Identifikasi Potensi Pakan Lokal dan Permasalahan Pakan dalam Mendukung Pengembangan Sapi Potong di Lahan Pasang Surut Kalimantan Tengah Adrial dan B. Haryanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jalan G. Obos Km.5 Palangka Raya. 73111 E-mail:
[email protected] Abstrak Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan sapi potong karena didukung oleh sumberdaya lahan yang luas dan adanya potensi pakan lokal yang belum dimanfaatkan secara optimal. Pengkajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi dan permasalahan pakan dalam mendukung pengembangan sapi potong di lahan pasang surut. Pengkajian dilakukan di Kecamatan Maliku, Kabupaten Pulang Pisau dari bulan Maret-Juni 2014. Pengkajian menggunakan metode survey melalui wawancara melibatkan 30 orang responden, selain wawancara juga dilakukan pengamatan langsung dilapangan. Data primer dikumpulkan dari hasil wawancara dengan peternak, petugas dan informan kunci yang diikuti dengan pengambilan sampel pakan. Data dianalisis secara deskriptif dan didukung hasil pemeriksaan laboratorium yang dibandingkan dengan referensi. Hasil pengkajian menemukan bahwa responden yang memelihara sapi umumnya generasi tua dengan tingkat pendidikan yang rendah dan mata pencaharian utama sebagai petani, sedangkan usaha peternakan hanya bersifat sambilan. Ada beberapa jenis bahan pakan potensial yang tersedia dan telah dimanfaatkan untuk pakan sapi di lokasi pengkajian baik berupa rerumputan, daun-daunan maupun limbah pertanian. Potensi pakan ini belum optimal dimanfaatkan untuk pengembangan sapi potong. Permasalahan pakan di wilayah ini adalah ketersediaan bahan pakan yang sangat fluktuatif dan kualitas pakan yang belum sesuai kebutuhan ternak sapi. Manajemen pakan yang diterapkan peternak belum mampu mengoptimalkan pemanfaatan potensi pakan lokal yang ada dan belum mampu memenuhi kebutuhan hidup ternak sapi untuk berproduksi secara optimal. Kata Kunci: Pakan, Pasang surut, Permasalahan, Potensi, Sapi potong 92 Pendahuluan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan sapi potong karena didukung oleh sumberdaya lahan yang luas baik berupa lahan pasang surut maupun lahan kering. Lahan rawa pasang surut merupakan lokasi yang potensial untuk pengembangan sapi potong karena di lokasi ini banyak hijauan pakan ternak yang bisa tumbuh dan berkembang. Luas lahan pasang surut di Kalimantan Tengah sekitar 5,9 juta hektar dan sekitar 4.131.360 ha diantaranya berpotensi untuk usaha pertanian dan perikanan (Susilawati, 2003). Dengan potensi ini, maka persediaan pakan ternak sapi seharusnya bukan merupakan kendala dalam usaha peternakan sapi potong karena banyak potensi bahan pakan yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan ternak sapi. Ironisnya kondisi real dilapangan menunjukkan bahwa produktivitas sapi potong di Kalimantan Tengah sampai saat ini masih rendah. Diwyanto et al. (1996) menyatakan bahwa sebagai negara tropis di kawasan katulistiwa dengan areal yang cukup luas, maka persediaan bahan pakan sebetulnya bukan merupakan kendala dalam usaha peternakan sapi potong karena banyak potensi bahan baku pakan lokal yang belum diolah atau dimanfaatkan secara maksimal. Pakan merupakan komponen utama dalam usaha peternakan sapi potong karena pakan merupakan kebutuhan mutlak sapi untuk hidup, tumbuh dan berkembang. Ketersediaan pakan baik secara kuantitas maupun kualitas merupakan faktor dominan yang mempengaruhi produktivitas
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1267
sapi potong. Keterbatasan ketersediaan hijauan pakan merupakan penyebab utama sulitnya pengembangan skala usaha dan kepemilikan ternak sapi serta menjadi pembatas perkembangan pembibitan sapi. Penyediaan pakan yang berkualitas juga semakin sulit dilakukan oleh peternak karena harga pakan penguat terutama konsentrat semakin mahal dan sulit untuk diperoleh. Dengan pola pemeliharaan yang masih tradisional peternak biasanya hanya memberikan pakan seadanya tanpa mengetahui berapa kebutuhan dan pasokan pakan yang harus diberikan, dengan cara ini umumnya pakan yang diberikan tidak mampu mencukupi kebutuhan ternak sapi untuk tumbuh dan berproduksi. Dengan tidak tercukupinya kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan akan berdampak buruk pada pertumbuhan dan perkembangan ternak sapi sehingga menyebabkan pertambahan bobot badan harian menjadi lambat, kinerja reproduksi rendah dan tingginya angka kematian anak. Permasalahan lain yang sering dialami sapi potong adalah banyaknya kasus gangguan pertumbuhan, pedet lahir lemah, tingginya angka kematian pedet, kesulitan melahirkan, kelumpuhan, patah tulang dan gangguan reproduksi yang diduga akibat defisiensi mineral. Gartenberg et al. (1990) menyatakan bahwa ternak yang mengkonsumsi pakan hijauan yang kurang kandungan mineralnya akan menderita penyakit defisiensi mineral, gejalanya adalah tampilan reproduksi 20-75% kurang dari normal, retensi plasenta, dan pedet lahir lemah sehingga angka kematian pedet tinggi. Penyakit lain yang timbul adalah pneumonia, diare, stomatitis, anoreksia, dan penurunan produksi susu pada sapi perah. Gejala lain yang lebih parah ialah patah tulang, kulit kering dan bersisik serta kekurusan yang berlebihan. Dengan terpenuhinya unsur-unsur makro dalam pakan (Protein, karbohidrat, lemak dan Energi) belum menjamin terpenuhinya kebutuhan ternak secara menyeluruh, untuk itu diperlukan unsur-unsur mikro berupa mineral, vitamin dan asan amino tertentu yang bisa menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan ternak. Bestari (2008) menyatakan bahwa hasil analisa komposisi kimia hijauan lahan gambut mengandung mineral yang rendah. Rendahnya kandungan mineral dalam pakan akan berdampak negatif pada petumbuhan dan kesehatan ternak sapi. Menurut Suwandi (2004), defisiensi mineral yang bersifat subklinis pada ternak ruminansia memperlihatkan gejala-gejala ternak terlihat sehat namun pertumbuhannya lambat tubuh agak kurus daya reproduksi dibawah tingkat optimum, dan daya tahan terhadap penyakit rendah. Defisiensi mineral dalam pakan dapat menurunkan bobot badan, produksi, dan reproduksi ternak serta berbagai kasus penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi bahan pakan lokal dan permasalahan pakan dalam mendukung pengembangan sapi potong di lahan pasang surut Kalimantan Tengah. Metodologi Pengkajian dilakukan di Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah yang dipilih secara purposive sampling dengan mempertimbangkan kondisi agroekosistem dan jumlah populasi sapi potong. Pengkajian dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2014 menggunakan metode survey melalui wawancara melibatkan 30 orang responden. Responden dipilih dari 3 Desa yang merupakan sentra populasi sapi potong di Kecamatan Maliku yaitu Desa Sidodadi, Desa Garantung dan Desa Kanamit Jaya. Data yang dikumpulkan bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari hasil wawancara dengan peternak, petugas dinas, petugas lapangan dan informan kunci. Selain wawancara juga dilakukan kunjungan dan pengamatan langsung dilapangan. Untuk mendukung infomasi yang diperoleh dilakukan pengambilan contoh
1268
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
sampel pakan berupa bahan pakan yang biasa diberikan peternak pada sapi kemudian dilakukan analisis laboratorium. Data dianalisis secara deskriptif, uji statistik sederhana dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yang dibandingkan dengan hasil referensi. Hasil dan Pembahasan Profil Wilayah dan Pembangunan Peternakan di Pulang Pisau Kabupaten Pulang Pisau mempunyai luas wilayah 899.700 Ha yang terletak di dataran rendah dengan agroekosistem dominan lahan pasang surut dengan jenis tanah dominan gambut dan tanah alluvial. (BPS Pulang Pisau, 2014). Kabupaten Pulang Pisau mempunyai potensi besar untuk usaha sapi potong karena memiliki sumber daya pendukung yang memadai seperti lahan yang luas dan ketersediaan hijauan pakan ternak yang melimpah. Keadaan populasi ternak ruminansia di Kabupaten Pulang Pisau pada tahun 2013 terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Populasi Ternak Ruminansia di Pulang Pisau Pada Tahun 2013 Populasi Per Jenis Ternak (ekor)
Kecamatan
Kerbau
Kambing
Pandih batu
Sapi 2.014
31
3.935
379
Maliku
3.674
12
3.326
126
Kahayan Hilir
658
0
763
1.017
Kahayan Kuala
48
0
0
103
Kahayan Tengah
13
0
0
2.690
Banama Tingang
30
0
0
2.723
Jabiren Raya
95
0
15
617
Sebangau Kuala Jumlah
Babi
572
0
837
35
7.104
43
8.997
8.195
Sumber: BPS Pulang Pisau 2014
Dari Tabel 1 terlihat bahwa ternak sapi merupakan komoditas ternak ruminansia andalan di kabupaten Pulang Pisau dengan sentral populasi di Kecamatan Maliku. Dalam mendukung pengembangan sapi potong di wilayah ini juga telah berkembang sentra-sentra produksi hijauan pakan ternak. Keadaan kebun hijauan pakan ternak per kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Luas Kebun Hijauan Pakan Ternak di Kabupaten Pulang Pisau. Kecamatan Pandih batu Maliku
Jenis Hijauan Pakan Ternak Setaria (Ha) 0
Kinggrass (Ha) 0
Gajah (Ha) 0
BH (Ha) 1.500
BD (Ha) 0
0
0
0
1.028
0
0,5
0
1
80
0,5
Kahayan Kuala
0
4
0
0
0
Kahayan Tengah
0
0
1
0
0
Banama Tingang
0
0
6
0
0
Jabiren Raya
0
0
0
0
0
Sebangau Kuala
2,1
0,1
2,85
3,85
5,5
Jumlah
2,6
4,1
10,85
2.611,80
6
Kahayan Hilir
Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Pulang Pisau (2014) Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1269
Dari hasil survey diketahui bahwa usaha sapi potong di wilayah ini umumnya diusahakan oleh generasi tua dengan umur lebih dari 46 tahun. Faktor umur sangat erat kaitannya dengan produktivitas kerja. Chamdi (2003) menyatakan bahwa semakin muda usia peternak (usia produktif 20-45 tahun) rasa keingintahuannya terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi inovasi teknologi semakin tinggi. Tingkat pendidikan responden juga sangat rendah yang didominasi oleh SD dan tidak tamat SD. Syafaat et al. (1995) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi pula produktivitas kerjanya dan akan semakin mudah dalam pengembangan usaha peternakan. Pekerjaan utama responden umumnya petani dengan usaha pertanian utama perkebunan karet, sawit dan tanaman pangan. Usaha peternakan umumnya diusahakan secara sambilan dan hampir semua responden sudah mempunyai pengalaman dalam beternak sapi dan sebagian besar sudah berpengalaman mengelola ternak sapi lebih dari 10 tahun. Potensi dan Pemanfaatan Bahan Pakan Lokal Dari hasil survey ditemukan beberapa jenis bahan pakan lokal yang tersedia dan telah diberikan oleh peternak ke ternak sapi seperti terlihat padaTabel 3. Tabel 3. Jenis Bahan Pakan yang Tersedia dan Diberikan pada Sapi di Kecamatan Maliku Jenis Hijauan Pakan
Responden Yang Menggunakan (%)
Lokasi Sumber Pakan
Rumput-rumputan Brchiaria humidicola (BH)
83,33
Kebun rumput/ tempat umum
Brchiaria Decumbens (BD)
16,67
Kebun sendiri
Rumput Gajah
20,00
Kebun sendiri
Kumpai
83,33
Rawa-rawa
Kumpai Batu
66,67
Parit/rawa/kebun
Paitan
100,00
Kebun/lahan kosong
Klamento
100,00
Rawa-rawa
Ladingan
66,67
Rawa-rawa
Ilalang
83,33
Kebun/lahan kosong
Plumpungan
66,67
Kebun/lahan kosong
Putian
16,67
Kebun/lahan kosong
Lamuran
16,67
Kebun/lahan kosong
Lulangan
16,67
Kebun/lahan kosong
Teki
40,00
Kebun/lahan kosong
Uyah-uyahan
50,00
Kebun/lahan kosong
Rumput krawatan
33,33
Kebun/lahan kosong
Prumpung
16,67
Kebun/lahan kosong
Kentangan
33,33
Kebun/lahan kosong
Daun Singkong
16,67
Kebun
Daun Ubi jalar
13,33
Kebun
Daun Karet
6,67
Kebun
Daun Pisang
66,67
Kebun
Daun-daunan
1270
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Daun nangka
Responden Yang Menggunakan (%) 33,33
Kebun
Daun Bambu
20,00
Kebun
Daun Tebu
6,67
Kebun
Daun Sengon
13,33
Kebun
Ciplukan
50,00
kebun/lahan kosong
Kacang-kacangan liar
66,67
kebun/lahan kosong
Gamal
20,00
Kebun/pekarangan/kebun rumput
Lamtoro
13,33
Kebun/pekarangan/kebun rumput
Turi
10,00
Kebun/pekarangan/kebun rumput
Jerami padi
20,00
Ladang
Jerami jagung
40,00
Ladang
Jerami kedele
26,67
Ladang
Jerami Kacang Tanah
33,33
Ladang
Dedak padi
40,00
Penggilangan padi
Kulit Kopi
6,67
Penggilangan kopi
Jenis Hijauan Pakan
Lokasi Sumber Pakan
Limbah Pertanian
Pemanfaatan pakan lokal oleh peternak masih terbatas hanya berupa rumput dan cenderung memilih jenis rumput tertentu serta masih sangat minim penggunaan pakan penguat. Jenis rumput budidaya yang paling umum dan banyak digunakan oleh peternak adalah rumput Brachiaria humidicola (BH). Rumput ini bisa diperoleh di kebun rumput, lahan kosong dan tempat-tempat umum seperti pinggir jalan dan lapangan bola. Rumput alam yang paling dominan digunakan sebagai pakan sapi adalah rumput paitan, klamento, kumpai, ilalang dan ladingan. Pemanfaatan daun-daunan sebagai pakan sapi masih sedikit, jenis daun-daunan yang dominan digunakan adalah daun pisang, nangka, karet, bambu, sengon, singkong, ubi jalar. Pemanfaatan leguminose sebagai bahan pakan juga masih sangat terbatas karena peternak belum memahami kandungan gizi dari legum tersebut. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan pakan hanya dilakukan peternak pada musim tertentu dan jumlah peternak yang sudah memanfaatkan limbah ini masih sangat terbatas.
Permasalahan Pakan dan Manajemen Pakan Sapi potong Sistem pemeliharaan sapi potong berkaitan erat dengan manajemen pakan di tingkat peternak, data mengenai sistem pemeliharaan dan manajemen pakan terlihat pada Tabel 4. Sistem pemeliharaan ternak sapi umumnya dilakukan secara intensif dengan dikandangkan sepanjang hari, hal ini mengindikasikan bahwa meskipun bersifat usaha sambilan namun ternak sapi sudah menjadi bagian penting dalam sistem usaha tani masyarakat. Pemeliharaan intensif didalam kandang sepanjang hari berhubungan langsung dengan cara pemberian pakan yang umumnya dilakukan dengan cara diaritkan dan diberikan dalam kandang (cut and carry). Jenis hijauan yang diberikan sangat bervariasi tergantung ketersediaan di alam. Sebagian besar peternak belum memberikan pakan tambahan pada sapinya karena pakan tambahan sulit diperoleh dan harganya relatif mahal. Pakan tambahan yang sudah diberikan berupa dedak, singkong dan ampas tahu dengan persentase pemberian yang sedikit dan tidak menentu. Hasil survey juga menunjukkan
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1271
bahwa masih sedikit peternak yang sudah memberikan mineral pada sapinya dan kalaupun sudah ada yang memberikan hanya berupa garam dapur. Tabel 4. Manajemen Pakan Sapi Potong di Kecamatan Maliku Uraian Responden
Jumlah Persentase (%)
Cara Pemeliharaan Ternak - Dilepas sepanjang hari - Dikandangkan pada malam hari saja
0 3
0 10
27
90
- Merumput sendiri - Merumput dan diberi pakan didalam kandang
0 3
0,00 10
- Diberi pakan didalam kandang (cut & carry)
27
90
Jenis Hijauan Yang Diberikan - Hanya rumput - Rumput dan daun-daunan
16 8
53,33 26,67
- Rumput, daun-daunan dan limbah pertanian
6
20
Jenis Pakan Tambahan Yang diberikan - Dedak - Singkong - Ampas Tahu - Dedak dan singkong
5 3 1 2
16,67 10 3,33 6,67
- Tidak diberi pakan tambahan
19
63,33
Jenis Vitamin dan Mineral Yang diberikan - Mineral komersial - Garam - Mineral dan garam - Vitamin - Belum memberikan
2 15 4 0 9
6,67 50,00 13,33 0,00 30,00
Ketersediaan Hijauan di Lokasi Peternakan - Kontiniu - Fluktuatif
2 28
6,67 93,33
- Dikandangkan sepanjang hari Sistem Pemberian Pakan
Permasalahan pakan di lokasi survey umumnya menyangkut masalah ketersediaan dan rendahnya kualitas pakan yang diberikan pada ternak sapi. Ketersediaan hijauan pakan umumnya sangat berfluktuatif dan hampir semua responden menyatakan bahwa mereka kesulitan mendapatkan hijauan pakan pada musim-musim tertentu. Kondisi ini hampir sama dengan yang dinyatakan Bamualim (2011) bahwa masalah utama dalam pengembangan sapi potong adalah ketersediaan pakan yang berfluktuasi terkait dengan musim. Fluktuasi ketersediaan hijauan pakan menyebabkan terjadinya kesulitan memperoleh hijauan pakan pada bulan-bulan tertentu. Di daerah kering hijauan akan sulit didapatkan pada bulan Agustus–September, sedang di daerah rawa hijaun akan sulit didapatkan sekitar bulan Januari–Maret. Pada bulan Agustus-September lahan kering mengalami puncak kekeringan sehingga pertumbuhan hijaun lambat bahkan banyak yang mati, pada kondisi ini peternak harus mencari rumput ke daerah lain (daerah rawa) dengan jarak 5-10 km. Di daerah rawa hijauan sulit didapatkan pada bulan Januari-Maret karena debit air rawa yang
1272
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
naik (banjir) dan hampir semua lokasi sumber pakan tergenang air, sehingga peternak di daerah rawa harus mencari rumput ke lahan kering. Sumber pakan utama ternak sapi berasal dari kebun, tegalan, rawa dan padang pengembalaan. Lahan sumber hijauan pakan ternak di kedua daerah baik daerah rawa atau daerah kering mempunyai puncak produksi masing masing. Lahan rawa memproduksi hijauan pakan dalam jumlah besar pada musim kemarau sekitar bulan Juli-Oktober, sedang di lahan kering puncak produksi hijaun pakan sekitar bulan Februari-Mei. Pada musim tertentu terjadi kelebihan produksi hijauan pakan di suatu wilayah. Hijaun yang berlimpah pada musim tersebut di biarkan begitu saja atau dibakar oleh peternak. Hijauan berlimpah pada musim tertentu pada tiap daerah seharusnya bisa dimanfaatkan oleh peternak dengan menerapkan teknologi pengawetan dan penyimpanan hijauan pakan, namun penerapan teknologi ini masih sangat minim. Bamualim (1991) menyatakan bahwa pengembangan teknologi pakan sangat dibutuhkan untuk mengatasi keterbatasan pakan pada musim-musim tertentu terutama penyediaan pakan sepanjang tahun. Jenis pakan utama yang diberikan pada sapi adalah rumput yang terdiri dari rumput alam, rumput budidaya, dan limbah pertanian dengan jumlah tergantung musim (Tabel 5). Tabel 5. Rataan Jumlah dan Cara Pemberian Pakan Sapi oleh Peternak Responden Jenis Pakan
Jumlah Pemberian rata-rata/hari
Keterangan
Kemarau (Kg)
Hujan (Kg)
Rumput alam
22,25
28,33
Diberikan langsung 100%
Rumput budidaya
23,67
32,5
Diberikan langsung 100%
Campuran rumput dan jerami
40,00
50
Pada saat panen
Dedak padi
0,25
0,25
Kadang-kadang
Singkong
0,50
0,5
Kadang-kadang
Ampas tahu
0,50
0,5
Kadang-kadang
Jenis dan jumlah pemberian pakan tergantung pada jenis pakan yang ada dan diberikan dalam bentuk tunggal tanpa campuran dan pengolahan terlebih dahulu. Pemberian bahan pakan berbasis limbah pertanian hanya diberikan pada musim panen dengan cara pemberian dicampur dengan rumput atau secara tunggal. Bahan pakan sebagai sumber protein dan energi berupa dedak, singkong dan ampas tahu hanya diberikan sewaktu-waktu tergantung ketersediaan dan kemampuan keuangan peternak. Dengan pola pemberian pakan secara tunggal yang hanya berasal dari rumput, maka pemenuhan kebutuhan gizi sapi potong di wilayah ini sebenarnya belum mencukupi kebutuhan sapi potong. Analisis proksimat beberapa jenis rumput yang umum digunakan di lokasi pengkajian terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Analisis Proksimat Beberapa Jenis Hijauan Pakan Yang Umum Digunakan Di Kecamatan Maliku. Hasil Analisis Laboratorium* Jenis Rumput
Protein
Lemak
Serat
Kadar
Kasar
Kasar
Kasar
Abu
TDN
Rumput alam campuran
5,36
1,72
36,04
6,69
51,38
Rumput BH
8,92
6,44
36,73
6,24
49,52
10,06
0,97
36,87
5,84
56,68
8,06
1,42
31,93
5,96
52,94
Rumput kumpai Rumput kumpai batu
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1273
Hasil Analisis Laboratorium* Jenis Rumput
Protein
Lemak
Serat
Kadar
Kasar
Kasar
Kasar
Abu
TDN
Rumput paitan
5,75
1,71
40,48
7,74
49,39
Rumput ladingan
4,58
1,39
49,99
5,33
50,01
Sumber: *Hasil analisis pakan laboratorium Loka Sapi Potong Grati, 2014.
Dari Tabel 6 terlihat bahwa kandungan gizi beberapa jenis pakan yang umum digunakan di lokasi pengkajian belum mampu mencukupi kebutuhan ternak sapi untuk berproduksi secara optimal jika hanya diberikan secara tunggal, untuk itu pemberian pakan tambahan (pakan penguat) mutlak diperlukan. Sari et al (2016) menemukan bahwa produktivitas ternak sapi berupa Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) sapi yang diberi pakan tunggal berupa rumput jauh lebih rendah dari PBBH ternak sapi yang diberi pakan tambahan, hal ini karena kandungan energi dan protein pada pakan tunggal rendah dan tidak mencukupi kebutuhan ternak, sehingga menyebabkan pertambahan bobot badan menjadi terhambat, konversi pakan terhadap berat badannya menjadi tinggi. Dengan melihat jumlah pemberian, kontiniuitas ketersediaan dan kandungan gizi pakan yang diberikan terlihat bahwa manajemen pakan yang diterapkan peternak belum mampu mendukung produktivitas ternak sapi untuk berproduksi secara optimal karena standar pemenuhan kebutuhan pakan yang digunakan bukan berdasarkan kebutuhan ternak sapi, tapi tergantung kemampuan peternaknya. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Krishna dan Umiyasih (2006) bahwa di peternakan rakyat pakan seringkali diberikan hanya sesuai kemampuan peternak bukan berdasarkan kebutuhan ternaknya. Kesimpulan Kabupaten Pulang Pisau mempunyai sumberdaya pakan lokal yang cukup banyak baik berupa rumput-rumputan, daun-daunan maupun limbah pertanian yang sangat potensial untuk pengembangan sapi potong. Potensi pakan ini belum optimal dimanfaatkan untuk pengembangan sapi potong. Permasalahan pakan di wilayah ini adalah ketersediaan bahan pakan yang sangat fluktuatif dan kualitas pakan yang belum sesuai kebutuhan ternak sapi. Manajemen pakan yang diterapkan peternak belum mampu mengoptimalkan pemanfaatan potensi pakan lokal yang ada dan belum mampu memenuhi kebutuhan hidup ternak sapi untuk berproduksi secara optimal. Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik Pulang Pisau. 2014. Pulang Pisau Dalam Angka 2014. Bamualim, A.M. 1991. Pengaruh musim terhadap mutu pakan dan defisiensi nutrisi yang umum terjadi di daerah tropis. Prosiding Simposium Pertanian III. Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia, Malang 22-23 Agustus 1991. hlm. 382-388 Bamualim, A.M. 2011. Pengembangan teknologi pakan sapi potong di daerah semi-arid Nusa Tenggara. Pengembangan Inovasi Pertanian (4) 3. Hlm 175-188. Bestari, J. 2008. Kandungan nutrisi mineral dan potensi pakan hijauan lahan gambut Kalimantan tengah sebagai pakan kambing. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hlm 430-435 Chamdi, A.N. 2003. Kajian Profil Sosial Ekonomi Usaha Kambing Di Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 – 30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 312 – 317.
1274
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Dinas Pertanian dan Peternakan Pulang Pisau. 2014. Profil Pembangunan Pertanian Sub- sektor Peternakan di Kabupaten Pulang Pisau. Diwyanto, K., A. Priyanti dan D. Zainudin. 1996. Pengembangan ternak berwawasan agribisnis di pedesaan dengan memanfaatkan limbah pertanian dan pemilihan bibit yang tepat. J. Litbang Pertanian. 15(1) : 1-6. Gartenberg, P.K., L.R. Mcdowell, D. Rodriguez, N. Wilkiinson, J.H. Conrat, and F.G. Martin. 1990. Evalution of trace mineral status of ruminants in northeast Mexico. Livestock Res. Rural Dev. 3(2): 1−6 Krishna, N.H dan U. Umiyasih. 2006. Identifikasi dan Evaluasi Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Inkonvensional Asal Limbah yang Melimpah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 5 - 6 September 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor Hlm 872-879. Sari, D. D. K., M. H. Astuti., dan L. S. Asi. 2016. Pengaruh Pakan Tambahan Berupa Ampas Tahu dan Limbah Bioetanol Berbahan Singkong (Manihot utilissima) Terhadap Penampilan Sapi Bali (Bos sondaicus). Buletin Peternakan Vol. 40 (2) hlm 107-112. Susilawati, M.Sabran, R. Massinai dan Rukayah, 2003. Paket Teknologi Usaha Tani Lahan Pasang Surut dikalimantan Tengah. Prosiding Seminar Hasil-hasik Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian 2003. BPTP Kalimantan Tengah. Hlm.55-63. Suwandi. 2004. Gejala Umum Akibat Kekurangan Mineral Pada Ternak Ruminansia Yang Menyebabkan Kematian. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian Tahun 2004. Puslitbangnak. Hal 110-113 Syafaat N, Agustian A, Pranaji T, Ariani M, Setiadjie I, Wirawan. 1995. Studi kajian SDM dalam menunjang pembangunan pertanian rakyat terpadu di KTI. Puslit Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1275