4
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Kacang Tanah
Kacang tanah adalah tanaman palawija, yang tergolong dalam famili Leguminoceae sub famili Papilionoideae, genus Arachis dan spesies Arachis hypogaea. Tanaman kacang tanah membentuk polong dalam tanah. Tanaman kacang tanah merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, tepatnya di daerah Brazilia (Amerika Selatan). Tanaman kacang tanah diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke 16 oleh orang-orang Spanyol yang mengadakan pelayaran dan perdagangan antara Meksiko dan Kepulauan Maluku. (AAK, 1990). Genus Arachis sebelum tahun 1839 hanya dikelompokkan menjadi 1 spesies, kemudian pada tahun 1841 berkembang menjadi 5 spesies, 6 spesies, 9 spesies, dan terakhir dikelompokkan menjadi 22 spesies yang didasarkan pada struktur morfologi, kesesuaian silang, dan fertilitas dari turunannya. Salah satunya adalah Arachis hypogaea Linn. Spesies ini dibagi menjadi menjadi 2 subspesies, yaitu subspesies hypogaea yang terdiri dari varietas hypogaea dan varietas hirsuta dan subspesies fastigata yang terdiri dari subspesies fastigata (tipe Valensia) dan varietas vulgaris (tipe Spanish) (Trustinah, 1993). Pertumbuhan kacang tanah secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam tipe, yaitu tipe tegak dan menjalar. Umumnya percabangan tanaman kacang tanah tipe tegak sedikit banyak melurus atau hanya agak miring ke atas. Batang utama tanaman kacang tanah tipe menjalar lebih panjang daripada batang utama tipe tegak, biasanya panjang batang utama antara 33-50 cm. Kacang tanah tipe menjalar cabang-cabangnya tumbuh ke samping, tetapi ujung-ujungnya mengarah ke atas. Panjang batang utamanya antara 33-66 cm. Kacang tanah tipe tegak lebih disukai di Indonesia daripada tipe menjalar, karena umurnya lebih genjah, yakni antara 100-120 hari, sedangkan tanaman kacang tanah tipe menjalar kira-kira 150-180 hari. Kacang tanah tipe menjalar tiap ruas yang berdekatan dengan tanah akan menghasilkan polong, sehingga masaknya tidak bersamaan. Di samping itu, kacang tanah tipe tegak lebih mudah dipungut hasilnya daripada kacang tanah tipe menjalar (Tim Bina Karya Tani, 2009).
5 Tanaman kacang tanah memiliki daun majemuk bersirip genap. Setiap
helai daun terdiri dari empat helai anak daun. Permukaan daunnya sedikit berbulu, berfungsi sebagai penahan atau penyimpan debu dan obat semprotan. Sedangkan gerakan Nyctitropic merupakan aktivitas daun sebagai persiapan diri untuk dapat menyerap cahaya matahari sebanyak-banyaknya (AAK, 1990). Pitojo (2005) menyatakan bahwa batang tanaman kacang tanah tidak berkayu dan berbulu halus, ada yang tumbuh menjalar dan ada yang tegak. Tinggi batang rata-rata sekitar 50 cm, namun ada yang mencapai 80 cm. Tanaman kacang tanah mulai berbunga kira-kira pada umur 4-6 minggu. Tanaman kacang tanah termasuk tanaman polong-polongan yang berbunga sempurna dan menyerbuk sendiri (Suparman dan Abdurahman, 2003). Mahkota termodifikasi menjadi tiga bagian: bendera, sayap (alae), dan lunas (carina). Bagian lunas melindungi organ seksual benang sari dan putik. Karena terlindungi inilah tumbuhan kacang-kacangan biasanya merupakan tumbuhan yang menyerbuk sendiri (Bartelsi, 2008). Rangkaian yang berwarna kuning oranye muncul pada setiap ketiak daun. Setiap bunga mempunyai tangkai panjang yang berwarna putih. Akan tetapi tangkai yang berwarna putih itu bukan tangkai bunga yang sebenarnya, melainkan tabung kelopak. Bagian mahkota bunganya berwarna kuning, dan standar mahkota bunga tepatnya pada pangkal tabung kelopak bunga di ketiak daun. Umur bunga kacang tanah hanya berkisar 24 jam, kemudian layu. Penyerbukan bunga kacang tanah teradi pada malam hari, yakni sebelum bunga mekar (Tim Bina Karya Tani, 2009). Bakal buah tumbuh memanjang setelah terjadi pembuahan. Setelah terjadinya fertilisasi meristem nterkalar pada dasar ovari aktif dan ginofor diproduksi (Smartt, 1976). Mula-mula ujung ginofora mengarah ke atas, tetapi setelah tumbuh memanjang, ginofora tadi mengarah ke bawah (positive geotropic) dan terus masuk ke dalam tanah, dan membentuk polong (AAK, 1990). Akar kacang tanah merupakan akar tunggang dengan akar cabang yang tumbuh tegak lurus pada akar tunggang tersebut. Akar tumbuh dengan sangat cepat setelah penanaman. Akar dapat tumbuh sepanjang 15 inch dalam waktu 12 hari. Akar kacang tanah tidak memiliki epidermis. Akar rambut tumbuh dari sel epidermal (Klingman, 1967). Perakaran kacang tanah dapat mencapai kedalaman
6
150-200 cm dengan 39-55 % jumlah akar tersebar pada kedalaman 35-40 cm (Purnomo et al., 2006).
Syarat Tumbuh
Kacang tanah lebih menghendaki jenis tanah lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir. Kemasaman (pH) tanah optimal adalah sekitar 6,5-7,0. Apabila pH tanah lebih besar dari 7,0 maka daun akan berwarna kuning akibat kekurangan unsur hara (N, S, Fe, Mn) dan seringkali timbul bercak pada polong (Adisarwanto, 2001). Indonesia sendiri sekitar 66% pertanaman kacang tanah dilakukan di lahan kering, sisanya di lahan basah (Pasaribu, 1988). Hal yang terpenting tanah dapat menyerap air dengan baik dan mengalirkannya kembali dengan lancar. Struktur tanah yang remahpada bagian atas dapat mempersubur pertumbuhan dan mempermudah pertumbuhan polong. Kacang tanah dapat tumbuh dengan baik jika ditanam di lahan ringan yang cukup mengandung unsur hara, seperti tanah regosol, andosol, latosol, dan aluvial. Tanaman ini menghendaki lahan yang gembur, agar perkembangan akarnya berlangsung dengan baik, ginoforanya mudah masuk ke dalam tanah untuk membentuk polong, dan pemanenannya mudah (Tim Bina Karya Tani, 2009). Tanah yang mengandung bahan organik dalam persentase yang terlalu banyak justru tidak dikehendaki, karena dapat menurunkan kualitas produksi. Kebutuhan tanaman kacang tanah akan unsur N (Nitrogen) dapat disuplai sendiri melalui bintil-bintil akar tanaman itu sendiri yang mampu mengikat unsur N (AAK, 1990). Kacang tanah menyukai tanah gembur dengan drainase yang baik. Tanah gembur memudahkan dan mempercepat pembentukan polong yang terjadi di dalam tanah. Meskipun kacang tanah toleran terhadap tanah kering dan tanah masam (pH tanah 4,5), kondisi tersebut akan berpengaruh pada banyaknya polong yang terisi. Untuk pembentukan polong diperlukan kalsium yang cukup (Purwono dan Purnamawati, 2009). Kacang tanah mengkhendaki iklim yang panas dengan kelembaban 65-75 %. Elevasi yang baik untuk menanam kacang tanah adalah dataran dengan ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut. Curah hujan yang dikhendaki untuk pertumbuhan kacang tanah adalah 800-1300 mm per tahun (AAK, 1990). Cuaca
7
yang paling diinginkan untuk pertumbuhan kacang tanah adalah sebaran curah hujan moderat sepanjang masa pertumbuhan (Uichanco, 1962). Suhu tanah merupakan faktor penentu dalam perkecambahan biji dan pertumbuhan awal tanaman. Pada suhu tanah kurang dari 18 oC kecepatan berkecambah akan lambat. Suhu tanah di atas 40 oC justru akan mematikan benih yang baru ditanam. Selain suhu tanah, suhu udara pun berpengaruh terutama pada periode pembungaan. Suhu udara optimum pada fase generatif adalah 24-27 oC (Pitojo, 2005). Faktor lain yang juga berpengaruh adalah cahaya. Terbukanya bunga dan jumlah bunga yang terbentuk sangat tergantung pada cahaya. Intensitas cahaya yang rendah pada saat pembentukan ginofor akan mengurangi jumlah ginofor. Rendahnya intensitas penyinaran pada saat pengisian polong akan menurunkan jumlah atau bobot polong serta akan menambah jumlah polong hampa (Adisarwanto, 2001).
Varietas Kacang Tanah dan Standar Mutu
Upaya apapun yang dilaksanakan untuk meningkatkan produksi kacang tanah tidak dapat dilepaskan dari masalah penggunaan varietas unggul. Yang dimaksud dengan varietas unggul adalah varietas yang memiliki sifat kualitatif (tahan terhadap hama penyakit dan toleran terhadap cekaman kekeringan) serta sifat kuantitatif (hasil polong atau biji tinggi). Varietas unggul diharapkan dapat memenuhi beberapa kriteria antara lain meningkatkan produksi, memperbaiki stabilitas produksi, memenuhi standar mutu, sesuai pola tanam yang dikehendaki petani, serta sesuai permintaan konsumen yang berbeda-beda di setiap wilayah. Varietas kacang tanah, baik varietas lokal maupun varietas unggul, yang umum ditanam di Indonesia adalah tipe Spanish yang bercirikan polong berbiji 1- 2 dan tipe Valencia yang dicirikan dari polong berbiji 3-4. Daerah subtropis kebanyakan dikembangkan tipe Virginia. Polong dari tipe Virginia panjangnya sekitar 2 inchi. Biji dari tipe Virginia biasanya berukuran besar, terdapat 450-900 biji per pon. Tipe Spanish memiliki polong dengan panjang sekitar 1,25 inch. Biji dari tipe Spanish biasanya berukuran agak kecil, terdapat sekitar 900-1600 biji per pon (Klingman, 1967).
8
Teknik untuk mendapatkan varietas unggul tanaman kacang tanah di Indonesia ditempuh dengan cara introduksi dan seleksi sebagai usaha pemuliaan jangka pendek (3 tahun), persilangan dan seleksi sebagai usaha pemuliaan jangka panjang (5 tahun), dan mutasi buatan. Teknik yang lainnya belum banyak digunakan di Indonesia (Kasno, 1993). Varietas kacang tanah yang dapat dibudidayakan di Indonesia dapat dibagi menjadi varietas introduksi, varietas unggul nasional, dan varietas lokal. Sampai saat ini sebagian besar petani masih senang menggunakan varietas lokal, hanya sedikit yang menggunakan varietas unggul. Padahal sudah banyak varietas unggul yang dilepas pemerintah untuk ditanam dan dikembangkan oleh petani. Varietas Panther dilepas tahun 1998. Varietas ini berasal dari seleksi massa dari populasi kacang tanah ICG 1703 varietas lokal asal Peru. Tanaman mulai berbunga 28-30 hari dan dapat dipanen 90-95 hari. Bentuk tanamannya tegak. Warna batang hijau, warna daun hijau, warna bunga kuning, warna ginofora hijau, warna biji rose (merah muda). Konstruksi polong tidak berpinggang dengan lukisan jaring (kulit polong) jelas. Jumlah polong 15-20 polong/tanaman. Jumlah biji 3-4/polong. Bentuk biji persegi. Bobot 100 polong 35-40 gram. Kandungan lemak 43 % dan kandungan protein 21.5 %. Daya hasil 1-5.4 ton/ha. Rata-rata hasil 2.6 ton/ha. Varietas ini toleran terhadap penyakit layu, penyakit karat, penyakit bercak daun, dan kekeringan. Hasilnya stabil dan beradaptasi luas (Sunihardi et al., 1999). Varietas Sima dilepas tahun 2001. Varietas ini berasal dari silang tunggal varietas lokal Majalengka dengan ICGV 87165. Tanaman mulai berbunga 28-31 hari dan dapat dipanen pada umur 100-105 hari. Bentuk tanamannya tegak. Warna batang hijau, warna daun hijau, warna bunga kuning, warna ginofora hijau, dan warna biji rose (merah muda). Konstruksi polong tidak berpinggang, berparuh kecil, dan kulit polong kasar. Jumlah polong 15-20 polong/tanaman. Bobot 100 biji 35-45 gram. Rata-rata hasil 2 ton/ha. Kadar lemak 50 % dan kadar protein 29.9 %. Varietas ini tahan penyakit layu, toleran terhadap penyakit karat dan penyakit bercak daun, agak tahan terhadap A. flavus (Adil et al., 2002). Varietas Turangga dilepas tahun 2001. Varietas ini berasal dari introduksi dari ICRISAT, India. Tanaman mulai berbunga 28-31 hari dan dapat dipanen pada
9
umur 100-110 hari. Tipe pertumbuhannya tegak. Tinggi tanaman 77.9 cm. Warna batang hijau, warna daun hijau tua, warna bunga kuning, warna ginofor hijau, dan warna biji rose (merah muda). Konstruksi polong berpinggang, paruh kecil menonjol, bentuk paruh lurus melengkung, kulit kasar. Jumlah polong 14-20 polong/tanaman. Jumlah biji 3-4/polong. Bentuk biji persegi. Bobot 100 biji 40-50 gram. Rata-rata hasil 2.0 ton/ha. Kadar lemak 47.4 % dan kadar protein 25.8 %. Bentuk biji lonjong, ujungnya datar lancip. Varietas ini tahan terhadap penyakit layu, agak tahan terhadap penyakit karat, bercak daun dan A. flavus. Varietas ini toleran terhadap kekeringan dan naungan (Adil et al., 2002). Varietas Gajah dilepas pada tahun 1950. Varietas ini berasal dari seleksi keturunan persilangan Schwarz-21 dan Spanish 18-38. Hasil rata-ratanya 1.8 ton/ha. Tanaman ini mulai berbunga pada umur 30 hari dan dapat dipanen pada umur 100 hari. Bentuk tanamannya tegak. Warna batangnya hijau, warna daun hijau, warna bunga kuning, warna ginofora ungu, dan warna kulit biji merah muda. Bobot 100 biji 53 gram. Kadar lemak 48 %. Kadar protein 29 %. Rendemen biji dari polong 60-70 %. Varietas ini tahan terhadap penyakit layu namun peka terhadap penyakit karat daun (Kasim dan Djunainah, 1993). Varietas Anoa dilepas tahun 1983. Varietas ini berasal dari persilangan antara Gajah/AH 223 (Pl.350680). Hasil rata-rata 1.8 ton/ha. Tanaman ini mulai berbunga pada umur 27-31 hari dan dapat dipanen pada umur 100-110 hari. Bentuk tanamannya tegak. Warna batang hijau, warna daun hijau, warna bunga kuning pada tepi bendera dan kuning muda pada pusat bendera. Warna ginofora ungu, warna kulit biji merah jambu. Konstruksi polong dangkal dengan kulit polong nyata. Jumlah polong 17 polong/tanaman. Bobot 100 butir polong 76.36 gram. Kadar lemak 48.56 %. Kadar protein 23.37 %. Rendemen biji dari polong 55 %. Varietas ini tahan terhadap penyakit bercak daun (Cercospora sp.), karat (Puccinia sp.) dan layu (Pseudomonas sp.) (Kasim dan Djunainah, 1993). Varietas Pelanduk dilepas tahun 1983. Varietas ini berasal dari persilangan Kidang/Virginia Bunch Improved (VBII). Hasil rata-rata 2 ton/ha. Tanaman ini mulai berbunga pada umur 28-30 hari dan dapat dipanen pada umur 95-100 hari. Bentuk tanamannya tegak. Warna batang hijau, warna daun hijau, warna bunga pada tepi bendera kuning, dan pada pusat bendera kuning muda. Warna ginofora
10 ungu dan warna kulit biji merah. Konstruksi polong dangkal dengan kulit polong
agak nyata. Jumlah polong 16-20 buah per tanaman. Bobot 100 biji 57.3 gram dan Bobot 100 polong 16 gram. Kadar lemak 45 %. Kadar protein 17 %. Rendemen biji dari polong 60-70 %. Varietas ini tahan terhadap layu bakteri (Pseudomonas sp.), peka terhadap karat daun (Puccinia arachidis sp.), bercak daun (Cercospora sp.), dan virus belang (Kasim dan Djunainah, 1993). Varietas Kelinci dilepas tahun 1987. Varietas ini berasal dari IRRI- Filipina. Hasil rata-rata 2.3 ton/ha. Tanaman ini mulai berbunga pada 25-29 hari dan dapat dipanen 95 hari. Bentuk tanamannya tegak. Bentuk daun tua elip, kecil, dan bertangkai empat. Warna pangkal batang hijau, warna batang hijau, warna daun hijau tua, warna bunga kuning, warna ginofora hijau, warna kulit biji merah muda. Konstruksi polong agak nyata dengan kulit polong nyata. Jumlah polong 15 buah per tanaman. Jumlah biji 4 buah per polong. Bobot 100 biji 45 gram. Kadar lemak 28 %. Kadar protein 31 %. Rendemen biji dari polong 67 %. Varietas ini tahan terhadap karat daun (Puccinia arachidis sp.), toleran terhadap bercak daun (Cercospora sp.), dan agak tahan terhadap penyakit layu (Pseudomonas solanacearum) (Kasim dan Djunainah, 1993). Varietas Kidang dilepas tahun 1950. Varietas ini berasal dari hasil seleksi keturunan persilangan Schwarz-21 Small Japan. Hasil rata-rata 1.8 ton/ha. Tanaman mulai berbunga pada umur 30 hari dan dapat dipanen pada umur 100 hari. Bentuk tanamannya tegak. Warna batang hijau, warna daun hijau, warna bunga kuning. Warna ginofora ungu dan warna kulit biji merah tua. Bobot 100 biji ± 49 gram gram. Kadar lemak ± 49 % dan kadar protein ± 29 % . Rendemen biji dari polong 60-70 %. Varietas ini tahan terhadap penyakit layu, peka terhadap penyakit karat daun dan bercak daun (Kasim dan Djunainah, 1993). Beberapa hal yang akan dicapai dalam pembentukan varietas unggul lebih ditingkatkan pada kegiatan untuk meningkatkan potensi hasil polong/biji di atas 2,0 ton/ha, memperbaiki umur tanaman (80-100 hari) sesuai dengan masing- masing pola tanam, meningkatkan toleransi tanaman terhadap serangan hama penyakit penting, meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman fisik lingkungan, dan memperbaiki mutu biji sesuai dengan permintaan pasar (Adisarwanto, 2001).
11
Penerimaan varietas kacang tanah oleh petani tampak sangat terkait dengan preferensi konsumen dan industri. Kacang tanah varietas Kelinci yang berbiji tiga atau empat, saat ini sudah meluas ditanam petani di Jawa Timur, Bali, NTB, karena ada permintaan cukup tinggi dari industri kacang di Bali. Luasnya pertanaman kacang tanah berbiji dua (varietas unggul Gajah dan Tuban) dipengaruhi oleh adanya permintaan industri kacang garing (Balitkabi, 2004). Mutu kacang tanah dapat dibedakan menjadi mutu I, mutu II, dan mutu III. Mutu kacang tanah secara umum adalah bebas hama penyakit, bebas dari bau busuk, asam, apek, dan bau asing lainnya, bebas dari bahan kimia, dan memiliki suhu yang normal. Mutu biji kacang tanah berdasarkan SNI adalah kadar air untuk mutu I maksimal 6 %, mutu II maksimal 7 %, dan mutu III maksimal 8 %. Butir rusak untuk mutu I maksimal 0 %, mutu II maksimal 1 %, dan mutu III maksimal 2 %. Butir belah untuk mutu I maksimal 1 %, mutu II maksimal 5 %, dan mutu III maksimal 10 %. Butir warna lain untuk mutu I maksimal 0 %, mutu II maksimal 2 %, dan mutu III maksimal 3 %. Butir keriput untuk mutu I maksimal 0 %, mutu II maksimal 2 %, dan mutu III maksimal 4 %. Kotoran untuk mutu I maksimal 0 %, mutu II maksimal 0.5 %, dan mutu III maksimal 3 %. Diameter untuk mutu I minimal 8 mm, mutu II minimal 7 mm, dan mutu III minimal 6 mm %. Mutu polong kacang tanah berdasarkan SNI adalah kadar air untuk mutu I maksimal 8 %, mutu II maksimal 9 %, dan mutu III maksimal 9 %. Kotoran untuk mutu I maksimal 1 %, mutu II maksimal 2 %, dan mutu III maksimal 3 %. Polong keriput untuk mutu I maksimal 2 %, mutu II maksimal 3 %, dan mutu III maksimal 4 %. Polong rusak untuk mutu I maksimal 0.5 %, mutu II maksimal 1 %, dan mutu III maksimal 2 %. Polong biji satu atau setengah penuh untuk mutu I maksimal 3 %, mutu II maksimal 4 %, dan mutu III maksimal 5 %. Rendemen untuk mutu I maksimal 65 %, mutu II maksimal 62.5 %, dan mutu III maksimal 60 %.
Produksi Kacang Tanah
Kacang tanah di dunia diusahakan pada 25.5 juta ha lahan dengan total produksi polong kering sebesar 35.1 juta ton. Produksi kacang tanah
12
terkonsentrasi pada daerah Asia dan Afrika, yaitu sekitar 95 % luas lahan dan 93 % total produksi (Cruikshank et al., 2003). Di Indonesia sendiri BPS menyatakan tahun belakangan ini luas panen kacang tanah menurun sekitar 5 % dan produksinya menurun sebesar 4 %. Produktivitas kacang tanah di Indonesia dinilai masih rendah dengan rata- rata 1.10-1.50 ton/ha. Tingkat produktivitas hasil yang dicapai ini baru separo dari potensi hasil riil dibandingkan dengan USA, Cina, dan Argentina yang sudah mencapai lebih dari 2 ton/ha polong kering. Dari petak penelitian, hasil 2.5 hingga 3 ton/ha polong kering di Indonesia secara teoritis dapat dicapai, namun, dalam skala cukup luas nampaknya produktivitas tersebut masih sukar dicapai (Sumarno, 1993). Perbedaan tingkat produktivitas ini sebenarnya bukan semata-mata disebabkan oleh perbedaan teknologi produksi yang sudah diterapkan petani, tetapi juga karena faktor-faktor lain di antaranya ialah sifat/karakter agroklimat, intensitas, jenis hama penyakit, varietas yang ditanam, umur panen, serta cara usaha taninya. Potensi biologis tertinggi tingkat produktivitas berdasarkan hasil penelitian di Indonesia adalah sebesar 3-4.5 ton/ha. Saat panen yang tidak tepat dengan cara yang tradisional yaitu dengan mencabut menggunakan tangan merupakan salah satu penyebab utama banyaknya hasil polong kacang tanah yang hilang dan diperkirakan mencapai 10-15 % (Adisarwanto, 2001). Akses petani terhadap teknologi seperti ketersediaan varietas unggul perlu ditingkatkan. Peningkatan produksi kacang tanah perlu diawali dengan peningkatan produktivitas per satuan luas lahan. Rendahnya hasil kacang tanah disebabkan banyaknya petani yang masih menanam varietas lokal dengan populasi belum optimal, sedikit pupuk, dan pengendalian organisme pengganggu yang belum optimal. Di antara faktor produksi yang paling kritis dalam usaha tani kacang tanah adalah benih. Hal tersebut memberikan isyarat produktivitas kacang tanah di tingkat petani masih dapat ditingkatkan dengan renovasi teknologi. Yudiwanti et al. (2008) menyatakan polong yang tidak berisi atau terisi tidak maksimum mengakibatkan produktivitasnya rendah dibawah 2,5 ton/ha. Hal ini mengindikasikan rendahnya partisi asimilat ke bagian yang dimanfaatkan atau dipanen. Kondisi ini merugikan dipandang dari adanya pemborosan
13
fotosintat/asimilat ke bagian yang tidak produktif. Studi awal terhadap kultivar- kultivar unggul yang telah dilepas menunjukkan bahwa terdapat variabilitas rasio luas daun terhadap jumlah polong total. Karakter tersebut menggambarkan potensi genetik genotipe dalam menghasilkan polong, mengingat karakter jumlah polong total memiliki nilai duga heritabilitas arti luas yang tinggi. Persentase polong cipo dan persentase polong terisi penuh merupakan cerminan partisi fotosintat. Genotipe yang memiliki persentase polong cipo lebih rendah dan persentase polong terisi penuh lebih tinggi menunjukkan bahwa genotipe tersebut lebih baik partisi fotosintatnya ke bagian yang dipanen.