I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hortikultura merupakan salah-satu subsektor penting dalam pembangunan pertanian. Secara garis besar, komoditas hortikultura terdiri dari kelompok tanaman sayuran (vegetables), buah (fruits), tanaman berkhasiat obat (medical plants),tanaman hias (ornamental plants) termasuk didalamnya tanaman air, lumut dan jamur yang dapat berfungsi sebagai sayuran, tanaman obat atau tanaman hias. Secara umum, komoditas hortikultura memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan pembudidayaannya memerlukan tenaga kerja intensif dengan keterampilan yang tinggi. Perkembangan agribisnis hortikultura diikuti pula dengan berkembangnya berbagai cabang usaha, baik di hulu, di tengah dan di hilir. Hortikultura juga berkembang menjadi berbagai kegiatan yang terkait dengan keragaman (hobby) dan seni. Pertumbuhan nilai ekspor komoditi pertanian Indonesia pada tahun 2005-2009 dapat diihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditi Pertanian Indonesia Tahun 20052009 SubSektor
Nilai (ribu US$) 2005
Tanaman Pangan
2006
2007
2008
2009*
Pertum buhan 05-08 (%)
1.775.093
2.048.766
2.974.297
4.243.073
3.545.318
34,42
Hortikultura
145.331
365.747
519.992
433.826
626.118
59,09
Perkebunan
8.327.840
10.895.611
14.991.003
22.318.090
13.984.977
39,10
Peternakan
874.806
993.931
1.435.527
1.911.034
1.507.575
30,39
Keterangan Sumber
: 2009* adalah data Jan-Nov 2009 : BPS, diolah Direktorat Pemasaran Internasional, Ditjen PPHP
Tabel 1 menunjukkan pertumbuhan nilai ekspor komoditi pertanian pada tahun 2005 sampai pada tahun 2009. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki pertumbuhan nilai ekspor terbesar pada subsektor hortikultura yaitu sebesar 59,09 persen. Pertumbuhan nilai ekspor terbesar kedua terdapat pada komoditas tanaman perkebunan yaitu sebesar 39,10 persen. Persentase pertumbuhan nilai ekspor tanaman pangan adalah sebesar 34,42 persen dan ini 1
merupakan urutan nilai pertumbuhan ketiga tertinggi setelah komoditas tanaman hortikultura dan tanaman perkebunan. Sedangkan pertumbuhan nilai ekspor terendah diantara komoditas pertanian lainnya adalah peternakan yaitu sebesar 30,39 persen. Berdasarkan data pada Tabel 1, subsektor hortikultura merupakan salah satu produk agribisnis yang sangat berpotensi untuk dikembangkan bagi pembangunan nasional, karena secara ekonomis memiliki nilai tambah dan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan apabila dapat dikelola dengan baik. Hortikultura memegang peranan penting dalam sumber pendapatan produsen, perdagangan maupun penyerapan tenaga kerja. Salah satu produk hortikultura yang memberikan kontribusi dalam PDB nasional adalah tanaman hias. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan agribisnis tanaman hias karena mempunyai wilayah yang luas, agroklimat tropis dan agroklimat subtropis di dataran tinggi, dan Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman sumberdaya florikultura yang cukup besar. Selain itu, Indonesia memiliki teknologi dan sumberdaya manusia untuk pengembangan tanaman hias. Produk tanaman hias dapat berupa bunga ataupun daun. Tanaman hias (florikultur) merupakan komoditas yang sangat khas, dimana para pengusahanya dituntut untuk lebih memberikan perhatian khusus dalam pengusahaannya yang didasarkan atas keterampilan seni, keterampilan dalam hal penguasaan teknologi, budidaya dan kemampuan dalam memperdagangkan hasil produksi atau pemasaran.1 Tanaman hias adalah salah satu dari pengelompokan berdasarkan fungsi dari tanaman hortikultura. Bagian yang dimanfaatkan orang tidak semata bunga, tetapi kesan keindahan yang dimunculkan oleh tanaman hias. Para pengusaha tanaman hias juga dituntut untuk dapat memperdagangkan hasil produksinya
1
http://www.agrina-online.com/show_article. Pasar Agribisnis Tanaman Hias Indonesia (diakses tanggal 14 April 2011)
2
dalam keadaan baik dan segar, serta menampilkan bentuk dan warna produksinya yang secara artistik mampu menarik calon konsumen. Tabel 2 menunjukan bahwa perkembangan PDB komoditas hortikultura di Indonesia mengalami perkembangan yang positif dari setiap kelompok komoditinya. Data PDB nasional tahun 2008 sampai tahun 2009 menunjukan bahwa komoditi tanaman hias merupakan komoditas hortikultura yang memberikan kontribusi peningkatan persentase tertinggi kedua setelah komoditi sayuran yaitu 8,05 persen, hal ini dapat menunjukan bahwa tanaman hias memberikan persentase peningkatan sumbangan yang cukup besar terhadap pendapatan Negara. Kegiatan usahatani hortikultura, khususnya komoditas tanaman hias saat ini mulai banyak dikembangkan, selain dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi para hobiis, komoditas ini juga sangat potensial dan prospektif untuk dapat diusahakan. Seiring dengan pesatnya perkembangan trend tanaman hias membuat produsen terus mengembangkan usahanya. Penampilan bentuk tanaman hias yang beraneka ragam, corak warna bunga dan daun yang bervariasi merupakan daya tarik tersendiri bagi konsumen tanaman hias. Untuk penjelasan lengkap dalam bentuk data dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai PDB Hortikultura Menurut Kelompok Komoditi Tahun 20082009 No.
Kelompok Komoditi
Nilai PDB (Milyar Rp) Tahun 2008 Tahun 2009
Peningkatan (%)
1
Sayur
28.205,27
30.505,71
8,16
2
Buah
47.059,78
48.436,70
2,93
3
Tanaman Biofarmaka
3.852,67
3.896,90
1,15
4
Tanaman Hias
5.084,78
5.494,24
8,05
84.202,50
88.333,56
4,91
Total
Sumber. Direktorat Jendral Hortikultura, 2011
Produktivitas tanaman hias cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan walaupun luas panen tanaman hias mengalami penurunan, namun jumlah produksinya berada dalam kondisi stabil dan beberapa tanaman hias justru mengalami peningkatan produksi. Produksi tanaman hias bunga potong mengalami peningkatan produksi sebesar 28,20 persen, tanaman hias draceae 3
meningkat 21,39 persen, tanaman hias palem meningkat 9,66 persen, sedangkan yang mengalami peningkatan tertinggi untuk jumlah produksi pada tahun 2008 hingga 2009 adalah komoditas tanaman hias melati yaitu sebesar 38,84 persen. Peningkatan produksi melati yang tinggi tidak diiringi oleh penambahan luas panennya. Untuk tanaman hias melati luas panen yang tercatat dari tahun 2008 hingga 2009 mengalami penurunan sebesar 25,99 persen, sehingga untuk luas panen pada subsektor hortikultura komoditas tanaman hias melati mengalami persentase
penurunan
tertinggi.
Peningkatan
jumlah
produksi
tanaman
hortikultura dan peningkatan luas panen dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3.
Perbandingan Produksi, Luas Panen dan Persentase Peningkatan Subsektor Hortikultura Tahun2008-2009
Komoditas
Produksi 2008
Produksi 2009
Penigkatan (%)
Luas Panen 2008
Luas Panen 2009
Penigkatan (%)
1.078.159Ha
4,98
Sayuran
10.035.094Ton
10.628.285Ton
5,91
1.026.991Ha
Buah
18.027.889 Ton
18.653.900 Ton
3,47
781.333Ha
826.430 Ha
5,77
- Bunga Potong 205.564.659Tgk
263.531.374Tgk
28,20
10.877.307 m2
13.867.791 m2
27,49
21,39
2
2
10,39
2
959.546 m
-25,99
460.398 Ha
-12,05
Tanaman Hias
- Draceae
1.863.764 Phn
2.262.505 Phn
- Melati
20.388.199 Kg
28.307.326 Kg
38,84
- Palem
1.149.420 Phn
1.260.408 Phn
9,66
465.257.355Kg
472.863.015 Kg
8,89
Tanaman
176.470 m
2
1.296.439 m
523.460 Ha -
194.801 m
-
-
Biofar-maka
Sumber: Dirjen Hortikultura (Statistik Produksi Hortikultura Tahun 2009, Angka Tetap)
Salah satu penyebab terjadinya penurunan luas lahan yang digunakan untuk memproduksi tanaman hias adalah besarnya risiko yang dihadapi saat budidaya. Teknik budidaya tanaman hias harus lebih dikembangkan, bagi sebagian besar produsen tanaman hias telah mempunyai teknik-teknik tersendiri yang unggul dalam memaksimalkan produktivitas produk yang diusahakan. Adanya peningkatan jumlah produksi tanaman hias, membawa dampak yang cukup baik terhadap perkembangan agribisnis di Indonesia dengan berorientasi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Daya beli terhadap pola konsumsi tanaman hias meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut sejalan dengan tingginya minat masyarakat terhadap kebutuhan keindahan dan kecantikan lingkungan. Bisnis tanaman hias semakin diminati masyarakat di berbagai 4
wilayah. Pada Tabel 3 menunjukan bahwa persentase peningkatan produksi tanaman hias lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman hortikultura lainnya seperti komoditas sayuran, buah dan tanaman biofarmaka. Hal ini dapat diindikasikan bahwa tanaman hias memiliki prospek yang besar. Dengan hal tersebut
berpeluang untuk
para
produsen
atau
pengusaha
agar
lebih
mengembangkan bisnis tanaman hias. Pada tahun 2008 di Indonesia tercatat tiga Provinsi sebagai penghasil tanaman hias tertinggi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Data produksi komoditi tanaman hias yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik tahun 2008 adalah anggrek, krisan, mawar, dan sedap malam dalam satuan batang. Data produksi tanaman hias Indonesia tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 4.2 Tabel 4.
Data Produksi Tanaman Hias di Indonesia Tahun 2008 (Satuan Batang)
Provinsi Nangroe Aceh Darusalam Sumatera Utara DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur
Anggrek
Krisan
Mawar
Sedap Malam
767
0
851
0
373,179 1,164,863 5,617,993 954,404 169,528 1,660,307
1,618,184 60 51,451,094 13,519,765 48,951 29,962,606
135,779 67,800 4,851,516 12,262,228 20,562 20,361,500
184,622 50 5,277,079 4,774,533 1,702 14,282,349
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 Tabel 4 menunjukan bahwa provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah sentra penghasil tanaman hias di Indonesia terutama untuk komoditi anggrek dan krisan. Hal ini disebabkan Jawa Barat memiliki kondisi tanah dan iklim yang cocok untuk pengembangan bunga krisan dan anggrek. Untuk data lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Selain itu, permintaan pasar akan bunga rata-rata cenderung meningkat tiap tahunnya yang menyebabkan pengusaha tanaman hias di daerah Jawa Barat memperbesar skala usahanya. Hal ini mengindikasikan bahwa pengembangan agribisnis tanaman hias di Jawa Barat masih sangat berpotensi. Untuk daerah sentra tanaman hias di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 5.
2
http://www.bps.go.id Data Produksi Tanaman Hias di Indonesia Tahun 2008. Diakses tanggal 17 Agustus 2011
5
Tabel 5. Sentra Tanaman Hias di Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 No. 1
Kota Kab. Bandung
2
Cianjur
3
Sukabumi
4
Bogor
5
Karawang dan Kab. Cemara, Palem, Melati, Zingiberaceae, Anggrek, Bekasi Adenium, Aglonema, Dracaena Garut Anggrek, Palem, Melati, Kaktus, Krisan, Gladiol, Anthurium, Dracaena, Cordeline Kota Bandung Palem, Cemara, Bougenville, Ficus, Anthurium Depok Anggrek, Bougenville, Cemara, Palem, Dracaena, Cordeline, Aglaonema, Adenium, Anthurium
6 7 8
Jenis Tanaman Mawar, Anggrek, Kaktus, Krisan, Gladiol, Anthurium, Palem, Bougenville, Heliconia, Gerbera Mawar, Sedap Malam, Kaktus, Anggrek, Krisan, Gladiol, Gerbera, Draceaena, Zingiberaceae, Aspharagus Mawar, Melati, Sedap Malam, Kaktus, Krisan, Gladiol, Gerbera, Draceaena, Heliconia, Cycas, Pakis Anggrek, Mawar, Melati, Krisan, Zingiberaceae, Heliconia, Pakis, Adenium, Ficus, Aglaonema, Euphorbia
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 3
Depok merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang menjadi sentra tanaman hias. Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa daerah Depok merupakan salah satu sentra tanaman hias khususnya untuk jenis anggrek, bougenville, cemara, palem, dracaena, cordeline, agloonema, adenium,dan anthurium. Hal ini didukung juga oleh potensi pasar yang sangat baik, masih tersedianya lahan, potensi sumberdaya manusia yang besar, serta kondisi iklim Kota Depok yang sesuai untuk menghasilkan atau memproduksi tanaman hias. PT. Istana Alam Dewi Tara merupakan salah satu perusahaan tanaman hias yang berlokasi di Sawangan Depok, Jawa Barat. Perusahaan ini merupakan perusahaan besar yang mampu bergerak dibidang usaha produksi tanaman, distribusi dan pemasaran. PT Istana Alam Dewi Tara juga menyediakan produkproduk yang berasal dari alam seperti tanaman hias, tanaman landscape, wooden craft, batu alam dan batu fosil. Setiap usaha khususnya dalam agribisnis memiliki tingkat risiko yang berbeda-beda. Risiko-risiko yang terdapat dalam budidaya tanaman hias adalah 3
http://diperta.jabarprov.go.id Sentra Tanaman Hias di Provinsi Jawa Barat Tahun 2009. Diakses tanggal 15 April 2011
6
risiko produksi yang disebabkan oleh berbagai faktor misalnya kondisi iklim, cuaca, dan serangan penyakit. Risiko lain dalam pertanian tanaman hias adalah risiko pemasaran dan harga. Kata risiko banyak dipergunakan dalam berbagai pengertian, dimana ada banyak pendapat mengenai pengertian risiko tersebut. Beberapa definisi risiko antara lain yaitu sebagai suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan (Kountur 2004). Salah satu jenis tanaman hias yang diproduksi oleh PT. Istana Alam Dewi Tara adalah Dipladenia crimson. Tanaman ini berpeluang untuk diusahakan karena tingginya permintaan serta minat masyarakat terhadap bentuk Dipladenia crimson yang sangat menarik.4 Tanaman ini berasal dari Brasilia, sangat cocok di tanam di daerah tropis dengan ketinggian ± 150 m diatas permukaan laut, suhu berkisar 270C – 370C, kelembaban sekitar 60 persen – 70 persen, dan curah hujan yang cukup kecil, serta tanaman Dipladenia crimson ini sangat menyukai sinar matahari penuh. Tanaman landscape yang cantik ini merupakan tanaman merambat dan dapat dirambatkan di pagar rumah. Selain itu, tanaman Dipladenia crimson ini bisa dijadikan sebagai tanaman pot plant yang dapat menghasilkan bunga yang sangat indah dengan bunga merah menyala. Permintaan tanaman hias Dipladenia crimson yaitu dengan ukuran tinggi 20-30 cm atau ukuran pot 20 cm. Data permintaan dapat dilihat dari data penjualan yang ada di PT Istana Alam Dewi Tara, Data penjualan tanaman hias di PT Istana Alam Dewi Tara Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukan bahwa penjualan tanaman hias pada tahun 2009 tidak stabil setiap bulannya. Hal ini dikarenakan trend tanaman hias tidak menentu. Permintaan yang paling tinggi pada tahun 2009 yaitu untuk jenis tanaman hias Dipladenia crimson. Jika dilihat dari total permintaan dalam satu tahun Dipladenia crimson merupakan tanaman yang tertinggi pertama, sedangkan untuk permintaan tertinggi kedua yaitu jenis tanaman hias adenium, dan permintaan terbanyak berikutnya adalah jenis tanaman hias anthurium green.
4
Wawancara dengan manager PT Istana Alam Dewi Tara (Maret, 2011)
7
Tabel 6. Data Penjualan Tanaman Hias di PT Istana Alam Dewi Tara Tahun 2009 Komoditi Adenium Bangna Adenium Original Adenium Geisha Aglaonema Legacy Anthurium Green Anthurium Wave Bonsai Dipladenia crimson Euphorbia Mandevilla Sansevieria Quisqualis Indica
Bulan/ Qty Jul Jun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
5
3
6
9
5
5
68
67
75
39
87
2
1
11
13
11
7
7
7
27
33
Total
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
12
25
2
11
11
5
99
33
26
83
52
76
16
60
682
4
2
12
16
10
23
6
19
129
-
24
17
34
6
10
14
19
25
174
26
5
32
13
70
102
21
70
96
-
469
31
30
18
15
12
26
7
6
19
13
-
210
-
-
1
-
1
-
-
1
1
1
1
-
6
-
-
380
-
-
270
-
-
320
-
-
312
1,282
3 4 22
6 33 10
3 10 4
14 -
27 16 1
7 7 -
47 1 13
32 1 8
19 3 3
43 6 -
43 2 2
38 6
282 83 69
36
45
72
37
35
37
85
121
-
1
1
82
552
Sumber: PT Istana Alam Dewi Tara, 2011
Tinginya angka penjualan tanaman hias Dipladenia crimson merupakan suatu peluang bagi perusahaan untuk dapat meningkatkan produksi (Tabl 6). Namun dalam proses produksinya, tanaman hias Dipladenia crimson ini memiliki risiko yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan tanaman hias lainnya, hal ini dibuktikan oleh rendahnya tingkat keberhasilan saat diproduksi. Risiko perlu untuk diperhitungkan karena umumnya risiko berdampak pada kerugian yang harus ditanggung oleh pemilik usaha. Oleh karena itu, diperlukan penelitian dan pengkajian yang bertujuan untuk mengetahui risiko produksi tanaman hias Dipladenia crimson di PT. Istana Alam Dewi Tara, Sawangan Depok. 1.2 Perumusan Masalah PT. Istana Alam Dewi Tara atau disebut sebagai “Istana Alam Nursery” merupakan salah satu perusahaaan yang bergerak dibidang tanaman hias yang meliputi bidang usaha produksi tanaman, distribusi dan pemasaran. Namun tidak hanya tanaman hias, seiring dengan adanya permintaan konsumen serta untuk lebih memperlengkap usaha, maka perusahaan ini mencoba untuk memproduksi dan memasarkan tanaman buah (lengkeng, rambutan, mangga, durian, jeruk, jambu citra, jambu kancing, srikaya, dan magic fruit). Jenis tanaman hias yang disediakan di PT. Istana Alam Dewi Tara antara lain adalah bonsai, adenium, 8
anthurium, aglaonema, euphorbia, zamioculcaas, rhapis humilis dan lain sebagainya. Selain dapat menyalurkan hobby untuk keindahan dan kecantikan, usaha tanaman hias juga memiliki kendala yang sangat besar yaitu tingginya tingkat risiko produksi yang dihadapi. Untuk persentase keberhasilan produksi tanaman hias Dipladenia crimson yaitu 60 persen sampai 70 persen. Sedangkan untuk tanaman hias lainnya dan tanaman buah persentase keberhasilannya lebih tinggi yaitu 80 persen sampai 90 persen.5 Selain risiko produksi juga terdapat risiko harga dalam usaha budidaya tanaman, sumber utama risiko harga adalah ketidakpastian harga produk ketika perusahaan membuat keputusan untuk melakukan perbanyakan atau menanam. Adanya risiko harga produk dapat menyebabkan harga yang diperoleh perusahaan mengalami fluktuasi. Risiko harga produk tanaman hias sangat ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan tanaman hias di pasaran. Namun untuk risiko harga dan pemasaran tidak terdapat pada komoditi Dipladenia crimson, karena dapat diihat dari tingginya angka permintaan tanaman hias ini jika dibandingkan dengan angka penawaran yang diberikan perusahaan. Penawaran yang diberikan oleh PT Istana Alam Dewi Tara adalah merupakan jumlah hasil perbanyakan yang berhasil dilakukan. Seluruh tanaman yang berhasil dalam proses produksi akan ditawarkan kepada konsumen dan seluruh hasil produksi tersebut mampu diserap oleh pasar, hal ini dikarenakan tingginya minat konsumen terhadap tanaman hias Dipladenia crimson. Saat ini permintaan tanaman hias Dipladenia crimson masih belum bisa terpenuhi oleh PT Istana Alam Dewi Tara, salah satu faktornya adalah terjadinya tingkat kegagalan yang tinggi dalam memproduksi. Setiap periodenya perusahaan melakukan kegiatan perbanyakan dalam jumlah indukan yang digunakan dan anakan yang ditanam selalu sama yaitu sebanyak 600 batang, namun keberhasilan produksi setiap periodenya tidak stabil. Dalam upaya menghasilkan produsi tanaman hias bermutu dari indukan varietas unggul (bersertifikat), perusahaan memiliki indukan sebanyak 60 batang, setiap indukan mampu menghasilkan anakan 10 pucuk setiap periodenya. Indukan tersebut merupakan tanaman impor yang telah melewati
5
Wawancara dengan karyawan produksi PT Istana Alam Dewi Tara (Maret, 2011)
9
seleksi atau sertifikasi dan tahap karantina, oleh karena itu perusahaan mempunyai keterbatasan
dalam
meningkatkan
kapasitas
produksi
yang
disebabkan
keterbatasan indukan. Untuk mengetahui data permintaan, penawaran dan selisih tanaman hias Dipladenia crimson pada tahun 2009 dan tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Data Permintaan, Penawaran dan Selisih Dipladenia crimson Tahun 2009-2010 No 1 2 3
Uraian Permintaan Penawaran Selisih
Jumlah/Pot/Tahun 2009 2.460 1.282 1.178
2010 2.912 1.632 1.280
Sumber : Istana Alam Dewi Tara, 2011
Berdasarkan informasi pada Tabel 7, dapat dilihat bahwa PT Istana Alam Dewi Tara masih kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pasar, karena jumlah permintaan jauh lebih besar dari jumlah penawaran. Dalam menawarkan produknya PT Istana Alam Dewi Tara selalu memberikan penawaran dengan mutu dan kualitas yang sesuai dengan harapan dan keinginan konsumen. Dapat dilihat pada Tabel 7 bahwa jumlah penawaran masih rendah jika dibandingkan dengan jumlah permintaan tanaman hias Dipladenia crimson. Biasanya untuk dapat memenuhi permintaan yang sesuai dengan kontrak maka PT Istana Alam Dewi Tara melalukan kerja sama dengan petani sekitar. Sedangkan perubahan harga produk pada PT Istana Alam Dewi Tara biasanya jarang terjadi. Hal ini dikarenakan harga yang ditawarkan sesuai harga pasar dan permintaan yang lebih tinggi dibandingkan jenis tanaman lainnya (adenium, anthurium dan aglaonema). Untuk itu harga yang ditawarkan produsen sesuai dengan harga yang beredar dipasaran (stabil) dan tidak membuat produsen mengalami risiko (melebihi harga pokok produksi). Permintaan yang cukup tinggi juga membuat produsen tidak mengalami risiko pasar dalam pemasarannya. Risiko pasar dan harga biasanya merupakan risiko yang terjadi di luar kendali manajemen PT Istana Alam Dewi Tara dan risiko tersebut juga merupakan risiko yang tidak bisa dihilangkan karena timbul dari mekanisme pasar. Untuk menghindari risiko pasar perusahaan melakukan kerja sama dengan petani sekitar disaat kekurangan
10
pasokan. Gambar 2 dapat menjelaskan bahwa harga tidak mempunyai risiko dalam setiap penawaran atau penjualannya. L = umur tan 4-6 bln
s/m = umur tan 3-4 bln
Gambar 1.
Harga Jual Tanaman Hias Dipladenia crimson Tahun 2009-2010 Sumber : PT Istana Alam Dewi Tara
Saat ini, PT Istana Alam Dewi Tara menghadapi risiko produksi yang cukup tinggi pada komoditas tanaman hias Dipladenia crimson. Dimana hasil produksi yang diperoleh bervariasi. Adanya risiko produksi diperjelas oleh fluktuasi keberhasilan produksi yang tidak stabil dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2.
Grafik Keberhasilan Produksi Dipladenia crimson „Istana Alam Dewi Tara‟ Tahun 2009-2010 Sumber : PT Istana Alam Dewi Tara
11
Pada Gambar 2 memperlihatkan bahwa tingkat keberhasilan produksi Dipladenia crimson yang dihasilkan mengalami kondisi yang tidak stabil setiap periodenya, hal ini dapat menunjukkan adanya risiko produksi pada Istana Alam Dewi Tara. Tanaman hias Dipladenia crimson sama seperti tanaman hias merambat lainnya yang memiliki produksi masih rendah dan belum mampu memenuhi seluruh permintaan. Sebagai tanaman pertanian erat kaitannya dengan faktor alam dalam perolehan hasil produksi. Seperti diketahui bahwa alam tidak dapat diprediksi, mudah berubah-ubah, sulit untuk diramalkan dan sulit untuk dikendalikan. Keadaan tersebut tentu dapat membawa dampak buruk pada pendapatan usaha karena mengalami kerugian. Kerugian tersebut merupakan risiko yang harus ditanggung PT Istana Alam Dewi Tara sebagai suatu kegiatan usaha. Usaha tanaman hias Dipladenia crimson di PT Istana Alam Dewi Tara yaitu dengan melakukan produksi setiap tiga bulan sekali. Setiap tahunnya untuk tanaman hias Dipladenia crimson, perusahaan ini memproduksi empat periode tanam. Dengan jangka waktu periode selama tiga bulan. Keberhasilan produksi tertinggi dialami pada periode ketiga tahun 2010 yaitu sebesar 78 persen, sedangkan produksi terendah dialami saat periode kedua tahun 2009 yaitu sebesar 45 persen. Pada umumnya yang menjadi sumber utama penyebab terjadinya resiko produksi dalam memproduksi tanaman hias antara lain ialah kondisi cuaca dan iklim yang sulit diprediksi, serta serangan hama, dan sulitnya mengendalikan penyakit yang terdapat di tanaman hias. Selain itu, tingkat keterampilan yang dimiliki tenaga kerja pada usaha tanaman hias masih belum memadai dalam melaksanakan kegiatan proses produksi, khususnya pada saat perbanyakan dengan stek batang. Adanya risiko produksi membawa dampak yang merugikan bagi PT Istana Alam Dewi Tara, yaitu dapat menyebabkan kegagalan dalam memproduksi atau melakukan perbanyakan. Kerugian akibat risiko produksi yang dialami PT Istana Alam Dewi Tara adalah jumlah produksi yang rendah dan kualitas hasil panen yang juga menurun karena banyaknya gagal panen. Rendahnya produksi tersebut berdampak terhadap pendapatan
yang
diterima
perusahaan.
Berdasarkan
perumusan
diatas,
disimpulkan masalah yang akan dibahas dalam penelitian, yaitu: 12
1. Bagaimana risiko produksi yang dihadapi PT Istana Alam Dewi Tara pada usaha tanaman hias Dipladenia crimson? 2. Bagaimana strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yang terjadi di PT. Istana Alam Dewi Tara?
1.3
Tujuan Penelitian 1. Menganalisis sumber-sumber risiko yang terdapat pada tanaman hias Dipladenia crimson. 2. Menganalisis tingkat risiko produksi pada usaha tanaman hias Dipladenia crimson di PT Istana Alam Dewi Tara. 3. Menganalisis strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi di usaha tanaman hias Dipladenia crimson „Istana Alam Dewi Tara‟.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perusahaan Istana Alam Dewi
Tara, penulis maupun pembaca, serta masyarakat yang berminat untuk melakukan usaha tanaman hias Dipladenia crimson. Bagi perusahaan Istana Alam Dewi tara, sebagai pertimbangan untuk perencanaan pengambilan keputusan dalam mengelola usaha tanaman hias agar dapat lebih waspada dalam menghadapi risiko dan dapat mengurangi kerugian yang diterima. Bagi penulis, memberi pengalaman nyata dalam menganalisis dan memecahkan masalah berdasarkan pengalaman serta menambah wawasan dan pengetahuan baru dalam melakukan suatu kegiatan usaha. Bagi pembaca dan masyarakat yang berminat pada tanaman hias Dipladenia crimson, berguna sebagai tambahan informasi dan rujukan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai Dipladenia crimson serta sebagai referensi dalam memulai usaha Dipladenia crimson.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Terdapat beberapa batasan ruang lingkup dalam melakukan penelitian ini, yaitu bahwa dalam penelitian ini mengkaji komoditas tanaman hias Dipladenia crimson. Data yang digunakan merupakan data primer berupa hasil wawancara 13
dan diskusi langsung kepada pihak perusahaan dan data sekunder berupa data penjualan, harga jual dan data produksi (produktivitas dan persentase keberhasilan) tanaman hias Dipladenia crimson selama kurun waktu tahun 2009 sampai tahun 2010. Pemilihan komoditas ini didasarkan bahwa komoditas tersebut merupakan jenis tanaman hias yang memiliki tingkat kegagalan cukup tinggi dalam proses produksinya dan juga karena rekomendasi dari pihak perusahaan. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai analisis risiko produksi pada komoditas Dipladenia crimson. Penelitian ini menggunakan data periode 2009-2010. Selain itu penelitian ini hanya difokuskan pada analisis resiko produksi spesialisasi.
14