II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Botani Kacang tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman pangan berupa
semak yang berasal dari Amerika Selatan, tepatnya berasal dari daerah Brazilia. Kacang tanah pertama kali masuk ke Indonesia pada awal abad ke-17, dibawa oleh pedagang Tiongkok dan Portugis. Kacang tanah merupakan salah satu komoditi yang mempunyai arti ekonomi yang cukup penting, karena selain dapat menghasilkan minyak dan sebagai makanan kecil, juga kaya akan kandungan lemak (40-50%), protein (27%), dan sisanya 23-33% terdiri dari karbohidrat, lesitin, kolin, serta vitamin (A, B, C, D, E, dan K), juga mengandung mineral antara lain kalsium, klorida, ferro, magnesium, fosfor, kalium, dan sulfur. Kacang tanah juga mengandung asam amino yang tinggi, arginin yang dapat merangsang tubuh untuk memproduksi nitrogen monoksida yang berfungsi untuk melawan bakteri tuberculosis (Vyan, 2009). Kandungan protein dalam kacang tanah jauh lebih tinggi dari pada daging dan telur. Kandungan omega 3 pada kacang tanah merupakan lemak tak jenuh ganda dan omega 9 merupakan lemak tak jenuh tunggal. Kacang tanah mengandung fitosterol yang justru dapat menurunkan kadar kolesterol dan level trigliserida, dengan cara menahan penyerapan kolesterol dari makanan yang disirkulasikan dalam darah dan mengurangi penyerapan kembali kolesterol dari hati, serta menjaga High Density Lipoprotein (HDL) kolesterol (Vyan, 2009). 2.1.1 Morfologi Tanaman Kacang Tanah Menurut Astiko et al. (2009), kacang tanah merupakan sejenis tanaman tropika yang tumbuh secara perdu setinggi 30 sampai 50 cm dan mempunyai
5
6
daun-daun kecil. Tanaman ini merupakan tanaman palawija kedua terpenting setelah kedelai di Indonesia. Menurut Plantamor (2012) klasifikasi kacang tanah adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledone
Ordo
: Leguminales
Famili
: Papilionaceae
Genus
: Arachis
Spesies
: A. hypogaea L.
Tanaman kacang tanah tersusun atas organ akar, batang, daun, bunga, buah, biji. Akar pada tanaman kacang tanah tumbuh serabut dengan akar cabang tumbuh tegak lurus dan memiliki bulu akar. Organ ini berfungsi sebagai alat penyerap unsur hara dan air untuk pertumbuhan tanaman. Fungsi tersebut dapat terganggu bila tanah beraerasi buruk, kadar airnya kurang, kandungan senyawa Al dan Mn tinggi serta pH tanah tinggi. Batang tanaman kacang tanah berukuran pendek yang tingginya berkisar 3050 cm, berbuku-buku dengan tipe pertumbuhan tegak atau mendatar. Tipe tegak berumur lebih genjah (100-120 hari) dan kematangan polongnya seragam. Tipe mendatar berumur lebih panjang (150-180 hari) dan kematangan polongnya tidak seragam. Buku-buku atau ruas- ruas batang yang terletak di dalam tanah merupakan tempat melekatnya akar, bunga, dan buah. Ruas-ruas batang yang berada di permukaan tanah merupakan tempat tumbuh tangkai daun.
7
Daunnya berbentuk lonjong, terletak berpasangan (majemuk), dan bersirip genap. Tiap tangkai daun terdiri atas empat helai daun. Helaian daun bersifat nititropik, yaitu mampu menyerap cahaya matahari sebanyak- banyaknya. Permukaan daunnya memiliki bulu halus yang berfungsi sebagai penahan atau penyimpan debu (Rukmana, 1998). Daun kacang tanah mulai gugur pada akhir masa pertumbuhan dan mulai dari bagian bawah. Selain hubungannya dengan umur tanaman, gugur daun terkadang ada hubungannya dengan faktor penyakit. Bunga tanaman kacang tanah berbentuk kupu-kupu, berwarna kuning, dan bertangkai panjang yang tumbuh dari ketiak daun. Setiap bunga seolah-olah bertangkai panjang berwarna putih. Tangkai ini sebenarnya bukan tangkai bunga melainkan tabung kelopak bunga. Mahkota bunga berwarna kuning. Fase berbunga biasanya berlangsung setelah tanaman berumur 4-6 minggu dan umur bunga hanya satu hari, mekar di pagi hari dan layu pada sore hari. Bunga kacang tanah menyerbuk sendiri pada malam hari. Semua bunga yang tumbuh, hanya 7075% yang akan membentuk bakal polong atau ginofor. Buah kacang tanah berbentuk polong dan dibentuk di dalam tanah. Tiap polong terdiri dari satu sampai tiga biji atau lebih. Ukuran polong bervariasi tergantung jenis atau varietas dan tingkat kesuburan tanah. Biji kacang tanah berbentuk agak bulat sampai lonjong, terbungkus kulit biji tipis berwarna putih, merah, atau ungu. Biji kacang tanah berkeping dua merupakan alat perbanyakan tanaman dan bahan makanan (Rukmana, 1998) Kacang tanah memiliki banyak kegunaan, misal di bidang industri, digunakan sebagai bahan untuk membuat keju, mentega, sabun dan minyak goreng. Hasil sampingan dari minyak dapat dibuat sebagai bahan makanan seperti
8
oncom melalui fermentasi jamur. Manfaat daunnya selain dibuat sayuran mentah ataupun rebus, digunakan juga sebagai bahan pakan ternak serta pupuk hijau (Astiko et al., 2009) 2.1.2 Syarat Tumbuh Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah akan mampu berproduksi secara maksimal apabila tumbuh pada kondisi lingkungan yang ideal. Tanaman kacang tanah baik tumbuh pada lahan dengan ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut. Tanaman ini tidak memerlukan tanah khusus, hanya kondisi tanah yang gembur agar perkembangan perakarannya berjalan baik dan ginofornya mudah masuk ke dalam tanah untuk membentuk polong. Kacang tanah sebaiknya ditanam pada lahan yang pH tanahnya 5,0-6,3. Untuk dapat tumbuh dengan baik, kacang tanah memerlukan curah hujan antara 800-1.300 mm/tahun. Hujan yang terlalu keras akan mengakibatkan rontok dan bunga tidak terserbuki oleh lebah. Suhu udara bagi tanaman kacang tanah tidak terlalu sulit, karena suhu udara minimal bagi tumbuhnya kacang tanah sekitar 28–32
0
C. Bila suhunya di bawah 100C
menyebabkan pertumbuhan tanaman sedikit terhambat, bahkan jadi kerdil sehingga pertumbuhan bunga yang kurang sempurna (Anonim, 2013). 2.2
Jamur S. rolfsii Sacc. Penyebab Busuk Batang pada Kacang Tanah Penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh jamur S. rolfsii Sacc.
merupakan penyakit yang umum terdapat pada tanaman kacang tanah (Semangoen, 2000). Penyakit ini sering juga disebut busuk sclerotium, dan apabila terserang dapat menimbulkan kerusakan yang cukup parah. Hal ini merupakan salah satu faktor penghambat peningkatan produksi kacang tanah di Indonesia
9
Pada umumnya Jamur S. rolfsii Sacc. ditemukan di daerah tropis dan sub tropis. Daerah ini mempunyai karakteristik iklim panas yang lembab yang kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan jamur patogen. Dalam kondisi lingkungan yang lembab, S. rolfsii Sacc. juga menginfeksi cabang dan daun kacang tanah yang berada di dekat permukaan tanah, dan dapat menjadi jembatan penyebaran pertumbuhan miselium ke bagian tanaman yang lain (Yusnita dan Sudarsono, 2004). Jamur S. rolfsii Sacc. relatif sulit dikendalikan, karena mempunyai inang yang beragam dan dapat membentuk sclerotia yang mampu bertahan hidup di dalam tanah dalam waktu yang lama. Infeksi S. rolfsii Sacc. terhadap kacang tanah mengakibatkan penurunan hasil. Secara kuantitas, infeksi S. rolfsii Sacc. pada tanaman kacang tanah yang rentan di lapangan dapat menurunkan hasil hingga 80% (Rani, 2001). Varietas atau genotipe kacang tanah yang ada di Indonesia dilaporkan belum ada yang tahan terhadap serangan jamur patogen ini. Jamur ini menginfeksi lebih dari 500 spesies tanaman dalam 100 famili (Infantino et al., 1997). 2.2.1 Biologi S. rolfsii Sacc. Jamur S. rolfsii memiliki miselium tipis, berwarna putih, tersusun seperti bulu atau kipas pada pangkal batang dan permukaan tanah di sekitarnya. Sel hifa primer di bagian tepi koloni mempunyai lebar 4–9 μm, dan panjang mencapai 350 μm (Semangun,1993). Sel hifa sekunder, tersier, dan seterusnya berukuran lebih kecil dari sel primer dan mempunyai lebar 1,6–2 μm.
10
Menurut Alexopoulos dan Mims (1979) klasifikasi jamur S. rolfsii adalah sebagai berikut: Kingdom
: Mycetae
Divisio
: Basidiomycota
Kelas
: Basidiomycetes
Ordo
: Agricales
Famili
: Typhulaceae
Genus
: Sclerotium
Spesies
: S. rolfsii Sacc.
Jamur ini juga mempunyai hifa, tetapi hifanya tidak membentuk spora melainkan sklerotia sehingga identifikasinya didasarkan atas karakteristik, ukuran, bentuk, dan warna sklerotia. Sklerotia terbentuk berawal dari butir-butir kecil, berbentuk bulat dengan permukaan yang licin. Butiran-butiran ini mula – mula berwarna putih, kemudian menjadi coklat muda sampai coklat tua. Sklerotia berperan sebagai alat bertahannya jamur karena memiliki sifat yang sangat tahan terhadap lingkungan yang tidak mendukung. Sclerotia mempunyai ukuran diameter 0,3 – 3,0 mm (Semangun,1996). Pada media buatan, sklerotia baru terbentuk setelah 8–11 hari. Sklerotia terdiri atas tiga lapisan, yaitu kulit dalam, kulit luar, dan kulit teras. Pada kulit dalam terdapat 6–8 lapisan sel, kulit luar 4–6 lapisan sel, sedangkan kulit teras terdiri atas benang-benang hifa yang hialin dan tidak mengalami penebalan dinding sel. Pada lapisan dalam sklerotia terdapat gelembung-gelembung yang merupakan cadangan makanan. Bagian dalam sklerotia yang tua mengandung gula, asam amino, asam lemak, dan lemak, sedangkan bagian dindingnya mengandung gula, kitin, laminarin, asam lemak,
11
dan glukosida. Permukaan sklerotium dapat mengeluarkan eksudat berupa ikatan ion, protein, karbohidrat, enzim endopoligalakturonase, dan asam oksalat. Asam oksalat yang dihasilkan S. rolfsii bersifat racun terhadap tanaman (fitotoksik). 2.2.2 Ekologi jamur S. rolfsii Sacc. Jamur S. rolfsii Sacc. banyak ditemukan pada musim hujan, terutama pada tanah yang lembab. Jamur ini dapat membentuk struktur dorman yaitu sklerotia pada permukaan tanah atau pangkal batang. Struktur kulit sclerotia yang tebal dan keras mengakibatkannya tahan terhadap keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan, terutama kekeringan dan suhu tinggi. Masa dorman akan berakhir jika kondisi lingkungan cocok untuk perkembangannya. Bahan – bahan kimia yang bersifat menguap yang dihasilkan oleh akar tanaman akan menstimulasi sklerotia untuk segera berkecambah menjadi hifa yang siap menginfeksi bagian tanaman pada daerah rizosfer. Tanaman inang jamur S. rolfsii Sacc. sangat luas, meliputi famili Leguminoceae (kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang merah, buncis), Gramineae (padi, jagung, sorgum, terigu, rumput teki), Solanaceae (tomat, terong, kentang), Cucurbitaceae (kelompok labu), kapas, kubis, wortel, bit gula, bawang merah, krisa, dan tembakau. Ferreira dan Boyle (2006) melaporkan bahwa S. rolfsii Sacc. di Hawai mempunyai tanaman inang yang sangat luas, seperti tanaman hortikultura, tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Faktor – faktor yang memengaruhi cara bertahan hidup jamur ini sangat kompleks, meliputi faktor biotik (interaksi dengan mikroorganisme lain), dan abiotik yang meliputi suhu, kelembaban tanah, kandungan oksigen dan pH tanah.
12
Jumlah sklerotia di dalam tanah organik lebih banyak daripada di tanah berpasir karena tanah organik mengandung unsur hara yang tinggi. Ketersediaan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dipengaruhi oleh pH. Pada tanah dengan pH tinggi, ketersediaan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh pertumbuhan jamur S. rolfsii Sacc tidak tercukupi. Pada kelembaban yang tinggi, infeksi S. rolfsii Sacc. pada tanaman semakin meningkat, sebaliknya jika kelembaban berkurang intensitas dan luas serangan penyakit berkurang dan miselium akan membentuk sklerotia. Jamur S. rolfsii Sacc. tumbuh optimum pada suhu 27 – 300 C, dengan kisaran optimum pH untuk miselium adalah 3,0 – 5,0, dan perkecambahan sclerotia terjadi kisaran pH 2,0 – 5, dan terhambat pada pH di atas 7,0. Jamur ini sangat cocok berkembang pada tanah berpasir dan kandungan nitrogen rendah. Sclerotia tidak aktif pada suhu di bawah 00C (Punja and Rahe, 2001). 2.2.3 Mekanisme infeksi jamur S. rolfsii Sacc. dan gejala serangan Jamur S. rolfsii Sacc. pertama kali menyerang batang, terutama pada pangkal batang, yang merupakan bagian tanaman yang lunak sehingga menyebabkan pangkal batang membusuk sehingga penyakit ini sering juga disebut sebagai busuk pangkal batang atau busuk sclerotium (Ferreira dan Boley, 2006). Selain menyerang batang,
S. rolfsii Sacc. juga menginfeksi beberapa
bagian tanaman pada keadaan yang sangat lembab, termasuk akar, buah, daun dan bunga. Awal infesksi oleh jamur terjadi pada permukaan tanah, dimana sclerotia akan berkecambah dan sebelum menembus jaringan inang akan menghasilkan miselium. Penetrasi jaringan inang terjadi ketika jamur mengeluarkan enzim yang merusak lapisan luar sel inang (Punja dan Rahe, 2001).
13
(a)
(b)
Gambar 2.1 Gejala serangan S. rolfsii Sacc. pada Tanaman Kacang Tanah. Keterangan: (a) Serangan S. rolfsii Sacc. pada Permukaan Tanah dan Kecambah Kacang Tanah; (b) Serangan S. rolfsii Sacc. pada Batang Tanaman Kacang Tanah. Jamur S. rolfsii Sacc. ketika menginfeksi kacang tanah, mengeluarkan toksin asam oksalat dalam jumlah banyak, yang dapat mematikan sel-sel epidermal tanaman inang (Melouk dan Backman, 1995). Disamping itu, sejumlah enzim yang berfungsi meningkatkan permeabilitas sel – sel tanaman inang juga disekresikan oleh S. rolfsii Sacc. sehingga menyebabkan terjadinya kebocoran elektrolit sel atau jaringan tanaman yang terserang. Jamur S. rolfsii Sacc. mensintesis dan mensekresikan fitotoksin asam oksalat (OA) dalam jumlah besar (konsentrasi milimolar) dan enzim pendegredasi dinding sel seperti endopoligakturonase (endo-PG) dan selulase ke dalam jaringan yang terinfeksi. Dalam proses patogenesisnya, OA menyebabkan pH asam pada jaringan tanaman, sehingga optimum bagi aktivitas enzim endo-PG. Disamping itu OA mampu mengikat C++ dari dinding sel, sehingga sel dan jaringan tanaman inang menjadi sangat rentan terhadap enzim pendegradasi dinding sel yag dikeluarkan oleh jamur patogen (Semangun, 2000).
14
Gejala serangan jamur patogen S. rolfsii Sacc. pada tanaman terlihat batang mati dan dilapisi miselium putih seperti bulu halus hingga munculnya sklerotia jamur pada batang yang terserang. Bagian tanaman yang terinfeksi biasanya pangkal batang akan berwana coklat gelap yang dikelilingi sklerotia yang berbentuk butiran kecil. Sklerotia dapat bertahan dalam tanah selama 7 tahun, oleh karena itu penyakit rebah kecambah yang disebabkan patogen ini masih sulit untuk dikendalikan (Sumartini, 2012). 2.3
Penggunaan Rizobakteri sebagai Agens Hayati Rizobakteri dilaporkan bisa menekan pertumbuhan jamur patogen dalam
tanah secara alamiah. Terdapat beberapa genus bakteri yang mampu berasosiasi dengan tanaman sebagai penghambat pertumbuhan jamur, antara lain: Alcaligenes, Acinetobacter, Enterobacter, Erwinia, Rhizobium, Flavobacterium, Agrobacterium, Bacillus, Burkholderia, Serratia, Streptomyces, Azospirillum, Acetobacter, Herbaspirillum dan Pseudomonas (Botelho et al., 2006:402 dalam Tilak, 2005:137). Menurut Haas and Devago (2005), bakteri yang berasosiasi dengan akar tanaman ini dinamakan Plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR). Bakteri ini mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman dan melindungi tanaman dari penyakit. Selain ramah terhadap lingkungan, penggunaan rizobakteri diharapkan dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap penggunaan fungisida sintetik, menutupi kekurangan suplai bahan aktif fungisida yang selama ini diimpor sehingga dapat menghemat devisa negara dan meningkatkan daya saing ekspor produk pertanian Indonesia. Selain itu penggunaan rizobakteri sebagai agen hayati biofungisida memiliki beberapa keunggulan lain, diantarannya : mampu
15
mengendalikan jamur patogen di dalam tanah, ternyata juga dapat mendorong adanya fase revitalisasi tanaman. Revitalisasi ini terjadi karena adanya mekanisme interaksi antara tanaman dan agensia aktif rizobakteria dalam memacu hormon pertumbuhan tanaman, mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman dengan mensekresikan hormon pertumbuhan seperti IAA (auksin) dan sitokinin. Lebih ramah lingkungan, karena agen hayati yang digunakan merupakan jasad hidup yang berasal dari tanah. Saat diaplikasikan, agen hayati dikembalikan ke dalam habitatnya yaitu tanah, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Dengan demikian bahaya lingkungan bisa dikatakan tidak ada, berbeda dengan fungisida kimiawi yang memberikan efek residu yang membahayakan lingkungan dan mahluk hidup lainnya. Dibandingkan dengan penggunaan fungisida kimia sintetik, aplikasi agens hayati dipandang jauh lebih murah dan menguntungkan terutama dalam upaya untuk pemeliharaan perkebunan. Bersifat non-patogen dan tidak membahayakan manusia dan lingkungan (Paul, 2007). Istikorini (2002) melaporkan bahwa, mekanisme pengendalian hayati dengan memanfaatkan rizobakteri bisa terjadi melalui berbagai mekanisme, diantaranya : 1. antagonisme: mikroorganisme antagonis adalah mikroorganisme yang mempunyai pengaruh merugikan terhadap mikroorganisme lain yang tumbuh dan berasosiasi dengannya. Hal ini biasanya terjadi ketika terjadi persaingan antar mikroorganisme dalam hal ruang hidup, nutrisi dan cekaman faktor lingkungan. 2. ISR (induced systemic resistance) atau ketahanan terimbas: ketahanan terimbas adalah ketahanan yang berkembang setelah tanaman diinokulasi lebih awal dengan elisitor biotik (mikroorganisme avirulen, non
16
patogenik, saprofit) dan elisitor abiotik (asam salisilat, asam 2-kloroetil fosfonat). 3. proteksi silang tanaman yang diinokulasi dengan strain virus yang lemah hanya sedikit menderita kerusakan, tetapi akan terlindung dari infeksi strain yang kuat. Strain yang dilemahkan antara lain dapat dibuat dengan pemanasan in vivo, pendinginan in vivo dan dengan asam nitrit. Biasanya mekanisme antagonisme dan ketahanan berimbas terjadi secara simultan, sehingga rhizobakteri mampu menghambat pertumbuhan jamur patogen secara langsung dan tidak langsung (Paul, 2007). 2.4
Rizobakteri P. fluorescens Pseudomonas merupakan salah satu genus dari Famili Pseudomonadaceae.
Bakteri ini berbentuk batang lurus atau lengkung, ukuran tiap sel bakteri 0.5-0.1 1μm x 1.5- 4.0 μm, tidak membentuk spora dan bereaksi negatif terhadap pewarnaan Gram, aerob, menggunakan H2 atau karbon sebagai energinya, kebanyakan tidak dapat tumbuh dalam kondisi masam (pH 4,5) (Holt et al, 1994 dalam Ratna I, 2007). Adapun klasifikasi dari P. flourescens menurut Goto (1992) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Proteobacteria
Kelas
: Gamma Proteobacteria
Ordo
: Pseudomonadales
Famili
: Pseudomonadaceae
Genus
: Pseudomonas
Spesies
: P. flourescens
17
Bakteri P. fluorescens P60 merupakan salah satu bakteri antagonis berpotensi untuk dikembangkan sebagai agensia pengendali hayati berbagai patogen tular-tanah (Soesanto, 2000). Bakteri P. fluorescens memproduksi pigmen fluorescens terutama pada medium yang kekurangan unsur besi. Bakteri ini mampu menghasilkan senyawa yang disebut siderofor. Siderofor merupakan senyawa organik dengan berat molekul rendah tetapi mempunyai kemampuan yang kuat mengikat besi dengan membentuk besi kelat yang tidak larut dalam air, sehingga patogen yang banyak memerlukan besi seperti jamur Fusarium akan mengalami defisiensi besi. Defisiensi besi mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan hifa, perkecambahan spora, dan pembentukan spora (Sudana, 1996; Susanta dan Takikawa, 2006). Golongan Pseudomonas dikatakan mampu untuk memacu ketahanan tanaman secara kimiawi yang ditunjukkan dengan terbentuknya senyawa kimia yang mampu menghambat pertumbuhan dan perkembangan patogen. Senyawa yang dimaksud dapat berupa metabolit sekunder, diantaranya senyawa alkaloida, fenol, flavonoida, glikosida, fitoaleksin, dan sebagainya (Hammerschmidt and Dann, 2000). Senyawa metabolit sekunder tersebut bersifat toksin dan menghambat pertumbuhan patogen, yang dapat mengimbas ketahanan tanaman. Mekanisme ini tidak
menghambat pertumbuhan tanaman, tetapi dapat
meningkatkan produksi dan ketahanan terhadap stres lingkungan pada beberapa tanaman (Vallad and Goodman, 2004). Bakteri P. fluorescens mampu mengeluarkan senyawa biosurfaktan yang memiliki aktivitas anti jamur. Sementara senyawa antibiotik yang dihasilkan adalah
:
phenazine-1-carboxylate,
pyoluteorin,
pyrrolnitrin,
2,4
18
diacetylphloroglucinol, phenazine-1-carboxyamide, pyocyanine, hidrogen cyanide dan viscosinamide (Haas and Devago, 2005). Disamping itu, P. fluorescens dapat menekan perkembangan populasi dan aktivitas patogen tanah serta dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit. Selain P. fluorescens, beberapa bakteri lainnya dari genus Pseudomonas antara lain P. gladioli, P. aeruginosa, P. putida juga mampu menginduksi ketahanan tanaman (Buell, 2003). 2.5
Rizobakteri Y. rofdei Bakteri Y. rofdei masuk kedalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini
merupakan bakteri gram-negatif yang berbentuk batang dan termasuk bakteri anaerob fakultatif. Klasifikasi dari Y. rohdei menurut Garrity et al., (2006) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Proteobacteria
Kelas
: Gammaproteobacteria
Ordo
: Enterobaceriales
Famili
: Enterobacteriaceae
Genus
: Yersinia
Spesies
: Y. rohdei
Bakteri ini memiliki dinding sel yang tersusun atas murein, lipoprotein, fosfolipid, protein, dan lipopolisakarida (LPS). LPS mengandung rantai polisakarida khusus yang menentukan antigenitasitas dari berbagai spesies dan yang bertanggung jawab terhadap aktivitas endotoksik. Bakteri Y. rohdei mampu menghasilkan protein translokator yang disekresikan oleh Type III secretion
19
systems (T3SS) dan terlibat dalam tranlokasi protein efektor dari T3SS atas membran sel eukariotik ke dalam sitosol sel inang. (Dzen et al, 2003). 2.6
Rizobakteri Shigella spp. Rizobakteri Shigella adalah bakteri dari Famili Enterobacteriaceae,
berbentuk batang dan merupakan bakteri gram negatif. Ukuran sel Shigella sekitar 0,5-0,7 µm x 2-3 µm dan memiliki susunan yang tidak teratur. Koloninya berbentuk bulat, warna mendekati merah jambu, transparan. Bakteri ini merupakan bakteri non-motil, non-encapsulated, non-spora, non-flagela sehingga tidak dapat bergerak dan termasuk ke dalam bakteri bersifat anaerob fakultatif. Bakteri Shigella tidak mampu untuk memfermentasi laktosa. Istilah Serogrup digunakan untuk membedakan beberapa spesies dari genus Shigella. Masingmasing spesies dapat dibedakan oleh sifat biokimia dari masing-masing spesies seperti kerentanan colicin, kemampuan polyvanlent antisera dapat mendeteksi antigen polisakarida tertentu (Andrews , 2001). Klasifiasi bakteri Shigella spp. menurut Jawetz (1995) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Proteobacteria
Kelas
: Gamma Proteobacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Famili
: Enterobacteriaceae
Genus
: Shigella
Spesies
: Shigella spp.
20
Spesies shigella diklasifikasi
menjadi empat
serogroup:
Serogroup A:
S. dysenteriae (12 serotypes), Serogroup B: S. flexneri (6 serotypes), Serogroup C: S. boydii (23 serotypes), Serogroup D: S. sonnei (1 serotype). Genus Shigella berbeda dengan bakteri dalam famili Enterobacteriaceae yang lain yaitu memiliki 3 jenis antigen, yaitu antigen O, antigen K dan antigen H, genus Shigella hanya memiliki antigen O. Shigella diklasifikasikan menjadi beberapa serotipe menurut variabilitas antigen O karena mereka tidak memiliki antigen K dan antigen H. Berdasarkan variabilitas antigen O dan reaksi biokimia, genus ini dibagi menjadi 4 spesies. Keempat spesies tersebut adalah S. dysenteriae, S. flexneri, S. boydii, dan S. sonnei. Serotipe 1 S. dysenteriae menjadi perhatian utama karena kemampuannya untuk mengekspresikan Shiga toxin dan resistensinya terhadap obat antimikroba (Brook et al., 2007). Bakteri Shigella spp. mampu sebagai pelarut phospat (Upasana, 2012). Bakteri ini mamapu mengeluarkan enzim fosfatase yang dapat menghidrolisis fraksi P-organik dan membebaskan P-anorganik. Mekanisme enzim fosfatase ini akan meningkatkan apabila terjadi kekelatan P dalam tanah (Madigan et al., 2003) 2.7
Rizobakteri K. pneumoniae Rizobakteri K. pneumoniae merupakan salah satu genus dari Famili
Enterobacteriaceae. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang berukuran diameter 0,3-1 µm dan panjang 0,6-6,0 µm. Bakteri K. pneumoniae tumbuh dengan baik dibawah kondisi aerob pada suhu 12 – 430 C dengan pertumbuhan optimum pada suhu 35-370C dan minimum dikondisi anaerob. pH optimum untuk pertumbuhan bakteri ini adalh 7,2. Biasanya bakteri
21
ini dapat menggunakan sitrat dan glukosa sebagai sumber karbon satu-satunya dan amonia sebagi sumber nitrogen (Sugoro, 2004 ). Berdasarkan National Center For Biotechnology Information, klasifikasi bakteri Klebsiella pneumoniae sebagai berikut : Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Proteobacteria
Kelas
: Gamma proteobacteria
Ordo
: Enterobactericeales
Famili
: Enterobacteriaceae
Genus
: Klebsiella
Spesies
: K. pneumoniae
K. pneumoniae merupakan bakteri yang tidak dapat melakukan pergerakan (non motil),
merupakan
bakteri
bersifat
fakultatif
anaerob,
dan
dapat
memfermentasikan laktosa. Pada test dengan indol, K. pneumoniae akan menunjukkan hasil negatif. K. pneumoniae dapat mereduksi nitrat. K. pneumoniae banyak ditemukan di mulut, kulit, dan sel usus manusia, namun habitat alami dari K. pneumoniae adalah di tanah. Bakteri golongan Enterobacter dilaporkan memiliki aktivitas kitinolitik yakni mampu mengurai kitin (Pujiyanto et al., 2004). Fatichah (2011), menyatakan bakwa bakteri endofit Bacillus mycoides, Pseudomonas pseudomallei dan Klebsiella sp. mampu menghasilkan enzim kitinase sehingga berpotensi pula sebagai pengendali hayati beberapa jenis fungi patogen.