SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017
MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN
AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB I. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Rizka Novi Sesanti
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017
0
BAB I. PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
A.
Kompetensi Inti: Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu
B.
Kompetensi Dasar: Menerapkan K3 dalam kegiatan agribisnis tanaman pangan dan hortikultura
C.
Uraian Materi Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) dalam Agribisnis Tanaman Pangan dan
Hortikultra (ATPH) merupakan bagian dari keselamatan dan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial yang mempengaruhi kesehatan pekerja yang bergerak di bidang ATPH. Melalui penerapan K3 di kegiatan ini maka kecelakaan akibat aktifitas pekerjaan dapat dicegah. Tujuan penerapan K3 dalam kegiatan ATPH adalah: a. Menjaga kesehatan pekerja yang bergerak dibidang Agribisnis Tanaman Pangan Dan Hortikultura b. Mencegah timbulnya kecelakaan kerja dalam pelaksanaan aktifitas Agribisnis Tanaman Pangan Dan Hortikultura c. Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaanya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan olek faktor-faktor yang membahayakan keselamatan dan kesehatan. Sasaran K3 dalam kegiatan ATPH adalah seluruh pelaksana
dan tempat
kegiatan ATPH (segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, maupun di dalam air). Setiap
perusahaan pertanian diwajibkan melaksanakan
ketentuan-ketentuan penerapan prosedur K3 sebagai berikut: a. Menerapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan sistem manajemen K3. a. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan K3 1
b. Menerapkan
kebijakan
K3
secara
efektif
dengan mengembangkan
kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran K3. c. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3 serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. d. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan sistem K3 secara e. Berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja K3.
1. Potensi bahaya Di lingkungan kerja Potensi bahaya di lingkungan kerja ATPH antara lain disebabkan oleh peralatan, bahan kimia, dan mikroorganisme (biological agent). Bahaya yang disebabkan peralatan biasanya disebabkan oleh penggunaan peralatan yang tidak sesuai dengan SOP dan instruksi kerja peralatan sehingga terjadi kecelakaan kerja. Sedangkan kecelakaan yang disebabkan oleh bahan kimia dan biologi disebabkan tidak mengikuti prosedur penggunaan dan tidak memakai pelindung diri. Faktor penyebab kecelakaan kerja dapat berupa: a. Tindakan tidak aman dari manusia itu sendiri 1) Terburu-buru atau tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan. 2) Tidak menggunakan pelindung diri yang disediakan. 3) Sengaja melanggar peraturan keselamatan yang diwa jibkan. 4) Berkelakar/bergurau dalam bekerja dan sebagainya. b. Keadaan tidak aman dari lingkungan kerja 1) Mesin-mesin
yang rusak tidak diberi pengamanan, kontruksi kurang
aman, bising dan alat-alat kerja yang kurang baik dan rusak. 2) Lingkungan kerja yang tidak aman bagi manusia (becek atau licin, ventilasi atau pertukaran udara, bising atau suara -suara keras, suhu tempat kerja, tata ruang kerja/kebersihan.
2
2.
Alat pelindung diri Untuk memperkecil resiko akibat kecelakaan kerja biasanya para pekerja dilengkapi
dengan alat alat untuk melindungi diri. Alat pelindung diri dipakai untuk melindungi diri dari paparan bahan kimia dan biology. Bagian badan yang perlu dilindungi adalah kepala, alat pernafasan, alat pendengaran, alat penglihatan, kulit, kaki maupun tubuh pada umumnya. a.
Alat Pelindung Mata: Fungsi pelindung mata adalah untuk melindungi mata dari cipratan bahan kimia seperti pestisida, Kemasukan mikroorganisme, debu atau partikel-partikel yang melayang di udara, lemparan benda-benda kecil, Benturan atau pukulan benda keras atau benda tajam. Contohnya adalah kacamata pengaman
b. Pelindung Pernafasan:
Alat pelindung pernafasan berfungsi memberikan
perlindungan organ pernafasan akibat pencemaran udara oleh faktor kimia seperti debu, uap, gas, fume, asap, mist, kabut, kekurangan oksigen, dan sebagainya. Contohnya adalah respirator dan masker c. Pelindung Tangan:
Alat pelindung tangan berfungsi untuk melindungi tangan
dan jari-jari tangan dari bahan kimia, benturan dan pukulan, tergores, terinfeksi. Alat pelindung tangan antara lain sarung tangan biasa atau gloves, mitten, yaitu sarung tangan dengan ibu jari terpisah, sedangkan empat jari lainya menjadi satu, hand pad, yaitu alat pelindung tangan yang hanya melindungi telapak tangan, Sleeve, yaitu alat pelindung dari pergelangan tangan sampai lengan. Potensi bahaya dan bahan sarung tangan yang sesuai, disajikan pada tabel berikut: Potensi Bahaya Listrik Radiasi mengion Benda-benda tajam atau kasar Asam dan alkali yang korosif Pelarut organik (solvent) Benda-benda panas
Jenis Bahan Sarung Tangan Karet Karet atau kulit yang dilapisi dengan timbal Kulit (Pb) atau PVC, kulit yang dilapisi dengan Karet logam Karet sintetis kromium Kulit atau asbes
3. Pakaian Pelindung 3
Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi sebagain atau seluruh tubuh dari kotoran, debu, bahaya percikan bahan kimia, radiasi, panas, bunga api maupun api. Pakaian kerja harus dibuat dari bahan yang menjaga badan pekerja tetap kering dan berada pada temperatur yang nyaman. Pakaian
harus
mempunyai warna
yang
kontras dengan lingkungan pertanian untuk memastikan bahwa para pekerja kelihatan dengan jelas. 4. Sepatu lapangan Sepatu lapangan dipergunakan jika jenis pekerjaan yang digunakan adalah jenis pekerjaan lapangan. Alat ini digunakan untuk melindungi kaki pada saat bekerja di lapangan dari gigitan ular, dan serangga atau pekerjaan lain yang berbahaya di lapangan. 5. Topi pengaman Jenis alat ini digunakan untuk
melindungi kepala dari panas (topi) dan
kemungkinan benda -benda jatuh di lapangan. Misalnya pada saat memanen buah (helmet).
6. Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Kondisi darurat
merupakan
keadaan
berbahaya,
biasanya
bersifat
sementara (relatif singkat). Misalnya kecelakaan, kebakaran, dan sebagainya.
Dalam
kondisi berbahaya dan berlangsung dalam waktu singkat,
sangat
diperlukan prosedur
maka
untuk mengatasinya.
Penanganan kondisi darurat di lapangan
(Pertolongan Pertama pada
Kecelakaan). Banyak resiko pekerjaan yang akan terjadi di lapangan, yang dihadapi oleh pekerja dalam bidang perkebunan. Resiko tersebut mulai dari hal-hal yang kecil seperti anggota tubuh terluka, digigit hewan berbisa, keracunan bahan kimia/pestisida dan lain-lain yang mungkin terjadi. Bila bekerja di lapangan, biasanya lokasi tempat bekerja jauh dari pemukiman. Jika terjadi kecelakaan maka kepada setiap pekerja harus dibekali kemampuan untuk memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan. Pertolongan adalah
Pertama
perawatan pertama yang diberikan kepada orang yang mendapat 4
kecelakaan yang tiba-tiba datang sebelum mendapatkan perolongan dari tenaga medis. Hal Ini berarti : pertolongan pertama harus diberikan secara cepat walaupun perawatan
selanjutnya tertunda, pertolongan pertama harus
tepat sehingga akan meringankan sakit bukan menambah sakit korban.
Prosedur
penanganan
darurat
di
perusahaan dan persyaratan kerja bagi
ikuti
berdasarkan
organisasi
standar
perusahaan. Untuk
meminimalkan terjadinya kecelakaan di tempat kerja, ada beberapa hal yang harus dipahami oleh semua pihak, antara lain: pengusaha harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi resiko keselamatan dan kesehatan kerja secara sistematis yang mungkin timbul dari pekerjaan di bidang pertanian /perkebunan, identifikasi potensi bahaya dan resiko yang nyata dan potensi timbulnya kecelakaan kerja dan situasi darurat, melakukan evaluasi resiko, memelihara prosedur untuk potensi
bahaya
yang
mengevaluasi resiko dan pengaruh dari
teridentifikasi,
dengan
memperhatikan
frekuensi
kecelakaan yang sering terjadi, hasil evaluasi resiko, perusahaan harus menetapkan tujuan untuk menurunkan resiko sampai tingkat serendah mungkin, dan melaksanakan tindakan pencegahan yang sesuai, manajer dan harus
terlibat
pekerja
dalam identifikasi resiko dan pengaruhnya terhadap
keselamatan, kesehatan atau lingkungan kerja.
Prinsip dasar penanganan keadaan darurat di antaranya: 1. Pastikan Anda bukan menjadi korban berikutnya.
Sebelum menolong
korban, periksa dulu apakah tempat tersebut sudah aman atau masih dalam bahaya. 2. Pakailah metode atau cara pertolongan yang cepat, mudah dan efesien. 3. Pergunakanlah sumber daya yang ada; baik alat, manusia maupun sarana pendukung lainnya. Bila bekerja dalam tim, buatlah perencanaan yang matang dan 4. Buatlah
catatan
dipahami oleh seluruh anggota. usaha-usaha
pertolongan
yang
telah dilakukan
yakni memuat identitas korban, tempat dan waktu kejadian. Catatan tersebut berguna bagi penderita untuk mendapat
rujukan
atau
pertolongan tambahan oleh pihak lain. 5
Tahapan secara umum pertolongan pertama yaitu : 1. Jangan Panik 2. Jauhkan
atau
hindarkan
korban
dari
kecelakaan berikutnya
3. Perhatikan pernafasan dan denyut jantung korban. 4. Perhatikan tanda-tanda shock 5. Jangan memindahkan korban secara terburu -buru. 6. Segera transportasikan korban ke sentral pengobatan. Pertolongan kepada
pihak lain dapat berupa evakuasi korban. Bentuk
bantuan evakuasi korban yaitu merupakan salah satu tahapan dalam pertolongan pertama untuk memindahkan korban ke lingkungan yang aman dan nyaman, agar mendapatkan pertolongan medis lebih lanjut. Prinsip evakuasi adalah : 1) Dilakukan jika mutlak perlu 2) Menggunakan teknik yang baik dan benar 3) Penolong harus memiliki kondisi fisik yang prima dan terlatih serta memiliki semangat untuk menyelamatkan korban dari bahaya yang lebih besar atau bahkan kematian. 7.
Alat Pengangkutan Untuk melaksanakan proses evakusi korban ada beberapa cara atau alat bantu,
namun hal tersebut sangat tergantung pada kondisi yang dihadapi (medan, kondisi korban ketersediaan alat). Alat pengangkutan, yaitu: 8. Manusia Manusia sebagai pengangkutnya langsung. Peranan dan jumlah pengangkut mempengaruhi cara angkut yang dilaksanakan. Bila petugas penolong satu orang maka korban dapat dievakuasi dengan cara :
Dipondong; untuk korban ringan dan anak-anak
Digendong; untuk korban sadar dan tidak terlalu berat serta tidak patah tulang
Dipapah; untuk korban tanpa luka di bahu atas
Dipanggul/digendong
Merayap posisi miring 6
Bila petugas penolong dua orang maka korban dapat dievakuasi dengan memperhatikan yaitu pengangkutannya tergantung cidera penderita tersebut dan diterapkan bila korban tak perlu diangkut berbaring dan tidak boleh untuk mengangkut korban patah tulang leher atau tulang punggung. Karena itu cara evakuasi dapat dilakukan dengan cara:
Dipondong : tangan lepas dan tangan berpegangan
Model membawa balok
Model membawa kereta
Alat bantu evakuasi
Selain manusia, alat bantu evakuasi dapat digunakan:
9.
Tandu permanen
Tandu darurat
Kain keras/ponco/jaket lengan panjang
Tali/webbing
Manajemen K3 pada Industri tanaman pangan dan hortikultura Sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja adalah bagian dari sistem
manajemen secara keseluruhan meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab pelaksanaan prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna tercapainya kerja yang aman, efisien, dan produktif. Sistem manajemen kesehatan dan keselamatan (SMK3) tidak terlepas dari pembahasan manajemen secara keseluruhan. Manajemen merupakan suatu proses pencapaian tujuan secara efisien dan efektif, melalui pengarahan, penggerakan, dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang tergabung dalam suatu bentuk kerja. Sedangkan sistem manajemen merupakan rangkaian proses kegiatan menajemen yang teratur dan terintegrasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pedoman manajemen kesehatan dan keselamatan kerja menurut peraturan menteri kesehatan tahun 2007, meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 7
3 5
1. Tahap persiapan (komitman dan kebijakan). 2. Tahap perencanaan. 3. Tahap pengukuran dan evaluasi. 4. Tahap peninjauan ulang dan peningkatan.
Pelaksanaan K3 harus merupakan bagian dari semua kegiatan operasional. Maka dari itu pekerjaan atau tugas apapun tidak dapat diselesaikan secara efisien kecuali jika si pelaksana telah mengikuti setiap tindakan pencegahan dan peraturan K3 untuk melindungi dirinya dan teman kerjanya. Sesuai dengan konsep sebab akibat kecelakaan serta prinsip pencegahan kecelakaan, maka pengelompoka unsur K3 diarahkan pada pengendalian sebab dan pengurangan akibat terjadinya kecelakaan.
Tahap Persiapan (Komitmen dan Kebijakan). Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh pekerja. Manajeman mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya program K3. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3, perlu disusun strategi antara lain: Advokasi sosialisasi program, menetapkan tujuan jelas, organisasi dan penugasan yang jelas, meningkatkan SDM profesional di bidang K3, sumber daya yang harus didukung oleh manajemen puncak, kajian resiko secara kualitatif dan kuantitatif, membuat program kerja yang mengutamakan upaya peningkatan dan pencegahan, Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.
Tahap Perencanaan. Tahapan perencanaan meliputi : Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor resiko. Identifikasi sumber bahaya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya, jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) yang mungkin dapat terjadi. Penilaian faktor resiko. 8
Penilaian faktor resiko adalah proses untuk menentukan ada tidaknya resiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko keselamatan dan kesehatan kerja. Pengendalian faktor resiko. Dilakukan melalui empat tingkatan pengendalian risiko yaitu menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana atau peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah atau tidak ada (engineering/rekayasa), administrasi dan alat pelindung diri (APD). Membuat peraturan. Manajemen harus membuat, menetapkan dan
melaksanakan
standar
opersional prosedur (SOP) sesuai denga peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi, diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait. Tujuan dan sasaran. Manajemen
harus
mempertimbangkan
peraturan
perundang-undangan,
bahaya potensial, dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan atau indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian. Indikator kinerja. Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 PSTKG. Program kerja. Manajemen harus menetapkan dan melaksanakan program K3 untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta dilaporkan.
Tahap Pengorganisasian. Pelaksanaan K3 sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerjasama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada petugas, bimbingan dan latihan serta penegakan disiplin. Ketua organisasi atau satuan unit pelaksana K3 secara spesifik harus mempersiapkan data informasi pelaksanaan K3 disemua 9
tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganlisis penyebab timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program, untuk menilai sejauh mana program yang dilaksanakan telah berhsil. Kalau masih terdapat kekurangan,
maka
perlu
diidentifikasi
penyimpangannya
serta
dicari
pemecahannya.
Pelaksanaan. Pelaksanaan K3 meliputi: 1. Penyuluhan K3 2. Pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dengan perilaku tertentu agar berperilaku sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir dari pelatihan. Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku, diantaranya: 1. Pemeriksaan kesehatan pegawai. 2. Penyediaan alat pelindung diri dan keselamatan kerja. 3. Penyiapan pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat. 4. Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi kesehatan. 5. Pengobatan pekerja yang menderita sakit. 6. Menciptakan lingkungan kerja yang higienis secara teratur melalui monitoring lingkungan kerja 7. Melakukan biological monitoring. 8. Melakukan surveilans kesahatan kerja.
Pemantauan dan Evaluasi. Pemantauan dan evaluasi meliputi: 1. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan manajemen 2. Inspeksi dan pengujian yang bertujuan untuk menilai kegiatan K3 secara umum dan tidak terlalu mendalam. Inspeksi K3 dilakukan secara berkala, terutama oleh petugas K3 . 3. Melaksanakan audit K3. 10
Audit K3 meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan, karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur, pengembangan
karyawan
dan
program
pendidikan,
evaluasi
dan
pengendalian. Tujuan audit K3 adalah untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan, memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai ketentuan, dan menentukan langkah untuk mengendalikan
bahaya
potensial
serta
pengembangan
mutu. Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit, identifikasi, penilaian risiko direkomendasikan kepada manajemen puncak. Tinjauan
ulang
dan
peningkatan
oleh
pihak
manajemen
secara
berkesinambungan untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3.
11