II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aliran Permukaan Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran sungai. Sebagian dari aliran permukaan akan terinfiltrasi ke dalam tanah dan bergerak secara lateral melalui horison-horison tanah bagian atas menuju sungai yang dinamakan aliran bawah permukaan. Sedangkan, aliran air yang terpekolasi dan mengalir ke dalam tanah hingga masuk ke dalam sungai dinamakan aliran air bawah tanah (Seyhan, 1990). Haridjaja (1990) menyatakan, aliran dasar (base flow) adalah air bawah tanah yang bergerak menuju saluran secara lateral dan lambat melalui daerah yang jenuh air. Biasanya air yang jernih ini dapat mencapai saluran atau sungai setelah beberapa hari atau beberapa minggu hingga beberapa bulan. Aliran ini berasal dari air hujan yang diperkolasikan menuju air bawah tanah. Sedangkan, aliran sungai adalah aliran air pada saluran yang jelas atau sungai. Aliran sungai merupakan gabungan aliran permukaan, aliran bawah permukaan, dan aliran air bawah tanah. Pada musim hujan aliran sungai dapat berasal dari ketiga aliran tersebut, tetapi pada tengah musim kemarau aliran sungai hanya akan berasal dari aliran bawah tanah. Aliran bawah permukaan akan banyak menyumbangkan aliran sungai pada beberapa saat setelah hujan turun, terutama pada musim penghujan.
2.2. Proses Terjadinya Aliran Permukaan Konsep dasar yang digunakan dalam setiap hidrologi adalah daur hidrologi. Konsep daur hidrologi (hydrologic cycle) merupakan titik awal pengetahuan mengenai hidrologi. Dalam siklus air yang tidak berpangkal dan tidak berakhir, air berpindah dari laut ke udara (atmosfer) terus ke permukaan bumi dan kembali lagi ke laut, serta dalam perjalanannya untuk sementara akan tertahan di tanah atau sungai dan tersedia untuk dimanfaatkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya serta kembali ke udara (Arsyad, 2010). Air akan menguap dari permukaan tanah dan membentuk butir air, yang akan jatuh kembali dalam bentuk hujan. Air hujan yang tertangkap (intersepsi) oleh vegetasi, sebagian akan menguap dan sebagian lain akan jatuh ke tanah 3
permukaan melalui proses aliran batang (stem flow), dan lolosan tajuk (through fall). Air dari tetesan lolosan tajuk ataupun aliran batang tersebut akan masuk ke tanah permukaan (top soil) melalui proses infiltrasi. Air hujan yang jatuh langsung ke permukaan tanah pun akan masuk ke tanah permukaan (infiltrasi). Selanjutnya air akan terperkolasi dan sebagian digunakan untuk mengisi cekungan atau depresi permukaan tanah sebagai simpanan permukaan. Proses perkolasi menyebabkan lapisan tanah menjadi jenuh dan menambah air bawah tanah. Air hasil proses infiltrasi dan perkolasi akan bergerak menuju ke daerah yang lebih rendah dan keluar sebagai mata air di sungai, danau ataupun laut. Apabila curah hujan tinggi sedangkan kapasitas maksimum infiltrasi telah terlampaui, maka tahap selanjutnya adalah terbentuknya tegangan tipis dari air hujan di permukaan tanah. Tegangan ini akan semakin menebal atau sebagai tambatan permukaan, kemudian mengalir secara laminar hingga turbulen di atas permukaan tanah. Aliran tersebut menuju daerah topografi yang lebih rendah. Air yang mengalir di atas permukaan tanah tersebut dikenal sebagai aliran permukaan (runoff) (Suripin, 2002). Haridjaja (1990) menyatakan, sebelum terjadinya aliran permukaan, sebagian kelebihan air hujan akan menguap (evaporasi) walaupun jumlahnya sangat sedikit. Setelah proses-proses hidrologi tercapai dan air hujan masih berlebih, maka terjadi aliran permukaan. Selanjutnya, aliran permukaan akan mengalir menuju saluran-saluran dan akhirnya akan menuju sungai sebelum mencapai danau atau laut. Schwab et. al. (1981 dalam Haridjaja, 1990) menyatakan, bahwa aliran permukaan tidak akan terjadi sebelum evaporasi, intersepsi, infiltrasi, simpanan depresi, tambatan permukaan, dan tambatan saluran terjadi.
2.3. Prediksi Aliran Permukaan 2.3.1. Metode SCS (Soil Conservation Service) Metode SCS
untuk menentukan laju puncak aliran permukaan
dikemukakan oleh Dinas Konservasi Tanah Amerika Serikat (US-SCS, 1973) yang semula dikembangkan untuk curah hujan seragam (Arsyad, 2010). Prinsip dasar perhitungan hidrograf satuan sintetik dengan metode ini adalah perhitungan 4
bilangan kurva aliran permukaan (BKAP) dan hujan dengan asumsi jatuh di DAS menyebar merata (Seyhan, 1990). Menurut Arsyad (2010), bilangan kurva aliran permukaan merupakan pengaruh hidrologi bersama antara tanah, penggunaan lahan, perlakuan terhadap lahan, keadaan hidrologi dan kandungan air tanah sebelumnya (Tabel 1). Metode bilangan kurva aliran permukaan (BKAP) menunjukkan penaksiran aliran permukaan dari sejumlah curah hujan, data tanah, dan penutup tanah. Sedangkan, hujan lebih dihitung berdasarkan informasi bilangan kurva aliran permukaan (BKAP) dan kapasitas timbunan lengas tanah awal (IA). Penurunan hidrograf sintetik dengan menggunakan metode SCS dihitung berdasarkan persamaan: Pe
S
di mana, Pe
P 0.2 S 2 ............................................................(1) P 0.8 S
254 100 BKAP ..................................................(2) BKAP
: jumlah hujan lebih (mm)
P
: jumlah curah hujan (mm)
S
:retensi air potensial maksimum dari hujan dan aliran permukaan mulai dari awal hujan (mm)
BKAP : bilangan kurva aliran permukaan. 0 ≤ BKAP ≤ 100 Debit puncak dapat dihitung berdasarkan persamaan : q p qum Am Q ...................................................(3)
di mana, qp
: debit puncak (m3/s)
qum : debit puncak aliran permukaan (m3/s atau km2/mm) Am
: luas DAS (km2)
Q
: kedalaman aliran permukaan (mm)
5
Tabel 1. Nilai Bilangan Kurva Aliran Permukaan (BKAP) Kelompok Hidrologi Tanah Penggunaan Tanah/ Perlakuan/ Kondisi Hidrologi A B C D 1. Permukiman Luas Persentase rata-rata Kedap Air (2) Kapling a) 500 m² 65 77 85 90 92 b) 1000 m² 38 61 75 83 87 c) 1300 m² 30 57 72 81 86 d) 2000 m² 25 54 70 80 85 e) 4000 m² 20 51 68 79 84 2. Tempat parkir diaspal, atap, dan jalan aspal, dan 98 98 98 98 lain-lain (3) 3. Jalan umum a) beraspal dengan saluran pembuangan air 98 98 98 98 b) kerikil 76 85 89 91 c) tanah 72 82 87 89 4. Daerah perdagangan dan pertokoan (85 % kedap) 89 92 94 95 5. Daerah industri (72 % Kedap) 6. Padang terbuka, tempat rumput yang dipelihara, taman, lap.golf, kuburan dll a) Kondisi baik : 75 % atau lebih tertutup rumput b) Kondisi sedang 50 % - 75 % tertutup rumput 7. Bera - larikan menurut lereng 8. Tanaman semusim : dalam baris : menurut lereng – buruk menurut lereng – baik menurut kontur – buruk menurut kontur – baik menurut kontur & teras - buruk menurut kontur & teras – baik 9. Padi-padian : menurut lereng – buruk menurut lereng – baik menurut kontur – buruk menurut kontur – baik menurut kontur & teras – buruk menurut kontur & teras – baik 10. Leguminosa (4) ditanam rapat : menurut lereng – buruk menurut lereng – baik menurut kontur – buruk menurut kontur – baik menurut kontur & teras – buruk menurut kontur & teras – baik 11. Padang rumput penggembalaan : Buruk Sedang Baik
81
88
91
93
39 49 77
61 69 86
74 79 91
80 84 94
72 67 70 65 66 62
81 78 79 75 74 71
88 85 84 82 80 78
91 89 88 86 82 81
65 63 63 61 61 59
76 75 74 73 72 70
84 83 82 81 79 78
88 87 85 84 82 81
66 58 64 55 63 51
76 75 74 73 72 70
84 83 82 81 79 78
88 87 85 84 82 81
68 49 39
79 69 61
86 79 74
89 84 80
6
Tabel 1. Lanjutan Penggunaan Tanah/ Perlakuan/ Kondisi Hidrologi
Kelompok Hidrologi Tanah A B C D 47 67 81 88 25 59 75 83 6 35 70 79 30 58 71 78
menurut kontur – buruk menurut kontur – sedang menurut kontur – baik 12. Padang rumput dipotong – baik 13. Hutan 45 66 77 83 Buruk Sedang 36 60 73 79 Baik 25 55 70 77 14. Perumahan petani 59 74 82 86 Sumber : Arsyad, 2010 Keterangan : (1) Bilangan kurva dihitung berdasarkan asumsi bahwa aliran permukaan dari rumah dan jalan masuk diarahkan ke jalan umum dengan sejumlah minimum air dari atap diarahkan ke halaman berumput di mana infiltrasi terjadi. (2) Areal sisa yang tidak kedap air (pekarangan berumput) dianggap berada sebagai rumput yang baik (3) Di bagian yang lebih panas bilangan kurva 95 dapat digunakan (4) Dalam barisan rapat atau disebar
2.3.2. Metode Rasional Metode rasional dalam menentukan laju puncak aliran permukaan mempertimbangkan waktu konsentrasi. Menurut Haridjaja (1990), aliran permukaan dari semua tempat dalam DAS telah mencapai titik pembuangan (outlet) dan debit puncak aliran telah dicapai, jika hujan yang jatuh telah berlangsung selama waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi yaitu waktu yang diperlukan oleh air mengalir di permukaan tanah dari tempat terjauh dalam daerah aliran untuk mencapai tempat keluarnya pada daerah tersebut (Arsyad, 2010). Persamaan yang digunakan untuk menghitung puncak laju aliran permukaan dengan metode rasional adalah sebagai berikut: q 0.0028 C i A ..................................................(4)
di mana, q : laju puncak aliran permukaan maksimum (m3/s) C : koefisien aliran permukaan i : intensitas hujan yang lamanya sama dengan waktu konsentrasi (mm/jam) A : luas daerah aliran (ha) Menurut Larson dan Reich (1973, dalam Arsyad, 2010), metode rasional mengasumsikan frekuensi jatuhan hujan dan aliran permukaan adalah sama. 7
Metode ini merupakan penyederhanaan besaran-besaran terhadap suatu besaran yang rumit. Metode ini umumnya digunakan untuk luasan DAS kurang dari 800 hektar. Koefisien aliran permukaan (C) didefinisikan sebagai nisbah antara laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah, dan intensitas hujan. Sebelum ditetapkan nilai koefisien aliran permukaan (C) diperlukan penetapan interval kejadian hujan yang digunakan, luas DAS yang bersangkutan, dan jenis penggunaan lahan, keadaan topografi, serta sifat-sifat tanah tersebut (Arsyad, 2010). 2.3.3. Metode COOK Metode COOK adalah pengukuran besarnya koefisien aliran yang dihitung dari karakteristik fisik Daerah Aliran Sungai (DAS). Menurut Cook, faktor karakteristik DAS yang menghasilkan besarnya aliran permukaan adalah relief (kemiringan lereng), infiltrasi, vegetasi penutup, dan timbunan permukaan (kerapatan aliran). Faktor karakteristik DAS dalam metode Cook merupakan data yang berbasis geografis. Oleh karena itu, untuk memadukan keempat jenis data tersebut
dapat
dilakukan
dengan
sistem
informasi
geografis
(SIG).
karakteristik
DAS
http://www.kelair.bppt.go.id [16 November 2011]. Sudaryatno
(2002)
menyatakan,
parameter
diklasifikasikan kemudian diberi nilai skor secara proporsional menurut kuat lemahnya pengaruh terhadap aliran permukaan untuk mendapatkan koefisien aliran permukaan (C). Koefisien aliran permukaan (C) diperoleh dengan membagi puncak aliran dengan intensitas hujan. Puncak aliran diperoleh dengan membagi debit puncak aliran dengan luas DAS, sedangkan intensitas hujan diperoleh dari analisa data hujan.
2.4. Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
8
danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas di daratan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air_Halaman 1. Diakses Tanggal 17 Januari 2012). Sedangkan, Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama (Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 39/Menhut-II/2009 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu_Halaman 5. Diakses tanggal 26 April 2011). DAS dapat dipandang sebagai suatu sistem hidrologi yang dipengaruhi oleh peubah curah hujan. DAS mempunyai karakter spesifik dan berkaitan erat dengan unsur-unsur utamanya antara lain : jenis tanah, topografi, geologi, geomorfologi, vegetasi, dan penggunaan lahan. Karakteristik DAS dalam merespon curah hujan yang jatuh di tempat tersebut dapat memberi pengaruh terhadap besar kecilnya evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi, aliran permukaan, kandungan air tanah, dan aliran sungai (Seyhan, 1990).
2.5. Model Hidrologi Daerah Aliran Sungai Model merupakan representasi yang disederhanakan dari suatu sistem yang kompleks. Sedangkan, model hidrologi adalah suatu penyederhanaan sistem hidrologi untuk mendapatkan keluaran yang sesuai atau mendekati keadaan sebenarnya. Konsep dasar yang digunakan dalam setiap sistem hidrologi adalah siklus hidrologi (Susanto dan Kaida, 1991 dalam Ismawardi, 2003). Sebagai suatu sistem hidrologi, daerah aliran sungai meliputi jasad hidup, lingkungan fisik dan kimia yang berinteraksi secara dinamik. Dalam keadaan alami, energi matahari, iklim di atas DAS dan unsur-unsur endogenik di bawah permukaan DAS merupakan masukan (input). Sedangkan, air dan sedimen yang keluar dari muara DAS serta air yang kembali ke udara melalui evapotranspirasi adalah keluaran (output) DAS (Sudira, 2002).
9
2.6. Model HEC WMS 2.6.1. Konsep Dasar Program Watershed Modeling System (WMS) merupakan salah satu sarana pemodelan yang relatif lengkap, dan di dalamnya terintegrasi berbagai model yang telah berkembang sebelumnya. Model ini dikembangkan oleh Environmental Modeling Research Laboratory, Universitas Brigham Young-Utah. Salah satu paket model yang terdapat di dalamnya adalah Model HEC (Hydrologic Engineering Crop). Pada awalnya dikembangkan oleh Leo R. Beard pada tahun 1967. Model HEC pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat luas pada tahun 1968 dan telah mengalami beberapa penyempurnaan. Menurut US Army Corps of Engineers (1981), hidrograf aliran yang dihasilkan oleh HEC dihitung berdasarkan data curah hujan, laju kehilangan hujan (loss rate), hidrograf satuan sintetik (synthetic unit hydrograph) atau gelombang kinematik (kinematic wave). Model HEC menyediakan tiga model perhitungan hidrograf dengan satuan
sintetik, yaitu model Snyder, Clark dan Soil Conservation Service (SCS) (Iswandi, 2006). Penggunaan Simulasi Model HEC bertujuan (1) mengatur model sederhana dalam HEC-1 dari DAS, (2) menentukan hidrograf, (3) evaluasi peristiwa hidrograf di DAS (curah hujan, debit sungai), (4) mendefinisikan efek dari berbagai variabel output model, dan (5) membandingkan output model untuk peristiwa hidrograf sesungguhnya (Maidment, 1996 ).
2.6.2. Parameterisasi Model a. Atribut DAS Atribut DAS merupakan data yang menerangkan nama, luas, dan aliran dasar DAS. Nama DAS hanya terdiri dari 6 karakter dan luas DAS ditampilkan secara otomatis oleh model. Sedangkan, aliran dasar ditunjukkan oleh kode STRTQ, QRCSN, dan RTIOR (Maidment, 1996). Aliran dasar STRTQ menunjukkan aliran di saluran sebelum adanya kenaikan muka air, QRCSN menunjukkan titik jatuhnya hujan pada awal resesi, dan RTIOR menunjukkan tingkat peluruhan secara eksponensial (Bedient, 1948).
10
Model HEC menggunakan parameter rata-rata dalam ruang dan waktu untuk mensimulasikan proses aliran. Ukuran DAS, routing data, interval perhitungan ditentukan berdasarkan fisiografi DAS, ketersediaan data curah hujan, dan ketersediaan data debit sungai (Bedient, 1948). b. Curah Hujan Curah hujan dihitung untuk setiap DAS menggunakan data historis. Model HEC WMS dapat digunakan untuk menambahkan data curah hujan serta total dan distribusi waktu curah hujan. Data curah hujan yang menjadi input harus pada interval waktu konstan (Bedient, 1948). c. Penyusunan Unit Hidrograf Teknik hidrograf satuan digunakan dalam komponen limpasan dari peristiwa hujan untuk mengubah kelebihan curah hujan, sehingga diperoleh keluaran hidrograf. Sebuah hidrograf satuan dapat dihitung dari parameter yang disediakan pengguna. Sebuah parameter tunggal berupa waktu tenggang (TLAG), diperlukan untuk menentukan hidrograf satuan (Maidment, 1996). Penyusunan unit hidrograf pada model HEC terdiri dari tiga parameter. Ketiga parameter tersebut antara lain : jenis tanah, penggunaan lahan, dan bilangan kurva aliran permukaan. Seluruh parameter saling terkait menghasilkan nilai TLAG. Nilai TLAG diolah menggunakan metode perhitungan SCS. TLAG merupakan waktu tenggang yang setara dengan 0,6 kali waktu konsentrasi dengan memperlihatkan variasi waktu tenggang terhadap aliran hidrograf (Bedient, 1948).
2.6.3. Pendekatan Perhitungan a. Laju Kehilangan (Loss Rate) HEC WMS terdiri dari empat metode untuk menghitung hilangnya curah hujan berupa intersepsi dan infiltrasi. Laju kehilangan digunakan untuk menentukan hujan lebih yang menjadi aliran permukaan. Metode SCS menggunakan nilai BKAP yaitu berkaitan dengan sifat penggunaan lahan dan tanah kawasan DAS. Pendekatan SCS telah populer, karena penerapannya ke daerah tidak terukur dan data empiris yang besar (Maidment, 1996). 11
b. Penelusuran Data (Routing Data) Routing data melibatkan analisa gerakan gelombang melalui aliran sungai. Kinematic wave (KW) lebih berlaku untuk analisa DAS perkotaan. Parameter kinematic wave terdiri dari panjang DAS (L), kekasaran (n), kemiringan (S), dan geometri saluran yang digunakan untuk mendefinisikan aliran air atas permukaan DAS dalam saluran. Saluran utama menerima aliran dari saluran kolektor, terdistribusi secara merata sepanjang DAS. Luas DAS diperlukan bersama dengan L, S, n, bentuk, dan ukuran dari setiap hulu untuk diteruskan dalam jangkauan (Bedient, 1948).
2.6.4. Data Input Model Data simulasi DAS diidentifikasi pada setiap baris dengan karakter khas berupa kode. Kode-kode ini mengidentifikasi data untuk dibaca dengan mengaktifkan pilihan berbagai program. Setiap nama DAS digunakan sebagai awal dari sebuah susunan model. Perhitungan metode SCS dilakukan setelah input data BKAP dan penelusuran data terpenuhi. Urutan sebenarnya dari data input yaitu menetapkan bagaimana alur hidrologi hingga penelusuran dapat bekerja dan menghasilkan keluaran hidrograf (Bedient, 1948).
2.6.5. Keluaran Model Sebagian besar output HEC WMS dapat digunakan oleh pengguna dan berbagai ringkasan output dapat dicetak dengan mudah. Kontrol keluaran digunakan untuk memeriksa data masukan aktual. Hidrograf dapat dicetak sebagai tabel atau grafik. Tabel yang dihasilkan berupa data input yang telah diproses secara otomatis oleh model (Maidment, 1996).
12