BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Sektor pertanian yang mempunyai peranan yang strategis dan penting adalah sektor tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan pokok bagi penduduk Indonesia, sehingga peranan ini tidak dapat disubstitusi secara penuh oleh sektor lain kecuali impor pangan. Tanaman pangan merupakan tanaman yang dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan makro manusia terhadap karbohidrat, lemak, dan protein yang berasal dari bahan pangan nabati. Tanaman pangan meliputi padi, jagung, serelia, ubi-ubian dan kacang-kacangan (Bank Indonesia, 2008). Pembangunan bidang pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 yang dirumuskan sebagai usaha mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu sehingga diharapkan dari produksi dalam negeri tersebut dapat mencukupi kebutuhan pangan dan lebih diharapkan lagi dapat berswasembada pangan. Swasembada kedelai menjadi target utama pemerintah dalam lima tahun ke depan bersama dua komoditas pangan lain yaitu padi dan jagung yang sejak awal tahun ini selalu digaungkan dengan swasembada PJK (padi, jagung dan kedelai). Berbagai
potensi sumber daya dikerahkan secara maksimal untuk percepatan dan pencapaian target tersebut (Balitbang, 2015). Kedelai adalah salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung. Kedelai merupakan bahan pangan yang mengandung protein nabati yang sangat tinggi nilai gizinya, mengandung zat anti oksidan yang tinggi sehingga sangat bermanfaat bagi kesehatan dan banyak dikonsumsi oleh penduduk Indonesia. Konsumsi penduduk Indonesia terhadap kedelai berupa hasil olahan (seperti tempe, tahu, kecap, tauco, susu kedelai, oncom, yogurt, mentega, minyak, keripik), dan bahan baku pakan ternak (Kementerian Pertanian, 2002). Seperti dikutip dari hasil penelitian Kustiari et al (2009) bahwa produktivitas kedelai relatif stabil, namun perkembangan luas area tanam relatif menurun, kondisi ini terjadi karena semakin tebatasnya lahan pertanaman. Produksi kedelai dalam negeri makin tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri selama hampir tiga dekade terakhir, sedangkan kebutuhan kedelai untuk konsumsi diproyeksikan akan meningkat rata-rata 2.44 persen per tahun (Sudaryanto dan Swastika 2007). Perkembangan konsumsi kedelai nasional selama 2008-2012 diperlihatkan pada tabel 1, konsumsi kedelai selama kurun waktu tersebut terus meningkat. Pada tahun 2012, konsumsi kedelai mencapai sekitar 2,95 juta ton, jauh lebih besar daripada konsumsi pada tahun 2008 yang hanya 1,72 juta ton.
Tabel 1. Konsumsi dan Defisit Kedelai Nasional Tahun Konsumsi Produksi Defisit ( Kekurangan ) (Ton) (Ton) (Ton) 2008 1,720 776 944 2009 2,013 975 1,038 2010 2,353 907 1,446 2011 2,489 870 1,619 2012 2,946 852 2,094 Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Rpjmn) Bidang Pangan Dan Pertanian 2015-2019 Sementara itu, produksi kedelai nasional selama 2009-2012 terus menurun. Akibatnya terjadi defisit yang terus meningkat selama 2008-2012. Defisit pada tahun 2012 mencapai 2,09 juta ton jauh diatas defisit pada tahun 2008 yang hanya 0,94 juta ton. Defisit (kekurangan) kedelai di Indonesia cenderung bertambah dari tahun ke tahun akibat hasil produksi tidak dapat mengimbangi kebutuhan konsumsi kedelai dalam negeri dari tahun ke tahun. Hal ini menjadi permasalahan bagi pemenuhan kebutuhan konsumsi kedelai. Permasalahan yang menyebabkan terjadi kesenjangan antara produksi dan konsumsi kedelai nasional yang terangkum dari laporan Kementerian Pertanian (2010) dan Suyamto dan Nyoman (2010) yaitu: 1. Masih rendahnya tingkat produktivitas dan keuntungan usahatani kedelai dibanding komoditas lain seperti padi dan jagung, sehingga petani kurang berminat menanam kedelai dan berpindah ke usahatani tanaman lain yang lebih menguntungkan. Sebagai akibatnya luas areal pangan kedelai makin menurun dan produksi kedelai nasional makin menurun.
2. Belum berkembangnya industri perbenihan kedelai. 3. Rentan terhadap serangan hama dan penyakit sehingga stabilitas produksi masih rendah. 4. Persaingan penggunaan lahan dengan komoditas lain. 5. Swasta kurang berminat mengembangkan kedelai karena resiko kegagalan yang tinggi dan kurang menguntungkan. 6. Petani belum mengusahakan kedelai secara intensif dengan cara-cara budidaya yang maju. 7. Tata niaga kedelai belum kondusif, impor kedelai lebih mudah dan lebih murah, sehingga petani yang rata-rata petani kecil kurang dapat bersaing seiring waktu pertumbuhan penduduk serta kesadaran masyarakat akan gizi makanan yang bersumber dari protein nabati. Di Indonesia sekitar 60 persen areal kedelai terdapat di lahan sawah dan sisanya di lahan kering. Kondisi demikian menunjukkan bahwa areal pertanaman kedelai sebagian besar terdapat pada daerah yang infrastrukturnya relatif mapan dan relatif subur daripada lahan kering (Subandi, 2007). Pulau Jawa merupakan sumber utama produksi kedelai nasional yang berkontribusi 68 persen. Dan
Sumatera Utara
merupakan salah satu daerah andalan yang dapat meningkatkan produksi kedelai di Indonesia agar dapat memenuhi peningkatan permintaan kedelai dalam negeri. Berikut dapat dilihat tabel luas panen, produksi dan rata-rata produksi kacang kedelai di Sumatera Utara:
Tabel 2. Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Kacang Kedelai Menurut Kabupaten /Kota, Tahun 2013 No Kabupaten/Kota Luas Panen Produksi Rata-Rata Produksi (Ha) (Ton) (Ton/Ha) 1 Mandailing Natal 202 177 0,876 2 Tapanuli Selatan 303 297 0,980 3 Deli Serdang 792 790 0,997 4 Langkat 444 676 1,523 5 Nias Selatan 369 365 0,989 6 Serdang Berdagai 369 317 0,859 7 Batu Bara 226 188 0,832 8 Padang Lawas 158 149 0,943 9 Lain-Lain 263 269 1,023 Sumatera Utara 3126 3228 1,033 Tahun 2012 5475 5419 0,990 Tahun 2011 11413 11426 1,001 Tahun 2010 7803 9438 1,210 Tahun 2009 11494 14206 1,236 Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara Tahun 2014 Berdasarkan tabel 2, perkembangan luas panen dan produksi kedelai di Sumatera Utara dari tahun 2009-2010 mengalami penurunan sebesar 3691 Ha dan 4768 Ton. Pada tahun 2010-2011 terjadi peningkatan sebesar 3610 Ha dan 1988 Ton dan pada tahun 2011-2012 terjadi penurunan lagi sebesar 5938 Ha dan 6007 Ton. Dari 20122013 menurun lagi sebesar 2349 Ha dan 2190 Ton. Secara keseluruhan dari tahun 2009-2013 terjadi penurunan luas panen dan produksi sebesar 8368 Ha dan 10977 Ton. Kabupaten Langkat merupakan kabupaten terbesar kedua luas panen dan produksinya di Sumatera Utara setelah Kabupaten Deli Serdang, namun rata-rata produksinya lebih tinggi dari yang di Deli Serdang dan kabupaten lainnya.
1.2 Identifikasi Masalah Dari hasil uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat produksi usahatani kedelai di Desa Tanjung Jati Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat? 2. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani kedelai di Desa Tanjung Jati
Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat? 3. Bagaimana tingkat efisiensi faktor produksi usahatani kedelai di Desa Tanjung
Jati Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat? 1.3 Tujuan Penelitian Terdapat beberapa tujuan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis tingkat produksi usahatani kedelai di Desa Tanjung Jati Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat. 2. Untuk menganalisis tingkat pendapatan usahatani kedelai di Desa Tanjung Jati
Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat. 3. Untuk menganalisis tingkat efisiensi faktor produksi usahatani kedelai di Desa
Tanjung Jati Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai sumber informasi kepada petani kedelai di Desa Tanjung Jati, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat agar memperhatikan cara berusahatani dengan baik secara efisien. 2. Sebagai sumber informasi dan pertimbangan kepada pemerintah di dalam merumuskan kebijakan terhadap subsektor tanaman pangan di Kabupaten Langkat. 3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya berhubungan dengan usahatani dan efisiensi dalam usahatani kedelai.