1
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Perkembangan penduduk Indonesia yang cukup pesat menyebabkan
pemenuhan akan kebutuhan juga semakin banyak. Perkembangan tersebut terlihat pada semakin meningkatnya jenis dan ragam kebutuhan masyarakat termasuk pemenuhan pangan. Kebutuhan pangan manusia tidak terbatas pada jenis bahan pangan pokok saja, tetapi telah berkembang menjadi berbagai jenis bahan makanan yang
dibutuhkan
manusia
untuk
mempertahankan
dan
meningkatkan
kualitas hidupnya. Sektor pertanian merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia dikarenakan hampir seluruh kegiatan perekonomian Indonesia berpusat pada sektor pertanian. Dalam meningkatkan pembangunan sektor pertanian, diperlukan adanya kerjasama antar pihak yang terkait seperti petani, pemerintah, lembaga peneliti pertanian, ilmuwan, inovator serta kalangan akademik maupun swasta, sehingga dengan demikian diharapkan hal tersebut dapat meningkatkan produksi pangan dan memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Dalam meningkatkan pembangunan sektor pertanian terdapat beberapa permasalahan yang dapat menghambat peningkatan produksi pangan diantaranya : (1) menurunnya jumlah sumber daya manusia petani dan masih rendahnya kualitas petani dalam hal informasi dan teknologi pertanian, (2) lemahnya akses modal yang didapat petani untuk mengembangkan usaha pertanian, (3) berkurangnya lahan pertanian akibat adanya alih fungsi lahan untuk pengembangan Industri dan pertanian,
dan
(4)
masih
kurangnya
pendukung sektor pertanian. 1
peran
lembaga
penunjang
atau
2
Jagung adalah salah satu jenis komoditas tanaman pangan yang tergolong komoditas strategis, karena memenuhi kriteria antara lain memiliki pengaruh terhadap harga komoditas pangan lainnya, memiliki prospek yang cerah, memiliki prospek ke depan yang cukup baik, karena jagung dapat diolah menjadi berbagai agroindustri, seperti tepung jagung dan brondong jagung. Dari segi konsumsi, jagung merupakan substitusi bagi beras dan ubi kayu. Bagi orang Indonesia jagung merupakan bahan makanan pokok kedua setelah beras. Peningkatan kebutuhan jagung di dalam negeri berkaitan erat dengan perkembangan industri pangan
dan
pakan. Untuk pangan, jagung lebih banyak dikonsumsi dalam bentuk produk olahan atau bahan setengah jadi seperti bahan campuran pembuatan kue, bubur instan, campuran kopi dan produk rendah kalori. Menurut Suprapto dan Marzuki (2005) konsumsi per kapita jagung dalam negeri untuk pangan mencapai 15 kg, sedangkan untuk pakan mencapai 22,5 kg. Pertumbuhan dan produksi jagung dipengaruhi oleh banyak faktor dan merupakan sistem yang sangat komplek. Penelitian agronomi untuk mengetahui pengaruh dari salah satu atau kombinasi faktor pertumbuhan yang selama ini dilakukan dengan pendekatan model statistika, seringkali hasilnya terbatas untuk diimplementasikan pada waktu dan tempat tertentu sesuai dengan berlangsungnya penelitian, sehingga ketika akan diterapkan pada tempat dan waktu lain diperlukan penelitian lagi. Untuk mengurangi tingkat kesulitan melakukan penelitian dalam sistem yang komplek tersebut, pemodelan (modelling) yang didefinisikan sebagai penyederhanaan suatu sistem dengan pendekatan mekanistik, dapat dijadikan alternatif pendekatan baik untuk pemahaman proses ekofisiologis maupun prediksi pertumbuhan dan produksi tanaman (Handoko, 1994).
3
Menurut Mejaya (2005) produksi jagung nasional meningkat setiap tahun, namun hingga kini belum mampu memenuhi kebutuhan domestik sekitar sebelas juta ton/tahun, sehingga masih mengimport dalam jumlah besar yaitu
satu
juta ton. Sebagian besar kebutuhan jagung domestik untuk pakan dan industri pakan sekitar 57%, sisanya sekitar 34% untuk pangan dan 9% untuk kebutuhan industri lainnya. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, produksi jagung nasional juga berpeluang besar untuk memasok sebagian pasar jagung dunia yang mencapai sekitar delapan juta ton/tahun. Berdasarkan BPS Provinsi Bali (2015) produksi jagung di Bali tahun 2014 sebesar 40.613 ton pipilan kering atau turun 16.960 ton (29,46%) dibandingkan dengan tahun 2013. Penurunan ini terjadi di semua subround, yakni pada subround I (Januari s.d. April) turun sebesar 12.221 ton (27,09%), yang diikuti penurunan pada subround II (Mei s.d. Agustus) sebesar 2.751 ton (51,19%), dan subround III (September s.d. Desember) sebesar 1.988 ton (28,02%). Penurunan produksi jagung relatif tinggi terjadi di Kabupaten Jembrana sebesar 174 ton atau turun 63,04%. Penurunan produksi jagung di Bali selama tahun 2014 dominan disebabkan adanya penurunan luas panen sebesar 1.538 hektar (8,44%) dan produktivitas sebesar 7,25 kw/ha (22,95%). Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan luas panen jagung, antara lain: menurunnya luas tanam di bulan Mei 2014 sebesar 28 hektar (4,46%) dan luas tanam di bulan September 2014 sebesar 237 hektar (33,81%). Di samping itu, semakin menurunnya lahan atau luas tanam jagung ini juga karena alih penanaman untuk komoditas tanaman kehutanan (jati, gamelina, dan lain-lain). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.1.
4
Tabel 1.1 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung di Provinsi Bali Menurut Subround Tahun 2012 s.d. 2014
No
(1) 1
2
3
Uraian
2012
2013
2014
Perkembangan 2012 s.d. 2013 2013 s.d. 2014 (absolut)
(%)
(absolut)
(%)
(6)
(7)
(8)
(9)
(2) Luas Panen (ha) Januari – April Mei – Agustus September - Desember Jumlah
(3)
(4)
(5)
17.995 1.413 1.600 21.008
15.546 1.377 1.300 18.223
14.501 724 1.460 16.685
-2.449 -36 -300 -2785
-13,36 -2,55 -18,75 -13,26
-1.045 -653 160 -1.538
-6,72 -47,42 12,31 -8,44
Produktivitas (kw/ha) Januari – April Mei – Agustus September - Desember Jumlah
26,74 40,85 49,91 29,45
29,01 39,03 54,57 31,59
22,68 36,23 34,97 24,34
2,27 -1,82 4,66 2,14
8,49 -4,46 9,34 7,27
-6,33 -2,80 -19,60 -7,25
-21,82 -7,17 -35,92 -22,95
Produksi (ton) Januari – April Mei – Agustus September - Desember
48.115 5.772 7.986
45.105 5.374 7.094
32.884 2.623 5.106
-3.010 -398 -892
-6,26 -6,90 -11,17
-12.221 -2.751 -1.988
-27,09 -51,19 -28,02
Jumlah
61.873
57.573
40.613
-4.300
-6,95
-16.960
29,46
Sumber: BPS Provinsi Bali (2015). Keterangan: produksi jagung adalah pipilan pering.
Beralihnya penanaman dari komoditas jagung ke tanaman hortikultura (jeruk dan cabai) terjadi di Kabupaten Bangli dan Gianyar, serta banyak produksi jagung yang di panen muda dominan terjadi di Kabupaten Badung dan Klungkung. Sementara itu, penurunan produktivitas jagung sangat dipengaruhi oleh penggunaan
pupuk
dan
kekurangan
pasokan
air
akibat
kekeringan
(musim kemarau). Penurunan produktivitas jagung tertinggi selama periode tahun 2013 s.d. 2014 terjadi di tiga kabupaten, yakni Karangasem (47,83%), Tabanan (36,63%), dan Gianyar (14,57%). Sedangkan produktivitas jagung relatif tinggi (di atas 50 kw/ha) pada tahun 2014 berada di Kabupaten Badung sebesar 57,27 kw/ha dan Tabanan sebesar 53,74 kw/ha.
5
Bila dilihat dari kontribusinya, dari total produksi jagung di tahun 2014 yang mencapai 40.613 ton pipilan kering tersebut, Kabupaten Buleleng memberikan kontribusi (share) tertinggi sebesar 45,13% atau 18.329 ton. Kabupaten Karangasem menempati posisi kedua dengan share sebesar 24,34% atau 9.884 ton, dan Kabupaten Klungkung di posisi ketiga dengan share sebesar 12,40% atau 5.036 ton. Sedangkan, share kabupaten/kota lainnya berada pada posisi di bawah 12 %, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Perkembangan Produksi Jagung Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2013 s.d. 2014 No (1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kabupaten/Kota
(2) Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Jumlah Sumber: BPS Provinsi Bali (2015).
Produksi jagung (ton pipilan kering) Perkembangan 2013 2014 (absolut) (%) (3) (4) (5) (6) 276 102 -174 -63,04 3019 2112 -907 -30,04 322 126 -196 -60,87 854 754 -100 -11,71 8098 5036 -3062 -37,81 5419 4240 -1179 -21,76 22298 9884 -12414 -55,67 17287 18329 1042 6,03 0 30 30 100,00 55573 40613 -16960 -29,46
Subak Gunung Sari Kawan merupakan salah satu subak yang ada di Kabupaten Gianyar. Ada berbagai jenis komoditi yang ditanam, misalnya komoditi tanaman padi, melon, jagung, dan semangka. Komoditi yang ditanam berbeda tiap musimnya, tanaman semangka dan melon biasanya ditanam pada musim kemarau sekitar bulan Agustus, untuk tanaman jagung mulai ditanam pada musim hujan/permulaan musim hujan pada bulan September s.d. November dan pada
6
musim hujan hampir berakhir pada bulan Februari s.d. April, dan untuk tanaman padi ditanam setiap musim. Menurut pekaseh di Subak Gunung Sari Kawan komoditi yang paling sering mengalami perubahan produksi tiap periodenya adalah komoditi tanaman jagung. Pada periode Februari s.d. April 2013 rata-rata produksi jagung sekitar 6000 kg per hektar pipilan kering, pada periode September s.d. November 2013 produksi jagung mengalami penurunan, dengan rata-rata produksi sebesar 5400 kg per hektar, lalu pada periode Februari s.d. April 2014 produksi jagung mengalami peningkatan dengan rata-rata produksi sebesar 6500 kg per hektar, dan pada periode September s.d. November 2014 produksi jagung kembali mengalami peningkatan dengan ratarata produksi sebesar 7300 kg per hektar. Ada banyak faktor yang mempengaruhi produksi jagung, seperti curah hujan, tekstur tanah, dan kelambatan penanaman jagung yang bisa menyebabkan berubahnya produksi jagung. Produksi jagung juga dapat dipengaruhi oleh faktor budidaya, faktor ini meliputi teknik-teknik dalam membudidayakan jagung, seperti pola tanam, jarak tanam, kedalaman tanah, lubang tanam, waktu tanam, dan pemeliharaan serta pengendalian organisme pengganggu tanaman sehingga produksi jagung akan berubah tergantung teknik yang digunakan dalam membudidayakan tanaman jagung. Di samping dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut di atas, produksi jagung juga dipengaruhi oleh penggunaan faktor produksi, seperti tenaga kerja, bibit, pupuk (Urea, NPK), dan pestisida, di mana kuantitas faktor-faktor produksi sangat berpengaruh terhadap produksi jagung. Tampaknya bahwa penggunaan faktor produksi ini belum efisien, sehingga petani belum memperoleh produksi yang
7
optimal dan keuntungan yang maksimal, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis efisiensi teknis, harga, dan ekonomis pada usahatni jagung di Subak Gunung Sari Kawan, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana pengaruh faktor produksi tenaga kerja, bibit, pupuk Urea, pupuk NPK, dan pestisida terhadap produksi jagung di
Subak Gunung Sari
Kawan, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar? 2.
Bagaimana efisiensi teknis, harga, dan ekonomis pada usahatani jagung di Subak Gunung Sari Kawan, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar?
1.3
Tujuan Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1.
Pengaruh faktor produksi tenaga kerja, bibit, pupuk Urea, pupuk NPK, dan pestisida terhadap produksi jagung di Subak Gunung Sari Kawan, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.
2.
Efisiensi teknis, harga, dan ekonomis pada usahatni jagung di Subak Gunung
Sari
Kawan,
Desa
Saba,
Kecamatan
Blahbatuh,
Kabupaten Gianyar. 1.4
Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak
antara lain:
8
1.
Petani jagung, dapat memberikan tambahan wawasan dalam menyikapi kemungkinan timbulnya permasalahan penggunaan faktor produksi jagung.
2.
Instansi terkait, dapat menjadi tambahan masukan melengkapi bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pembangunan sektor pertanian tanaman pangan
3.
Peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan serta sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
faktor tenaga kerja, bibit, pupuk Urea, pupuk NPK, dan pestisida terhadap produksi jagung dan mengetahui bagaimana efisiensi teknis, harga, dan ekonomis jagung. Penelitian ini mengunakan metode regresi linier berganda yang meliputi: (1) uji asumsi klasik yang terdiri atas uji normalitas, heteroskedastisitas, dan multikoliniearitas, dan (2) uji model regresi linier yang meliputi: uji koefisien determinasi (R2), uji-F, dan uji-t dengan taraf nyata (α) yaitu 5%. Setelah itu dilakukan uji validasi model dengan menggunakan rumus root mean square erorr (RMSE). Persamaan fungsi produksi yang digunakan yaitu model fungsi produksi Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma natural. Dari persamaan tersebut dilakukan analisis efisiensi yang meliputi: efisiensi teknis, harga, dan ekonomis dengan melihat tingkat optimalisasi penggunaan faktor produksi.