Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu sentra primer keragaman pisang, baik pisang segar, olahan dan pisang liar. Lebih dari 200 jenis pisang terdapat di Indonesia. Tingginya keragaman ini, memberikan peluang pada Indonesia untuk dapat memanfaatkan dan memilih jenis pisang komersial yang dibutuhkan oleh konsumen. Pisang adalah salah satu komoditas buah unggulan Indonesia. Luas panen dan produksi pisang selalu menempati posisi pertama. Pada tahun 2002 produksinya mencapai 4.384.384 ton (BPS, 2003) dengan nilai ekonomi sebesar Rp 6,5 triliun. Produksi tersebut sebagian besar dipanen dari pertanaman kebun rakyat seluas 269.000 ha. Disamping untuk konsumsi segar beberapa kultivar pisang di Indonesia juga dimanfaatkan sebagai bahan baku industri olahan pisang misalnya industri kripik, sale dan tepung pisang. Perkembangan kebun rakyat dan industri olahan di daerah sentra produksi, dapat memberikan peluang baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap perluasan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Pisang banyak mengandung vitamin dan mineral esensial yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Bahkan di beberapa daerah di Papua pisang merupakan substitusi makanan pokok, seperti di beberapa negara di Afrika.
1
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
II. KONDISI SAAT INI A. Usaha Pertanian Primer Sentra produksi pisang di Indonesia tersebar di 16 propinsi, 70 kabupaten. Selama periode 1995 sampai 2002 luas panen pisang berfluktuasi, namun pada tahun 2003-2004 cenderung meningkat (FAOSTAT, 2005). Produktivitas pisang juga berfluktuasi antara 11,6 ton/ha (1997) sampai 16,3 ton/ha (2002). Sedangkan produksi sejak tahun 1996 sampai 2003 meningkat. Enam belas daerah sentra produksi pisang di Indonesia berdasarkan produksi dari tahun 1999 sampai 2003 disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi buah pisang di enam belas propinsi di Indonesia Propinsi NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Lampung Riau Jawa Timur Jawa Barat Jawa Tengah Banten Bali Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Maluku Utara
1999 32.274 55.064 87.437 77.661 74.820 41.136 649.842 1.333.879 440.283 62.903 28.958 18.994 18.332 143.072 -
Produksi (ton) 2000 2001 2002 2003 28.076 26.491 27.833 88.682 52.132 60.235 93.467 118.808 60.015 64.099 46.389 32244 69.457 79.108 95.687 95.048 142.153 142.470 184.554 319.081 37.827 37.697 31.243 56.673 706.266 700.836 731.230 873.616 1.435.103 1.431.941 1.473.460 1.068.875 508.801 522.261 503.841 455.031 208.854 229.511 179.616 60.381 90.094 124.253 102.157 46.055 119.687 55.711 94.155 22.706 29.409 42.445 76.059 24.247 27.945 42.905 58.325 145.999 119.884 165.036 98.973 3.119 28.163 125.532
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura
Penanaman umumnya dilakukan menjelang musim hujan. Pada tahun 1993 usaha tani pisang dilaksanakan oleh sekitar 21.482.000 rumah tangga tani. Budidaya tanaman pada umumnya belum menerapkan inovasi teknologi secara optimal, karena sebagian besar pertanaman pisang merupakan usaha pekarangan skala kecil (0,5-5 ha) dengan input produksi dan distribusi minimal. Oleh karena itu mutu 2
dan produktivitasnya masih rendah. Disamping itu kehilangan hasil prapanen dan pascapanen masih cukup tinggi. Rata-rata produksi dan produktivitas pisang selama periode 1999 sampai 2003 masing-masing sekitar 4 juta ton dan 13,98 ton/ha (Tabel 2). Berdasarkan total produksi, pisang menduduki tempat pertama dibandingkan dengan total produksi mangga (1,5 juta ton), jeruk (1,5 juta ton), durian (741 ribu ton), dan manggis (79 ribu ton). Dari ratarata produksi nasional pisang, sekitar 63% berasal dari pulau Jawa, Sumatera 18%, Kalimantan 6%, Sulawesi 6%, Bali dan Nusa Tenggara 8%. Tabel 2. Luas panen, produksi dan produktifitas pisang Indonesia
Tahun
Luas Panen (ha)
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
1995
280.242
3.805.431
13.58
1996
245.769
3.023.485
12.30
1997
263.686
3.057.080
11.60
1998
258.441
3.176.750
12. 29
1999
269.778
3.375.851
12.51
2000
265.000
3.746.962
14.14
2001
277.000
4.300.422
15.53
2002
269.000
4.384.384
16.30
2003
308.500
4.311.959
13.98
2004
300.000
4.400.000
14.67
Sumber: FAOSTAT, 2005
B. Usaha Agribisnis Hulu Secara umum penggunaan alat-alat/mesin pertanian dalam usahatani pisang dimulai dari persiapan lahan sampai pengolahan. Namun demikian, operasional penggunaan alat dan mesin tersebut untuk usahatani pisang skala rakyat masih sangat mahal dan hanya bisa dilakukan oleh perusahaan perkebunan besar. Untuk pengolahan tanah melibatkan mesin traktor untuk menyingkal dan meratakan tanah. Selanjutnya kegiatan yang melibatkan alat dan mesin adalah pengolahan hasil untuk produksi tepung, puree atau jam berskala 3
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
besar. Sedangkan untuk skala rakyat alat yang digunakan adalah mesin pemotong buah untuk kripik pisang berkapasitas kecil. Sebagian besar kebun rakyat masih menggunakan benih anakan atau belahan bonggol yang diusahakan sendiri oleh petani. Benih kultur jaringan umumnya diadakan untuk memenuhi permintaan program pengembangan perluasan tanam dari pemerintah atau pembukaan kebun oleh pihak swasta. Pada saat ini produsen benih pisang kultur jaringan antara lain: Tekno Agro, DAFA, Tamora, Mariwati, Pusat Penelitian Kakao dan Kopi Jember. C. Usaha Agribisnis Hilir Di Indonesia panen pisang tidak mengenal musiman, karena curah hujan tersebar merata sepanjang tahun. Dengan demikian produksi pisang dapat diatur secara rinci sepanjang tahun sesuai kebutuhan. Hal ini sangat menguntungkan dan berdaya saing terutama untuk tujuan usaha pascapanen buah pisang segar yang melibatkan berbagai tahapan operasional antara lain: panen (kriteria, waktu dan cara pemanenan), pengangkutan ke bangsal pengemasan, operasi bangsal pengemasan (pemotongan sisir pencucian, perlakuan fungisida, pengeringan dan pengemasan), transportasi kemasan pisang dan pemuatan ke container berpendingin (cool storage) yang kemudian dimuat ke kapal, kereta api atau truk. Untuk tujuan ekspor dalam sarana transpor pada kegiatan distribusi hendaknya menggunakan rantai dingin. D. Pasar dan Harga Di pasar domestik harga jual pisang sangat bervariasi tergantung tempat, varietas dan musim. Sebagai contoh di Pasar Induk Kramajati harga Pisang Ambon berkisar Rp 4.200-5.800/kg. Sementara itu di pasar Senduro, Jawa Timur, harga pisang Tanduk pada saat normal berkisar Rp 8.000-10.000 per tandan yang berisi 1-3 sisir, sedangkan pada saat lebaran mencapai Rp. 15.000-20.000 per tandan. Di Nusa Tenggara Barat harga pisang pada hari-hari biasa berkisar antara Rp. 1.500-5.000 per sisir, sedangkan pada saat hari Raya Galungan mencapai Rp. 2.500- Rp. 7.500 per sisir. Di lain pihak, akibat masih 4
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
kurangnya sarana transportasi dari pusat produksi pisang ke pasar, menyebabkan harga pisang merosot. Hal ini terjadi di Kutai Timur, Kalimantan Timur, pada saat panen raya harga pisang hanya Rp. 700-900 per sisir di tingkat petani. Sedangkan untuk dijual ke pasar Surabaya, Jawa Timur memerlukan biaya transportasi yang cukup mahal, akibatnya banyak buah pisang dibiarkan membusuk setelah dipanen ataupun yang masih di pohon. Permasalahan ini sebetulnya dapat diatasi dengan mengembangkan industri pengolahan pisang di daerah sentra produksi pisang. Sebagai contoh industri getuk pisang yang berkembang pesat di Kediri, Jawa Timur. Harga getuk pisang di tingkat produsen dijual rata-rata Rp. 1.000 per bungkus, pada tahun 2002. Sementara itu di Jawa Barat telah berkembang industri pisang sale yang berasal dari pisang Ambon. Harga pisang sale dari produsen rata-rata Rp. 6.000 per bungkus (0,5 kg), pada tahun 2004. Dari 100 kg buah pisang dapat dihasilkan 70 bungkus pisang sale. Di pasar internasional volume ekspor pisang segar Indonesia pada periode 1995 sampai 1999 mencapai 70.000-100.000 ton per tahun. Volume ekspor tertinggi dicapai pada tahun 1996 dengan nilai sekitar US $ 18.166.141. Namun selanjutnya ekspor pisang Indonesia menurun dan pada tahun 2003 hanya sebesar 27 ton (US $ 8.000) (Tabel 3.). Volume impor pisang Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 1999 yaitu 371 ton dengan nilai US $ 265 ribu, kemudian menurun sampai dengan tahun 2001 hanya sebesar 7 ton (US $ 15 ribu), dan pada tahun 2003 telah mencapai 464 ton (US $ 215.000). Peningkatan Tabel 3.Perkembangan ekspor dan impor pisang Indonesia tahun 1996-2003
Ekspor Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Volume (ton) 101.495 71.028 77.473 76.087 2.105 262 5126 27
Nilai (US $) 18.166.141 13.224.000 14.074.000 11.102.000 412.805 49.839 979.730 8.000
Impor Volume (ton) 46 22 16 371 13 7 60 464
Nilai (US $) 67.000 40.000 19.000 265.000 31.000 15.000 48.000 215.000
Sumber: FAOSTAT (2004)
5
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
volume impor ini disebabkan tumbuhnya pasar ritel berupa supermarket, hypermarket dan toko buah yang menuntut mutu buah yang lebih baik. Jenis pisang yang diimpor adalah kelompok Cavendish dan ke depan kemungkinan besar akan masuk juga cultivar 'Usr kolontol dan Karat' yang mengandung b carotene tinggi berasal dari Micronesia.
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
F. Kebijakan Harga, Perdagangan dan Investasi Kebijakan harga pisang selama ini diserahkan kepada mekanisme pasar. Rantai perdagangan pisang dalam usaha skala kecil yang dimulai dari petani menjual ke pengumpul kemudian ke pedagang, harganya sangat bervariasi, tergantung pada varietas pisang. Akan tetapi untuk perkebunan skala besar, pengusaha dari kebun langsung ke pasar ritel, dan sisanya yang bermutu rendah dilempar ke pasar tradisional. Pada penanaman skala kecil, terutama yang ditanam di pekarangan rumah, petani tidak mempermasalahkan modal kerja. Sedangan pada investasi skala usaha perkebunan, memperhitungkan sewa lahan, modal kerja dan transportasi.
Di samping itu Indonesia juga mengekspor produk olahan pisang meskipun volume dan nilainya masih kecil. Negara tujuan ekspor adalah Jepang, Singapura, Malaysia, Saudi Arabia, Afrika Selatan, Australia, Amerika Serikat dan Belanda. Negara eksportir lainnya adalah negara-negara Amerika Latin seperti Ecuador, Honduras, Columbia, Costa Rica, Guatemala dan Panama dan negara-negara di Asia seperti Philippina dan China. Varietas pisang di perdagangan dunia adalah kelompok Cavendish. Kendala ekspor pisang Indonesia adalah mutu dan kontinuitas pasokan. E. Infrastruktur Usaha tani kebun pisang di Indonesia kebanyakan di pekarangan dan tegalan. Fasilitas infrastruktur khususnya pengairan belum ada. Fasilitas pengemasan, alat transportasi, rumah/gudang untuk penanganan segar juga belum memenuhi standar yang baik. Demikian pula fasilitas permodalan juga masih minimal. Beberapa inovasi teknologi pra-panen dan pasca panen hasil penelitian telah tersedia meliputi teknologi perbenihan, manajemen zat hara dan hama penyakit, penanganan segar dan pasca panen. Diseminasi hasil penelitian dilaksanakan oleh lembaga penelitian bekerjasama dengan BPTP, swasta dan pemerintah daerah melalui berbagai kegiatan atau program misalnya PTT dan Primatani.
6
7
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
III. PROSPEK, POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN A. Prospek Pasar dan Pesaing Jumlah penduduk Indonesia lebih dari 200 juta, apabila 50% dari jumlah tersebut mengkonsumsi satu buah pisang segar setiap hari, maka akan dibutuhkan pisang segar sebanyak 3,5 juta ton per tahun sehingga diperlukan paling sedikit 175.000 ha lahan pisang yang dikelola secara intensif. Hal tersebut membuka peluang pengembangan industri benih. Produk buah pisang yang bermutu memerlukan benih yang bermutu dan seragam, sehingga diperlukan inovasi teknologi untuk menghasilkan benih tersebut. Buah pisang segar yang mengandung b - carotene yang tinggi mulai dipromosikan oleh negara penghasil pisang. Padahal Indonesia juga mempunyai varietas pisang yang mengandung senyawa tersebut. Salah satu contohnya adalah pisang Tongkat Langit. Akan tetapi pisang ini belum dikembangkan oleh petani maupun pengusaha benih di Indonesia. Varietas pisang yang dapat dikembangkan ditentukan oleh selera pasar dan jenis produk yang akan ditawarkan meliputi pisang segar, olahan dan produk-produk lainnya. 1. Pasar dalam negeri: a. Segar: kultivar yang diperdagangkan di pasar-pasar swalayan sebagian besar adalah kelompok Cavendish, sedang di pasar-pasar lainnya (toko buah, kios, PKL, tradisional) adalah kultivar Barangan, Ambon Hijau, Ambon Kuning, Mas, Raja Bulu dan Raja Sere. Pengembangan kultivar non-Cavendish ini untuk kebutuhan pasar pisang segar di dalam negeri difokuskan pada peningkatan mutu produk dan kontinuitas. Dengan asumsi konsumsi perkapita pada tahun 2010 sebesar ±10 kg/kap/tahun sasaran kebutuhan produksi pisang diperkirakan sebesar 2.319.966 ton. Sasaran produksi ini dapat dicapai melalui 8
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
pengembangan inovasi teknologi di sentra-sentra produksi yang telah ada yang pada tahun 2004 luasnya mencapai 300.000 ha meliputi propinsi Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Melalui pengembangan inovasi teknologi di sentra produksi tersebut seluas ± 150.000 ha dengan produktivitas sebesar ± 15 ton/ha, sasaran produksi tahun 2010 diperkirakan dapat tercapai. b. Olahan: kultivar pisang olahan unggulan Indonesia adalah Kepok, Tanduk, dan Agung Talun (Lumajang). Sasaran kebutuhan kultivar non-Cavendish (Raja, Nangka dan Kepok) untuk industri pengolahan pada tahun 2005 diperkirakan sebesar 20.000 ton, dan pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 30.000 ton. Pengembangan industri olahan diarahkan ke perluasan diversifkasi produk, meliputi pembuatan keripik, sale, puree dan pasta pisang. Sasaran produksi kultivar pisang olahan ini juga dapat dicapai melalui pengembangan inovasi teknologi di sentra produksi yang telah ada (Sumatera Barat, Lampung, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Jawa Timur). c. Diversifikasi produk. Tanaman pisang adalah tanaman yang multiguna. Selain dimanfaatkan buahnya, daunnya bisa digunakan sebagai pembungkus, jantungnya bisa dijadikan sayur, pelepah daunnya bisa digunakan sebagai bahan kerajinan (tas, topi, tikar, dll.), dari bonggol dan batang pisang yang telah dipanen bisa diambil patinya (5-10%), kulit dan seresah batang pisang dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak. Daun pisang telah menjadi salah satu produk ekspor Thailand ke luar negeri antara lain ke Amerika Serikat. 2. Pasar luar negeri: Berdasarkan jumlah total produksi pisang nasional, pada tahun 2003, Indonesia menempati urutan keenam dunia setelah India, Brazil, China, Equador, dan Philippina (Tabel 4.), tetapi volume dan nilai ekspor pisang Indonesia jauh di bawah Thailand dan Vietnam. Hal ini 9
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
disebabkan varietas yang ditanam di Indonesia sangat beragam, pasar international menghendaki pisang dari kelompok Cavendish seperti Williams dan Grand Naine. Pengembangan kultivar kelompok Cavendish ini di Indonesia menghadapi kendala serangan penyakit layu Fusarium. Kultivar Raja Sere, Barangan Merah dan Mas mempunyai peluang yang besar untuk menjadi komoditas ekspor unggulan Indonesia, namun diperlukan dukungan promosi yang memadai. Pengembangan pisang kelompok Cavendish baik untuk kebutuhan pasar dalam negeri dan internasional dilaksanakan melalui pengembangan kebun-kebun pisang yang dikelola secara intensif di beberapa propinsi sentra produksi pisang di Indonesia yang telah ada (Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan) dan untuk sentra baru di Maluku (pulau Seram) dan Papua. Di kedua pulau ini penyakit layu Fusarium belum endemis. Pengembangan kebun-kebun pisang ini dapat dilaksanakan oleh pihak swasta dalam dan luar negeri. Kultivar yang dikembangkan harus mempunyai sifat toleran terhadap penyakit layu Fusarium. Selama 10 tahun terakhir volume tertinggi ekspor pisang dicapai pada tahun 1996 sebanyak 100.000 ton. Setelah itu ekspor terus menurun akibat penyakit layu Fusarium. Impor pisang tertinggi terjadi pada tahun 2004 sebanyak 400 ton. Kebutuhan ekspor dan substitusi impor pisang Cavendish selama lima tahun ke depan diproyeksikan lebih dari 100.000 ton. Tabel 4. Posisi Indonesia di antara beberapa negara penghasil pisang dunia, tahun 2003 Negara India Brazil China Ecuador Philippines Indonesia Caribbean Thailand Colombia Vietnam Malaysia
Produksi (ton) 16.820.000 6.774.980 6.126.061 5.882.600 5.500.000 4.311.959 1.916.556 1.800.000 1.510.940 1.221.300 500.000
Sumber: FAOSTAT, 2005
10
Volume Nilai ekspor ekspor (US $) (ton) 10.877 2.517.000 240.394 91.755.000 53.019 26.362.000 4.664.814 1.084.169.000 1.828.220 333.000.000 27 8.000 220.771 30.013.000 6.338 1.776.000 1.424.819 389.648.000 81.429 3.855.000 24.478 6.512.000
B. Potensi Lahan Menurut Propinsi Tanaman pisang di Indonesia dapat beradaptasi dan tumbuh baik pada berbagai tipe iklim, dataran rendah hingga dataran tinggi. Di Indonesia tersedia lebih Tabel 5. Luas lahan beberapa di propinsi yang ber- dari 3 juta ha lahan dapat potensi untuk areal penanaman pisang ditemukan di Kalimantan Luas lahan No. Propinsi dan Papua, sedangkan (ha) lahan dengan potensi 1. Riau 1.584.667 yang sama seluas lebih 2. Sumatera Utara 554.670 3. Sumatera Selatan 455.656 dari 1 juta ha ditemukan 4. Bangka Belitung 433.520 di 5 propinsi Riau, Su5. Kalimantan Barat 1.773.801 matera Utara, Sumatera 6. Kalimantan Tengah 2.226.188 Selatan, Bangka Belitung 7. Kalimantan Selatan 293.569 dan Sulawesi Selatan 8. Kalimantan Timur 5.168.321 serta beberapa daerah di 9. Sulawesi Selatan 355.035 propinsi lainnya seperti 10. Maluku 1.332.796 terlihat pada Tabel 5. 11. Maluku Utara
1.644.053
12. Papua
9.943.353
Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agrokliat (2000)
C. Arah Pengembangan Perluasan areal penanaman pisang ditujukan untuk pemenuhan ekspor. Areal pengembangan pisang didasarkan pada jenis pisang yang diusahakan, yaitu pisang segar dan olahan. Pisang untuk konsumsi segar dikembangkan di propinsi Maluku (1.500 ha.) dan Papua (3.000 ha.), sedangkan untuk keperluan olahan, dikembangkan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur dengan luas masing-masing 750 ha. (Tabel 6). Areal pengembangan pisang untuk pemenuhan kebutuhan pisang olah dilaksanakan di Kalimantan, karena di daerah tersebut telah tumbuh dan dikenal secara luas varietas yang akan ditanam, sehingga diharapkan tidak menjumpai kesulitan dalam pelaksanaan di lapang. Di Kalimantan Timur, pengembangan areal pisang dengan cara memperluas areal yang telah ada, yaitu di Kabupaten Kutai dan Kabupaten Pasir. Sedangkan di Kalimantan Selatan lebih diarahkan ke Kabupaten Tanah Laut. 11
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
Tabel 6. Arahan pengembangan baru kebun pisang 2005-2010 Propinsi Kalimantan Selatan Kalimantan Timur
Jenis pisang
Perluasan per tahun (ha.) 2005 2006 2007 2008 2009
2010
Luas (ha.)
Olahan
100
100
100
150
150
150
750
Olahan
100
100
100
150
150
150
750
Maluku
Segar
100
100
250
250
400
400
1.500
Papua
Segar
150
150
250
750
850
850
3.000
450
450
700
1.300
1.550
1.550
6.000
9.000 9.000 14.000 26.000
31.000
Luas (ha.) *
Produksi (ton)
Keterangan: * Asumsi bahwa produktivitas = 20 ton/ha.
Sarana transportasi darat di Papua masih sangat terbatas karena kebanyakan topografi daerah berupa pegunungan. Oleh karena itu pengembangan wilayah penanaman pisang segar lebih diprioritaskan pada daerah yang sudah mempunyai sarana transportasi darat yang cukup memadai, yaitu Kabupaten Merauke dan Sorong. Pengembangan pertanaman pisang di Maluku diarahkan ke Pulau Seram. Peta rencana pengembangan pisang tahun 20052010 ditampilkan pada Gambar 1. Untuk pengembangan selanjutnya (20112025) selain di keempat 12
31.000 120.000
daerah tersebut juga diperluas lagi ke Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Pengembangan usaha pengolahan pisang ini akan dapat memberikan berbagai keuntungan, antara lain: (1) meningkatkan nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan dalam bentuk segar, (2) meningkatkan pendapatan petani, (3) meningkatkan umur penyimpanan sehingga mengurangi kerusakan dan kerugian, (4) mengubah dalam bentuk produk awet, sehingga dapat memiliki stok yang besar dalam memperkuat posisi tawar menawar, (5) menyelamatkan dan memanfaatkan hasil panen dalam penganekaragaman jenis pangan, (6) memberikan keuntungan yang lebih tinggi untuk bersaing di pasar dalam negeri dan juga luar negeri. Untuk memperkuat uraian diatas dan memberikan gambar yang bagi investasi di bawah disajikan Tabel 7. tentang produk olahan, varietas pisang yang digunakan dan besarnya persentase rendemen serta nilai tambah. Untuk mendapatkan gambaran lebih rinci dari pemanfaatan dari bagian-bagian tanaman pisang dengan aneka ragam produk dan teknologi prosesnya disajikan pada Gambar 2. Tabel 7. Perkiraan nilai tambah beberapa bentuk pengolahan pisang
Produk Olahan Kripik
Ledre Sale Getuk Jus Tepung Tepung MPASI) Puree Jam
Varietas yang digunakan Ambon Hijau & Kuning, Kepok Kuning & Putih, Cavendish, dll Raja Bulu Ambon, Kepok Kuning, Lampung, Mas, Uli, dll Nangka Raja Bulu Siem, Nangka, Kepok Ambon Ambon, Cavendish & Raja Bulu Ambon, Cavendish & Raja Bulu
Rendemen (%) + 20
Nilai Tambah 100 -150
17 -20 12 -17
200 -250 100 -150
20 -30 50 -60 29 -32 9 - 11,5
50- 100 350 -500 350 -450 600 -650
20 - 30
150 -200
70 -75
200 -250
13
Jakarta P. Jawa
P. Bali
P. Kalimantan
Nusatenggara
P. Sulawesi
Empulur
benang
•Pakan ternak •Tepung •Pupuk organik •Acar •Serat untuk •Kertas
Batang luar
Batang
Bonggol
Kulit
Off Grade
•Etil alkohol •Biogas •Wax lantai •Semir sepatu
Tandan
Pupuk organik & makanan ternak
rasa
•Sayuran •Penyedap
Jantung pisang
Limbah
Gambar 2. Pohon industri pisang
•Pembungkus •Chip •Kertas •Dendeng •Acar •Tepung •Kertas •Obat
Daun
Gambar 1. Daerah pengembangan pisang tahun 2005 - 2010
: Untuk pisang olah (perluasan daerah sentra yang telah ada)
• • • • • • •
Teknologi Packaging House operation & QC: Penyisiran Pencucian Pengeringan Pengemasan Penyerap etilen Penyimpanan Pemeraman
Segar
Edible portion
Kep. Maluku
•Ketchup •Vinegar •Sari/cider
14 : Untuk pisang segar (penambahan daerah sentra baru)
P. Sumatera
•Keripik/chip •Ledre •Getuk (pasar DN) •Sale •Jus •Tepung (MPASI) •Puree •Sirup glukose
Olahan
P. Papua
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
15
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
IV. TUJUAN DAN SASARAN A. Tujuan Untuk dapat memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan pasar internasional baik segar maupun olahan disertai peningkatan mutu dan kontinuitas pasokan. B. Sasaran 1. Peningkatan mutu produksi dan konsumsi domestik Tingkat konsumsi dari tahun 2005 sampai 2010 diperkirakan akan meningkat dari 8,2-10 kg/kapita/tahun. Berdasarkan proyeksi peningkatan jumlah penduduk dari 220-230 juta diperkirakan kebutuhan konsumsi segar dalam negeri akan mencapai 1,8 - 2,3 juta ton. Kebutuhan konsumsi segar ini hanya 40-52% dari total produksi pisang nasional tahun 2004. Artinya kebutuhan konsumsi segar dalam negeri sudah dapat dipenuhi dari luas panen dan produksi dari sentrasentra produksi yang telah ada. Masalahnya hanya terletak pada rendahnya mutu produk. Oleh karena itu program pengembangan ke depan difokuskan pada peningkatan mutu produksi di daerah sentra yang telah ada (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Sulawesi Selatan). 2. Peningkatan ekspor Ekspor pisang yang dimaksud bukan hanya ekspor pisang segar saja, tetapi juga ekspor olahan pisang, seperti tepung, puree dan jam, dan tidak menutup kemungkinan ekspor olahan hasil industri keluarga dan menengah. Untuk kebutuhan ekspor, strandar produk harus mengacu pada standar mutu dari negara pengimpor dan dalam proses produksinya diterapkan aturan-aturan GAP maupun SPO baik SPO untuk sistem skala kecil maupun skala besar. Untuk memenuhi kebutuhan buah dan produk olahan pisang untuk ekspor pada tahun 2010 diperkirakan memerlukan areal penanaman sekitar 5.000-6000 ha. 16
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
3. Peningkatan industri olahan Pada saat ini industri pengolahan pisang masih terkonsentrasi pada daerah-daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung dan Kalimantan Selatan dengan produk olahan kripik dan pisang sale, yang pada umumnya masih berskala menengah. Sasaran kebutuhan bahan baku untuk keperluan industri pengolahan pisang diperkirakan sebanyak 30.000 ton pada tahun 2010. Jumlah kebutuhan ini dapat dipenuhi dari areal pertanaman seluas 1.500 ha di sentra produksi yang telah ada misalnya di propinsi Sumatera Barat, Lampung, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Industri pengolahan pisang berskala besar lebih diarahkan pada industri tepung, puree dan jam, karena untuk membuat produk-produk tersebut diperlukan peralatan khusus yang cukup mahal. Kebutuhan bahan baku diperkirakan mencapai 60.000 ton per tahun. Dengan asumsi fokus pengembangan areal tanam varietas pisang olahan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur dan saat ini luas panennya total 3.000 ha, maka masih diperlukan pengembangan areal pertanaman baru sekitar 1.500 ha. 4. Perbenihan Pengembangan kebun seluas 6000 ha untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor dan industri membutuhkan benih kultivar kelompok Cavendish dan non Cavendish sebanyak lebih kurang 6 juta tanaman. Kebutuhan benih tersebut diharapkan dapat membuka peluang investasi usaha agribisnis benih oleh pihak swasta. Benih sumber kultivar unggul dapat disediakan oleh institusi penelitian.
17
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM A. Strategi dan Kebijakan Agar program pengembangan pisang dapat berjalan dengan baik, maka perlu disusun suatu roadmap. Dalam suatu program pengembangan pisang diawali dengan penentuan varietas pisang yang akan ditanam. Varietas sangat menentukan kuantitas dan kualitas produksi serta selera konsumen, oleh karena itu pemilihan varietas yang unggul dan disukai konsumen adalah hal pertama yang harus dilakukan sebelum memulai suatu usahatani pisang. Varietas yang akan ditanam selain itu harus juga disesuaikan dengan hasil pewilayahan daerah sentra, karena suatu varietas akan diterima oleh masyarakat apabila varietas tersebut sudah dikenal. Pada pemilihan varietas ini sudah diterapkan sistem kendali mutu agar varietas yang ditanam mempunyai tingkat kemurnian yang tinggi. Selanjutnya varietas yang dipilih diperbanyak agar didapatkan benih yang cukup sesuai dengan kebutuhan. Agar kualitas benih yang dihasilkan bagus, maka perlu lakukan pemantauan dengan menerapkan sistem kendali mutu benih. Penggunaan benih bermutu perlu didiseminasikan agar pengguna memahami peranan benih bermutu dan sistem distribusi yang benar terutama distribusi antar wilayah untuk mencegah penyebaran penyakit utama pisang. Terdapat sistem pengelolaan yang berbeda antara kebun pisang yang dikelola berskala rakyat (<5 ha.) dengan kebun yang dikelola perusahaan besar ataupun kebun pisang yang bertujuan sebagai kebun konservasi. Oleh karena itu informasi sistem pengelolaan harus didiseminasikan juga. Untuk meningkatkan posisi tawar petani pisang dalam memasarkan hasil, maka perlu dikembangkan sistem kelembagaan di tingkat petani pisang seperti dibentuknya kelompok tani atau asosiasi petani pisang. Hal ini selain untuk lebih memperkuat petani pisang, juga dapat mempermudah koordinasi dalam pengadaan sarana produksi seperti pupuk, pestisida serta akses ke sumber pendanaan. Dalam pengelolaan kebun pisang baik yang dikelola masyarakat maupun perusahaan harus merujuk pada prosedur operasional yang standar untuk menghasilkan produk yang bermutu. Produk pisang 18
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
yang bermutu apakah pisang segar ataupun yang sudah berbentuk olahan harus dipromosikan agar dapat diterima oleh konsumen luar negeri dan juga dapat meningkatkan tingkat konsumsi domestik. Diagram roadmap pengembangan pisang dapat dilihat pada Gambar 3. Ada dua strategi utama, yaitu (1) Pengembangan usaha agribisnis skala kecil yang berdaya saing (2) Pengembangan usaha agribisnis skala kebun yang berdaya saing. Untuk itu perlu diciptakan iklim yang kondusif untuk pengembangan usaha agribisnis pisang yang berdaya saing tinggi melalui penerapan inovasi teknologi B. Program 1. Pengembangan varietas unggul Penggunaan varietas unggul adalah salah satu kunci keberhasilan usahatani pisang. Varietas unggul yang dimaksud adalah varietas yang toleran atau tahan terhadap hama dan penyakit penting pisang, mampu berproduksi tinggi serta mempunyai kualitas buah yang bagus dan disukai masyarakat luas. Varietas yang dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk keperluan ekspor menggunakan varietas yang disukai oleh negara pengimpor seperti Cavendish. Untuk memenuhi kebutuhan industri pedesaan sebagai bahan baku kripik digunakan pisang Nangka, Tanduk dan Sepatu Amora (Kepok). Sepatu Amora sebenarnya adalah jenis Kepok tetapi umumnya tidak berjantung sehingga mampu terhindar dari penyebaran penyakit layu bakteri yang umumnya secara alami menyerang Kepok. Keragaan pisang Sepatu Amora tanpa jantung tampak pada Gambar 4. Sedangkan untuk menunjang keperluan industri obat tradisional, diperlukan varietas trendsetter yang kaya akan kandungan karotine seperti pisang Tongkat Langit (Gambar 5.) dan beberapa varietas yang mempunyai warna daging kuning-oranye. Sementara itu perbaikan varietas terus dilaksanakan untuk menghasilkan varietas yang lebih toleran atau tahan terhadap penyakit utama pisang seperti layu Fusarium serta mempunyai kuantitas dan kualitas produksi yang lebih baik.
19
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
Benih merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan suatu usahatani. Benih berkualitas artinya benih yang true-to-type, bebas hama dan penyakit dan sehat. Teknologi perbanyakan benih pisang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: secara in vitro (kultur jaringan) dan secara konvensional. Perbanyakan benih secara in vitro memerlukan modal awal yang cukup besar serta ketrampilan khusus sehingga hanya mampu dilakukan oleh perusahaan besar yang pada umumnya juga berperan sebagai pekebun pisang skala besar. Untuk menghindari terjadinya off-type pada tanaman hasil perbanyakan in vitro, maka diperlukan SPO s i s t e m p e r b a n ya k a n i n i . Perbanyakan benih secara konvensional adalah dengan cara mengembangkan teknologi perbanyakan yang telah ada untuk menghasilkan benih sehat dalam waktu yang relatif lebih cepat tetapi mudah dilakukan oleh petani. Sistem perbanyakan konvensional ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan benih skala pekarangan dan skala kecil (< 5 ha).
20
Gambar 3. Roadmap pengembangan pisang tahun 2005-2010.
2. Pengembangan teknologi perbanyakan benih berkualitas
21
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
3. Pemberdayaan pertanian rakyat Kebanyakan petani kita berusahatani pisang dengan sistem pekarangan dan skala kecil. Sistem ini terbukti sangat menolong kesejahteraan petani karena tidak tergantung pada satu komoditas saja, disamping itu ekologi pekarangan dapat terjaga dengan baik dengan adanya multi-komoditas. Meskipun demikian untuk menunjang agroindustri pedesaan, perlu diseragamkan penggunaan varietas pisang yang ditanam, karena pada umumnya sistem pekarangan menggunakan varietas yang bermacam-macam baik antar petani maupun dalam kebun petani itu sendiri. Agar hasil produksi pisang sistem pekarangan dapat berproduksi
Gambar 4.
Gambar 5.
Pisang Tongkat Langit dari Papua dengan daging buah berwarna oranye
4. Pemberdayaan pertanian skala besar Produsen buah pisang berskala komersial tidak berani mengambil resiko untuk menggunakan varietas yang belum tentu disukai oleh masyarakat apalagi untuk ekspor. Untuk keperluan ekspor 22
5. Konservasi lahan kritis Lahan kritis di Indonesia cukup luas. Luasan lahan kritis akan semakin bertambah apabila tidak dilakukan usaha konservasi, tanaman pisang mempunyai potensi untuk reklamasi, terutama karena perakaran yang rapat, batangnya sukulen dan menahan air. Meskipun lahan kritis pada awalnya mempunyai daya dukung terhadap pertumbuhan yang berada di bawah rata-rata, dengan program pemupukan yang baik produktivitas buah masih menguntungkan bagi masyarakat sekitarnya apabila dimanfaatkan secara optimal. Varietas yang dipilih adalah yang daya adaptasinya cukup bagus dan mampu menunjang industri pedesaan, yaitu Kepok atau Sepatu Amora yang sesuai untuk pisang olah, yaitu kripik pisang. Indonesia selain kaya akan keragaman hayati juga kaya akan hasil tambang. Lahan-lahan bekas penambangan, seperti tambang batu bara, harus direklamasi. Untuk memperbaiki agroekosistem diperlukan tanaman pioneer yang mampu bertahan pada kondisi yang kurang menguntungkan tersebut. Tanaman pisang adalah salah satu tanaman yang mempunyai daya adaptasi yang cukup bagus untuk tujuan tersebut, disamping merupakan komoditi yang mampu mendatangkan hasil buahnya. Varietas yang dipakai adalah yang mempunyai daya adaptasi yang cukup luas yaitu Kepok atau Sepatu Amora.
Keragaan tandan pisang Sepatu Amora
optimal, maka diperlukan GAP maupun SPO khusus untuk sistem pekarangan ini, karena sampai sekarang aturan-aturan tersebut belum ada.
varietas yang diterima pasar adalah Cavendish, sedangkan untuk keperluan industri tepung digunakan Sepatu Amora. Untuk industri obat tradisional dengan memanfaatkan b- carotine digunakan varietas Tongkat Langit.
6. Pengembangan sentra produksi dan pewilayahan komoditas pisang Pengembangan lebih dikonsentrasikan untuk memperbaiki sentra-sentra yang telah ada seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Perbaikan-perbaikan lebih dititik-beratkan pada peningkatan 23
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
produktivitas, mutu dan kontinuitas pasokan serta pemasaran melalui upaya penerapan teknologi inovatif, penerapan kaidah budidaya yang baik dan benar (berdasarkan SPO yang ada), penguatan kelembagaan di tingkat petani, penyediaan sarana dan prasarana kebun dan penyaluran hasil, dukungan pemerintah dalam penyaluran kredit usaha dan perbaikan sarana penyaluran hasil ke pasar. Penentuan dan penetapan wilayah pisang bertujuan untuk mengembangkan secara komersial daerah sentra baru pisang yang mempunyai potensi yang tinggi tetapi belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal. Potensi lahan yang bisa dioptimalkan pemanfaatannya lebih dari 4 juta hektar yang tersebar di Kalimantan, Sulawesi, Riau, Maluku dan Papua.
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
8. Penerapan sistem kendali mutu Dengan memperhatikan syarat-syarat produk hortikultura yang akan diterima pasar global, maka sistem kendali mutu lebih ditekankan pada norma-norma budidaya yang baik dan benar (Good Agriculture Practises/GAP), penerapan pengelolaan hama terpadu (Integrated Pest Management/IPM) yang ramah lingkungan serta jaminan mutu (quality assurance system) yang mengacu pada prinsip Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Penerapan sistem tersebut tentunya berdasarkan pada sistem pengusahaan apakah sistem pekarangan atau sistem skala luas (monokultur) yang memang berbeda.
7. Diseminasi inovasi teknologi Diseminasi hasil pengkajian dan penerapan teknologi pengelolaan kebun pisang sehat berupa review hasil, temu lapang, lokakarya dan seminar. Kegiatan ini didukung oleh instansi dan lembaga yang ada di daerah setempat. Pelaksanaan temu lapang merupakan wahana komunikasi langsung antara pelaku/pengguna teknologi dalam hal ini petani dengan penghasil teknologi atau petugas lapang yang dilakukan secara periodik sesuai dengan tingkat perkembangan pertanaman yang ada, karena dari sinilah proses komunikasi yang terjadi bukan hanya antar penyampai dan pengguna teknologi, tetapi juga dengan obyek teknologi, yaitu tanaman itu sendiri. Selain temu lapang juga dilaksanakan lokakarya yang diikuti oleh para pelaku agribisnis, penghasil teknologi dan pengambil kebijakan, yang bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan dan hambatan proses alih teknologi sehingga akan bermanfaat bagi pengguna. Dalam proses diseminasi dikemukakan teknologi-teknologi inovatif baik berupa forum diskusi atau training tentang agribisnis pisang.
24
9. Pengembangan kelembagaan petani Kelembagaan petani merupakan titik strategis dalam usaha pengembangan kawasan yang perlu mendapat prioritas untuk meningkatkan profesionalisme dan posisi tawar petani. Fokus dari kelembagaan petani adalah pada manajemen produksi, kebutuhan sarana produksi, permodalan dan industri pengolahan. Bentuk kelembagaan kelompok tani, paguyuban, asosiasi atau koperasi, dan lain-lain. Dalam aspek pemasaran kelembagaan petani dapat melaksanakan secara mandiri atau melalui kerjasama dengan pihak swasta/pengusaha kebun.
25
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
10. Pengembangan sistem distribusi benih Dengan mewabahnya penyakit utama pisang yaitu layu Fusarium dan bakteri, maka perlu adanya dukungan pemerintah mengenai peraturan distribusi benih pisang untuk mencegah meluasnya penyakit tersebut. Hal ini juga dituntut adanya kerjasama antara pemerintah dan partisipasi pelaku agribisnis dalam penerapannya di lapang. Tanpa adanya kerjasama dari pihak-pihak terkait, penyebaran penyakit tersebut tidak akan terbendung lagi. 11. Promosi Untuk lebih memasyarakatkan dan meningkatkan konsumsi pisang perlu dilakukan promosi berupa kampanye makan buah pisang dengan menonjolkan keunggulan-keunggulan pisang berupa kandungan karbohidrat, tinggi kalori tetapi rendah lemak sehingga baik untuk makanan diet, kandungan vitamin dan mineralnya yang baik untuk kesehatan, kebugaran, kecantikan dan menghambat penuaan jaringan tubuh. Promosi diselenggarakan baik di dalam maupun di luar negeri.
VI. KEBUTUHAN INVESTASI Berdasarkan luas areal pengembangan (ekstensifikasi) kebun pisang skala perusahaan baik itu untuk pisang segar maupun pisang olah akan membuka peluang usaha agribisnis hulu yaitu industri benih. Produksi benih pisang yang dimaksud adalah benih hasil perbanyakan kultur jaringan. Kebutuhan investasi produksi benih pisang untuk ekstensifikasi tahun 2005 sampai 2010 ditampilkan pada Tabel 8. Berdasarkan luas areal pertanaman pisang yang ada dan yang direncanakan menjadi areal pengembangan, baik untuk skala rakyat maupun skala perusahaan, dapat diperkirakan kebutuhan investasi kebun pisang mulai dari tahun 2005 sampai 2010 adalah seperti ditampilkan pada Tabel 9 dan Tabel 10. Tabel 8. Kebutuhan investasi produksi benih secara konvensional dan kultur jaringan untuk ekstensifikasi kebun pisang tahun 2005-2010
Luas (ha.) segar
olah
total
Jumlah benih
250 250 500 1.000 1.250 1.250 Jumlah 4.500
200 200 200 300 300 300 1.500
450 450 700 1.300 1.550 1.550 6.000
495.000 495.000 770.000 1.925.000 2.200.000 2.475.000 8.360.000
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Perbanyakan konvensional (Rp jut a)
a)
b)
c)
193,2 96,5 244,9 45,8 40,9 621,3
Perbanyakan kuljar. (Rp juta) 552,30 81,55 40,00 673,85
Catatan: Jumlah tanaman 1100/ha. a) Kebutuhan benih untuk 2008 seluas 1300 ha ditambah 450 ha (2005) yang sudah dibongkar b) Kebutuhan benih untuk 2009 seluas 1550 ha ditambah 450 ha (2006) yang sudah dibongkar c) Kebutuhan benih untuk 2010 seluas 1550 ha ditambah 770 ha (2007) yang sudah dibongkar
Intensifikasi dilakukan pada daerah yang telah menjadi sentra produksi pisang bertujuan untuk menjaga mutu dan kontinuitas produk, yaitu seluas 1.500 ha. Sedangkan ekstensifikasi seluas 4.500 ha bertujuan untuk memasok kebutuhan ekspor.
26
27
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
2005 2006 2007 2008 2009 2010 TOTAL Catatan: *) Keripik
28
300 300 550 450 700 700 4.500
Baru 200 200 200 300 300 300 1.500
10.000 10.000 15.000 15.000 20.000 20.000 90.000
Produk Olahan*) Volume (ton) 1.800 1.800 2.700 2.700 3.600 3.600 16.200
Investasi (Rp milyar) 1,50 1,50 2,25 2,25 3,00 3,00 13,50
Rp 13,5 milyar Rp 13,5 milyar
Persyara tan kredit Kredit bank
Mobil angkutan
Penampungan sementara Pengembangan jalan Gudang pemasakan
Pesticide application Alat mekanisasi berat Kultur jaringan Pencucian, grading, packing Industri skala kel/kol . Mesin olah kapasitas besar tani Tradisional Anakan tradisional
Rp 119,52 milyar
Perijinan
Perijinan
Pemerintah Perusahaan
Persyaratan kredit Rp 4,128 milyar
Modal sendiri/kredit bank Total
Tersedia
Volume (ton)
b. Transportasi c. Peralatan d. Modal kerja
Luas (ha)
5. Usaha pemasaran/distribusi a. Gudang
Bahan Baku (Buah) Tahun
1. Usaha jasa als intan - Pompa - Pengolahan lahan 2. Usaha perbenihan 3. Usaha pasca panen 4. Usaha pengolahan
Tabel 10.Kebutuhan investasi industri pengolahan pisang tahun 2005-2010
Total
7,328 7,328 13,968 27,248 33,888 33,888 123,648
Modal sendiri/kredit bank
6,64 6,64 13,28 26,56 33,20 33,20 119,52
d. Modal kerja
250 250 500 1.000 1.250 1.250 4.500
c. Bangunan
0,688 0,688 0,688 0,688 0,688 0,688 4,128
Rp milyar
> 1000 Ha Penggunaan alat/mesin pengolahan tanah Kantor, gudang saprodi, alsintan Kredit bank
250 250 250 250 250 250 1.500
ha
Total Rp milyar
I. Investasi Usaha 1. Usaha pertanian primer a. Lahan 0,5-5 Ha b. Alsintan Tradisional
2005 2006 2007 2008 2009 2010 TOTAL
Ekstensifikasi (Swasta)
Rumah tangga/ Komunitas
Intensifikasi (Rakyat) Ha Rp milyar
Tahun
Bidang
Tabel 9. Kebutuhan investasi intensifikasi dan Ekstensifikasi Kebun Pisang Segar tahun 2005-2010
Tabel 11. Perkiraan kebutuhan investasi pisang segar dan produk olahan (2005-2010)
Total
Untuk keperluan industri pengolahan pisang, diperlukan areal penanaman seluas 6.000 ha pada tahun 2010, dimana 4.500 ha sudah tersedia tetapi masih belum dikelola secara intensif. Sedangkan 1.500 ha dilakukan pembukaan lahan baru di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
Rp 123,648 milyar
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
29
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang
VII. DUKUNGAN KEBIJAKAN Untuk pengembangan agribisnis pisang di Indonesia diperlukan iklim yang kondusif, sehingga diperlukan dukungan kebijakan pemerintah yang melibatkan integrasi antara pemerintah daerah dengan departemen terkait, seperti departemen pertanian, perindustrian dan perdagangan, perhubungan, dan lainnya. Kebijakankebijakan tersebut antara lain: 1. Kebijakan pembatasan impor buah pisang melalui persyaratan yang cukup ketat, sehingga akan mengurangi persaingan harga dengan produk luar negeri dan meningkatkan motivasi investor lokal untuk beragribisnis pisang. 2. Kebijakan yang mengharuskan pasar-pasar swalayan untuk menampilkan buah pisang lokal yang bermutu mendampingi pisang impor. 3. Kebijakan memberikan kemudahan bagi investor dalam pengurusan perijinan dengan meniadakan biaya (pungutan) yang tidak resmi sampai tahapan pengelolaan kebun dan transportasi ke pasar. 4. Kebijakan di bidang permodalan dengan cara memudahkan investor dalam mengakses sumber dana dengan persyaratan bunga yang lunak. 5. Kebijakan di bidang transportasi, khususnya tarif angkutan udara yang masih sangat mahal terutama untuk mendukung ekspor buah pisang ke luar negeri. 6. Kebijakan yang mendukung jaminan keamanan berinvestasi di lokasi usaha.
30
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang