I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sektor sub pertanian tanaman pangan merupakan salah satu faktor
pertanian yang sangat penting di Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat dan meningkatkan pendapatan petani (Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan tanaman lainnya. Karbohidrat dibutuhkan untuk dapat menyediakan sumber energi bagi tubuh. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan yang memiliki sumber protein nabati yang cukup penting di Indonesia dalam pola menu makanan di masyarakat. Luas pertanaman kacang tanah di Indonesia menempati urutan ke empat setelah padi, jagung, dan kedelai (Adisarwanto, 2007). Oleh karena itu tidak mengherankan bila kacang tanah telah menjadi komoditas yang menarik untuk diusahakan baik dalam skala kecil maupun dalam skala yang lebih besar (Katriani dkk, 2003). Kacang tanah di Indonesia dimanfaatkan sebagai bahan pangan, industri makanan dan pakan ternak. Sebagai sumber bahan pangan maupun pakan ternak yang mengandung nilai gizi yang tinggi, kacang tanah mengandung lemak (40-50%), protein (27%), karbohidrat (23,4%), vitamin (A, B, C, D, E, dan K) serta mineral seperti Ca, Cl, Fe, Mg, P, K, dan S (Adisarwanto, 2000). Dilihat dari segi manfaat kacang tanah untuk kesehatan manusia relatif tinggi, namun belum di dukung dengan produksinya (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2006).
1
2
Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang tanah memiliki kelebihan tidak terlalu memilih jenis tanah untuk tempat pertumbuhannya. Pada tanah berat, kacang tanah masih dapat menghasilkan jika pengolahan tanahnya dilakukan dengan baik. Tanaman kacang tanah dapat tumbuh optimal pada tanah ringan yang cukup mengandung unsur hara. Tanah ringan tersebut umumnya gembur sehingga memungkinkan akar tumbuh dengan baik dan ginofor mudah masuk ke dalam tanah untuk membentuk polong. Kacang tanah dapat tumbuh di berbagai macam jenis tanah asalkan tanah tersebut dapat menyerap air dengan baik dan mengalirkannya kembali dengan lancar (Suprapto, 2001). Risiko kegagalan panen kacang tanah akibat serangan hama dan penyakit lebih kecil karena polongnya yang terletak di dalam tanah. Kacang tanah relatif lebih unggul dibandingkan dengan komoditas palawija lainnya, karena harga jualnya relatif stabil dan tinggi. Menurut data Badan Pusat Statistik (2009), permintaan kacang tanah dalam negeri pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 1,9 juta ton dengan tingkat ketersediaan produksi 779.607 ton. Impor (kacang tanah non kulit) paling banyak 76% dari India, 12% dari China, 5% dari Mozambik, dan sisanya dari Malaysia, dan Afrika Selatan. Produksi kacang tanah nasional pada tahun 2006 masih mencapai 838.000 ton, tahun 2007 turun 790.000 ton, tahun 2008 produksi 770.000 ton ,tahun 2009 produksi 778.000 ton, tahun 2010 produksi 780.000 dan diperkirakan produksi kacang tanah tahun 2011-2012 akan terus menurun karena faktor cuaca yang ekstrem (Kementan, 2011). Dengan demikian untuk mengurangi impor, maka perlu dilakukan peningkatan produksi kacang tanah. Daerah sentra produksi utama kacang tanah di Indonesia ialah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat dengan produksi polong kering rata-rata di
3
tingkat petani sebesar 1,02-1,11 ton/ha. Daerah di luar Jawa hanya memberi andil sedikit terhadap total produksi secara nasional, seperti Sulawesi Selatan, Sumatera, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Menurut Badan Pusat Statistik (2009), luas panen kacang tanah cenderung menyempit dari tahun ke tahun, yaitu 720.526 ha (2005), 706.753 ha (2006), 660.480 ha (2007), 633.922 ha (2008), dan 628.660 ha (2009). Penurunan angka juga terjadi pada produksi kacang tanah, yaitu 836.295 t/ha (2005), 838.096 t/ha (2006), 789.089 t/ha (2007), 770.054 t/ha (2008), dan 763.507 t/ha (2009). Masalah yang dialami saat ini dalam memenuhi kebutuhan kacang tanah dalam negeri antara lain adalah masih rendahnya produktivitas yang dicapai petani. Produktivitas yang tinggi masih sulit dipenuhi oleh petani kacang tanah di Indonesia yang biasa menanam kacang tanah dalam areal yang kurang luas selain itu teknik budidaya yang masih sederhana sehingga perlu terus dikembangkan. Kacang tanah yang dibudidayakan oleh petani masih tradisional. Banyak petani yang tidak melakukan pemupukan sama sekali sehingga produktivitas pada umumnya masih rendah, bahkan dalam beberapa kasus, petani menanam kacang tanah sebagai tanaman sampingan untuk mengisi lahan yang kosong tanaman utama yang dibudidayakan. Masalah pertanaman kacang tanah juga sebagian besar ditanaman di tanah masam sehingga produktivitas masih rendah. Tanah Inceptisol merupakan tanah yang bersifat agak masam sampai masam. Tanah ini umumnya memiliki lapisan solum yang tebal sampai dengan sangat tebal, bertekstur liat sedang, strukturnya remah dan konsistensinya gembur. Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) yang perkembangan profil
4
yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya (Hardjowigeno, 2007). Tanaman kacang tanah menduduki rangking pertama dari tanaman kacang-kacangan yang lain yang sangat peka terhadap kekurangan Ca, Mg dan P (Somoatmodjo, 1983 dalam Sumaryo dan Suryono, 2000). Unsur hara Mg penting diberikan pada tanaman kacang tanah karena Ca dan Mg merupakan unsur yang penting bagi tanaman kacang tanah untuk perkembangan polong. Kekurangan Ca dan Mg dapat menyebabkan biji tak berisi penuh, keriput, dan polong hampa (Pitojo, 2005). Pupuk Mg yang biasa ada di pasaran adalah pupuk dolomit. Dolomit adalah mineral yang berasal dari alam yang mengandung unsur hara Magnesium dan Kalsium berbentuk tepung dengan rumus kimia CaMg(CO3)2. Pupuk dolomit disebut juga kapur pertanian karena sering digunakan untuk menaikkan pH tanah. Dolomit bereaksi alkalis sehingga dapat menaikkan pH tanah dan kelarutan dalam air cukup baik (Hardjowigeno, 2007). Pupuk dolomit berfungsi memasok unsur Kalsium (CaO) dan Magnesium (MgO). Pemberian pupuk dolomit mampu menetralisir reaksi tanah yang bersifat masam akibat pemberian pupuk yang berlebihan. Pengapuran baik dilakukan pada tanah-tanah masam termasuk Incepticol karena Inceptisol bersifat masam. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kacang tanah salah selain menggunakan dolomit juga dengan pupuk P. Unsur P berperan dalam
proses respirasi,
pembentukan
bunga,
perkembangan akar,
dan
pembentukan biji. Ketersediaan P dalam tanah sangat dipengaruhi oleh pH tanah, pada tanah masam P akan bersenyawa dengan Al dan Fe membentuk Al-P dan Fe-
5
P, sehingga efektifitas pemupukan P menjadi rendah karena sebagian P berubah menjadi bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman (Sedjati, 2005). Sehubungan dengan itu, perlu dilakukan suatu penelitian tentang pengaruh pemberian dosis pupuk dolomit CaMg(CO3)2 dan pupuk P terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea) pada tanah Inceptisol.
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang, masalah
yang dapat diidentifikasikan yaitu sebagai berikut : 1.
Apakah terjadi interaksi antara pupuk dolomit dengan pupuk P terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah pada tanah Inceptisol ?
2.
Pada dosis pemupukan dolomit dan pupuk P berapakah yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah pada tanah Inceptisol ?
1.3
Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui respons terbaik akibat
pemberian dolomit dan pupuk P terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah. Kegunaan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi yang dapat dijadikan bahan rekomendasi bagi para petani dalam menentukan dosis dolomit dan pengurangan pupuk P yang tepat dalam pemupukan tanaman kacang tanah.
6
1.4
Kerangka Pemikiran Kebutuhan akan kacang tanah (Arachis hypogaea) sebagi salah satu
produk pertanian tanaman pangan semusim masih perlu ditingkatkan sejalan dengan kenaikan pendapatan petani dan atau jumlah penduduk. Kemungkinan terjadinya peningkatan permintaan dicerminkan dari adanya kecenderungan meningkatnya kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi langsung dan untuk memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku industri, antara lain untuk industri kacang kering, industri produk olahan lain yang siap dikonsumsi baik dalam bentuk asal olahan kacang, dalam campuran makanan, dan dalam bentuk pasta. Kalsium (Ca) merupakan hara yang paling menentukan tingkat kebernasan polong kacang tanah (Somoatmodjo, 1983 dalam Sumaryo dan Suryono , 2000). Oleh karena itu, ketersediaannya sangat dibutuhkan. Pada jenis tanah dengan tekstur berat tanaman sering kali mengalami kekurangan Ca. Kebutuhan pupuk Ca yang ada dalam kapur pertanian (kaptan) maupun dolomit 2 ton/ha pada pH 4,55,3, 1 ton/ha pada pH 5,3-5,5, dan 0,5 ton/ha pada pH 5,5-6 bergantung pada tingkat kemasaman tanah (BPTP, 2009). Oleh karena berfungsi sebagai hara maka saat pemberiannya yang paling tepat adalah sebelum tanam agar Ca terurai rata dengan tanah. Kebutuhan Ca untuk kacang tanah berbiji besar lebih banyak dibanding berbiji kecil (Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian, 2010). Sumber-sumber Ca2+ terutama terdapat pada batu-batu kapur dan sisa-sisa tanaman. Ternyata banyak tanah yang menderita kekurangan Ca2+ sehingga pada penanaman tanam-tanaman tertentu perlu mendapatkan pengapuran terlebih dahulu. Kalsium berhubungan dengan sintesis protein dan bagian tanaman yang
7
aktif juga untuk membentuk dinding sel sehingga berpengaruh pada ketegaran tanaman. Tanaman kacang tanah sangat efisien dalam menyerap Mg. Gejala kekurangan unsur Mg terlihat pada daun yaitu terjadi klorosis (warna kuning kecoklatan) pada ujung-ujung daun tua. Biji juga tidak mengisi dengan sempurna bila tanaman kekurangan unsur Mg (Sumarno, 2003). Pada tanah-tanah di daerah beriklim tropika pada umumnya mengalami kekahatan unsur hara fosfor. Fosfor merupakan masalah pada tanah tersebut bukan hanya disebabkan kekurangan, tetapi disebabkan jumlah fosfor yang sangat besar diperlukan untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik. Seringkali jumlah total dari fosfor tanah sangat tinggi tetapi unsur tersebut berada dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman karena terjerap oleh Al. Kejenuhan Al yang tinggi dan kapasitas tukar kation yang rendah, yang kesemuanya disebabkan karena tanah-tanah tersebut pada umumnya mempunyai pH rendah (Yusra, 2005). Fosfor merupakan unsur hara esensial yang sangat dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah besar, sedangkan jumlah P dalam tanah dan tanaman relatif sedikit dibandingkan unsur hara esensial lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur P bersifat immobile atau tidak mudah bergerak di dalam tanah sehingga mudah mengalami fiksasi (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Proses fiksasi dapat mengakibatkan pupuk P menjadi tidak maksimal diserap tanaman. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemupukan P pada tanah untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur P yang sebagian besar dalam bentuk P yang tidak tersedia bagi tanaman. Pupuk SP-36 yang disarankan untuk pertanaman kacang tanah adalah 100 kg/ha (BPTP, 2009).
8
Kalsium dapat menurunkan tingkat kemasaman dalam tanah. Tanah masam memiliki jumlah Al yang tinggi sehingga P terjerap oleh Al menjadi P yang tidak tersedia bagi tanaman, oleh karena itu dibutuhkan Ca untuk meningkatkan pH agar unsur P tersedia bagi tanaman. Sumber kalsium yang paling umum adalah batu kapur, meskipun sisa-sisa tanaman juga mengandung kalsium. Pengapuran menggunakan dolomit CaMg(CO3)2 dimaksudkan untuk meningkatkan pH tanah sehingga ketersediaan berbagai ion hara dapat ditingkatkan, termasuk juga ion P. Selain pH tanah dapat dinaikkan, pada kapur itu sendiri terkandung banyak Ca dan Mg yang sangat essensial bagi tanaman kacang tanah. Pengapuran tanah masam meningkatkan ketersediaan unsur P oleh karena bahan kapur itu menghambat reaksi jerapan pengendapan antara P dan Fe atau Al, dan juga karena mempercepat peruraian karena bahan organik (Poerwowidodo, 1992). Sumaryo dan Suryono (2000) menyimpulkan bahwa pemberian pupuk dolomit pada tanah latosol dengan dosis 100 kg/ha, 200 kg/ha, dan 300 kg/ha meningkatkan jumlah bintil akar, bobot brangkasan kering, jumlah polong isi, bobot polong basah, bobot polong kering. Pemberian pupuk SP-36 dengan dosis 100 kg/ha, 200 kg/ha, dan 300 kg/ha juga meningkatkan bobot kering polong, tetapi tidak berpengaruh terhadap jumlah bintil akar, bobot kering brangkasan, jumlah polong isi, dan bobot polong basah. Dolomit dapat mempengaruhi ketersediaan P dalam tanah namun P tidak mempengaruhi dolomit. Aplikasi dolomit dan pupuk P pada jenis tanah yang berbeda memerlukan dosis yang berbeda pula. Oleh karena itu masih diperlukan adanya penelitian-penelitian lebih
9
lanjut mengenai pengaruh aplikasi dolomit dan pupuk P dengan berbagai dosis, baik dosis anjuran maupun kurang dari dosis anjuran.
1.5 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: 1.
Terjadi interaksi antara pemberian dosis dolomit dengan pupuk P terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah pada tanah Inceptisol.
2.
Terdapat salah satu dosis pemberian dolomit dan pupuk P yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah pada tanah Inceptisol.