II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT Kulit hewan merupakan bahan mentah kulit samak. Cara pembuatan kulit samak diantaranya adalah dengan mengeluarkan tenunan yang tidak dapat disamak, kemudian menyamak tenunan yang tinggal sedemikian rupa sehingga akan diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki (Judoamidjojo, 1981). Menurut Purnomo (1991), bahan baku penyamakan kulit adalah kulit mentah atau kulit segar (fresh hide atau fresh skin), yaitu kulit yang baru saja dilepas dari karkas hewan. Menurut Saripudin (1996), bahan baku kulit didapat dari domestik berupa kulit garaman atau kulit kering dan impor berupa wet blue atau crust. Kulit hewan segar hasil pengulitan ini memiliki sifat alami yang sangat berbeda dengan satu dengan yang lainnya. Faktor yang menyebabkan perbedaan ini cukup banyak, diantaranya adalah faktor umur potong, keturunan, faktor lingkungan hidup, faktor pemeliharaan atau manajemen, faktor bangsa (breed) dan lain-lain (Fahidin dan Muslich, 1999). Struktur kulit hewan dapat dibedakan secara makroskopis dan mikroskopis (histology). Secara makroskopis kulit terdiri dari daerah krupon, daerah kepala dan leher, perut, dan ekor. Daerah satu dan lainnya memiliki sifat-sifat yang berbeda diantaranya tebal kulit hewan kira-kira bergeser dari daerah puncak (gumba) yang tertebal dan berangsur-angsur semakin tipis sampai ke daerah ekor, Sedangkan secara lateral maka daerah tulang punggung tertebal dan berangsur-angsur menipis ke daerah perut (Fahidin dan Muslich, 1999). Pembagian kulit secara makroskopis dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pembagian kulit secara makroskopis Ditinjau secara mikroskopis (histologis), kulit hewan mamalia mempunyai struktur yang bersamaan. Kulit memiliki tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis, korium, dan subkutis. Epidermis adalah lapisan luar kulit. Strukturnya seluler dan terdiri dari lapisan-lapisan sel epitel yang dapat berkembang biak dengan sendirinya. Pada penyamakan kulit biasanya lapisan ini harus dibuang sampai bersih. Korium atau derma adalah bagian pokok tenunan kulit yang akan diubah menjadi kulit samak. Korium sebagian besar tersusun dari serat-serat tenunan pengikat. Dalam korium terdapat tiga tipe tenunan pengikat yaitu: tenunan kolagen, elastin, dan reticular. Lapisan subkutis merupakan tenunan pengikat longgar yang menghubungkan korium dengan bagian-bagian lain tubuh. Hipodermis sebagian besar terdiri atas serat-serat kolagen dan elastin (Fahidin dan Muslich, 1999). Penampang kulit dapat dilihat pada Gambar 2.
3
Gambar 2. Sharphouse (1995) Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kulit samoa merupakan hasil samping dari pemotongan kambing. Jumlah lembar kulit yang tersedia sama dengan jumlah pemotongan kambing. Ternak kambing tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan karena kambing sanggup hidup dan berkembang biak di daerah-daerah yang ternak lainnya mendapatkan kesulitan. Kambing tahan terhadap keadaan kering atau lembab. Oleh karena itu, pemotongan kambing juga tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Pemotongan kambing terbesar berada di Jawa timur dengan jumlah 1.181.849 ekor, kemudian Jawa tengah dengan jumlah 345.711 ekor, Sumatera Selatan dengan jumlah 150.500 ekor, dan jumlah pemotongan paling kecil berada di Provinsi Bangka Belitung dengan jumlah pemotongan kambing 2.540 ekor. Pemotongan kambing per provinsi disajikan dalam Tabel 1.
4
No
Tabel 1. Pemotongan kambing tercatat tahun 2006-2010 per provinsi* Tahun Provinsi 2006 2007 2008 2009
2010
1
Aceh
78.414
237.956
133.152
131.653
142.919
2
Sumatra Utara
84.941
199.302
59.942
45.556
46.011
3
Sumatra Barat
42.253
9.604
66.838
49.083
85.895
4
Riau
40.835
73.499
106.272
110
97.902
5
Jambi
11.747
30.760
24.248
40.374
63.827
6
Sumatra Selatan
97.230
106.562
155.593
149.480
150.500
7
Bengkulu
15.359
17.555
12.517
7.773
8.934
8
Lampung
126.564
166.992
131.730
130.413
131.717
9
Bangka Belitung
2.390
1.103
8.479
2.515
2.540
10
Kepulauan Riau
4.493
5.935
8.884
6.239
6.301
11
Jakarta
90.771
88.029
77.823
65.168
67.826
12
Jawa Barat
69.639
73.053
76.939
113.920
125.590
13
Jawa Tengah
378.268
567.961
309.930
334.765
345.711
14
Yogyakarta
122.493
96.581
45.293
35.190
36.416
15
Jawa Timur
971.825
1.020.501
1.051.116
1.158.082
1.181.849
16
Banten
59.539
181.742
127.511
121.135
133.249
17
Bali
108.638
105.504
122.149
143.628
144.662
18
NTB
16.071
16502
11.093
10.822
11.147
19
NTT
43.622
44.933
46.264
41.638
49.297
20
Kalimantan Barat
19.984
34.913
38.864
46.870
47.810
21
Kalteng
5.500
35.668
28.534
14.219
12.899
22
Kalsel
18.777
18.114
22.191
26.476
26.529
23
Kalimantan Timur
24.447
44.847
37.974
41.830
42.884
24
Sulawesi Utara
51.310
29.893
22.129
29.406
29.847
25
Sulawesi Tengah
36.204
25.765
21.547
28.725
73.568
26
Sulawesi Selatan
26.149
163.758
62.660
41.356
42.183
27
Sulawesi Utara
17.250
21.897
19.700
45.671
47.137
28
Gorontalo
465
11.905
14.911
5.448
11.755
29
Sulawesi Barat
24.477
49.844
8.229
4.937
6.568
30
Maluku
59.763
3.599
8.883
10.926
11.800
31
Maluku Utara
5.546
17.288
5.406
3.514
3.690
32
Irjabar
1.410
1.774
10.078
2.385
2.658
33
Papua
5.406
6.668
10.992
7.827
8.218
*
Direktorat jenderal peternakan (2011)
5
2.2 MINYAK BIJI KARET Minyak biji karet merupakan salah satu jenis minyak mengering (drying oil). Minyak mengering bersifat dapat mengering jika terkena oksidasi dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental, dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka (Ketaren, 1986). Kandungan minyak dalam daging biji atau inti biji karet adalah 45-50 % dengan komposisi 17-22 % asam lemak jenuh yang terdiri atas asam palmitat, stearat, arakhidat, serta asam lemak tidak jenuh sebesar 77-82 % yang terdiri atas asam oleat, linoleat, dan linolenat (Hardjosuwito, 1976). Minyak biji karet adalah salah satu minyak nabati yang dapat menggantikan minyak ikan dalam penyamakan. Minyak biji karet tidak menghasilkan kelebihan bau dan warna terhadap kulit samak. Bilangan iodnya, yang merupakan salah satu persyaratan dalam penyamakan minyak, mirip dengan minyak ikan. Karakteristik lainnya seperti bilangan asam, kadar asam lemak bebas/free fatty acid (FFA), bilangan penyabunan, bilangan peroksida, dan densitas mirip dengan minyak ikan (Suparno, 2009a). Perbandingan sifat fisiko kimia antara minyak biji karet dan minyak ikan dapat dilihat pada Tabel 2. Studi pendahuluan ekstraksi minyak biji karet dengan menggunakan alat pengempa berulir yang telah dilakukan di Departemen Teknologi Industri Pertanian-IPB diperoleh minyak biji karet dengan rendemen 27,74%. kadar air 0,09%, kadar minyak dalam bungkil 16, 26%, bilangan iod 138,4. bilangan peroksida 10,6, dan bilangan penyabunan 206,9 (Silam, 1998).
No
Tabel 2. Sifat fisiko kimia minyak biji karet dan minyak ikan * Sifat fisiko kimia Minyak biji karet Minyak ikan
1
Warna (Unit PtCo)
4076
6106
2
Densitas (g/cm3)
0.92
0.92
3
Bilangan iod (g I/100 g minyak)
146
148
4
Bilangan asam (mg KOH/g minyak)
2.08
0.19
5
Kadar asam lemak bebas (%)
1
0.095
6
Bilangan peroksida (meq/kg)
31.33
13.97
7
Bilangan penyabunan (mg KOH/g minyak)
185
168
*
Suparno et al. (2009a)
Bilangan iod menunjukkan ketidakjenuhan dari suatu minyak dan lemak. Menurut Hamilton dan Rossel (1987), bilangan iod adalah jumlah iod yang dapat diikat oleh 100 g minyak atau lemak. Ikatan rangkap yang terdapat dalam asam lemak tidak jenuh akan bereaksi dengan iod atau senyawasenyawa iod. Gliserida dengan ketidakjenuhan yang tinggi akan mengikat iod dalam jumlah yang lebih besar. Menurut Suparno et al. (2009a), minyak biji karet memiliki bilangan iod yang tinggi yaitu 146 yang menunjukkan tingginya kandungan asam lemak tak jenuh yang dimiliki. Bilangan iod yang tinggi merupakan salah satu persyaratan minyak dapat digunakan sebagai bahan penyamak minyak.
2.3 KULIT SAMOA (KULIT SAMAK MINYAK) Kulit samoa (chamois leather) adalah nama yang diberikan untuk kulit yang disamak dengan menggunakan minyak (Sharphouse, 1985). Permintaan akan kulit samoa di pasaran global akan terus meningkat (Krishnan et al., 2005). Kulit tersebut biasanya dihasilkan baik dari kulit kambing atau domba setelah penghilangan kapur (delimed pelt) dan lapisan grain.
6
Kulit samoa dibuat dari kulit domba atau anak sapi dengan lapisan grain yang dihilangkan. Kulit samoa disamak dengan menggunakan minyak ikan untuk membuat kulit tersebut menjadi sangat lembut dan lemas. Kulit ini sangat lunak pada kedua sisinya. Kulit samoa tidak mahal dan sangat umum digunakan untuk penyaringan minyak bumi dan industri alat-alat optik. Kulit samoa juga bisa digunakan untuk industri garmen (Natesan, 1998). Kulit samoa memiliki sifat-sifat yang istimewa, yakni memiliki berat jenis yang sangat rendah, absorpsi air yang tinggi, kelembutan, dan kenyamanan (Wachsmann, 1999). Penggunaan utama kulit samak minyak adalah sebagai alat pencuci, yang memiliki kelebihan diantaranya adalah kapasitas mengabsorpsi air yang tinggi, pengeluaran air dengan mudah, dan sebagian besar kotoran mudah dicuci dari kulit tersebut. Penggunaan lainnya adalah untuk pembuatan sarung tangan, untuk penyaringan air dari minyak bumi, dan orthopaedic leather (Sharpouse, 1995). Kelemahan dari kulit samak minyak adalah ketahanan kurang baik terhadap air panas apabila direndam dengan air panas dengan suhu 70°C selama 2 menit struktur kulit akan mengalami pengerutan dan menjadi lebih keras. Kelebihan dari kulit samak minyak adalah bila struktur kulit yang telah mengkerut akibat dari pemanasan dicelupkan kembali dengan cepat ke dalam air dingin, maka struktur kulit tersebut berangsur-angsur akan kembali seperti semula (Sharphouse, 1985). Persyaratanpersyaratan penting kulit samoa menurut Standar Nasional Indonesia disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Persyaratan mutu kulit samoa menurut SNI 06-1752-1990* No.
Jenis Uji
Sifat Kimia: Kadar Minyak 1.
Satuan
Persyaratan Maksimum
%
-
10
-
2.
Kadar Abu
%
-
5
3.
pH
-
-
8
Mm
0,3
1,2
-
5 4
-
N/mm2
15
-
2
N/mm
40
Sifat Fisis: Tebal 1. 2.
3.
Ketahanan Gosok cat tutup -Kering -Basah Kekuatan Sobek
4.
Kekuatan Jahit
5.
Kemuluran
%
50
6.
Penyerapan air 2 jam 24 jam Kekuatan Tarik
% %
100 200
N/mm2
7,5
7.
Organoleptik 1. Keadaan Kulit 2.
Warna
Keterangan
Minimum
Sesudah disarikan minyaknya
-
-
Halus
-
Kuning Muda / mendekati Putih
Seperti Beledu
*
Badan Standarisasi Nasional (1990)
7
Sifat-sifat kimia, fisik, dan organoleptik kulit samak minyak biji karet mirip dengan sifat-sifat kulit minyak ikan. Dalam hal warna dan bau, kulit samak biji karet bermutu lebih baik dibandingkan dengan kulit samak minyak ikan. Semua sifat-sifat tersebut memenuhi persyaratan mutu kulit samoa yang dinyatakan dalam SNI 06-1752-1990. Karakteristik kulit samoa dengan bahan penyamak minyak biji karet dan minyak ikan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik kulit samoaa Sifat-sifat kulit samoa
Kulit samak minyak biji
Kulit samak minyak
karet
ikan
6,9-7,0
7,1-7,3
4,8
3,0
0,4-1,0
0,4-1,0
Kekuatan tarik (N/mm )
9,5
7,7
Kemuluran (%)
104
91
388
395
424
437
Kelembutan
7-8
7-8
Warna
8-9
6-7
Bau
7-8
5-6
Sifat-sifat kimia pH Kadar abu (%) Sifat-sifat fisik Tebal (mm) 2
Penyerapan air (%) 1.
2 jam
2.
24 jam *
Sifat-sifat Organoleptik
*
Untuk penilaian skala organoleptik, pada skala 10 poin, 0 = sangat jelek, 10 = sangat baik.
a
Suparno et al. (2009a)
2.4 ANALISIS TEKNOEKONOMI Analisis teknoekonomi adalah analisis yang berkenaan dengan pembangunan proyek yang mencakup beberapa analisis dengan kriteria-kriteria tertentu, yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis teknologis, aspek manajemen operasional, dan aspek finansial, analisis faktor-faktor yang tidak dapat diprediksikan (unpredictable factors). Hal yang penting dalam analisis teknoekonomi adalah perhatian diberikan dalam aspek teknis maupun ekonomi dari suatu persoalan secara lengkap (Sutojo, 2000). Analisis teknoekonomi menyediakan suatu dasar kuantitatif dalam unit moneter untuk pengambilan suatu keputusan dalam masalah teknik. Perhatian ditekankan pada aspek teknik maupun ekonomi terhadap suatu permasalahan secara lengkap (Wright, 1987). Analisis teknoekonomi erat kaitannya dengan pemecahan masalah teknik. Indikator efisiensi ekonomi dijadikan sebagai kriteria pemilihan alternatif. Hasil analisis tersebut akan menentukan kelayakan suatu investasi (Newman, 1990).
8
2.4.1 Aspek Pasar dan pemasaran Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana pribadi atau organisasi memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran nilai dengan yang lain. Pemasaran (marketing) sebagai proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya (Kotler, 2002). Aspek pasar dan pemasaran dikaji untuk mengungkapkan permintaan, penawaran, harga, program pemasaran, dan perkiraan penjualan yang dapat dicapai oleh perusahaan, atau pangsa pasar yang dapat dikuasai oleh perusahaan. Selain itu, analisis terhadap pasar dan pemasaran pada suatu usulan proyek ditujukan untuk mendapatkan gambaran tentang potensi pasar bagi produk yang tersedia untuk masa yang akan datang, pangsa pasar yang dapat diserap oleh proyek tersebut dari keseluruhan pasar potensial serta perkembangan pangsa pasar tersebut di masa yang akan datang, dan menentukan jenis strategi pemasaran yang digunakan guna mencapai pangsa pasar yang telah ditetapkan (Husnan dan Muhammad, 2000). Studi pasar dan pemasaran dapat dikatakan merupakan hal yang sangat penting pada setiap studi kelayakan. Bagi suatu proyek baru, pengetahuan dan analisis pasar bersifat menentukan karena banyak keputusan tentang investasi tergantung dari hasil analisis pasar (Simarmata, 1992). Menurut Sutojo (2000) yang perlu diperhatikan dalam mengkaji aspek pasar dan pemasaran adalah bagaimana produk tersebut dalam masa kehidupannya di pasar dewasa ini, berapa permintaan produk di masa lampau dan sekarang, bagaimana komposisi permintaan tiap segmen pasar serta bagaimana kecenderungan perkembangan permintaan tiap segmen pasar serta bagaimana kecenderungan perkembangan permintaan, bagaimana proyeksi permintaan produk pada masa mendatang serta berapa % dari permintaan dapat diambil, bagaimana kemungkinan adanya persaingan.
2.4.2 Aspek Teknis dan Teknologis Aspek teknis dan teknologis merupakan salah satu aspek penting dalam proyek dan berkenaan dengan proses pembangunan industri secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun. Berdasarkan analisis aspek teknis dan teknologis dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi (Husnan dan Muhammad, 2000). Analisis teknis mencakup beberapa aspek, yaitu analisis terhadap ketersediaan bahan baku, proses produksi, mesin dan peralatan, kapasitas produksi, perancangan aliran bahan, analisis keterkaitan antar aktivitas, jumlah mesin dan peralatan, keperluan tenaga kerja, penentuan luas pabrik, dan perancangan tata letak pabrik (Husnan dan Muhammad, 2000). Menurut Sujoto (2000) evaluasi aspek teknis dan teknologis mencakup beberapa hal di bawah ini: 1. Penentuan lokasi proyek, yaitu lokasi dimana suatu proyek akan didirikan, baik untuk mempertimbangkan lokasi maupun lahan proyek. Peubah-peubah yang perlu diperhatikan antara lain iklim dan keadaan tanah, fasilitas transportasi, ketersediaan tenaga kerja, tenaga listrik dan air, keadaan dan sikap masyarakat, dan rencana perusahaan untuk perluasan. 2. Penentuan kapasitas produksi ekonomis yang merupakan volume atau jumlah satuan produk yang dihasilkan selama waktu tertentu. Kapasitas produksi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi operasi proyek yang akan didirikan. 3. Pemilihan teknologi yang tepat yang dipengaruhi oleh kemungkinan pengadaan tenaga ahli, bahan baku dan bahan pembantu, kondisi alam dan lainnya tergantung proyek yang didirikan. 4. Penentuan proses produksi yang akan dilakukan dan tata letak pabrik yang akan dipilih, termasuk tata letak bangunan dan fasilitas lain.
9
Faktor-faktor yang mempengaruhi analisis lokasi suatu industri dapat digolongkan menjadi faktor-faktor utama dan faktor-faktor sekunder. Faktor-faktor utama akan berpengaruh secara langsung terhadap kegiatan-kegiatan produksi dan distribusi dari industri yang akan didirikan. Faktorfaktor utama tersebut meliputi letak dari pasar, letak dari sumber bahan baku, tingkat biaya, dan ketersediaan fasilitas pengangkutan, biaya ketersediaan tenaga kerja, dan adanya pembangkit tenaga listrik (Assauri, 1999). Tataletak pabrik merupakan alat efektif untuk mernekan biaya produksi dengan cara menghilangkan atau mengurangi sebesar mungkin semua aktivitas yang tidak produktif (Machfud dan Agung, 1990). Perencanaan tata letak pabrik secara menyeluruh dapat dilakukan dengan berpedoman pada analisis keterkaitan antara aktivitas proses yang terjadi. Analisis keterkaitan antara aktivitas adalah metode analisis penentuan tata letak ruang untuk suatu aktivitas tertentu dengan mempertimbangkan keterkaitan atau interaksinya dengan kegiatan lain pada bagian ruang yang lain (Apple, 1990)
2.4.3 Aspek Manajemen dan Organisasi Manajemen adalah suatu cara penggunaan sumber daya yang ada dengan pengaturan yang baik sehingga tujuan yang dimaksud dapat tercapai (Ariyoto, 1990). Analisis dari aspek ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai struktur organisasi dari perusahaan. Dari gambaran tersebut akan diketahui tenaga manajemen apa dan berapa yang diperlukan untuk mengelola proyek secara berhasil (Sujoto,2000). Aspek manajemen dan organisasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: a. Manajemen proyek, yaitu pengelolaan kegiatan yang terkait dengan mewujudkan gagasan sampai menjadi hasil proyek berbentuk fisik. b. Manajemen operasi, yaitu menangani kegiatan operasi dan produksi fasilitas hasil proyek (Soeharto, 2000). Aspek manajemen operasional adalah suatu fungsi atau kegiatan manajemen yang meliputi perencanaan organisasi, staffing, koordinasi, pengarahan, dan pengawasan terhadap operasi perusahaan (Umar, 2007). Manajemen operasi meliputi bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi jabatan, jumlah tenaga kerja yang diguankan, anggota direksi, dan tenaga lain (Husnan dan Muhammad, 2000).
2.4.4 Aspek Lingkungan dan Legalitas Pembangunan suatu industri hendaknya tetap memperhatikan kepentingan manusia dan lingkungannya. Pembangunan industri yang baik adalah pembangunan berwawasan lingkungan. Pembangunan tersebut dapat terwujud apabila semua komponen dalam perusahaan mengerti pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan dalam setiap proses produksinya. Menurut Umar (2007), kajian aspek lingkungan hidup bertujuan untuk menentukan dapat dilaksanakannya industri secara layak atau tidak dilihat dari segi lingkungan hidup. Hal-hal yang berkaitan dengan aspek lingkungan antara lain peraturan dan perundang-undangan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan penggunaannya dalam kajian pendirian industri dan pelaksanaan proses pengelolaan dampak lingkungan. Aspek legalitas merupakan salah satu aspek penting dalam pendirian sebuah industri karena menyangkut hukum yang mengatur tingkah laku kegiatan usaha yang bersangkutan. Untuk menampung aspirasi dalam mencapai tujuan usaha diperlukan suatu wadah untuk melegalkan
10
kegiatan. Dalam evaluasi yuridis, salah satu pokok pengamatan yang merupakan kekuatan yang menunjang gagasan usaha adalah izin-izin yang harus dimiliki karena izin usaha merupakan syarat legalisasi usaha (Ariyoto, 1990). Aspek legalitas atau yuridis berguna untuk kelangsungan hidup proyek dalam rangka meyakinkan kreditur dan investor bahwa proyek yang akan dibuat sesuai dengan peraturan yang berlaku (Umar, 2007). Menurut Husnan dan Muhammad (2000), dalam pengkajian aspek yuridis atau hukum, hal yang perlu diperhatikan meliputi bentuk badan usaha yang akan digunakan dan berbagai akte, sertifikat, dan izin yang diperlukan.
2.4.5 Aspek Finansial Analisis aspek finansial dilakukan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek dapat berkembang terus (Umar, 2007). Pada aspek finansial dihitung biaya investasi dan biaya modal kerja. Biaya investasi meliputi pembiayaan kegiatan prainvestasi, pengadaan tanah, bangunan, mesin dan peralatan, berbagai asset tetap, serta biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pembangunan proyek. Biaya modal kerja meliputi biaya produksi (bahan baku, tenaga kerja, overhead pabrik, dan lain-lain), biaya administrasi, biaya pemasaran, dan penyusutan. Kemudian dilakukan penilaian aliran dana yang diperlukan dan kapan dana tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan jumlah waktu yang ditetapkan, serta apakah proyek tersebut menguntungkan atau tidak (Edris, 1993). Penyusutan merupakan pengalokasian biaya investasi suatu proyek pada setiap tahun sepanjang umur proyek tersebut. Penyusutan dimaksudkan untuk menjaga agar angka biaya operasi yang dimasukkan ke dalam neraca laba rugi tahunan mencerminkan dana bunga modal. Penghitungan biaya penyusutan ada empat metode yaitu garis lurus, penjumlahan angka tahun, keseimbangan menurun berganda, dan sinking fund (Pramudya dan Nesia, 1992). De Garmo et al. (1984) menyatakan bahwa metode yang sering digunakan adalah metode garis lurus, yakni perhitungan penyusutan didasarkan pada asumsi bahwa penurunan nilai peralatan atau bangunan berlangsung secara konstan selama umur penggunaan. Rumus untuk menghitung penyusutan berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut:
dengan: D = Biaya penyusutan setiap tahun P = Harga awal (Rp) S = Harga akhir (Rp) L = Perkiraan umur ekonomis (tahun) Untuk mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan suatu proyek telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan kriteria investasi. Beberapa kriteria investasi yang sering digunakan adalah net present value, internal rate of return, net benefit cost ratio, pay back period, dan analisis sensitivitas (Gray et al., 1992) Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat dampak dari berbagai perubahan dalam masing-masing peubah yang mempengaruhi proyek tersebut. Empat peubah yang dapat mempangaruhi kriteria investasi adalah perubahan (i) Pemanfaatan kapasitas, (ii) harga jual produk, (iii) umur pakai pabrik dan (iv) biaya bahan baku (De Garmo et al., 1990)
11