I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi internasional antara lain PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), Bank Dunia dan World Tourism Organization (WTO). Pariwisata juga seringkali dipersepsikan sebagai mesin ekonomi penghasil devisa bagi pembangunan ekonomi di suatu negara tidak terkecuali di Indonesia. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada Tabel 1. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun 2001-2008 Jumlah Wisatawan Penerimaan Devisa Tahun Mancanegara (Juta USD) 2001 5.153.620 5.396,26 2002 5.033.400 4.305,56 2003 4.467.021 4.037,02 2004 5.321.165 4.797,88 2005 5.002.101 4.521,89 2006 4.871.351 4.447,98 2007 5.505.759 5.345,98 2008 6.429.027 7.377,39 Sumber: Statistical Report on Visitor Arrivals to Indonesia
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa penerimaan devisa negara dari sektor pariwisata mengalami fluktuasi setiap tahun dan jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Kenaikan angka penerimaan devisa terjadi pada beberapa tahun yaitu pada tahun 2004, tahun 2007, dan tahun 2008. Kenaikan penerimaan devisa negara yang terjadi pada tahun-tahun tersebut jumlahnya meningkat secara signifikan. Jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia juga berfluktuasi setiap tahun dengan kecenderungan mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia diduga karena Indonesia memiliki kawasan yang menarik baik bagi wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal. Keseluruhan peningkatan jumlah baik wisatawan mancanegara maupun penerimaan devisa tersebut mencerminkan kemampuan pariwisata dalam meningkatkan pendapatan negara, baik dalam bentuk devisa asing maupun perputaran uang di dalam negeri. Oleh karena itu,
1
terdapat peluang besar untuk mengembangkan sektor pariwisata dengan tujuan menggerakkan ekonomi rakyat. Hal ini dapat dilihat dari kemudahan dalam mengelola suatu sarana prasarana menjadi unsur pariwisata, misalnya terdapat areal perkebunan yang dapat dimanfaatkan menjadi suatu kawasan wisata alam dengan penataan yang baik agar dapat memberikan pemandangan yang indah, selain itu areal perkebunan juga dapat dijadikan lahan untuk membudidayakan suatu tanaman yang nantinya dapat dinikmati oleh wisatawan. Pembangunan ekonomi lebih diorientasikan pada kawasan Indonesia bagian barat. Hal ini terlihat lebih berkembangnya pembangunan sarana dan prasarana di kawasan barat Indonesia dibandingkan dengan yang terdapat di kawasan timur Indonesia. Pembangunan sektor pariwisata juga berkembang di kawasan barat Indonesia, dimana kawasan Jawa-Bali menjadi kawasan konsentrasi utama pembangunan kepariwisataan. Kawasan Jawa-Bali memiliki sumber daya alam yang cukup potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pariwisata dibandingkan dengan kawasan lain di Indonesia. Hal tersebut juga berkaitan dengan jumlah tamu Indonesia yang berkunjung ke kawasan Jawa-Bali cukup besar. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Wisatawan Indonesia menurut Provinsi Tahun 2003-2008 (Ribuan) Provinsi 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jawa Barat 1.632,90 1.714,90 1.697,50 1.606,80 1.716,90 1.946,40 Jawa 906,30 1.165,40 1.066,90 716,30 1.064,10 1.119,10 Tengah DI 622,90 611,80 647,30 536,10 619,90 618,00 Yogyakarta Jawa Timur 1.220,40 1.081,50 990,10 1.204,80 1.288,20 1760,00 Bali 433,80 565,50 586,00 588,90 631,70 591,80 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009
Tabel 2 menunjukkan jumlah wisatawan Indonesia yang rata-rata terus meningkat di setiap provinsi dari tahun ke tahun. Perkembangan ekonomi yang cukup pesat dewasa ini menimbulkan berbagai pola kehidupan sosial yang berbeda-beda pada masyarakat. Perbedaan pola kehidupan masyarakat ini dapat dikelompokkan dalam strata-strata tertentu. Pada perkembangannya, golongan pemegang kendali suatu perusahaan atau instansi atau yang biasa disebut dengan
2
eksekutif menjadi suatu golongan tersendiri dalam masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi dan mungkin pendidikan yang lebih tinggi daripada yang lainnya. Golongan ini menjadi suatu bentuk kumpulan orang-orang eksklusif yang pada kegiatannya tidak mampu diikutsertakan oleh golongan masyarakat yang berbeda. Sebagai kalangan yang memiliki tingkat kesibukan tinggi, para eksekutif ini pada saat-saat tertentu akan merasakan adanya kebutuhan untuk membebaskan diri dari lingkungan kerjanya sehari-hari guna memalingkan kejenuhan atau mengurangi ketegangan yang terjadi (Fajar dan Budi 2004). Tingkat kejenuhan dan kebosanan yang tinggi akan sangat mempengaruhi tingkat produktivitas para eksekutif, dan bahkan pada tingkatan yang ekstrem hal tersebut dapat mempengaruhi kesehatan para eksekutif tersebut. Untuk itu mereka memerlukan suatu tempat yang dapat melepaskan ketegangan dan bersantai baik dalam melakukan lobi bisnis maupun kegiatan olah raga dan rekreasi (Mondy 2010). Masyarakat saat ini tidak lagi terfokus hanya ingin santai dan menikmati pemandangan alam ketika melakukan wisata, tetapi mereka menginginkan jenis wisata yang lebih berkualitas. Wisata yang berkualitas adalah wisata yang tetap santai tetapi dengan selera yang lebih meningkat yakni menikmati produk atau kreasi budaya (culture) dan peninggalan sejarah (heritage) serta nature atau ekowisata dari suatu daerah atau negara (Santosa, 2002). Oleh karena itu, hal tersebut dapat dijadikan sebagai suatu peluang bagi para pengelola pariwisata untuk mengembangkan usahanya. Sektor pariwisata tidak mungkin maju tanpa didukung oleh sektor-sektor lainnya sehingga perlu adanya perpaduan antara berbagai sektor misalnya sektor pertanian dengan pariwisata. Perpaduan tersebut dapat menjadi suatu alternatif untuk meningkatkan pendapatan dan kelangsungan hidup serta menggali potensi ekonomi petani kecil dan masyarakat pedesaan. Perpaduan pertanian dengan pariwisata disebut sebagai agrowisata. Agrowisata didefinisikan sebagai sebuah bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agribisnis sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian. Komoditas pertanian (mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan) dengan keragaman dan keunikannya yang bernilai tinggi serta diperkuat oleh kekayaan kultural yang
3
sangat beragam memberikan daya tarik tersendiri bagi agrowisata. Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani dan melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya. Berdasarkan data pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah tamu Indonesia yang paling tinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur. Pertumbuhan jumlah tamu Indonesia di Provinsi Jawa Timur lebih tinggi daripada di Jawa Barat. Oleh karena itu, pemilihan lokasi penelitian ditujukan pada Provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur memiliki agrowisata dengan komoditas khas yaitu Apel Malang. Agrowisata tersebut adalah Kusuma Agrowisata. Kusuma Agrowisata berlokasi di Kota Batu yang berjarak 19 kilometer dari Kota Malang. Selain buah apel, Kusuma Agrowisata juga mengusahakan beberapa komoditas antara lain jeruk, stroberi, serta berbagai jenis bunga dan sayuran. Komoditas tersebut diproduksi sesuai dengan kondisi iklim dan lingkungan di Kota Batu. Kecenderungan
pemenuhan
kebutuhan
masyarakat
dalam
bentuk
menikmati obyek-obyek spesifik seperti udara yang segar, pemandangan yang indah, pengolahan produk secara tradisional, maupun produk-produk pertanian modern dan spesifik menunjukkan peningkatan yang pesat. Kecenderungan ini merupakan petunjuk adanya permintaan yang tinggi akan agrowisata sekaligus membuka peluang bagi pengembangan produk-produk agribisnis baik dalam bentuk kawasan atau produk pertanian yang mempunyai daya tarik spesifik. Hamparan areal di suatu agrowisata sebaiknya tidak hanya menyajikan pemandangan dan udara yang segar, tetapi juga harus dapat menjadi media pendidikan bagi masyarakat dalam dimensi yang sangat luas. Pendidikan tersebut dapat dimulai dari pendidikan tentang kegiatan usaha di berbagai bidang sampai dengan pendidikan tentang kelestarian alam. Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa obyek agrowisata tidak hanya terbatas pada obyek dengan skala hamparan yang luas seperti areal perkebunan, tetapi juga skala kecil yang karena keunikannya dapat menjadi obyek wisata yang menarik. Hal ini terkait dengan pengelolaan agrowisata yang mengharuskan untuk menciptakan suatu paket wisata menarik dan unik untuk menarik perhatian masyarakat.
4
Laporan yang dikeluarkan World Tourism Organization (WTO) tahun 1990 (dalam Parikesit dan Trisnadi, 1997) menunjukkan adanya kecenderungan dan perkembangan baru dalam dunia kepariwisataan yang mulai muncul sejak tahun 1990-an. Kecenderungan ini ditandai oleh berkembangnya gaya hidup dan kesadaran baru akan penghargaan yang lebih dalam terhadap nilai-nilai hubungan antar manusia dengan lingkungan alamnya. Perkembangan baru tersebut secara khusus ditunjukkan melalui bentuk-bentuk keterlibatan wisatawan dalam kegiatan-kegiatan di luar lapangan (out-door), kepedulian akan permasalahan ekologi dan kelestarian alam, kemajuan ilmu pengetahuan dan pendidikan, penekanan dan penghargaan akan nilai-nilai masyarakat. Nugroho (1997) menyatakan pula, jenis wisata yang diinginkan masyarakat adalah menekankan pada beberapa hal dalam implementasinya, yaitu motivasi pencarian pada sesuatu yang unik / spesifik dan baru yang lebih menantang pada lokasi-lokasi baru untuk jenis atraksi yang diminati dan motivasi pencarian pada pengalaman wisata yang berkualitas. Berdasarkan hal tersebut, maka pengelolaan agrowisata haruslah didukung dengan adanya pembuatan paket wisata yang memiliki keunikan dan mengandung unsur pendidikan, pengalaman, maupun pengetahuan yang dapat dinikmati oleh masyarakat agar mereka lebih tertarik mengunjungi agrowisata. Agrowisata merupakan objek wisata yang memiliki unsur pengetahuan dan pendidikan. Kunjungan wisatawan ke agrowisata diduga memiliki tujuan tertentu misalnya untuk melakukan penelitian, mengetahui ilmu tentang pertanian, memperoleh informasi pengelolaan alam, dan hal lainnya yang berkaitan dengan keilmuan tertentu. Oleh karena itu, pengunjung agrowisata kemungkinan tidak mencakup semua kalangan masyarakat melainkan hanya kalangan tertentu yang ingin mengunjungi agrowisata. Ragam masyarakat yang berkunjung ke agrowisata dapat diidentifikasi dengan meneliti karakteristik pengunjung agrowisata. Setelah mengetahui karakteristik pengunjung agrowisata, hasil karakteristik tersebut dapat dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan konsumen dalam mengunjungi agrowisata. Melalui identifikasi karakteristik pengunjung agrowisata dapat diketahui kalangan masyarakat tertentu yang berminat mengunjungi agrowisata sehingga pengelola agrowisata dapat menduga segmentasi pasar yang diinginkannya. Hasil identifikasi karakteristik pengunjung
5
juga bermanfaat bagi pengelola agrowisata untuk menyesuaikan kondisi objek wisatanya dengan kondisi mayoritas jenis masyarakat yang berkunjung ke agrowisata. Pengelola agrowisata sebaiknya tidak hanya melihat karakteristik pengunjung dan proses keputusan pembelian yang terkait dengan karakteristik, akan tetapi pengelola agrowisata juga harus melihat adanya pesaing tertentu bagi usahanya. Kota Batu yang merupakan lokasi berdirinya Kusuma Agrowisata mendapat julukan sebagai kota pariwisata, sehingga banyak objek wisata yang terdapat di kota tersebut. Berbagai objek wisata tersebut dapat menjadi pesaing bagi pengembangan Kusuma Agrowisata. Keberadaan pesaing mengharuskan pelaku usaha untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengelola agrowisata agar tidak kehilangan pengunjung. Oleh karena itu, menjadi suatu hal yang penting untuk menganalisis preferensi pengunjung terhadap paket wisata dari agrowisata agar dapat memenangkan persaingan. Preferensi adalah pilihan yang dilakukan oleh konsumen terhadap suatu produk sesuai dengan keinginan dan kepentingan mereka. Hasil yang diperoleh dari analisis preferensi tersebut nantinya dapat digunakan oleh pengelola untuk menawarkan paket wisata dengan fasilitas yang sebenarnya diinginkan oleh pengunjung di Kusuma Agrowisata sehingga pengunjung tidak berpindah tempat ke objek wisata pesaing. 1.2
Perumusan Masalah Kusuma Agrowisata merupakan objek wisata perkebunan yang terkenal di
Jawa Timur. Pengelola Kusuma Agrowisata mencoba menawarkan beberapa variasi paket wisata untuk pengunjung terutama pada komoditas buah-buahan yaitu apel, jeruk, dan stroberi (Lampiran 1). Penetapan variasi paket wisata tersebut dilakukan berdasarkan Harga Pokok Penjualan (HPP) kebun, HPP pelayanan jasa, dan biaya administrasi manajemen. Pengelola agrowisata juga melihat faktor daya beli masyarakat dalam menetapkan harga paket wisata dan menyesuaikannya dengan harga yang ditetapkan pesaing. Penetapan paket wisata yang
dilakukan
pengelola
Kusuma
Agrowisata
tersebut
belum
mempertimbangkan adanya keinginan masyarakat saat ini terhadap jenis wisata yang berkualitas.
6
Kecenderungan konsumen yang melakukan wisata memiliki tujuan ingin memperoleh pengalaman, pengetahuan dengan adanya unsur pendidikan, sedangkan kondisi paket wisata yang telah ditawarkan oleh Kusuma Agrowisata belum meliputi keseluruhan unsur tersebut. Keadaaan tersebut diduga dapat menyebabkan pemilihan paket yang dilakukan oleh pengunjung tidak tersebar pada semua paket yang ditawarkan. Paket yang sering dipilih konsumen terpusat pada paket Agro 1 yaitu sebesar 60 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pengunjung diduga tidak terlalu menyukai alternatif paket wisata yang lainnya. Pengunjung pada dasarnya tidak membutuhkan fasilitas makanan seperti yang ditawarkan pada paket wisata selain paket wisata Agro 1. Pemilihan tersebut dilakukan oleh pengunjung karena mereka sekedar ingin membelli tiket masuk agar dapat memasuki Kusuma Agrowisata sehingga pemilihannya ditujukan pada paket dengan harga yang paling murah. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan pengunjung merasa bosan dengan tawaran paket wisata dari Kusuma Agrowisata dan akhirnya berpindah ke objek wisata pesaing. Oleh karena itu, pengelola Kusuma Agrowisata harus melakukan penetapan paket wisata sesuai dengan keinginan pengunjung agar mereka tetap datang berwisata ke Kusuma Agrowisata. Berdasarkan kondisi paket wisata yang telah ditetapkan oleh Kusuma Agrowisata saat ini dapat dilihat bahwa paket tersebut belum dapat memenuhi beberapa unsur yang diinginkan oleh konsumen. Oleh Karena itu penelitian ini mencoba untuk menciptakan suatu kombinasi baru yang dapat menjadi paket wisata bagi Kusuma Agrowisata. Paket wisata baru yang akan ditawarkan melalui penelitian ini mengandung beberapa unsur yang sesuai dengan keinginan masyarakat yaitu unsur pendidikan, pengalaman, pengetahuan, dan hiburan. Hal ini juga berkaitan dengan pernyataan Nugroho (1997) bahwa jenis wisata yang saat ini cenderung diinginkan oleh konsumen adalah wisata dengan motivasi pencarian pada sesuatu yang unik / spesifik dan baru yang lebih menantang pada lokasi-lokasi baru untuk jenis atraksi yang diminati dan motivasi pencarian pada pengalaman wisata yang berkualitas. Permasalahan lain adalah kondisi pengunjung di Kusuma Agrowisata yang mengalami penurunan pada tahun tertentu sedangkan jumlah pengunjung di objek
7
wisata lain khususnya yang ada di Kota Batu mengalami peningkatan pada tahun yang sama. Kondisi tersebut dapat menjadi perhatian pengelola agrowisata untuk lebih meningkatkan kinerja perusahaan agar pengunjungnya dapat meningkat. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Pengunjung Objek Wisata di Kota Batu Tahun 2004 - 2008 Tahun Jumlah Pengunjung Objek Wisata (orang) Jatim Selekta Air Panas Kusuma Songgoriti Park Agrowisata 2004 428.076 299.579 10.459 146.441 79.120 2005 304.253 278.400 7.983 178.978 66.229 2006 371.105 280.514 10.839 148.474 77.319 2007 470.123 284.793 19.183 171.665 79.162 2008 602.483 307.271 21.373 196.701 65.536 Sumber : BPS Kota Batu 2009
Pada tahun 2006 pengunjung Kusuma Agrowisata mengalami penurunan sedangkan objek wisata lainnya mengalami peningkatan pengunjung. Jumlah tersebut juga dapat dibandingkan dengan data yang terdapat pada Tabel 2 yang menunjukkan bahwa jumlah wisatawan yang berkunjung ke Jawa Timur pada tahun 2006 mnegalami peningkatan. Kondisi peningkatan jumlah wisatawan yang datang ke Jawa Timur pada tahun 2006 seharusnya juga dapat meningkatkan jumlah pengunjung yang datang ke Kusuma Agrowisata. Akan tetapi, kenyataan yang terjadi adalah Kusuma Agrowisata mengalami penurunan jumlah pengunjung. Hal tersebut terjadi diduga karena kurangnya perhatian pengelola Kusuma Agrowisata dalam menghadapi adanya pesaing. Oleh karena itu, pengelola Kusuma Agrowisata perlu untuk memperbaiki paket wisata yang telah ditetapkan salah satunya dengan cara mengetahui bagaimana variasi paket wisata yang sebenarnya diinginkan oleh konsumen dengan harga yang masih dapat dijangkau oleh mereka. Melalui hal tersebut, pengelola dapat menawarkan beberapa paket wisata yang sesuai dengan keinginan pengunjung sehingga mereka tetap merasa puas dan ingin kembali untuk berwisata ke Kusuma Agrowisata. Perbaikan paket wisata dapat dilakukan dengan merubah atribut yang terdapat dalam setiap paket wisata baik mengurangi maupun menambahkan atau menciptakan suatu paket wisata lain sesuai keinginan konsumen. Perbaikan komponen paket wisata yang ditawarkan diharapkan dapat meningkatkan jumlah
8
pengunjung yang datang ke Kusuma Agrowisata dan meningkatkan keuntungan perusahaan. Perumusan atribut baru yang akan dimasukkan ke dalam paket wisata harus berdasarkan informasi yang diterima dari pengamatan terhadap keinginan pengunjung. Perusahaan juga harus mampu mengenali karakteristik pengunjung agar dapat mengetahui jenis kalangan masyarakat yang berkunjung ke agrowisata. Hasil identifikasi karakteristik pengunjung Kusuma Agrowisata nantinya dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan pengunjung dalam membeli paket wisata. Keterkaitan karakteristik pengunjung dengan proses pengambilan keputusan konsumen dalam mengunjungi agrowisata tersebut dapat digunakan untuk menentukan segmentasi pasar agrowisata dan pertimbangan dalam menyediakan fasilitas bagi para pengunjung khususnya di Kusuma Agrowisata. Penetapan paket baru yang mengandung unsur pendidikan, pengalaman, pengetahuan dan rekreasi yang dicetuskan dalam penelitian ini juga harus diteliti melalui analisis preferensi pengunjung terhadap paket wisata Kusuma Agrowisata sehingga pengelola Kusuma Agrowisata dapat mengetahui paket wisata yang sebenarnya diinginkan oleh pengunjung. Berdasarkan pemaparan masalah di atas, maka perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana karakteristik pengunjung Kusuma Agrowisata yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan pengunjung untuk membeli paket wisata Kusuma Agrowisata?
2.
Bagaimana proses pengambilan keputusan pengunjung untuk membeli paket wisata Kusuma Agrowisata?
3.
Bagaimana preferensi pengunjung terhadap paket wisata Kusuma Agrowisata?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,
maka tujuan penelitian ini antara lain :
9
1.
Mengidentifikasi karakterisitik pengunjung Kusuma Agrowisata yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan pengunjung untuk membeli paket wisata Kusuma Agrowisata.
2.
Menganalisis proses pengambilan keputusan pengunjung untuk membeli paket wisata Kusuma Agrowisata.
3.
Menganalisis preferensi pengunjung terhadap paket wisata Kusuma Agrowisata.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1.
Perusahaan, sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan variasi paket wisata yang akan ditawarkan kepada pengunjung sehingga perusahaan mampu meningkatkan keuntungan dari pemilihan paket wisata yang dilakukan oleh pengunjung.
2.
Penulis, sebagai sarana aplikasi dan pengembangan wawasan serta kemampuan analitis terhadap masalah-masalah praktis dalam bidang perilaku konsumen khususnya pada preferensi konsumen.
3.
Pihak lainnya yang berkepentingan, sebagai tambahan informasi dan juga literatur untuk studi perbandingan atau untuk penelitian lebih lanjut.
1.5
Ruang Lingkup Permasalahan Ruang lingkup penelitian ini terbatas hanya pada penelitian terhadap paket
wisata Kusuma Agrowisata. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah wisatawan lokal karena adanya keterbatasan kemampuan berkomunikasi dalam berbahasa asing. Pengambilan responden wisatawan lokal diharapkan dapat memahami maksud pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner.
10