II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Teori
2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar atau lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor. Dalam Goenarsyah (1990) ada beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional (ekspor-impor) suatu negara dengan negara lain, yaitu keinginan untuk memperluas pemasaran komoditi ekspor, memperbesar penerimaan bagi kegiatan pembangunan, adanya perbedaan penawaran permintaan antar negara, tidak semua negara menyediakan kebutuhan masyarakatnya serta akibat adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Menurut Amir (2000), bila dibandingkan dengan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan. Perdagangan internasional mendorong negara untuk menghasilkan produkproduk terbaik dan sekaligus memungkinkan negara untuk mengimpor lebih banyak ragam barang dan jasa yang berasal dari seluruh dunia.
Selain itu,
perdagangan internasional dapat meningkatkan kesejahteraan semua negara melalui spesialisasi dalam produksi barang dan jasa yang memiliki keunggulan komparatif. Perdagangan internasional timbul karena adanya perbedaan harga
16
relatif diantara negara.
Perbedaan ini berasal dari perbedaan dalam biaya
produksi yang disebabkan oleh: 1. Perbedaan-perbedaan dalam karunia Tuhan atas faktor produksi 2. Perbedaan-perbedaan dalam tingkat teknologi yang menentukan intesitas faktor yang digunakan. 3. Perbedaan-perbedaan dalam efisiensi pemanfaatan faktor-faktor produksi. 4. Kurs valuta asing. Pada
dasarnya
faktor
yang
mendorong
timbulnya
perdagangan
internasional dari suatu negara ke negara lain bersumber dari keinginan memperluas pemasaran komoditi ekspor dan memperbesar penerimaan devisa dalam penyediaan dana pembangunan dari negara yang bersangkutan. perdagangan
internasional
mengkaji
dasar-dasar
terjadinya
Teori
perdagangan
internasional serta keuntungan yang diperoleh dengan adanya perdagangan tersebut.
Kebijakan perdagangan internasional membahas alasan-alasan dan
pengaruh
adanya
hambatan-hambatan
perdagangan,
serta
hal-hal
yang
menyangkut proteksionisme baru (Salvatore, 1997). Kegiatan perdagangan internasional atau disebut sebagai kegiatan ekspor dan impor antar negara menyatakan bahwa suatu negara akan cenderung mengekspor barang-barang yang biaya produksi di dalam negerinya relatif lebih rendah dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Sebaliknya, suatu negara akan mengimpor barang-barang yang biaya produksi di dalam negerinya relatif lebih mahal dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Oleh karena itu bagi suatu negara, selisih antara penawaran dan permintaan domestik (excess supply) dapat diartikan sebagai penawaran ekspor.
Sementara itu
penawaran impor merupakan kelebihan permintaan domestik di negara pengimpor (excess demand). Gambarannya yaitu, suatu negara (misalnya negara A) akan cenderung mengekspor suatu komoditas ke negara lain (negara B) apabila harga domestik komoditas tersebut di negara A sebelum terjadi perdagangan internasional relatif lebih rendah dibandingkan dengan komoditas yang sama di negara B. Terjadinya harga yang relatif murah di negara A disebabkan karena adanya kelebihan
17
penawaran, yaitu produksi domestik melebihi konsumsi domestik, sehingga memungkinkan negara A untuk menjual produksinya ke negara lain (negara B). Di sisi lain, di negara B terjadi kelebihan permintaan, yaitu konsumsi domestik melebihi produksi domestik. Akibatnya harga komoditas tersebut di negara B relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara A. Akibat kelebihan permintaan tersebut, menyebabkan negara B berkeinginan untuk membeli komoditas bersangkutan yang harganya relatif lebih murah (negara A). Jadi, adanya perbedaan kebutuhan antar negara A dan B menyebabkan timbulnya perdagangan internasional antar kedua negara, dalam hal ini akan mengekspor ke negara B. SA
DA
SB
DB ES
PB
X P* M
PA ED O
QA
QB
Q*
Negara A (pengekspor)
Perdagangan Internasional
Negara B (pengimpor)
Sumber : Salvatore (1997)
Gambar 4 Kurva Perdagangan Internasional Keterangan: PA
: Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan Internasional
OQA : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional X
: Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A
PB
: Harga
domestik
di negara
B
(pengimpor)
tanpa
perdangangan
internasional. OQB : Jumlah
produk
domestik
yang
diperdagangkan
di
negara
B
(pengimpor) tanpa perdagangan internasional. M
: Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B
P*
: Harga
keseimbangan
antara
kedua
negara
setelah
perdagangan
18
internasional OQ* : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M). Harga
yang terjadi di pasar internasional merupakan harga
keseimbangan antara penawaran dan permintaan dunia.
Perubahan dalam
produksi dunia akan mempengaruhi penawaran dunia, sedangkan perubahan dalam konsumsi dunia akan mempengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi harga dunia (Salvatore, 1997). Dalam memenuhi kebutuhannya, suatu negara akan melakukan transaksi ekspor impor antar negara karena keterbatasan sumber daya dan ketidakterbatasan keinginan manusia. Ekspor akan mendatangkan keuntungan bagi negara produsen dan impor menyebabkan negara konsumen mengeluarkan hartanya kepada negara produsen. Semakin banyak produk yang unggul secara komparatif dibanding produk yang sama dari negara lain, semakin potensial produk tersebut akan mendatangkan keuntungan jika diekspor. Selisih positif ekspor terhadap impor (ekspor neto) akan menambah kekayaan suatu negara (Oktaviani dan Novianti, 2009). 2.1.2 Ekspor dan Nilai Tukar Pasokan valuta asing berasal dari penawaran ekspor. Gambar 5 menunjukkan bagaimana dampak perubahan nilai tukar pada ekspor negara A ke Rest of the World (ROW). Equilibrium awal berada pada harga dunia (Pw) dan ekspor (qe). Apresiasi pada nilai tukar mata uang negara A akan menggeser excess demand dari ED ke ED’ karena ROW hanya akan bersedia membayar dengan harga yang lebih rendah. Pada akhirnya kondisi ini akan menyebabkan harga domestik negara A turun, meningkatkan harga di ROW, menurunkan ekspor dari negara A, dan menurunkan impor ROW. Dampak apresiasi mata uang negara A adalah meningkatkan nilai tukar mata uang asing di setiap jumlah dan meningkatkan harga ROW. Hal ini menggerakkan ES menjadi ES’. Secara implisit, revaluasi berlaku sebagai pajak ekspor yang implisit, karena menurunkan jumlah ekspor di setiap tingkat harga. Gambar 5 menunjukkan pula bahwa apresiasi mata uang Negara A menyebabkan
19
harga turun dari Pw ke P’a. Dapat dikatakan pula bahwa depresiasi mata uang ROW akan menyebabkan harga naik dari ekuilibrium awal menjadi P’r (Tweeten, 1992). Pasar ekspor Negara A
Negara A PA
PA
ROW
(Dalam mata uang Negara A)
d
s
PA D
S
ES P’r
Pw P’a
ED ED’
O
O
Q
q’e qe
O
Q
Q
PA ES’
ES (Dalam mata uang ROW)
P’r P’a
Pw
ED O
q’e qe
Q
Sumber : Tweeten (1992)
Gambar 5 Efek Revaluasi Mata Uang Negara Pengekspor 2.1.3 Teori Penawaran Ekspor Penawaran suatu komoditas merupakan jumlah komoditi yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan waktu tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas adalah harga komoditi yang bersangkutan, harga faktor produksi, tingkat teknologi, pajak dan subsidi (Lipsey et al., 1995). Penawaran ekspor merupakan jumlah komoditi yang ditawarkan oleh suatu negara (produsen) ke negara lain (konsumen) dan juga untuk memenuhi permintaan negara lain. Penawaran ekspor dari suatu negara merupakan selisih antara
penawaran domestik dengan permintaan domestik. Negara
lain
membutuhkan komoditi tersebut sebagai akibat kelebihan permintaan negara
20
tersebut. Teori penawaran ekspor tersebut secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut: SXt = Qt – Ct + St-1 Keterangan : SXt = Jumlah ekspor komoditi periode waktu t Qt
= Jumlah produksi domestik periode waktu t
Ct
= Jumlah konsumsi domestik periode waktu t
St-1 = Stok periode waktu sebelumnya (t-1) 2.1.4 Teori Permintaan Ekspor dari Negara Mitra Dagang Menurut Lipsey et al. (1995), permintaan ekspor suatu komoditi merupakan hubungan yang menyeluruh antara kuantitas komoditi yang dibeli konsumen selama periode tertentu pada suatu tingkat harga. Permintaan pasar suatu komoditi merupakan penjumlahan secara horizontal dari permintaanpermintaan individu terhadap suatu komoditi. Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor suatu negara. Sebagai sebuah permintaan, ekspor suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu harga domestik negara tujuan ekspor, harga impor negara tujuan, pendapatan perkapita penduduk negara tujuan ekspor dan selera masyarakat negara tujuan. 2.2
Penelitian Terdahulu Burger et al. (2002) dalam penelitiannya yang berjudul “Exchange Rates
and Natural Rubber Prices, the Effect of the Asian Crisis” menganalisis peran nilai tukar dalam pembentukan harga di pasar komoditas dunia, dalam hal ini diwakili oleh pasar karet alam. Penelitian ini menunjukkan bahwa harga karet alam sangat dipengaruhi oleh krisis Asia. Hal ini tidak mengejutkan karena sebagian besar karet diproduksi di Thailand, Indonesia dan Malaysia. Estimasi dampak pada dolar AS-ditandai dengan substansialnya harga pasar dunia substansial: nilai tukar riil dari tiga produsen utama telah naik sebesar 40 persen, setelah awalnya yang lebih tinggi. Dampak tersebut dihitung dengan model, termasuk nilai tukar gabungan dari tiga produsen utama, nilai tukar riil tertimbang dari tujuh negara pengimpor utama yang tidak menggunakan dolar AS dihitung
21
dampaknya pada sisi permintaan, harga bijih mineral dan logam untuk menentukan tingkat aktivitas industri dan dana spekulatif serta pasokan bulanan karet alam dan permintaan bulanan untuk semua jenis karet dihitung untuk dampak volume. Hasil simulasi untuk periode sampel maupun periode pascasampel sangat baik. Harga pasar dunia merespon perubahan nilai tukar pada sisi penawaran dan pada sisi impor. Terdapat bukti yang kuat dalam pergerakan bersama harga karet dengan mineral, bijih dan logam. Almarwani et al. (2007) melihat hubungan antara nilai tukar dan pasar komoditi yaitu ekspor jagung, kapas, unggas dan kedelai dari tahun 1961 sampai dengan tahun 2000 dengan metode ekonometrika TARCH. Ekspor komoditi jagung, kapas, unggas, dan kedelai memiliki sensitifitas yang beragam terhadap nilai tukar, dan efek nilai tukar yang terkuat terdapat pada ekspor unggas. Resiko nilai tukar hampir tidak memiliki dampak negatif pada ekspor komoditas. Dampak resiko positif pada ekspor jagung dan kedelai AS, jagung Argentina dan unggas Eropa menunjukkan bahwa adanya resiko nilai tukar merangsang upaya untuk mengatasi dampak negatif. Produsen akan mengatasi resiko nilai tukar dengan memproduksi lebih banyak untuk mempertahankan pendapatan. Boug dan Fagereng (2007) meneliti dampak ketidakpastian nilai tukar terhadap kinerja ekspor dengan model CVAR yang berbeda dan menggunakan data sektor mesin dan peralatannya di Norwegia. Dalam penelitian mereka, ada hubungan sebab akibat antara ketidakpastian nilai tukar dengan kinerja ekspor. Penelitian ini juga menemukan bahwa perubahan volatilitas didekati dengan variabel dummy sehubungan dengan perubahan kebijakan moneter dari nilai tukar tetap ke nilai tukar mengambang dan krisis keuangan Asia pada tahun 1990an membawa pengaruh yang signifikan dalam model dinamis untuk pertumbuhan ekspor - dimana tingkat harga relatif dan permintaan pasar dunia bersama-sama dengan tingkat ekspor membentuk hubungan kointegrasi yang signifikan. Dalam model yang sama penelitian ini juga menemukan bahwa variabel dummy untuk perubahan dalam kebijakan moneter dari target nilai tukar menjadi target inflasi tidak signifikan. Peramalan yang dilakukan lebih lanjut menunjukkan sebuah temuan yang bertentangan dengan hipotesis bahwa peningkatan volatilitas nilai
22
tukar dan perubahan dalam kebijakan moneter memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja ekspor. Fabiosa (2002) menganalisis dampak nilai tukar dan volatilitasnya terhadap ekspor babi dan daging babi Kanada ke AS dengan menggunakan metode ekonometrika GARCH. Penelitian ini juga membandingkan dampak nilai tukar dan volatilitasnya terhadap ekspor babi dan daging babi dari Kanada, AS, dan Denmark ke Jepang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat nilai tukar Kanada relatif terhadap dolar AS memiliki dampak positif pada ekspor daging babi, namun volatilitas nilai tukar Kanada memiliki efek negatif terhadap perdagangan daging babi. Pada saat dolar Kanada terdepresiasi relatif terhadap dolar AS, fungsi penawaran ekspor perusahaan daging babi ke pasar AS meningkat. Nilai tukar Kanada juga memiliki dampak positif pada ekspor babi, dimana saat nilai tukar Kanada terdepresiasi relatif terhadap dolar AS maka lebih banyak babi yang akan diekspor. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ekspor daging babi dari Kanada, AS dan Denmark ke Jepang dipengaruhi oleh nilai tukar ketiga negara tersebut relatif terhadap yen Jepang dan volatilitas mata uang ketiga negara tersebut mempengaruhi ekspor secara negatif namun tidak signifikan. Prabowo (2006) menganalisis dampak kebijakan perdagangan terhadap dinamika ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang. Hasil penelitian menyatakan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi impor karet alam ke Amerika Serikat adalah pendapatan domestik brutonya dengan respon yang elastis, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil ini berbeda dengan kondisi permintaan impor karet alam Jepang yang ternyata tidak responsif terhadap perubahan harga impor karet alam dan perubahan pendapatan domestik brutonya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini juga menghasilkan kesimpulan bahwa distorsi pasar akibat kebijakan perdagangan dan perubahan lingkungan ekonomi mempengaruhi volume perdagangan karet alam. Perubahan pendapatan domestik bruto yang terjadi di negara importir efektif mempengaruhi arus perdagangan karet alam di sisi importir dibandingkan dengan jika terjadi perubahan pada harga karet alam dunia. Kebijakan perdagangan dan perubahan lingkungan ekonomi dari sisi negara eksportir menunjukkan bahwa
23
distorsi melalui depresiasi mata uang dan inflasi lebih besar pengaruhnya untuk meningkatkan volume ekspor daripada dengan pengenaan pajak. Penelitian yang dilakukan Hastuti (2006) yang berjudul “Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Harga Ekspor Komoditi Kayu Indonesia” memperoleh hasil bahwa koefisien pengaruh nilai tukar signifikan pada level 1% dan tandanya positif. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa secara statistik harga ekspor kayu lapis Indonesia tidak ditentukan oleh variabel nilai tukar, tetapi ditentukan oleh harga pasar dunia. Pasar ekspor produk pulp Indonesia memiliki posisi yang lemah karena nilai koefisien pengaruh nilai tukar signifikan pada level 1% tetapi bertanda negatif. Ketika nilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap dolar, dalam jangka panjang harga ekspor komoditi pulp menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia adalah penerima harga untuk pasar komoditi pulp. Secara keseluruhan, studi ini menghasilkan kesimpulan bahwa Indonesia memiliki posisi yang kuat pada pasar ekspor untuk komoditi kayu gergajian. Ekananda (2004) melakukan penelitian mengenai analisis pengaruh volatilitas nilai tukar pada ekspor komoditi manufaktur di Indonesia. Penerapan estimasi dilakukan dengan menggunakan distribusi lag poisons pada persamaan non linear SUR. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh fluktuasi nilai tukar terhadap nilai ekspor komoditi manufaktur pada masa nilai tukar mengambang terkendali secara proporsional, tidak berbeda antara komoditi manufaktur kandungan impor tinggi dan kandungan impor rendah. Pada periode ini, kebijakan pemerintah melakukan devaluasi dan depresiasi nilai tukar cukup efektif meningkatkan ekspor komoditi manufaktur. Namun pengaruh fluktuasi nilai tukar terhadap nilai ekspor komoditi manufaktur pada masa nilai tukar mengambang bebas secara proporsional berbeda antara komoditi manufaktur kandungan impor tinggi dan kandungan impor rendah. Pada periode ini, pemerintah melepas rentang intervensi sama sekali, sehingga nilai tukar ditentukan oleh mekanisme pasar. Penelitian ini juga menemukan bahwa pada tingkat volatilitas nilai tukar yang berbeda akan menghasilkan waktu penyesuaian yang berbeda pula.
24
Tabel 3
Rekapitulasi Penelitian Terdahulu terkait dengan Nilai Tukar dan Ekspor di berbagai Negara
No
Judul
Peneliti
Penerbit
Metode
Variabel
Data
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
VAR
Nilai tukar, harga karet sintetis, harga karet alam, konsumsi karet, produksi karet alam
Data bulanan dari Januari 1975 sampai Desember 1999
Harga karet alam sangat dipengaruhi oleh krisis Asia, karena sebagian besar karet diproduksi di Thailand, Indonesia dan Malaysia. Jangka panjang maupun jangka pendek berdampak pada produksi karet alam, konsumsi karet dan harga komoditi lainnya.
TARCH
Nilai tukar, GDP negara pengimpor, ekspor jagung, ekspor kapas, ekspor unggas, ekspor kedelai, harga domestik relatif
Ekspor komoditi jagung, kapas, unggas, dan kedelai Data memiliki sensitifitas yang tahunan beragam terhadap nilai dari 1961tukar, dan efek nilai tukar 2000 yang terkuat terdapat pada ekspor unggas.
1
Exchange Rates and Natural Rubber Prices, the Effect of the Asian Crisis.
2
Exchange Rates and Almarwani, Commodity Abdul, Markets: Curtis Jolly, Global Export dan Henry of Corn, Thompson. Cotton, 2007 Poultry, and Soybeans.
Kees Burger, Hidde Smit, dan Ben Vogelvang. 2002.
Paper prepared for the presentation at the Xth EAAE Congress ‘Exploring Diversity in the European AgriFood System’, Zaragoza (Spain), 28-31 August 2002 Agricultural Economics Review Volume 08, Issue 1, January 2007. University of Minnesota Department of Applied Economics
Hasil
25
No
Judul
Peneliti
Penerbit
Metode
Variabel
Data
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Data bulanan dari Januari 1990 sampai Januari 2002
Pengaruh fluktuasi nilai tukar terhadap nilai ekspor komoditi manufaktur pada masa nilai tukar mengambang terkendali secara proporsional. Pada periode ini, kebijakan pemerintah melakukan devaluasi dan depresiasi nilai tukar cukup efektif meningkatkan ekspor komoditi manufaktur. Namun pengaruh fluktuasi nilai tukar terhadap nilai ekspor komoditi manufaktur pada masa nilai tukar mengambang bebas secara proporsional berbeda antara komoditi manufaktur kandungan impor tinggi dan kandungan impor rendah. Pada periode ini, pemerintah melepas rentang intervensi sama sekali, sehingga nilai tukar ditentukan oleh mekanisme pasar.
3
Analisis Pengaruh Volatilitas Nilai Tukar pada Ekspor Komoditi Manufaktur di Indonesia.
Mahyus Ekananda. 2004.
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2004.
Nilai tukar riil dan disagregat ekspor Non komoditi manufaktur Linear bilateral Indonesia Seemingly dengan Jepang, Unrelated Amerika Serikat, Regression Singapura, Jerman, (NLSUR) Hongkong, Inggris, Belanda dan Prancis.
Hasil
26
No
Judul
Peneliti
Penerbit
Metode
Variabel
Data
Hasil
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
4
Dampak Kebijakan Perdagangan terhadap Dinamika Ekspor Karet Alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang.
Dwi Wahyuniarti Prabowo. 2006
Tesis Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Ordinary Least Square (OLS)
*) Data Indonesia : Faktor dominan yang kuantitas ekspor karet mempengaruhi impor karet alam Indonesia, ke AS, alam ke Amerika Serikat adalah dan ke Jepang; nilai pendapatan domestik brutonya ekspor karet alam dengan respon yang elastis, baik Indonesia, ke AS dan ke dalam jangka pendek maupun Jepang, harga ekspor jangka panjang. Permintaan karet alam Indonesia, ke impor karet alam Jepang yang AS dan ke Jepang, nilai tidak responsif terhadap Data tukar rupiah terhadap perubahan harga impor karet triwulanan USD dan Yen, IHK alam dan perubahan pendapatan dari 1995 *) Data Thailand : domestik brutonya baik dalam sampai kuantitas ekspor karet jangka pendek maupun jangka 2004 alam Thailand, ke AS, panjang. Kebijakan perdagangdan ke Jepang; nilai an dan perubahan lingkungan ekspor karet alam ekonomi dari sisi negara Thailand, ke AS dan ke eksportir menunjukkan bahwa Jepang, harga ekspor distorsi melalui depresiasi mata karet alam Thailand, ke uang dan inflasi lebih besar AS dan ke Jepang, nilai pengaruhnya untuk meningkattukar baht terhadap USD kan volume ekspor daripada dan Yen, IHK Thailand dengan pengenaan pajak.
27
No
Judul
Peneliti
Penerbit
Metode
Variabel
Data
Hasil
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
GARCH
* )Perdagangan Kanada ke AS: Ekspor daging babi ke AS, ekspor babi ke AS, indeks rata-rata bulanan harga daging babi Ontario, nilai tukar Kanada, harga nasional Barrow-gilt, IHK Kanada, IHK AS * )Perdagangan ASKanada-Denmark ke Jepang: Ekspor daging babi AS ke Jepang, Ekspor daging babi Kanada ke Jepang, Ekspor daging babi Denmark ke Jepang, nilai tukar Jepang, IHK Denmark, IHK Jepang, harga daging babi AS, harga daging babi Denmark, harga daging babi Kanada
5
Assessing the Inpact of the Exchange Rate and Its Volatility on Canadian Pork and Live Swine Exports to the United States and Japan
Jacinto F. Fabiosa, 2002
Working Paper 02WP 305 June 2002. Center for Agricultural and Rural Development Iowa State University
Harga domestik negara pengekspor berdampak negatif pada ekspor karena harga Data tersebut merupakan harga input bulanan utama dalam fungsi biaya dari pengekspor. Harga di pasar Oktober tujuan berdampak positif pada 1994 ekspor. Tingkat nilai tukar sampai berdampak positif pada ekspor November daging babi, namun volatilitas 2001 nilai tukar berdampak negatif. Sebagian besar parameter volatilitas tidak signifikan.
28 28
No
Judul
Peneliti
Penerbit
Metode
Variabel
Data
Hasil
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
6
Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Harga Ekspor Komoditi Kayu Indonesia
7
Exchange Rate Volatility Pal Boug and Export dan Andreas Performance: Fagereng, a Cointegrated 2007. VAR Approach.
Widya Hastuti, 2006.
Tesis Magister Ekonomi, Universitas Indonesia.
Discussion Papers No. 522, November 2007. Statistics Norway, Research Department.
VECM
Harga ekspor komoditi, Wholesale Price Index (WPI), nilai tukar nominal, harga ekspor dunia
GARCH, CVAR
Harga relatif, permintaan pasar dunia untuk mesin dan peralatannya dari Norwegia, volatilitas nilai tukar, nilai tukar nominal, nilai tukar riil.
Harga ekspor kayu lapis Indonesia tidak ditentukan oleh variabel nilai Data tukar, tetapi harga ekspor kayu bulanan lapis ditentukan oleh pasar dunia. dari Pasar ekspor produk pulp Indonesia Agustus memiliki posisi yang lemah karena 1998 ketika Rupiah terdepresiasi sampai terhadap Dolar, dalam jangka Desember panjang harga ekspor komoditi pulp 2004 menurun. Indonesia memiliki posisi yang kuat pada pasar ekspor untuk komoditi kayu gergajian Terdapat hubungan sebab akibat Data antara ketidakpastian nilai tukar triwulanan dengan kinerja ekspor. Perubahan dari tahun volatilitas didekati dengan variabel 1985 dummy. Krisis keuangan Asia pada triwulan I tahun 1990an membawa pengaruh sampai yang signifikan dalam model dinamis untuk pertumbuhan ekspor, dengan tahun dimana tingkat harga relatif dan 2005 permintaan pasar dunia bersamatriwulan sama dengan tingkat ekspor IV membentuk hubungan kointegrasi yang signifikan.
29
2.3
Kerangka Pemikiran Pada nilai tukar mengambang, nilai tukar ditentukan oleh pasar dan
dibiarkan berfluktuasi dengan bebas untuk menanggapi kondisi perekonomian yang sedang berubah. Fluktuasi nilai tukar berkaitan erat dengan perdagangan internasional karena nilai suatu komoditi ekspor dinilai dengan satu satuan mata uang asing. Fluktuasi nilai tukar ini mempengaruhi kegiatan ekspor yang merupakan salah satu bentuk perdagangan internasional. Barang-barang ekspor yang dikirim ke luar negeri dihitung dengan menggunakan satu satuan mata uang asing sehingga dengan adanya fluktuasi nilai tukar ini menyebabkan harga barang ekspor menjadi tidak tentu. Jika rupiah terdepresiasi, eksportir akan beruntung karena produk mereka menjadi lebih murah di negara pengimpor, sehingga mungkin jumlah yang diminta akan meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan eksportir. Sebaliknya jika rupiah terapresiasi, harga barang ekspor di negara pengimpor menjadi lebih mahal sehingga kemungkinan permintaan akan berkurang dan pada akhirnya mengurangi keuntungan eksportir. Pada kenyataannya fenomena yang terjadi di beberapa tahun tertentu, saat nilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap dolar AS, ekspor karet alam Indonesia tidak meningkat, bahkan justru menurun. Demikian pula sebaliknya di beberapa tahun tertentu, saat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terapresiasi, ekspor karet alam Indonesia meningkat. Fenomena ini diduga akan mempengaruhi arus perdagangan ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang. Pasar ekspor karet alam dunia dikuasai oleh 3 negara yaitu Thailand, Indonesia dan Malaysia. Indonesia adalah eksportir karet alam terbesar kedua dan pesaing utama Indonesia yang merupakan eksportir terbesar pertama karet alam adalah Thailand. Malaysia sebagai eksportir terbesar ketiga dari waktu ke waktu mengalami penurunan volume ekspor karena daya serap industri dalam negeri mereka terhadap karet alam yang dihasilkan semakin tinggi. Sedangkan pasar impor karet alam dunia dikuasai oleh Amerika Serikat dan Jepang. Data BPS menunjukkan sampai dengan tahun 2008 importir terbesar karet alam Indonesia adalah Amerika Serikat dan Jepang. Oleh karena itu, negara tujuan ekspor karet
30
alam Indonesia yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah Amerika Serikat dan Jepang. Kinerja ekspor karet alam Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kinerja ekspor karet alam Indonesia adalah volume ekspor, harga ekspor, harga negara pesaing, harga internasional, nilai tukar rupiah dan GDP riil negara importir. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka dapat dibangun suatu model yang menggambarkan pola perdagangan karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang. Model pola perdagangan karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang dapat digunakan untuk memprediksi jika terjadi guncangan dalam perdagangan karet alam Indonesia. Dari model tersebut, diharapkan dapat memberikan informasi bagi penyusunan kebijakan yang tepat dalam upaya peningkatan kinerja ekspor karet alam Indonesia. Alur kerangka berfikir penelitian ini diperlihatkan oleh Gambar 6.
Fluktuasi ekspor karet alam Indonesia tidak seiring dengan fluktuasi nilai tukar rupiah
Eksportir utama: • Thailand • Indonesia
Harga ekspor
Arus perdagangan karet alam
Volume ekspor karet alam Indonesia
Model arus perdagangan karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang
Kebijakan perdagangan karet alam Indonesia Gambar 6 Skema Kerangka Pemikiran Penelitian
Importir utama: • Amerika Serikat • Jepang
Nilai tukar
Harga negara pesaing Harga internasional
Pendapatan negara importir
31
2.4
Hipotesis Penelitian Penelitian ini memiliki 2 hipotesis yaitu:
1.
Terdapat hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara nilai tukar rupiah dengan ekspor karet alam Indonesia ke AS dan Jepang.
2.
Pengaruh perubahan nilai tukar rupiah terhadap ekspor karet alam Indonesia ke AS dan Jepang positif.