3
TINJAUAN PUSTAKA
Varietas Kacang Tanah Faktor-faktor yang ikut berperan terhadap peningkatan produksi dan produktivitas tanaman kacang tanah, antara lain varietas unggul dan benih bermutu, perbaikan cara budidaya dan pengendalian penyakit serta penanganan pasca panen yang lebih baik (Kasno, 2007). Varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah biji dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari kelompok lain pada spesies yang sama. (Suhartina, 2005).
Varietas kacang tanah pada umumnya berupa varietas murni yang berasal dari galur homozigot yang homogen. Sejak tahun 1950 pemerintah Indonesia telah melepas 22 varietas unggul, yaitu Gajah, Macan, Banteng, Kidang, Tupai, Pelanduk, Tapir, Rusa, Anoa, Kelinci, Lokal Jepara, Landak, Mahesa, Badak, Komodo, Biawak, Trenggiling, Simpai, Zebra, Singa, Panter dan Jerapah (Pitojo, 2005). Varietas unggul kacang tanah mempunyai ukuran biji yang lebih besar, sekitar 50 g per 100 biji, dibanding varietas lokal yang ukuran bijinya lebih kecil yakni 30-35 g per 100 biji. Beberapa varietas unggul yang sering digunakan petani adalah Gajah, Macan, dan Kidang (Hidajat, et al., 1999). Umumnya varietas lokal memiliki daya hasil yang lebih rendah daripada varietas unggul, namun tahan terhadap penyakit layu (Hidajat, et al., 1999). Menurut Trustinah (1993) varietas kacang tanah unggul yang dibudidayakan para petani biasanya bertipe tegak dan berumur pendek (genjah). Pengaruh Perbedaan Ukuran Benih dan Kandungan Antosianin Benih terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Ukuran Benih Mugnisyah (1991) menyatakan bahwa varietas kedelai berbiji sedang atau kecil umumnya memiliki kulit berwarna gelap, tingkat permeabilitas rendah, dan memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap kondisi penyimpanan yang kurang
4
optimal dan tahan terhadap deraan cuaca lapang dibanding varietas yang berbiji besar dan berkulit biji terang. Sukarman dan Raharjo (2000), melaporkan bahwa varietas kedelai berbiji kecil dan kulit berwarna gelap lebih toleran terhadap deraan fisik (suhu 420C dan kelembaban 100%) dibanding varietas berbiji besar dan kulit berwarna terang. Ukuran benih berhubungan nyata dengan vigor benih. Chin (1976) menyatakan bahwa ukuran benih menggambarkan vigor benih, hal ini terlihat dari penampakan bibit yang tumbuh dari benih tersebut. Pada tanaman buncis dan kedelai yang ditelitinya diperoleh hasil bibit yang berasal dari benih berukuran lebih besar lebih vigor dari pada bibit yang berasal dari benih berukuran kecil. Hasil penelitian Agustin (2010) menunjukkan bahwa pada benih kedelai yang berukuran lebih besar mempunyai tingkat vigor lebih tinggi daripada benih yang berukuran kecil. Kandungan Antosianin pada Benih Kulit benih (testa) kacang tanah banyak mengandung senyawa tanin, flavonoid dan asam fenolat terkonjugasi yang secara tradisional digunakan sebagai obat sakit sendi, aprodisiak, pencahar, obat bermacam-macam pendarahan dan leukemia. Senyawa tersebut mempunyai aktivitas antioksidan serta dapat digunakan sebagai obat yang dapat menyembuhkan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri (Robinson, 1991). Benih kacang tanah memiliki warna kulit yang bervariasi mulai dari coklat muda sampai merah tua. Perbedaan warna tersebut disebabkan pigmen warna yang umumnya terdapat pada beberapa tanaman, seperti warna merah, ungu, dan biru (Chukwumah et al., 2009). Warna yang dihasilkan tersebut merupakan senyawa antosianin yang termasuk ke dalam kelas flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar dan terdapat dalam semua tumbuhan hijau kecuali Alga. Antosianin merupakan pigmen yang larut dalam air, berwarna jingga, merah, dan biru yang tergabung dalam kelompok besar pigmen flavanoid (Sudiatsa, 2001). Salah satu tanaman yang diduga mempunyai potensi sebagai antioksidan dan antimikroba adalah tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.).
5
Fungsi antosianin dalam tanaman adalah membawa sifat resistensi terhadap penyakit (Salisbury dan Ross, 1995), sedangkan bagi manusia antosianin mampu menghambat pertumbuhan sel kanker diantaranya sel kanker perut, usus besar, kanker payudara, dan kanker paru-paru (Zhang et al., 2005). Antosianin juga dimanfaatkan dalam pembuatan suplemen nutrisi karena memiliki banyak dampak positif bagi kesehatan manusia. Antosianin juga banyak digunakan di industri makanan dan minuman sebagai pewarna alami. Antosianin merupakan salah satu antioksidan. Antioksidan diduga berguna untuk mempertahankan viabilitas benih karena memiliki kemampuan untuk mengurangi efek radikal bebas yang terbentuk selama penyimpanan. Purwanti (2004) menyatakan bahwa pada benih kedelai, tolok ukur daya tumbuh dan vigor memiliki hubungan dengan kulit benih kedelai. Kedelai hitam memiliki daya tumbuh dan vigor yang lebih baik di banding kedelai kuning. Futura et al. (2002) mengemukakan bahwa kedelai hitam diketahui mempunyai kandungan antosianin yang tinggi. Hasil penelitian Fitriesa (2011) menyatakan bahwa kandungan antosianin pada varietas kedelai hitam Detam 1 (1.308 μmol 100g-1 ) nyata lebih tinggi dibandingkan pada kedelai kuning yaitu Anjasmoro (0.418 μmol 100g-1). Hal tersebut menguatkan dugaan bahwa adanya antosianin menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi vigor benih. Hasil penelitian Agustin (2010) menyatakan bahwa kandungan antosianin pada kulit benih kedelai bervariasi dengan kisaran kandungan tertinggi pada Varietas Detam 1 yaitu 0.112 nmol cm-2 hingga terendah pada Varietas Anjasmoro yaitu 0.011 nmol cm-2. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa terdapat korelasi nyata antara kandungan antosianin dengan daya hantar listrik yang menunjukkan korelasi negatif dan erat (r = -0.65), artinya semakin besar kandungan antosianinnya maka semakin rendah daya hantar listriknya atau sebaliknya. Metode Pengusangan Cepat Metode pengusangan cepat dapat digunakan untuk menduga kemunduran benih. Metode pengusangan terdiri dari pengusangan secara fisik dan pengusangan secara kimia. Pengusangan secara fisik yaitu dengan perlakuaan
6
deraan suhu dan RH yang tinggi sehingga mempercepat kerusakan benih. Pengusangan secara kimia yaitu dengan menggunakan larutan tertentu untuk mempercepat proses kerusakan benih, misalnya dengan menggunakan larutan ethanol. Menurut Mugnisjah et al. (1994) uji pengusangan dipercepat tergolong dalam uji vigor benih yang dengan lingkungan suboptimum, tetapi lingkungan tersebut diberikan sebelum benih dikecambahkan. Uji pengusangan cepat bermanfaat untuk menduga berapa lama benih dapat disimpan sehingga sangat berguna bagi produsen, pedagang, atau penyalur benih. Mesin pengusangan cepat (MPC) merupakan salah satu alat yang digunakan untuk pengujian vigor daya simpan setelah benih mengalami pengusangan fisik. Pada pengusangan cepat fisik, benih mengalami deraan fisik sebelum pengujian daya berkecambah. Benih diletakkan pada suhu 40-50°C dan RH mendekati 100% dengan deraan waktu sesuai jenis benih (Delouche dan Baskin, 1973). Pada kondisi tersebut benih akan melakukan respirasi yang mengakibatkan berkurangnya energi benih untuk laju repirasi cepat tumbuh. Benih yang telah diusangkan tetapi masih mempunyai daya berkecambah tinggi memberikan indikasi mempunyai vigor yang tinggi. Metode pengusangan cepat terdiri dari perlakuan fisik menggunakan suhu dan kelembaban nisbi yang tinggi dan perlakuan kimiawi dengan menggunakan uap jenuh etanol. Tingkat deraan dalam MPC akan menghasilkan satu seri data, mulai dari vigor awal (Va) hingga kematiannya. Indikator status vigor benih yaitu laju/kecepatan penurunan viabilitas. Benih yang vigornya tinggi viabilitasnya akan menurun lebih lambat dibandingkan benih yang vigornya rendah (Copeland dan McDonald, 2001). Penyimpanan Alami Penyimpanan benih merupakan suatu upaya untuk mempertahankan viabilitas selama mungkin sehingga mutu benih saat ditanam tetap tinggi. Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas benih dalam periode simpan yang selama mungkin agar benih dapat ditanam pada tahun-tahun berikutnya atau untuk tujuan pelestarian benih dari suatu jenis tanaman. Penyimpanan benih berfungsi untuk mempertahankan mutu fisiologis benih
7
dengan cara menekan kemunduran benih serendah mungkin. Kemunduran benih tidak dapat dihentikan, namun bisa dikendalikan sehingga berlangsung lambat dengan penerapan ilmu dan teknologi yang sesuai (Justice dan Bass, 2002). Menurut Sadjad (1993) ada tiga faktor yang mempengaruhi daya simpan benih, yaitu faktor innate, induced, dan enforced. Faktor innate merupakan faktor yang berhubungan dengan sifat genetik benih. Faktor induced merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi lapangan sewaktu benih diproduksi, sedangkan faktor enforced berhubungan dengan lingkungan simpan benih. Justice dan Bass (2002) menyatakan bahwa faktor lingkungan simpan terdiri dari faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik meliputi benih, serangga gudang, dan cendawan, sedangkan faktor abiotik meliputi suhu, kelembaban, dan komposisi gas. Benih kacang tanah mampu bertahan selama delapan tahun tanpa penurunan viabilitas yang nyata sewaktu disimpan pada suhu 100C dan kelembaban nisbi 50% (Justice dan Bass, 2002). Menurut Tillman dan Wright (2002) benih kacang tanah yang disimpan tanpa polong memiliki kemungkinan rusak yang lebih besar karena kulit dari benih kacang tanah tipis dan tidak mampu melindungi terhadap kerusakan dari luar. Dari penelitian Puspitasari (1990) didapatkan hasil bahwa benih kacang tanah dapat bertahan sampai periode simpan 12 minggu jika disimpan dalam kemasan plastik polipropilen vakum pada kondisi kamar dengan daya berkecambah (DB) 69.67%, sedangkan bila disimpan dengan kemasan aluminium foil vakum pada kondisi kamar dapat bertahan sampai periode simpan 15 minggu dengan DB 65.33%. Menurut Pitojo (2005) penyimpanan benih kacang tanah yang tidak baik dapat menurunkan viabilitas dan biasanya hanya mampu bertahan paling lama empat bulan. Benih kacang tanah sebaiknya disimpan dalam bentuk polong. Benih yang terbuka dari polongnya beresiko mudah terserang hama gudang dan mudah turun daya berkecambahnya. Salah satu kelemahan kacang tanah adalah mudah terkontaminasi aflatoksin, karena tanaman ini rentan terhadap kapang Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus yang menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin. Mikotoksin ini banyak ditemukan pada komoditas kacang tanah dan jagung (Pitojo, 2005).
8
Pengujian Viabilitas Benih Viabilitas benih dibagi menjadi dua kriteria yaitu viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh. Sadjad et al. (1999) mengemukakan bahwa viabilitas potensial ditunjukkan pada daya hidup benih dalam kondisi serba optimum baik dilapang maupun di penyimpanan, yang dapat dideteksi dengan tolok ukur daya berkecambah (DB) dan berat kering kecambah normal (BKKN). Pengujian vigor mencakup dua hal yaitu pengujian kekuatan tumbuh dan pengujian daya simpan. Vigor benih merupakan kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal pada kondisi sub-optimum di lapang produksi, atau sesudah disimpan dalam kondisi simpan yang sub-optimum dan ditanam dalam kondisi lapang yang optimum (Sadjad, 1994). Vigor benih dibagi menjadi dua kategori, yaitu vigor kekuatan tumbuh (VKT) dan vigor daya simpan (VDS). Vigor kekuatan tumbuh merupakan parameter vigor lot benih yang menunjukkan kemampuan benih tumbuh normal pada kondisi suboptimum (Sadjad,1994). Vigor kekuatan tumbuh (VKT) dapat dideteksi dengan tolok ukur indeks vigor (IV) dan kecepatan tumbuh (KCT). ditunjukkan dengan kemampuan benih untuk disimpan dalam keadaan sub-optimum pula. Vigor daya simpan benih dapat dideteksi dengan tolok ukur daya hantar listrik (DHL), dan keserempakan tumbuh (KST). Vigor benih yang tinggi dicirikan antara lain oleh: (1) tahan disimpan lama, (2) tahan terhadap serangan hama dan penyakit, (3) cepat dan merata tumbuhnya, dan (4) mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan tumbuh yang sub-optimal (Sutopo, 2004). Viabilitas benih dalam konsep Steinbauer Sadjad merupakan suatu periode yang disebut periode viabilitas (PV). Periode viabilitas dalam konsep ini berawal dari saat terjadinya antesis sampai benih mati. Menurut Sadjad (1990) periode viabilitas dibagi menjadi tiga periode, yaitu periode pertama yang merupakan periode pembangunan benih, periode dua merupakan periode simpan benih, dan periode tiga merupakan periode dimana benih harus mampu menunjukkan mutunya secara total dan mampu menunjukkan kemampuan tumbuh normal dalam berbagai kondisi. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal,
9
penurunan pemunculan kecambah di lapang (fied emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman (Copeland dan McDonald, 2001). Benih dikatakan disimpan dalam keadaan suboptimum, apabila disimpan dalam keadaan terbuka, langsung berhubungan dengan udara luar. Benih dikatakan disimpan dalam keadaan optimum, apabila benih itu disimpan dalam keadaan ruang simpan yang suhu dan kelembaban nisbi udara dan biosfernya serba terkontrol (Sadjad et al., 1999).