanya : Langkah 0 : Inisiasi semua bobot dengan bilangan acak kecil. Langkah 1 : Jika kondisi penghentian belum terpenuhi lakukan langkah 2-8. Langkah 2 : Untuk setiap pasang data pelatihan, lakukan langkah 3-8. Fase I : Propagasi maju Langkah 3 : Tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke unit tersembunyi di atasnya (lapisan tersembunyi). Langkah 4 : Hitung semua keluaran di unit tersembunyi zj (j = 1,2,3, … , p) 𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗 = 𝑣𝑗0 + 𝑛𝑖=1 𝑥𝑖 𝑣𝑗𝑖 ............................................................................. (25) 𝑧𝑗 = 𝑓(𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗 ) = Langkah 5 𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘 = 𝑤𝑘0 +
1 1+𝑒
−𝑧_𝑛𝑒𝑡 𝑗
..................................................................................... (26)
: Hitung semua keluaran jaringan di unit yk (k = 1,2,3,…, m) 𝑝 𝑗 =1 𝑧𝑗 𝑤𝑘𝑗 1
.................................................................................... (27)
𝑦𝑘 = 𝑓(𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘 ) = 1+𝑒 −𝑦 _𝑛𝑒𝑡 𝑘 .................................................................................... (28) Fase II : Propagasi mundur Langkah 6 : Hitung faktor δ unit keluaran berdasarkan kesalahan di setiap unit keluaran yk (1,2,3,…, m) δ𝑘 = (t 𝑘 − y𝑘 )𝑓′(𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘 ) = (t 𝑘 − y𝑘 )y𝑘 (1 − y𝑘 ) .................................................... (29) δk merupakan unit kesalahan yang akan dipakai dalam perubahan bobot lapisan dibawahnya (langkah 7) Hitung suku perubahan bobot wkj (yang akan dipakai nanti untuk merubah bobot wkj) dengan laju percepatan α 𝛥𝑤𝑘𝑗 = αδ𝑘 z𝑗 ............................................................................................................ (30) Dengan k =1,2,3,…., m dan j = 0,1,2,3,…, p.
19
Langkah 7 : Hitung faktor δ unit tersembunyi berdasarkan kesalahan di setiap unit tersembunyi zj (j = 1,2,3,…, p) δ_𝑛𝑒𝑡𝑗 = 𝑚 𝑘 =1 δ𝑘 𝑤𝑘𝑗 ............................................................................................... (31) Faktor δ unit tersembunyi : δ𝑗 = δ_𝑛𝑒𝑡𝑗 𝑓′(𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗 ) = δ_𝑛𝑒𝑡𝑗 z𝑗 (1 − z𝑗 ) .............................................................. (32) Hitung suku perubahan bobot vji (yang akan dipakai nanti untuk merubah bobot vji) 𝛥𝑣𝑗𝑖 = αδ𝑗 x𝑖 .............................................................................................................. (33) Dengan j = 1,2,3,…, p dan i = 0,1,2,3,…., n Fase III : Perubahan bobot langkah 8 : Hitung semua perubahan bobot Perubahan bobot garis yang menuju ke unit keluaran : 𝑤𝑘𝑗 𝑏𝑎𝑟𝑢 = 𝑤𝑘𝑗 𝑙𝑎𝑚𝑎 + 𝛥𝑤𝑘𝑗 ............................................................................. (34) Dengan k =1,2,3,…., m dan j = 0,1,2,3,…, p Perubahan bobot garis yang menuju ke unit tersembunyi : 𝑣𝑗𝑖 𝑏𝑎𝑟𝑢 = 𝑣𝑗𝑖 𝑙𝑎𝑚𝑎 + 𝛥𝑣𝑗𝑖 .................................................................................. (35) Dengan j = 1,2,3,…, p dan i = 0,1,2,3,…., n langkah 9 : uji kondisi pemberhentian (akhir iterasi). Apabila fungsi aktivasi yang dipakai bukan sigmoid biner, maka langkah 4 dan 5 harus disesuaikan. Demikian juga turunannya pada langkah 6 dan 7. Seperti halnya pelatihan pada jaringan backpropagation, pada pengujian jaringan backpropagation pun memiliki tahapan yang terstruktur. Setelah pelatihan selesai dilakukan, jaringan dapat dipakai untuk pengenalan pola. Dalam hal ini, hanya propagasi maju (langkah 4 dan 5) saja yang dipakai untuk menentukan keluaran jaringan. Karena tujuan dari proses pengujian hanya untuk mencari keluaran bukan untuk melakukan perubahan bobot dan minimasi error. Validasi dan perhitungan error bertujuan untuk pengukuran keakurasian dari model jaringan syaraf tiruan yang sudah dibuat. Terdapat dua macam perhitungan error yang dapat dipakai, yaitu mean square error (MSE) untuk membandingkan hasil target jaringan dan mean absolute percentage error (MAPE) untuk menghitung persentase tingkat akurasi jaringan. Dalam penelitian yang digunakan adalah MSE. Jenis validasi yang sering digunakan adalah validasi silang (cross validation). Validasi silang merupakan suatu metode statistik yang digunakan menganalisa dan mengukur keakuratan hasil percobaan pada data independen. Metode ini membagi sebuah data menjadi beberapa subdata yang selanjutnya subdata satu digunakan untuk mengkonfirmasi kebenaran sub data yang lainnya. MSE merupakan salah satu dari beberapa macam perhitungan error yang sering dipakai. MSE merupakan rata-rata kuadrat dari selisih antara output jaringan dengan target output. Tujuan utama dari pembuatan jaringan syaraf tiruan adalah memperoleh nilai error sekecil-kecilnya dengan secara iteratif mengganti nilai bobot yang terhubung pada semua neuron yang ada di jaringan syaraf tiruan. Rumus dari MSE yang akan digunakan pada metode jaringan syaraf tiruan adalah sebagai berikut : 𝑀𝑆𝐸 =
(𝑛 𝑐 −𝑛 𝑑 )2 𝑚
........................................................................................... (36)
Dimana m adalah jumlah pola yang akan dihitung, nc adalah nilai sebenarnya, dan nd adalah nilai duga JST.
20
2.6.5 Optimasi Arsitektur Backpropagation Masalah utama yang dihadapi dalam backpropagation adalah lamanya iterasi yang harus dilakukan. Backpropagation tidak dapat memberikan kepastian tentang berapa epoch yang harus dilalui untuk mencapai kondisi yang diinginkan. Oleh karena itu banyak orang berusaha meneliti bagaimana parameter-parameter jaringan dibuat sehingga menghasilkan jumlah iterasi yang relatif lebih sedikit. Cara yang ditempuh adalah sebagai berikut : Pemilihan Bobot dan Bias Awal Dalam algoritma backpropagation diperlukan inisiasi pembobot awal. Bobot awal akan mempengaruhi apakah jaringan mencapai titik minimum lokal atau global, dan seberapa cepat konvergensinya. Nguyen dan Widrow (1990) dalam Siang (2009) mengusulkan cara membuat inisiasi bobot dan bias ke unit tersembunyi sehingga menghasilkan iterasi lebih cepat. Dimisalkan n adalah jumlah unit masukan, p adalah jumlah unit tersembunyi, dan
β adalah faktor skala = 0.7 𝑛 𝑝.
Algoritma inisiasi Nguyen dan Widrow adalah sebagai berikut : Langkah 1 : Inisiasi semua bobot (vji (lama)) dengan bilangan acak dalam interval [-0.5, 0.5]. Langkah 2 : Hitung ║vj║ 𝑣𝑗 =
𝑣 2𝑗1 + 𝑣 2𝑗2 +. . . +𝑣 2𝑗𝑛 ...................................................... (37)
Langkah 3 : Bobot yang dipakai sebagai inisiasi adalh vij 𝑣𝑗𝑖 =
𝛽 𝑣𝑗𝑖 (𝑙𝑎𝑚𝑎 ) 𝑣𝑗
............................................................................... (38)
Langkah 4 : Bias yang dipakai sebagai inisiasi = vj0 = bilangan acak antara –β dan β Jumlah Unit Tersembunyi dan Jumlah Node Pada Unit Tersembunyi Hasil teoritis yang didapatkan menunjukkan bahwa jaringan dengan sebuah lapisan tersembunyi sudah cukup bagi backpropagation untuk mengenali sembarang pasangan (masukan dan target) dengan tingkat ketelitian yang ditentukan. Akan tetapi penambahan jumlah lapisan tersembunyi kadangkala membuat pelatihan lebih mudah. Jumlah minimal node lapisan tersembunyi dapat ditentukan dengan beberapa cara seperti yang dilakukan oleh Cheng-Lin, Y. et al. (2001) dalam Mastur et al. (2005), seperti pada Persamaan (39) . 𝑛 =
(n i +n o ) 2
................................................................................................... (39)
Dengan nh adalah jumlah neuron pada lapisan tersembunyi, ni adalah jumlah neron dalam lapisan input, dan no adalah jumlah neuron dalam lapisan output. Resilient Backpropagation Standar backpropagation adalah menggunakan algoritma penurunan gradien (gradient descent). Variasi terhadap model standar backpropagation dilakukan dengan mengganti algoritma penurunan gradient dengan metode optimasi yang lain, seperti Resilient backpropagation (Siang 2009). Febrianty et al. (2007) menerangkan bahwa Resilient backpropagation merupakan algoritma pembelajaran pada JST yang dikembangkan untuk mengatasi kelemahan pada JST Propagasi Balik yang biasanya menggunakan fungsi aktivasi sigmoid. Salah satu karakteristik dari fungsi sigmoid adalah gradiennya akan mendekati nol apabila input yang diberikan sangat banyak. Gradien yang mendekati nol ini berimplikasi pada rendahnya perubahan bobot. Apabila bobot-bobot tidak cukup mengalami perubahan, maka algoritma akan sangat lambat untuk mendekati nilai optimumnya.
21
Algoritma RPROP berusaha untuk mengeliminasi besarnya efek turunan parsial dengan cara hanya menggunakan tanda turunannya saja. Tanda turunan ini akan menentukan arah perbaikan bobot–bobot. Besarnya perubahan setiap bobot akan ditentukan oleh suatu faktor yang diatur pada parameter delt_inc atau delt_dec Pada awal iterasi, besarnya perubahan bobot diinisialisasikan dengan parameter delta0. Besarnya perubahan tidak boleh melebihi batas maksimum yang terdapat pada parameter deltamax. Sama seperti pada algoritma propagasi balik gradien descent, Algoritma RPROP melaksanakan dua tahap pembelajaran yaitu tahap perambatan maju (forward) untuk mendapatkan error output dan tahap perambatan mundur (backward) untuk mengubah nilai bobot-bobot. Proses pembelajaran pada algoritma RPROP diawali dengan Definisi masalah, yaitu menentukan matriks masukan (p) dan matriks target (t). Kemudian dilakukan proses inisialisasi yaitu menentukan bentuk jaringan, MaxEpoh, Target_Error, delta_dec, delta_inc, delta0, deltamax, dan menetapkan nilai-nilai bobot sinaptik vij dan wjk secara random. Pelatihan jaringan pada algoritma RPROP dilakukan selama Epoh (jumlah siklus pelatihan) kurang dari MaxEpoh dan Minimum Square Error (Minimal error yang ditoleransi) lebih besar dari Target Error. Proses perambatan maju (forward) pada algoritma RPROP sama dengan algoritma Propagasi Balik umumnya, sedangkan pada proses backwardnya berbeda.
2.6.6 Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan JST pada dasarnya digunakan untuk model yang tidak linear, JST sangat baik digunakan sebagai peralatan untuk melakukan analisa karena mempunyai algoritma yang fleksibel, bisa dilatih dengan cepat dan toleran terhadap error yang besar, dengan berbagai kelebihan yang dimiliki oleh JST ini sehingga banyak digunakan dalam berbagai aplikasi. Penggunaan jaringan syaraf tiruan dalam bidang pertanian telah banyak dilakukan. Hendri (2001) menerapkan jaringan syaraf tiruan pada pendugaan buah duku tidak berbiji secara non destruksi dengan menggunakan cahaya tampak. Jaringan syaraf tiruan yang dipakai menggunakan algoritma pelatihan backpropagation dengan nilai laju pembelajaran (α) sebesar 0.7 dan nilai konstanta momentum (µ) sebesar 0.3. fungsi transfer yang dipakai adalah fungsi sigmoid dengan nilai konstanta persamaan (σ) sebesar 1. Penelitian tersebut mendapatkan model yang paling sesuai untuk pengevaluasian terhadap duku yaitu model jaringan dengan 4 noda pada lapisan tersembunyi dengan iterasi sebanyak 6000 dengan nilai rata-rata absolut galat yang dihasilkan adalah 0.241 dan nilai koefisien determinasi antara nilai penduga dan nilai target sebesar 0.86. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pemakaian cahaya tampak dan jaringan syaraf tiruan untuk mengevaluasi mutu buah duku dapat dilakukan. Magrib (2001) menduga suhu dan kadar air bahan pada pengeringan kacang tanah dengan jaringan syaraf tiruan. Strukrur jaringan yang digunakan adalah jaringan feedforward dan recurrent dengan algoritma pelatihan backpropagation. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa jaringan syaraf tiruan mampu menduga penurunan kadar air dan kenaikan suhu pada uji data training dan validasi. Senduk (2002) menggunakan kombinasi masukan 5, 10, dan 15 komponen utama spectra NIR dengan lapisan tersembunyi jaringan syaraf dengan kombinasi 4, 6, 8, 10, dan 12 node atau neuron menghasilkan RMSE 0.0077 sampai 0.00073 untuk menduga tingkat kematangan dan ketuaan sawo. Arif (2003) meneliti penjadwalan pasokan larutan nutrisi pada sistem hidroponik substrat tanaman mentimun menggunakan jaringan syaraf tiruan dan genetic algorithms. Dari penelitian tersebut didapatkan lama dan selang waktu penyiraman yang optimal.
22
Marthaningtiyas (2005), melakukan pendugaan total padatan terlarut dan kadar asam belimbing (Averrhoa carambola L.) dengan menggunakan teknik near infrared dan jaringan syaraf tiruan (JST). Penggunaan analisis komponen utama dalam mereduksi data absorbansi dari spektrum infra merah dekat sangat efektif. Input JST didapatkan dari hasil analisis komponen utama, sebesar 99.9% spektrum infra merah dekat yang diwakili oleh lima input komponen utama. Mardison (2010) menduga komposisi kimia dari biji jarak pagar dengan jaringan syaraf tiruan secara non-destruktif. Dari penelitian tersebut didapatkan arsitektur JST terbaik adalah 20 – 10 – 3 dengan nilai RMSEP 3.718% untuk kadar minyak, 1.314% untuk FFA, dan 1.989% untuk kadar air.
23