II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komoditas Udang di Pasaran Internasional Komoditas udang dalam dunia perdagangan biasa disebut dengan istilah shrimp. Spesies udang sendiri di seluruh dunia tercatat tidak kurang dari 2700 buah. Secara geografis udang bisa dikelompokkan menjadi empat golongan, yakni udang tropis, udang china, udang atlantik utara, udang laut utara. Jenis yang dihasilkan Indonesia tergolong udang tropis. Udang tropis menguasai pasar hingga 70 persen dari angka konsumsi udang, sedangkan golongan lainnya hanya 30 persen saja. Jenis udang yang dipasarkan oleh Indonesia adalah jenis udang tropis (Nazaruddin, 1993). Beragam spesies udang dikenal dalam dunia perdagangan internasional (Murty, 1991). Keragaman spesies udang ini dapat dipilah-pilah lebih lanjut diantaranya menurut asal habitatnya. Berdasarkan asal habitatnya, spesies udang yang telah dikenal dalam jalur perdagangan internasional dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yakni: 1) Spesies udang laut dingin. Kelompok ini berasal dari dan hidup pada lautan daerah dingin. Pertumbuhan udang jenis ini cenderung lebih lambat dan bentuk ukuran fisiknya lebih kecil jika dibandingkan dengan udang yang berasal dari daerah laut tropika. Spesies udang laut dingin menyebar dan banyak ditangkap di daerah sebelah utara Jepang, Alaska, Kanada, disebelah barat laut dan timur laut Amerika Serikat, Islandia, Greenland, dan di sebelah utara Eropa. Spesies utama dari perairan laut dingin yang lazim dijumpai dipasar internasional antara lain Pandalus borealis (deep water prawn/nothern prawn) dan Crangon crangon (common shrimp). 2) Spesies udang laut tropika Kelompok spesies ini berasal dari dan hidup pada perairan pantai daerah tropika, serta memiliki ukuran yang lebih besar. Daerah penyebaran udang laut tropika meliputi Teluk Meksiko, pantai tenggara Amerika Serikat, Jepang, Eropa bagian selatan, Thailand, dan Indonesia. Salah satu jenis udang laut tropika yang menjadi primadona adalah udang windu atau giant tiger prawn dan udang putih atau indian white prawn. Jenis udang yang berasal
dari perairan tropika ini menempati bagian terbesar di pasar udang Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. 3) Spesies udang air tawar Umumnya kelompok spesies ini hidup pada danau atau sungai di daerah tropika dan memiliki ukuran yang besar. Spesies udang ini dalam dunia perdagangan internasional umumnya dikenal sebagai giant river prawn, namun jenis udang ini kurang memiliki kedudukan yang penting pada perdagangan udang di pasar internasional, karena daerah pemasarannya terbatas hanya di beberapa negara saja seperti Belgia, Belanda, Prancis, dan Jerman. Bentuk produk udang yang dijajakan di pasaran internasional cukup beragam dari satu pangsa pasar ke pangsa pasar lainnya. Keragaman bentuk produk ini menandakan bahwa setiap negara konsumen memiliki preferensi yang berbeda-beda dalam mengonsumsi udang. Berikut ini adalah berbagai variasi produk udang yang diperdagangkan di pasar dunia (Murty, 1991): 1) Udang hidup Jenis udang hidup yang banyak diperdagangkan ini merupakan spesies Panaeus japonicus. Udang jenis ini banyak dikonsumsi dan diproduksi secara domestik di Jepang. Mayoritas konsumen di Jepang lebih sering mengonsumsi dalam keadaan mentah setelah dicampur dengan sake dan dikuliti. Udang jenis ini harganya cenderung lebih mahal karena membutuhkan teknik penanganan khusus agar udang tetap segar dan cita rasanya tidak berkurang. 2) Udang segar Udang dalam bentuk ini terbatas pada daerah-daerah yang dekat dengan pelabuhan perikanan. Umumnya udang segar seperti ini sudah mengalami perlakuan pendinginan di kapal setelah proses penangkapannya. Perlakuan tersebut dimaksudkan untuk menghindari kemunduran mutu dan mencegah atau memperlambat proses pembusukan. 3) Udang beku Udang beku menempati pangsa pasar terbesar dalam perdagangan udang dunia. Hampir seluruh udang yang diekspor dan diperdagangkan di pasar
11
dunia adalah udang beku. Udang beku dibedakan menjadi tiga jenis, yakni udang mentah beku (raw frozen), udang matang beku (cooked frozen), dan udang setengah matang yang dibekukan (semi-cooked frozen). 4) Udang kering Udang mengalami proses pengeringan secara tradisional terlebih dahulu sebelum dipasarkan. Pada umumnya proses pengeringan ini dilakukan oleh para nelayan di negara-negara berkembang. Hongkong merupakan negara importir terbesar udang kering. Di Hongkong, udang kering ini diolah lebih lanjut sebagai bahan baku industri pangan. 2.2. Uni Eropa Menurut Delegasi Komisi Eropa untuk Indonesia (2010), Uni Eropa merupakan kelompok 27 negara-negara independen yang unik dengan lebih dari 492 juta warga negara yang tinggal dalam batas wilayahnya. Negara-negara anggota terikat dengan serangkaian traktrat yang telah ditandatangani seiring perkembangannya. Semua traktat itu harus disepakati oleh masing-masing negara anggota dan kemudian diratifikasi baik oleh parlemen nasional ataupun melalui referendum (European Union, 2010). Nama Uni Eropa muncul pada tahun 1992 menggantikan
nama
Komunitas
Masyarakat
Eropa
bersamaan
dengan
ditandatanganinya Traktat Maastricht (Traktat Uni Eropa) pada tanggal 07 Februari 1992. Urutan masuknya negara-negara dalam keanggotaan Uni Eropa dapat dilihat pada Tabel 6. Uni Eropa bukanlah sebuah negara federal atau organisasi internasional dalam pengertian tradisional, akan tetapi merupakan sebuah badan otonom di antara keduanya. Uni Eropa bersifat unik karena negara – negara anggotanya tetap menjadi negara berdaulat yang independen, akan tetapi negara-negara tersebut menggabungkan kedaulatannya dan dengan demikian memperoleh kekuatan dan pengaruh kolektif yang lebih besar. Dalam praktiknya, penggabungan kedaulatan berarti bahwa negara-negara anggota mendelegasikan kuasa dalam hal pengambilan keputusan kepada lembaga yang telah didirikan bersama sehingga keputusan – keputusan mengenai masalah – masalah tertentu yang melibatkan kepentingan bersama dapat diambil secara demokratis pada tingkat Eropa. Uni Eropa memiliki tiga lembaga utama, yaitu:
12
1) Parlemen Eropa, memiliki warga negara Uni Eropa. 2) Dewan Uni Eropa, memiliki masing-masing negara anggota. 3) Komisi Eropa, berupaya untuk menegakkan kepentingan Uni Eropa secara menyeluruh. Segitiga kelembagaan tersebut menghasilkan kebijakan dan undang – undang yang berlaku di seluruh Uni Eropa. Ketiga lembaga utama tersebut didukung oleh Badan Pemeriksa Keuangan Eropa yang mengawasi penggunaan anggaran Uni Eropa dan Mahkamah Eropa yang membantu memastikan bahwa negara – negara anggota mematuhi undang – undang Uni Eropa yang telah dibuat. Tabel 6. Negara-Negara Anggota Uni Eropa No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Negara Jerman Belanda Belgia Luksemburg Perancis Italia Inggris Raya Denmark Irlandia Yunani Portugal Spanyol Austria Swedia Finlandia Estonia Hongaria Latvia Lituania Malta Polandia Republik Ceko Siprus Selatan Slovenia Slowakia Bulgaria Rumania
Tahun Bergabung dengan Uni Eropa 1950 1950 1950 1950 1950 1950 1973 1973 1973 1981 1986 1986 1995 1995 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2007 2007
Sumber: European Union (2010)
13
2.3. Hasil Penelitian Terdahulu 2.3.1. Penelitian Mengenai Komoditas Udang Rakhmawan (2009) melakukan penelitian mengenai analisis daya saing komoditas udang di Indonesia dengan menggunakan dua metode analisis yakni analisis kuantitif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitif dilakukan untuk menjelaskan tingkat daya saing yang dilakukan dengan alat analisis RCA (Revealed Comparative Advantage). Jika nilai RCA > 1, maka komoditas udang Indonesia memiliki daya saing yang baik di pasar dunia, dan sebaliknya. Salain itu juga digunakan metode regresi linier berganda dengan menggunakan analisis OLS (Ordinary Least Square) yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing komoditas udang Indonesia (udang segar dan beku pada jenis udang windu dan vannamei). Sedangkan pada analisis deskriptif kualitatif digunakan Porter’s Diamond Theory untuk mengkaji potensi, kendala, dan peluang yang berarti menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif komoditas udang Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa komoditas udang Indonesia memiliki daya saing yang kuat karena nilai RCA yang diperoleh lebih besar dari satu. Sedangkan dengan metode analisis Porter’s Diamond Theory, dapat ditunjukkan bahwa komoditas udang Indonesia memiliki potensi dalam faktor input yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, modal, dan juga infrastruktur yang unggul namun masih memiliki keterbatasan hal penguasaan ilmu pengetahuan dan komoditas udang. Anwar (2009) mengkaji analisis respon produksi, permintaan domestik, dan penawaran udang Indonesia. Pada penelitian tersebut, persamaan produksi udang tidak dibedakan antara udang tambak ataupun laut, dan penawaran ekspor tidak dibedakan berdasarkan negara tujuan ekspor udang Indonesia. Hasil estimasi menunjukkan bahwa harga domestik dan luas lahan berpengaruh nyata terhadap produksi udang Indonesia. Konsumsi domestik udang dipengaruhi secara nyata oleh pendapatan perkapita dan harga kepiting sebagai komoditas substitusi, sedangkan penawaran ekpsor dipengaruhi secara signifikan oleh jumlah produksi udang Indonesia, dummy krisis, dan jumlah ekspor udang Indonesia satu tahun lalu.
14
Retnowati (1990) dengan metode analisis Two Stage Least Square (2 SLS), dalam penelitiannya tentang analisis ekonomi udang Indonesia di pasar Jepang dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa variabel bebas yang berpengaruh nyata adalah harga udang di pasar internasional, sedangkan variabel bebas harga komoditas substitusi di Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan pendapatan perkapita Indonesia tidak berpengaruh nyata. Penelitian tentang perdagangan udang Indonesia di pasar domestik dan internasional juga pernah dilakukan Irwan (1997) dengan menggunakan metode analisis 2 SLS dengan periode tahun 1974 – 1995. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa produksi udang Indonesia dipengaruhi oleh harga udang domestik, tingkat suku bunga rupiah, dan jumlah produksi tahun sebelumnya. Ekspor udang Indonesia ke Jepang hanya dipengaruhi oleh jumlah ekspor udang Indonesia berskala satu tahun, sedangkan ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat hanya dipengaruhi oleh jumlah ekspor udang Indonesia ke negara selain Amerika Serikat dan Jepang. 2.3.2. Penelitian Mengenai Kebijakan Perdagangan Penelitian terkait mengenai kebijakan perdagangan telah dilakukan oleh Rastikarany dan Painthe pada tahun 2008. Rastikarany (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh kebijakan tarif dan nontarif Uni Eropa terhadap ekspor tuna Indonesia. Pada penelitian ini, digunakan analisis regresi, deskriptif, dan peramalan untuk ekspor tuna beberapa tahun mendatang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan tarif dan nontarif berpengaruh nyata terhadap volume ekspor tuna Indonesia. Dalam peramalan beberapa tahun mendatang yang dilakukan menunjukkan Indonesia akan terus menjadi salah satu pemasok utama komoditas tuna di pasar Eropa. Painthe (2008) melakukan penelitian dengan topik yang sama dengan komoditas udang menggunakan analisis regresi, deskriptif, dan peramalan. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan kebijakan-kebijakan yang diberlakukan di pasar Eropa baik kebijakan tarif dan nontarif. Hasil penelitian juga mendeskripsikan kebijakan-kebijakan apa yang telah diterapkan oleh Indonesia sebagai respon atas persyaratan dan peraturan yang ditetapkan oleh pasar Eropa. Dalam penelitiannya dengan analisis regresi menunjukkan bahwa
15
kebijakan tarif di pasar Eropa berpengaruh nyata terhadap volume ekspor udang Indonesia di pasar Eropa. Hal ini terlihat dalam data yang menunjukkan bahwa pernah terjadi penurunan volume ekspor dikarenakan udang yang di ekspor Indonesia tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pasar Eropa. Lambaga (2009) juga melakukan penelitian mengenai kebijakan perdagangan. Dalam analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa dengan ditetapkannya peraturan EC No 882/2004 yang mewajibkan pemerintah untuk melakukan pengawasan, ternyata menunjukkan pengaruh negatif. Ini berarti jika importir menetapkan kebijakan nontarif maka volume ekspor perikanan akan menurun. Sedangkan Painthe (2008) dan Rastikarany (2008) melakukan analisis yang sama namun dengan komoditas yang berbeda yaitu udang dan tuna terhadap ditetapkannya peraturan EC 178/2002 tentang persyaratan mutu undang-undang pangan serta prosedur keamanan pangan. Hasil analisis menunjukkan pengaruh positif terhadap hambatan nontarif bagi penelitian Painthe dan tidak berpengaruh nyata terhadap model dugaan bagi penelitian Rastikarany. Dalam penelitiannya dikatakan bahwa hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang seharusnya karena pada saat yang sama volume ekspor udang ke Uni Eropa ternyata mengalami peningkatan. Untuk
itu
penelitian
dengan
menganalisis
pengaruh
kebijakan
perdagangan yang diterapkan seperti yang dilakukan oleh Painthe (2008), Rastikarany (2008), dan Lambaga (2009), harusnya menempatkan variabel dalam blok-blok perdagangan dengan menambahkan variabel lain yang diduga juga memiliki hubungan dengan kebijakan yang diterapkan pada saat itu seperti nilai tukar mata uang dan pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor seperti yang telah dilakukan Koeshendrajana dan Aisya (2006). Penelitian dengan melihat pengaruh kebijakan perdagangan juga bisa menggunakan analisis deskriptiftabulatif untuk melihat pengaruh nyata penerapan kebijakan pada saat itu terhadap kinerja produk ekspor pada saat itu seperti yang dilakukan Hartono (2005). 2.3.3. Keterkaitan dengan Peneltian Terdahulu Pada penelitian-penelitian terdahulu, khususnya skripsi menggunakan analisis kuantitatif, namun pada penelitian kali ini menggunakan analisis kualitatif deskriptif untuk membahas kebijakan yang diberlakukan Uni Eropa serta kasus
16
penolakan yang terjadi akibat kebijakan tersebut. Penelitian terdahulu yang telah dilakukan menjadi bahan perbandingan dalam mendeskripsikan kondisi ekspor udang Indonesia di pasar internasional, khususnya di Uni Eropa. Dalam kaitannya dengan
penelitian
terdahulu,
penelitian
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi penawaran ekpor udang di pasar internasional digunakan untuk melihat signifikansi volume ekspor udang yang terjadi saat ini dengan kebijakan yang diterapkan oleh Uni Eropa terkait perdagangan udang. Penelitian ini terdapat kesamaan dengan penelitian sebelumnya, yaitu dalam gambaran umum mendeskripsikan kondisi ekspor udang Indonesia di pasar internasional. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada tujuan ekspor yang lebih difokuskan pada pasar Eropa, yaitu mengkaji kebijakankebijakan yang diberlakukan di Uni Eropa dan menganalisis kasus-kasus yang terjadi terkait penetapan kebijakan yang diberlakukan Uni Eropa. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat pengaruhnya terhadap kinerja ekspor pada saat itu, serta melihat respon pemerintah dalam mengatasi kebijakan yang berlaku. Penggunaan data terbaru yang digunakan untuk membandingkan kondisi ekspor udang Indonesia di Uni Eropa dari tahun sebelumnya hingga saat ini.
17