II BAHAN DAN METODE
Sedimen merupakan fragmentasi material yang berasal dari pemecahan batuan akibat proses fisis dan kimiawi (van Rijn, 1993). Di kawasan pesisir, pasokan sedimen terutama berasal dari muara sungai di tepi pantai, erosi pantai oleh arus dan gelombang, atau batuan pantai yang tererosi oleh angin. Pergerakan partikel sedimen lebih banyak terjadi pada perairan dangkal (Open University Course Team, 1999). Hal ini dikarenakan pengaruh dari gelombang permukaan mencapai dasar perairan dan bertambahnya kecepatan arus pasut akibat semakin membesarnya tunggang pasut pada perairan dangkal. II.1 Faktor yang Mengontrol Pergerakan Sedimen Pergerakan (angkutan) sedimen pada perairan dikategorikan menjadi 2 macam (Gambar II.1), yaitu: pergerakan partikel pada dasar perairan (bed load) dan melayang (tersuspensi) pada kolom air (suspended load).
suspended
rolling
sliding
saltation dasar air
Gambar II.1 Angkutan sedimen pada perairan
Faktor penggerak utama partikel sedimen adalah arus dan gelombang. Pada lingkungan perairan dangkal yang didominasi oleh arus, saat kecepatan arus dasar (dinyatakan dalam stress geser b) melebihi kecepatan kritis partikel ubc (kecepatan arus minimum sesaat sebelum partikel sedimen bergerak), akan terjadi erosi. Partikel sedimen akan terdeposisi kembali saat kecepatan arus di bawah kecepatan kritis partikel. Pada lingkungan perairan yang didominasi oleh gelombang (perairan pantai atau dangkal), partikel sedimen dekat dasar bergerak maju dan mundur akibat pengaruh gerak partikel gelombang permukaan (Gambar II.2). Partikel sedimen
II-1
tersebut akan terangkut ke tempat lain jika kecepatan arus dasar cukup kuat (lebih dominan dari pengaruh gerak partikel gelombang).
Gambar II.2 Pengaruh gerakan partikel gelombang terhadap dasar perairan
II.1.1 Stress Geser Lapisan air yang bergerak (arus) menimbulkan gesekan (friksi), akibat terjadi pertukaran momentum antar kolom air terhadap dasar perairan maupun antar lapisan pada kolom air sehingga menimbulkan gradien kecepatan terhadap kedalaman (Gambar II.3). Friksi pada dasar perairan (stress geser b) merupakan agen penggerak utama sedimen. Stress geser dapat terbentuk akibat pengaruh profil kecepatan arus u(z) atau kecepatan orbital gelombang permukaan atau kombinasi keduanya.
Gambar II.3 Profil kecepatan arus perairan dangkal dan stress geser (b)
Proses angkutan sedimen akibat pengaruh arus dan gelombang terutama terjadi pada daerah dekat dasar (van Rijn, 1993; Lubis, 1995; Soulsby, 1997; Cheng et al., 1999; Triatmodjo, 1999). Namun pada perairan dangkal proses erosi dan deposisi dapat terjadi pada seluruh kolom air. Besarnya stress geser bergantung kepada kecepatan aliran, kedalaman perairan dan kekasaran dasar perairan (seabed roughness). Sehingga pergerakan partikel
II-2
sedimen selain ditentukan oleh stress geser dan derajat turbulensi suatu aliran, juga bergantung kepada jenis dasar perairan dan ukuran partikel sedimen. II.1.2 Respon Dasar Perairan Akibat Stress Geser Sedimen pada dasar perairan akan tererosi ke kolom air saat kecepatan aliran dekat dasar melampaui kecepatan kritis sedimen tersebut (Gambar II.4). Kecepatan kritis dari partikel sedimen ditentukan oleh ukuran partikel dan sifat sedimen (kohesif dan non-kohesif). Semakin besar ukuran partikel sedimen, semakin besar pula kecepatan kritis dari partikel sedimen. Jika sedimen dasar perairan adalah lumpur (bersifat kohesif), kecepatan kritis sedimen semakin bertambah besar karena daya resistensi terhadap erosi meningkat (Open University Course Team, 1999). Diperlukan stress geser yang sangat intesif agar sedimen lumpur dapat tererosi. Untuk jenis sedimen non-kohesif, besarnya kecepatan kritis sebanding dengan ukuran partikel sedimen.
u (m/s)
erosion erosi critical velocity kecepatan kritis ucr 0.4 m/s
no erosion deposisi
d50 0.1 mm
d (mm)
Gambar II.4 Hubungan antara kecepatan kritis (ucr) terhadap ukuran butir sedimen (d50) pada proses angkutan sedimen
Suspensi sedimen pada kolom air terjadi akibat adanya pasokan sedimen dari dasar perairan atau terdapat pasokan dari sumber lain (misal: muara sungai). Selama terjadi erosi pada dasar perairan, konsentrasi sedimen dasar akan selalu lebih tinggi dibandingkan pada kolom air.
II-3
II.2 Desain Pengukuran Daerah Studi Tesis ini mengkaji daerah pesisir pantai utara Jawa Barat yang diwakili oleh dua lokasi pengukuran utama, yaitu daerah Bekasi (Muara Gembong) dan Indramayu (Pantai Pamanukan) (Gambar II.5). Pemilihan daerah studi didasarkan atas ketersediaan data primer pengukuran in-situ instrumen hidro-akustik. Data sebaran jenis sedimen dasar dan ukuran butir kedua lokasi dapat dilihat pada bagian Lampiran 1 (Perairan Bekasi) dan Lampiran 2 (Perairan Indramayu). Perairan Muara Gembong merupakan lingkungan estuari dengan dominasi ekosistem hutan bakau. Tingkat turbiditas (kekeruhan) perairan tinggi akibat pasokan sedimen dari muara Sungai Citarum di bagian Utara dan Selatan lokasi pengukuran. Komposisi sedimen dasar bervariasi dari lempung-lanauan (silty clay) hingga pasir sangat halus (very fine sand) yang didominasi lempung (clay). Stasiun pengukuran Indramayu terletak pada daerah pantai dengan profil garis pantai membentang lurus arah Barat Laut-Tenggara. Terdapat dua muara Sungai Cilamaya dan Cimanuk pada bagian Barat dan Timur lokasi pengukuran yang diduga sebagai sumber pemasok utama sedimen ke perairan. Sedimen dasar perairan Indramayu berupa lumpur dengan komposisi dominan lanau (silt) kemudian lempung (clay).
BEKASI
6.0 S
INDRAMAYU
6.5 S JAWA BARAT
5.94 S
7.0 S Pengukuran Transek
7.5 S S.Citarum
5.96 S MG02
105.5 E 106.0 E 106.5 E 107.0 E 107.5 E 108.0 E 108.5 E 0
5 km MUARA GEMBONG
6.22 S
LAUT JAWA
5.98 S
6.24 S MG01
IMW IM03 IM02
6.26 S
MGT
6.00 S
IM01
6.28 S
INDRAMAYU 6.30 S
6.02 S 106.95 E
106.97 E
106.99 E
107.01 E
107.03 E
107.05 E
0
5 km
107.92 E 107.94 E 107.96 E 107.98 E 108.00 E 108.02 E
Gambar II.5 Daerah studi
II-4
Di perairan Muara Gembong dilakukan dua stasiun pengukuran arus stasioner (MG01 dan MG02) menghadap ke bawah (downward) dari suatu bagan bambu (Gambar II.6) dan satu stasiun pasut (MGT). Perekaman dilakukan pada tanggal 9-27 Desember 2006. Selain itu juga dilakukan pengukuran arus bergerak (transek) memotong mulut sungai dalam 1 siklus pasut pada tanggal 25-26 Agustus 2007 (Gambar II.7). Pada lokasi Indramayu terdapat 3 stasiun pengukuran arus stasioner (IM01, IM02 dan IM03) menghadap ke atas (upward) dan satu stasiun pengukuran gelombang (IMW). Perekaman dilakukan pada tanggal 18-25 Mei 2007. Skema desain pengukuran dapat dilihat pada Gambar II.8. Informasi detail instrumen hidro-akustik dan parameter terukur dapat dilihat pada Tabel II.1 dan Tabel II.2.
Gambar II.6 Desain pengukuran perairan Muara Gembong
Gambar II.7 Desain pengukuran transek memotong mulut sungai
II-5
Gambar II.8 Desain pengukuran perairan Indramayu
Tabel II.1 Instrumen hidro-akustik yang digunakan Lokasi Bekasi
Indramayu
Stasiun
Instrumen
Frekuensi
MG01 MG02 Transek IM01 IM02 IM03 IMW
Aquadopp Aquadopp Aquadopp Aquadopp Aquadopp Aquadopp AWAC
1000kHz 600kHz 1000kHz 1000kHz 600kHz 600kHz 600kHz
Kedalaman Perairan 12m 20m 2m 3m 7m 10m 10m
Durasi Pengukuran 19 hari 18 hari 1 hari 8 hari 8 hari 8 hari 8 hari
Tabel II.2 Data yang digunakan dalam penelitian Jarak Parameter dari Pantai Terukur Bekasi MG01 2km Arus, pasut, EI* MG02 5km Arus, pasut, EI Transek Arus, EI, SSC** Indramayu IM01 1km Arus, pasut, EI, SSC IM02 2km Arus, pasut, EI, SSC IM03 4km Arus, pasut, EI, SSC IMW 4km Gelombang *Echo Intensity (intensitas gema akustik) **Suspended Solids Concentrations (konsentrasi sedimen tersuspensi) Lokasi
Stasiun
II-6
II.3 Hidro-Akustik Kolom Air II.3.1 Estimasi Sedimen Tersuspensi Berdasarkan Intensitas Gema Akustik Fungsi utama instrumen Aquadopp adalah mengukur kecepatan arus, namun juga menyediakan informasi kuantitas dan jenis partikel-partikel dalam kolom air (Lohrmann, 2001). Informasi ini diperoleh dari data intensitas gema akustik yang diterima instrumen. Pengukuran konsentrasi sedimen secara in-situ diperlukan untuk mendapatkan hubungan kesebandingan antara perubahan intensitas gema akustik dan konsentrasi sedimen. Hal ini membuat hubungan kedua parameter tersebut menjadi sangat spesifik pada setiap tempat (Wall et al., 2006). Intensitas gema akustik dalam lingkungan tertentu (diasumsikan) sebanding dengan konsentrasi sedimen tersuspensi (Poerbandono & Mayerle, 2004; Wall et. al., 2006). Hubungan antara intensitas gema akustik dengan konsentrasi sedimen tersuspensi dinyatakan dengan persamaan (Gartner, 2002):
10 log10 (c) EI
(II.1)
dengan c = konsentrasi sedimen tersuspensi (kg/m3) dan EI = intensitas gema akustik (dB). Intensitas gema akustik yang terekam oleh Aquadopp (berupa Amplitude) dinyatakan dalam counts, sehingga harus dikonversi dalam decibels (dB). Intensitas gelombang akustik dalam perambatannya akan mengalami pelemahan akibat penyebaran akustik (acoustic spreading), absorpsi kolom air dan atenuasi partikel (Lohrmann, 2001; Lurton, 2002). Dalam tesis ini faktor atenuasi partikel tidak digunakan dalam perhitungan konversi intensitas gema akustik Aquadopp, sehingga persamaan konversi (Lohrmann, 2001):
EI Amplitude 0.43 20 log 10 ( R ) 2 w R
(II.2)
dengan intensitas gema akustik (EI) dalam dB, R = jarak sepanjang pancaran akustik (acoustic beam) = z/cos(25°) untuk Aquadopp dan w = absorpsi kolom air (dB/m). Penentuan koefisien w sangat bergantung frekuensi instrumen yang
II-7
digunakan (Tabel II.3). Aquadopp yang digunakan pada tesis ini berfrekuensi 600kHz dan 1000kHz (Tabel II.1). Berdasarkan Tabel II.3, dengan interpolasi linier, didapatkan nilai koefisien w sebesar 0.196dB/m dan 0.42dB/m untuk Aquadopp berfrekuensi 600kHz dan 1000kHz. Tabel II.3 Koefisien W instrumen Aquadopp (Lohrmann, 2001) Frekuensi w (dB/m) w (dB/m) Aquadopp (Salinitas 0ppt) (Salinitas 35ppt) 10000kHz 26.90 26.90 3000kHz 2.40 2.90 1500kHz 0.60 0.70 500kHz 0.07 0.14
Gartner (2002) menyatakan terdapat hubungan kesebandingan antara logaritmik konsentrasi sedimen tersuspensi (kg/m3) terhadap intensitas gema akustik (dB). Sehingga persamaan (II.1) dimodifikasi menjadi: 10 log10 (c) A EI B
(II.3)
dengan A dan B sebagai parameter tetapan regresi linier. Pada tesis ini terdapat 88 sampel sedimen dari stasiun IM01 (Gambar II.9) yang digunakan untuk membuat persamaan regresi linier antara intensitas gema akustik terhadap konsentrasi sedimen tersuspensi (selanjutnya disebut Model IM01). Selain itu juga digunakan data sedimen hasil pengukuran transek sebanyak 30 sampel untuk membangun model lain (Model Transek).
II-8
EI (dB) 0
20
40
60
80
0
Model Transek
10log10(c)
-20
-40
Model IM01 -60 Data IM01 Data Transek -80
Gambar II.9 Hubungan antara intensitas gema akustik (EI) terhadap konsentrasi sedimen tersuspensi (c)
Rentang nilai konsentrasi sedimen tersuspensi Model IM01 berkisar dari 910-3 hingga 0.18mg/l dan rentang nilai intensitas gema akustik 36.9 hingga 73.8dB. Persamaan regresi Model IM01 untuk mengestimasi konsentrasi sedimen tersuspensi adalah:
10 log10 (c) 0.176 EI 58.95
(II.4)
dengan c = konsentrasi sedimen tersuspensi (kg/m3) dan EI = intensitas gema akustik (dB). Selanjutnya Model IM01 ini digunakan untuk mengestimasi konsentrasi sedimen tersuspensi pada stasiun IM01, IM02 dan IM03. Pada stasiun IM02 dan IM03 juga terdapat sampel konsentrasi sedimen tersuspensi yang akan digunakan untuk verifikasi Model IM01. Estimasi konsentrasi sedimen tersuspensi pada perairan Muara Gembong (MG01 dan MG02) digunakan Model Transek. Model Transek memiliki rentang nilai konsentrasi sedimen tersuspensi berkisar dari 39 hingga 1102mg/l dan rentang nilai intensitas gema akustik 58.9 hingga 80.8dB. Persamaan regresi linier antara intensitas gema akustik terhadap konsentrasi sedimen tersuspensi Model Transek adalah:
II-9
10 log10 (c) 0.353 EI 30.828
(II.5)
Hasil estimasi konsentrasi sedimen tersuspensi Model Transek diverifikasi dengan 30 data sampel sedimen tersuspensi hasil pengukuran transek. Untuk menguji keterandalan kedua model, dilakukan perhitungan nilai kesalahan absolut rata-rata antara konsentrasi sedimen tersuspensi hasil estimasi terhadap data konsentrasi in-situ pada masing-masing stasiun pengukuran.
II.3.2 Pengukuran Profil Arus, Pasut dan Gelombang Arus merupakan vektor (mempunyai besaran dan arah), sehingga dapat diuraikan menurut komponennya menjadi vektor arah u (Timur-Barat), v (Utara-Selatan) dan w (vertikal). Dalam tesis ini hanya ditinjau komponen arus horizontal (komponen arus vertikal diabaikan). Pengukuran arus dilakukan untuk mendapatkan informasi kecepatan dan arah arus pada kolom air yang diukur. Berikut ini akan diuraikan pengukuran arus metode Eulerian (pengukuran stasioner) menggunakan instrumen hidro-akustik. Instrumen hidro-akustik mampu mendeteksi kecepatan dan arah arus dengan resolusi temporal dan spasial yang tinggi. Berdasarkan Simpson (2001), instrumen pengukur arus secara akustik bekerja dengan memanfaatkan gelombang suara ultrasonik (>25kHz). Pengukuran dilakukan berdasarkan prinsip Doppler dengan memanfaatkan gelombang akustik pantul dari partikel-partikel sedimen yang bergerak bersama arus pada kolom air. Instrumen memancarkan pulsa akustik (“ping”) ke dalam kolom air dan kemudian “mendengarkan” gema pantulan dari partikel pemantul. Karena partikel bergerak bersama arus (bergerak relatif terhadap sumber gelombang), maka frekuensi gelombang pantul akan terefek Doppler. Sehingga beda frekuensi relatif terhadap gelombang pancar dan kecepatan relatif antara sumber dengan partikel pemantul (sedimen) dapat dihitung dengan persamaan (Gordon, 1996):
FD 2 FS
V C
(II.6)
II-10
dengan FD = frekuensi yang terefek Doppler, FS = frekuensi sumber, V = kecepatan relatif antara sumber bunyi (pemancar/transmitter) dan pengamat (penerima/receiver) dan C = kecepatan gelombang suara. Faktor pengali “2” menyatakan terjadi gerak bolak-balik antara gelombang pancar dan pantul (Gambar II.10).
Gambar II.10 Gelombang pantul terefek Doppler dua kali (Simpson, 2001)
Dalam tesis ini pengukuran pasut dan gelombang dilakukan berdasarkan prinsip perubahan tekanan hidrostatik kolom air. Berubahnya tinggi muka air (akibat pengaruh pasut dan/atau gelombang) terhadap waktu akan menyebabkan perubahan nilai tekanan (hidrostatik) kolom air. Akuisisi data pasut dan gelombang dilakukan berdasarkan perekaman nilai tekanan air (dalam dbar ~ m) oleh sensor tekanan pada Aquadopp. Pada lokasi Muara Gembong dilakukan pengukuran gelombang selama sekitar 2 hari (9-11 Desember 2006), sedangkan pada lokasi Indramayu, perekaman gelombang dilakukan selama 8 hari (18-25 Mei 2007).
II.3.3 Respon Dasar Air Terhadap Kondisi Hidrodinamika Stress geser merupakan agen penggerak utama sedimen. Erosi dasar perairan terjadi saat stress geser dasar perairan (b) lebih kuat terhadap daya resistensi partikel sedimen. Stress geser dapat timbul akibat arus dan/atau gerak partikel gelombang permukaan. Besarnya stress geser sangat bergantung kepada kecepatan aliran, kedalaman perairan dan kekasaran dasar perairan.
II-11
Suspensi sedimen pada kolom air terjadi akibat adanya pasokan sedimen dari dasar perairan, sehingga semakin besar stress geser yang bekerja pada dasar perairan akan semakin banyak pasokan sedimen ke kolom air. Konsentrasi sedimen pada dasar perairan akan selalu lebih tinggi dibandingkan pada kolom air selama terjadi erosi pada dasar perairan.
II.4 Metode Analisa Data Arus dan Gelombang II.4.1 Analisis Spektral Spektrum daya merupakan metode untuk melihat periode dominan dari data deret waktu (time series). Untuk dapat melakukan analisis spektrum daya, data deret waktu harus ditransformasikan menjadi domain frekuensi dengan menggunakan Transformasi Fourier (Fourier Transform). Proses perhitungan dan algoritma transformasi Fourier data arus dan konsentrasi sedimen tersuspensi dilakukan dengan menggunakan bantuan sub-routine perangkat lunak MATLAB 6.5.
II.4.2 Pengolahan Data Gelombang Perekaman data gelombang bertujuan untuk mendapatkan beberapa parameter gelombang seperti: tinggi gelombang signifikan (Hs), tinggi gelombang maksimum (Hmax) dan tinggi gelombang rata-rata (Havg). Parameter-parameter tersebut ditentukan dengan menggunakan metode zero crossing (Gambar II.11).
II-12
Tinggi Gelombang
y H1
H2
H3
H4 ½ T4
½ T3 ½ T2 ½ T1
Data perekaman gelombang Waktu
Gambar II.11 Metode zero crossing untuk menaksir parameter gelombang
Metode zero crossing mencatat seluruh nilai tinggi gelombang tunggal (Hn) yang kemudian disusun menjadi satu deret waktu (time series) dari gelombang. Setelah itu Hn diurutkan dari tinggi gelombang terbesar hingga terkecil (Tabel II.4). Parameter-parameter gelombang ditentukan secara statistik.
Tabel II.4 Data gelombang terurut Urutan (M) Tinggi Gelombang 1 HM1 2 HM2 3 HM3 4 HM4 ... ... ... ... N HMN
N merupakan jumlah gelombang tunggal setelah diurutkan. HM1 adalah tinggi gelombang terbesar (Hmax), MN2 tinggi gelombang kedua terbesar, dan HMN tinggi gelombang terkecil. Hs merupakan rata-rata dari N/3 tinggi gelombang terbesar. Havg merupakan tinggi gelombang rata-rata dari seluruh gelombang.
II-13