1
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Sektor pertanian di Bali merupakan sektor penyumbang pendapatan daerah
terbesar kedua setelah sektor pariwisata (perdagangan, hotel, dan restoran). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali (2014), pada tahun 2013 sektor pertanian mempunyai kontribusi yang besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Bali, yaitu sebesar 16,82%, sektor pariwisata sebesar 29,89%, dan sisanya disumbangkan oleh sektor lainnya. Oleh karena itu sektor pertanian sudah seharusnya mendapatkan prioritas karena memberikan kontribusi untuk PDRB. Berbagai kebijakan telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan produksi pertanian seperti pembangunan irigasi, subsidi input produksi (benih, pupuk dan pestisida), kredit usahatani, dan pembinaan kelembagaan usahatani (Bank Indonesia, 2008 dalam Manasehat, 2014). Salah satu kebijakan subsidi input produksi adalah kebijakan subsidi pupuk yang telah dilakukan sejak tahun 1960 bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian. Subsidi pupuk tersebut dibedakan menjadi dua yaitu pupuk organik dan pupuk kimia (anorganik). Penggunaan pupuk anorganik yang telah dilakukan sejak tahun 1970-an secara terus menerus untuk meningkatkan produksi petanian membuat lahan pertanian di Indonesia menjadi kurang subur, tanah menjadi keras dan padat karena menipisnya kadar bahan organik tanah. Tahun 1992 kurang lebih 18 juta hektar lahan di Indonesia telah mengalami degradasi lahan atau penurunan kualitas lahan dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 38,6 juta hektar (BPS,
2
2002 dalam Kementan, 2015). Apabila kondisi ini dibiarkan, maka dapat menimbulkan kerusakan lahan semakin luas serta penurunan produktivitas lahan. Sehubungan dengan itu, Gubernur Provinsi Bali (Mangku Pastika) menetapkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2013 dalam upaya meningkatkan kesuburan lahan guna peningkatan produktivitas dan produksi pertanian di Provinsi Bali dengan memotivasi petani menggunakan pupuk organik. Program subsidi pupuk organik oleh Pemerintah Provinsi Bali ini merupakan salah satu upaya menjadikan Bali sebagai pulau organik (go green). Penerapan penggunaan pupuk organik secara penuh saat ini masih belum terlaksana. Pertanian di Bali khususnya usahatani padi sawah masih belum mampu meninggalkan pupuk kimia, sehingga penggunaan pupuk majemuk berimbang mulai diterapkan untuk menuju Bali sebagai pulau organik kedepannya (Dinas Pertanian Provinsi Bali, 2013). Model subsidi pupuk yang diterapkan adalah subsidi tidak langsung, yaitu memberikan subsidi kepada produsen pupuk sehingga petani mendapat manfaat berupa harga pupuk yang lebih murah. Program pemberian subsidi pupuk organik ini dimulai sejak tahun 2013 dengan alokasi dana di Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) Biro Keuangan Provinsi Bali sebesar Rp 4 Milyar. Tahun 2014 dan 2015, alokasi dana meningkat yakni sebesar Rp 10 Milyar untuk membeli pupuk sebanyak 12.500 ton pupuk organik yang disalurkan ke 25.000 ha luas lahan usahatani (Dinas Pertanian Provinsi Bali, 2013-2015).
3
Subsidi pupuk organik yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Bali adalah pupuk organik jenis padat. Pemerintah Provinsi Bali dalam pelaksanaannya mengganti produsen penyedia pupuk organik jenis padat ini dari perusahaan swasta kepada gabungan kelompok tani Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri), kelompok tani yang telah memiliki Alat Pengolah Pupuk Organik (APPO) dan Rumah Percontohan Pembuatan Pupuk Organik (RPPPO). Tujuannya untuk memberdayakan kelompok tani tersebut (Pergub. Bali No.16 Tahun 2013). Kebijakan subsidi pupuk organik oleh Pemerintah Provinsi Bali diberikan khusus untuk petani yang berusahatani padi, palawija, dan tanaman hortikultura pada musim tanam Juni sampai dengan November tahun yang bersangkutan sesuai dengan dosis penggunaan pupuk organik yang dianjurkan sebanyak 500 kg/ha. Kabupaten Tabanan memperoleh alokasi subsidi pupuk organik terbesar dan terus meningkat setiap tahunnya yang ditunjukkan pada Tabel 1. Pada tahun 2013, Kabupaten Tabanan memperoleh subsidi pupuk untuk luas lahan seluas 2.800 ha. Peraturan penggunaan pupuk organik terpadu dengan dosis sebanyak 500 kg/ha, menyebabkan jumlah subsidi pupuk yang diperoleh sebanyak 1.400 ton, meningkat di tahun 2014 menjadi 6.000 ha dengan jumlah subsidi 3.000 ton dan untuk tahun 2015 seluas 7.000 ha dengan jumlah subsidi 3.500 ton. Nilai subsidi pupuk organik Kabupaten Tabanan pada tahun 2013 untuk pupuk organik sebanyak 1.400 ton adalah Rp 980 Juta, meningkat di tahun 2014 menjadi Rp 2,4 Milyar untuk menyubsidi pupuk organik sebanyak 3.000 ton dan nilai subsidi pada Tahun 2015 untuk 3.500 ton pupuk organik bersubsidi
4
adalah Rp 2,8 Milyar. Pengalokasian distribusi subsidi pupuk organik untuk masing-masing kabupaten di Bali setiap tahunnya ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Alokasi Subsidi Pupuk Organik Pemerintah Provinsi Bali
No
Luas (ha)
Kabupaten/ Kota
Alokasi (ton)
2013
2014
2015
2013
2014
2015
1
Buleleng
2.800
4.000
5.000
1.400
2.000
2.500
2
Jembrana
1.700
2.000
2.000
850
1.000
1.000
3
Tabanan
2.800
6.000
7.000
1.400
3.000
3.500
4
Badung
-
3.500
4.500
-
1.750
2.250
5
Denpasar
-
-
-
-
-
-
6
Gianyar
-
3.500
-
-
1.750
-
7
Bangli
2.300
2.000
2.200
1.150
1.000
1.100
8
Klungkung
1.250
2.000
2.000
625
1.000
1.000
9
Karangasem
578
2.000
2.300
289
1.000
1.150
11.428
25.000
25.000
5.714
12.500
12.500
Jumlah
Sumber : Laporan Pelaksanaan Subsidi Pupuk Organik Tahun 2013-2014 Petunjuk Teknis Pelaksanaan Subsidi Pupuk Organik Tahun 2015.
Kabupaten Tabanan terdiri dari 10 kecamatan yaitu Kecamatan Selemadeg, Kecamatan Selemadeg Timur, Kecamatan Selemadeg Barat, Kecamatan Tabanan, Kecamatan Kediri, Kecamatan Marga, Kecamatan Baturiti, Kecamatan Penebel, dan Kecamatan Pupuan. Mayoritas penduduk di Kabupaten Tabanan melakukan usaha di bidang pertanian (BPS Kabupaten Tabanan, 2014). Subak yang mendapatkan subsidi pupuk organik pada tahun 2014 di Kabupaten Tabanan sebanyak 129 subak yang tersebar di 10 kecamatan. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 1089 Tahun/03-K/HK/2014 tentang kelompok tani/subak pelaksana pemupukan dengan pupuk organik yang disubsidi Pemerintah Provinsi Bali, Subak Sungsang terletak di Desa Tibubiu, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan memiliki luas lahan pertanian 223 ha yang
5
merupakan subak terluas dibandingkan 129 subak lainnya yang mendapatkan subsidi pupuk organik dari Pemerintah Provinsi Bali. Subak Sungsang menerima pupuk organik yang disubsidi oleh Pemerintah Provinsi Bali tahun 2014 dari UD Timan Agung didistribusikan langsung ke Subak Sungsang dan merupakan salah satu subak yang menerapkan pemupukan berimbang pada lahan usahataninya. Peran pupuk organik dalam sektor pertanian sangat penting untuk mengembalikan kualitas lahan pertanian sehingga pupuk organik sudah seharusnya diprioritaskan oleh pemerintah terkait dengan kebutuhan petani (Kementan, 2015). Besarnya potensi dari luas lahan pertanian memberikan konsekuensi kebutuhan pupuk organik yang juga meningkat. Distribusi pupuk organik terkadang tidak sampai kepada petani yang berhak mendapatkan subsidi pupuk organik. Hal-hal yang membuat pupuk organik bersubsidi menjadi tidak optimal karena ada perbedaan data rekapitulasi penyaluran pupuk dengan data rekapitulasi Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Masalah ini memang sederhana tetapi sangat berpengaruh terhadap ketepatan distribusi pupuk bersubsidi. Masalah lain yaitu petani masih beranggapan bahwa penggunaan pupuk organik pada lahan sawah dan mengurangi penggunaan pupuk kimia mengakibatkan penurunan pendapatan usahataninya sehingga susah untuk beralih menggunakan pupuk majemuk berimbang (Sumerta, 2013). Berdasarkan uraian di atas maka penelitian mengenai efektivitas distribusi subsidi pupuk organik yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali dan dampaknya terhadap pendapatan usahatani padi sawah di Subak Sungsang, Desa Tibubiu, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan menjadi penting untuk
6
diteliti guna memberikan gambaran yang jelas mengenai efektivitas distribusi subsidi pupuk organik yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali dan dampak penggunaan pupuk majemuk berimbang terhadap pendapatan usahatani padi sawah di Subak Sungsang. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang timbul adalah.
1. Bagaimanakah efektivitas distribusi subsidi pupuk organik oleh Pemerintah Provinsi Bali ditinjau dari indikator empat tepat (tepat harga, tepat jumlah, tepat waktu dan tepat tempat? 2. Bagaimanakah perbandingan pendapatan usahatani menggunakan pupuk majemuk berimbang dengan pupuk kimia secara penuh? 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui. 1. Efektivitas distribusi subsidi pupuk organik Pemerintah Provinsi Bali ditinjau dari indikator empat tepat (tepat harga, tepat jumlah, tepat waktu, dan tempat). 2. Perbandingan pendapatan usahatani menggunakan pupuk majemuk berimbang dengan penggunaan pupuk kimia secara penuh. 1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.
1
Memberikan gambaran kebijakan subsidi pupuk organik terhadap sektor pertanian khususnya padi sawah di Subak Sungsang, Desa Tibubiu, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan.
7
2 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi Bali untuk merumuskan mekanisme distribusi subsidi pupuk organik yang paling efektif dalam mendukung sektor pertanian di Bali. 1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji efektivitas distribusi subsidi pupuk organik
Pemerintah Provinsi Bali melalui pengukuran efektivitas distribusi subsidi pupuk organik berdasarkan indikator empat tepat (tepat harga, tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat tempat). Dampak penggunaan pupuk majemuk berimbang terhadap pendapatan usahatani padi sawah di Subak Sungsang, Desa Tibubiu, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan melalui pengukuran pendapatan usahatani meliputi biaya usahatani dan penerimaan selama satu musim tanam dan membandingkan pendapatan usahatani menggunakan pupuk majemuk berimbang dengan penggunaan pupuk kimia secara penuh.