4
TINJAUAN PUSTAKA Kecambah Kacang Hijau Wilayah produksi utama kacang hijau membentang dari Asia Selatan hingga Asia Tenggara (Rubatzky & Yamaguchi 1998). Kacang hijau termasuk tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan di Indonesia. Dari segi luasan, Indonesia sebenarnya termasuk negara penghasil utama kacang hijau di dunia, walaupun masih jauh di bawah India (Sumarno 1993). Kacang hijau varietas Sampeong merupakan kacang hijau lokal Sumbawa yang telah disetujui sebagai komoditas unggul daerah dan dilepas sebagai komoditas
unggul
nasional
sesuai
Surat
Keputusan
Menteri
Pertanian
No.135/Kpts/TP.2404/2/2003 (Distan Kabupaten Sumbawa 2007). Sampeong merupakan varietas yang ukuran bijinya sangat kecil yang rendemennya tinggi dan sesuai bila dibuat kecambah atau tauge (Balitkabi 2009). Kacang hijau varietas Sampeong merupakan polong yang tidak mudah pecah dan sesuai untuk dibuat kecambah, peka hama thrips dan aphis, agak tahan embun tepung dan bercak daun, daya hasil 1,80 ton/ha dengan umur panen 70-75 hari (IAARD 2010). Pembuatan kecambah dari kacang hijau merupakan cara pengolahan dengan teknologi yang sederhana, mudah, murah, dan kegunaannya cukup tinggi (Hartanti 1986). Tauge kacang hijau berasal dari biji kacang hijau yang dikecambahkan (Muchtadi 2000). Biji direndam, dikecambahkan, dan dibiarkan tumbuh di tempat gelap selama beberapa hari sebelum dikonsumsi. Satu gram biji kacang hijau menghasilkan 6-8 gram tauge segar. Hipokotil yang etiolasi, daun kotiledon, dan akar muda dapat dimakan, baik mentah maupun setelah dimasak. Akar tanaman kacang hijau yang membengkak juga penting karena kandungan proteinnya mendekati 15% (Rubatzky & Yamaguchi 1998). Dalam proses perkecambahan, terjadi berbagai perubahan biologis yang memperlihatkan terpecahnya berbagai komponen dalam biji menjadi senyawasenyawa yang lebih sederhana, yang telah siap cerna bagi embrio atau kecambah untuk tumbuh lebih lanjut. Selama terjadinya kecambah, beberapa kandungan pati diubah menjadi dekstrin atau bagian yang lebih kecil lagi, yaitu dalam bentuk gula maltosa, molekul protein yang besar dipecah menjadi molekul yang lebih kecil. Lemaknya juga dihidrolisis menjadi asam-asam lemak yang lebih mudah dicerna. Beberapa mineral (kalsium dan besi) yang biasa terikat erat
5
dilepaskan, sehingga menjadi bentuk yang lebih bebas. Dengan demikian lebih mudah dicerna dan diserap di dalam saluran pencernaan. Dalam bentuk tauge, kecambah memiliki kandungan vitamin lebih banyak dari kandungan bijinya. Dibandingkan kadar dalam biji, kadar vitamin B meningkat jumlahnya, misalnya 2,5 sampai 3 kali lebih besar. Demikian juga dengan vitamin E atau tocopherol, sedangkan vitamin C yang sangat sedikit pada biji-bijian kering, dalam bentuk tauge meningkat menjadi 20 mg/100 g (kacang hijau) (Winarno 1987). Berdasarkan penelitian Estiasih (1993), perlakuan perkecambahan turut mempengaruhi kadar protein tepung kacang hijau. Setelah perkecambahan lima hari terjadi peningkatan total nitrogen, sedikit penurunan nitrogen protein dan peningkatan yang tajam baik total non protein nitrogen dan nitrogen asam amino bebas berdasarkan berat kering. Menurut Winarno (1987), berdasarkan berat kering, kandungan protein dari tauge kacang hijau meningkat 119% bila dibandingkan dengan kandungan awal pada biji. Hal ini terutama disebabkan terjadinya sintesis protein selama proses germinasi (kecambah), selain disebabkan oleh berkurangnya bahan kering karena terlepasnya gula selama perendaman dan germinasi. Disamping itu, kadar kalsium meningkat yang disebabkan karena selama proses perendaman biji-biji menyerap ion-ion kalsium dari air perendam. Dari leguminosa, dipilih kacang hijau karena rendah tingkat penyebab flatulensi dan kadar antitripsinnya. Hasil penelitian Mubarak (2005) menunjukkan bahwa perkecambahan menyebabkan penurunan yang signifikan terhadap faktor antinutrisi kacang hijau. Perkecambahan efektif dalam menurunkan asam fitat, stachiosa dan raffinosa. Perkecambahan menghasilkan retensi yang lebih besar dari seluruh mineral. Daya cerna protein dan Protein Efficiency Ratio (PER) juga meningkat selama proses perkecambahan. Proses pengecambahan memberikan beberapa keuntungan seperti proses tersebut memungkinkan terjadinya pemecahan awal (predigestion) dari pati dan protein; viskositas dapat direduksi sampai batas yang dikehendaki tergantung tingkat germinasi sehingga produk sangat cocok untuk makanan bayi yang sangat muda. Di samping itu, pelepasan kulit (debraining) serealia atau kacangkacangan mudah dilakukan setelah selesai proses germinasi (Sulaeman 1994). Keuntungan lainnya adalah daya cernanya lebih baik, biaya lebih murah, dapat diterapkan pada tiap level teknologi. Proses ini dapat diterapkan bukan hanya di
6
daerah atau masyarakat yang teknologinya masih sederhana, namun juga dapat diterapkan oleh industri pangan modern (Desikachar 1980, diacu dalam Sulaeman 1994). Perbandingan kandungan gizi kacang hijau dan kecambah kacang hijau per 100 gram berat kering berdasarkan data kandungan gizi pada Tabel Komposisi Pangan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan gizi kacang hijau dan kecambah kacang hijau per 100 gram berat kering No.
Jenis Zat Gizi
Satuan
Kacang hijau
Kecambah kacang hijau
Kal
382
354
1
Energi
2
Karbohidrat
g
67.22
44.79
3
Protein
g
27.10
38.54
4
Lemak
g
1.78
12.50
5
Serat
g
8.88
11.46
6
Kalsium
mg
263.91
1729.17
7
Fosfor
mg
377.51
770.83
8
Besi
mg
8.88
8.33
9
Natrium
mg
-
-
10
Kalium
mg
-
-
11
Karoten
µg
263.91
208.33
12
Thiamin
mg
0.54
0.94
13
Riboflavin
mg
0.18
1.56
14
Niasin
mg
1.78
11.46
15
Vitamin C
mg
11.83
52.08
Sumber: PERSAGI (2009) Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Pengertian MP-ASI Makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) adalah makanan bergizi yang diberikan di samping ASI kepada bayi berusia enam bulan ke atas atau berdasarkan indikasi medik, sampai anak berusia 24 bulan untuk mencapai kecukupan gizi. MP-ASI bubuk instan adalah MP-ASI yang telah diolah sehingga dapat disajikan seketika dengan hanya penambahan air minum atau cairan lain yang sesuai (BSN 2005). Menurut PAHO/WHO (2003), pemberian makanan tambahan adalah proses yang dimulai ketika pemberian ASI saja tidak lagi mencukupi kebutuhan gizi bayi sehingga makanan dan cairan lain dibutuhkan bersama dengan ASI. Sasaran pemberian makanan tambahan adalah bayi kelompok usia 6 hingga 24
7
bulan, walaupun pemberian ASI mungkin terus berlanjut hingga usia lebih dari dua tahun. ASI hanya mampu mencukupi kebutuhan bayi sampai usia 4-6 bulan. Setelah itu, produksi ASI semakin berkurang, sedangkan kebutuhan bayi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan berat badan. Pemberian makanan tambahan sangat membantu bayi dalam proses belajar makan dan kesempatan untuk menanamkan kebiasaan makan yang baik (Krisnatuti & Yenrina 2000). Karena sifatnya, ASI dapat mencukupi kebutuhan sebagian besar bayi sampai berumur empat atau enam bulan. Sebagian bayi dapat tumbuh dengan memuaskan sampai berumur enam bulan atau lebih dengan hanya diberi ASI. Sebagian lagi mungkin memerlukan lebih banyak energi dan zat-zat gizi lain daripada yang terdapat dalam ASI. Tujuan pemberian makanan tambahan adalah sebagai komplemen terhadap ASI agar anak memperoleh cukup energi, protein dan zat-zat gizi lain (vitamin dan mineral) untuk tumbuh dan berkembang secara normal (Muchtadi 1994). Menurut Husaini dan Anwar (1984), diacu dalam Krisnatuti dan Yenrina (2000), para orang tua dianjurkan untuk memperkenalkan bermacam-macam bahan makanan yang sesuai dengan kebutuhan fisiologis bayi serta aneka ragam makanan dari daerah setempat. Pemberian makanan dari daerah setempat sejak dini akan memungkinkan anak yang bersangkutan menyukai makanan tersebut sampai anak beranjak dewasa. Persyaratan MP-ASI Makanan tambahan untuk bayi sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Nilai energi dan kandungan proteinnya tinggi 2. Memiliki nilai suplementasi yang baik, mengandung vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup 3. Dapat diterima dengan baik 4. Harganya relatif murah 5. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal. Makanan tambahan harus mengandung protein dengan nilai NPU (Net Protein Utilization) sama atau lebih besar dari 60 dengan kadar protein sekitar 20%. Nilai PER (Protein Efficiency Ratio) harus lebih besar atau sama dengan 2.1 dan jika mutu protein yang digunakan lebih tinggi, maka kadar protein makanan tambahan dapat lebih rendah. Makanan bayi harus memiliki
8
kekambaan yang minimal, tetapi memiliki kandungan protein serta kepadatan energi yang tinggi. Pemilihan bahan untuk formulasi MP-ASI harus memperhatikan beberapa aspek berikut (CAC 1991): 1. Kandungan gizi dalam bahan baku; 2. Kebiasaan makan; 3. Aspek sosial ekonomi yang ditentukan oleh pemerintah berkaitan dengan gizi; 4. Ketersediaan dan biaya bahan baku dan bahan penyusun lain. Syarat mutu MP-ASI adalah zat gizi yang dikandung MP-ASI harus memenuhi kebutuhan gizi pada kelompok umur sasaran. Persyaratan MP-ASI bubuk instan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 224/Menkes/SK/II/2007 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Spesifikasi Teknis Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Bubuk Instan untuk Bayi 6 – 12 Bulan No 1 2
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Zat Gizi Energi Protein (kualitas protein tidak kurang dari 70% kualitas kasein) Lemak (kadar asam linoleat minimal 300 mg per 100 Kal atau 1,4 gram per 100 gram produk) Karbohidrat 4.1 Gula (sukrosa) 4.2 Serat Vitamin A Vitamin D Vitamin E Vitamin K Thiamin Riboflavin Niasin Vitamin B12 Asam folat Vitamin B6 Asam Pantotenat Vitamin C Besi Kalsium Natrium Seng Iodium Fosfor
23 24
Selenium Air
3 4
Sumber: Depkes (2007)
Satuan Kal g
Kadar 400 – 440 15 – 22
g
10 – 15
g g mcg mcg mg mcg mg mg mg mcg mcg mg mg mg mg mg mg mg mcg mg
maksimum 30 maksimum 5 250 – 350 7 – 10 4–6 7 – 10 0,3 – 0,4 0,3 – 0,5 2,5 – 4,0 0,3 - 0,6 40 – 100 0,4 - 0,7 1,3 - 2,1 27 – 35 5–8 200 – 400 240 – 400 2,5 – 4,0 45 – 70 perbandingan Ca:P = 1,2 – 2,0 10 – 15 maksimal 4
mcg g
9
Badan Standardisasi Nasional juga menetapkan standar untuk MP-ASI yang tercantum dalam SNI 01-7111.1-2005. Persyaratan MP-ASI dalam SNI 017111.1-2005 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Persyaratan MP-ASI menurut SNI 01-7111.1-2005 No 1 2 3 4
Zat Gizi
Satuan
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Air Abu Energi Protein (mutu protein tidak kurang dari 70% kasein standar) Karbohidrat 4.1 Sukrosa, fruktosa, glukosa, sirup glukosa atau madu a) Karbohidrat dari sumber tersebut b) Fruktosa 4.2 Serat pangan Lemak Vitamin A Vitamin D Vitamin C Vitamin E Vitamin K Vitamin B1 Vitamin B2 Niasin Vitamin B12 Asam folat Vitamin B6 Asam Pantotenat Natrium Kalsium
g g g RE mcg mg mg mcg mg mg mg mcg mcg mg mg mg mg
21
Fosfor
mg
22 23 24 25
Besi Seng Iodium Selenium
mg mg mcg mcg
5
g g Kal g
g
Kadar per 100 gram maks 4 maks 3.5 min 80 8 – 22
per 100 Kal 2-5.5
maks 30
-
maks 15 maks 5 6 – 15 250 – 700 3 – 10 min 27 min 4 min 10 min 0.4 min 0.4 min 4 min 0.3 min 27 min 0.7 min 1.3 min 200 perbandingan Ca:P = 1,2 – 2,0 min 5 min 2.5 min 45 min 10
maks 3.75 maks 1.25 1.5-3.75 62.5-180 0.75-2.5 min 6.25 min 1 min 2.5 min 0.1 min 0.1 min 1 min 0.075 min 6.25 min 0.2 min 0.3 maks 100 min 50 min 1.25 min 0.6 min 11.25 min 2.5
Sumber: BSN (2005) Pengolahan MP-ASI Produksi makanan bayi, selain harus diperhatikan kandungan zat-zat gizinya, juga harus diperhatikan sifat fisik produk yang dihasilkan. Proses pengeringan dengan drum dryer atau extruder akan dapat mengurangi viskositas dan kekambaan produk. Makanan tambahan untuk bayi dapat merupakan suatu makanan campuran, yaitu campuran dari beberapa bahan makanan dalam perbandingan tertentu agar diperoleh suatu produk dengan nilai gizi yang tinggi. Di dalam penggunaan serealia sebagai pencampur, tidak terdapat masalah adanya senyawa anti-protease. Akan tetapi, dalam menggunakan kacang-
10
kacangan sebagai sumber protein, terdapatnya senyawa antiprotease (misalnya antitripsin) dan hemaglutinin, perlu diperhatikan. Senyawa antitripsin dan hemaglutinin yang dapat menurunkan nilai gizi protein dapat dihilangkan aktivitasnya dengan proses pemanasan yang cukup (Muchtadi 1994). Bahan Penyusun Bubur Susu Kecambah Kacang Hijau Instan Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 224/Menkes/SK/II/2007, Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Bubuk Instan terbuat dari campuran beras dan atau beras merah, kacang hijau dan atau kedelai, susu, gula, minyak nabati, dan diperkaya dengan vitamin dan mineral serta ditambah dengan penyedap rasa dan aroma (flavour). Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bubur susu kecambah kacang hijau instan adalah kecambah kacang hijau, tepung beras, tepung susu skim, gula pasir, dan minyak kelapa sawit. Komposisi kimia bahan-bahan pembuat bubur susu kecambah kacang hijau instan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi kimia bahan baku bubur susu kecambah kacang hijau instan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Jenis zat gizi Air Abu Energi Karbohidrat Protein Lemak Serat Kalsium Fosfor Besi Natrium Kalium Karoten Thiamin Riboflavin Niasin Vitamin C
Satuan
Tepung beras
g g Kal g g g g mg mg mg mg mg µg mg mg mg mg
12 0.5 353 80 7 0.5 5 140 0.8 5 241 0.12 -
Tepung susu skim 3.5 7.9 359 52 35.6 1 1300 1030 0.6 470 1745 0.35 7
Gula putih 5.4 0.6 394 94 0 0 5 1 0.1 0 0
Kecambah kacang hijau 90.4 0.4 34 4.3 3.7 1.2 1.1 166 74 0.8 20 0.09 0.15 1.1 5
Minyak kelapa sawit 0 0 884 0 0 100 0 0 0 18181 0 0
Sumber: PERSAGI (2009) Tepung beras Tepung beras diperoleh melalui tahapan seperti pembersihan bahan, lalu mengeringkan bahan hingga kadar air 14 persen dan selanjutnya melakukan penggilingan kasar dengan penggiling palu untuk memisahkan lembaga dan endospremnya. Hasil gilingan kasar tersebut dikeringkan kembali hingga mencapai kadar air 14-16 persen dan setelah itu didinginkan, lalu dilakukan penggilingan halus dengan alat penggilas. Hasil dari gilingan alat tersebut diayak
11
dengan pengayak bertingkat untuk mendapatkan berbagai tingkatan hasil giling (Hubeis 1984). Dalam pemberian makanan padat pertama pada bayi dianjurkan sebaiknya
memulai
dengan
jenis
serealia beras
karena
beras
sedikit
kemungkinannya menyebabkan reaksi diare (Sulaeman 1994). Beras memiliki komposisi asam amino esensial yang lengkap, sedangkan sereal lain terbatas pada kandungan lisin (CAC 1991). Tepung susu skim Susu skim diperoleh dari susu segar melalui penghilangan emulsi lemak susu yang berbentuk krim. Susu skim biasa digunakan secara komersial pada berbagai level padatan (Rechcigl 2000). Laktosa merupakan komponen utama pada tepung susu. Susu skim mengandung laktosa sebanyak 50% (Fox & McSweeney 1998). Untuk bayi, laktosa memiliki banyak manfaat, diantaranya adalah laktosa membentuk galaktosa, yaitu senyawa yang dibutuhkan dalam pembentukan galaktolipid yang merupakan komponen utama dari otak; laktosa juga membantu penyerapan kalsium dan mineral lain, dengan membantu penyerapan kalsium, laktosa juga membantu mencegah penyakit rakhitis dan osteomalacia; laktosa meningkatkan pertumbuhan bakteri usus yang dapat mensintesis vitamin biotin, riboflavin, asam folat, dan piridoksin; laktosa membantu penyerapan protein dan protein yang lebih sulit dicerna yang berasal dari tumbuhan (Packard 1982). Gula (sukrosa) Sukrosa atau gula pasir biasa terdapat dalam jumlah besar di dalam banyak tumbuhan dan secara niaga diperoleh dari tebu atau gula bit. Sukrosa merupakan salah satu dari sedikit disakarida bukan pereduksi karena gugus pereduksi monosakaridanya terlibat pada pembentukan ikatan glikosida (deMan 1997). Penambahan gula dapat dilakukan untuk memberi tambahan energi pada makanan. Gula dapat ditambahkan sampai kadar 20 persen (Hofvander & Underwood 1987, diacu dalam Sulaeman 1994). Minyak kelapa sawit Minyak kelapa sawit merupakan minyak yang diperoleh dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit mengandung asam miristat 1%-2%, asam palmitat 7,5%10,5%, asam stearat 1%-3%, asam oleat 5%-8%, asam linoleat 5%-4%, dan asam linolenat 1% (Desnelli & Fanani 2009).
12
Angka Kecukupan Gizi Bayi Angka kecukupan gizi yang dianjurkan adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas untuk mencegah terjadinya defisiensi gizi. Kecukupan yang dianjurkan sudah mencakup lebih dari 97.5% populasi (Muhilal, Jalal, Hardinsyah 1998). Angka Kecukupan Energi (AKE) adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat) dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang diharapkan (Hardinsyah & Tambunan 2004). Angka Kecukupan Protein (AKP) adalah rata-rata konsumsi protein untuk menyeimbangkan protein yang hilang ditambah sejumlah tertentu agar mencapai hampir semua populasi sehat (97.5%) di suatu kelompok umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh tertentu pada tingkat aktivitas sedang (Hardinsyah & Tambunan 2004). Angka Kecukupan Gizi (AKG) bayi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Angka kecukupan gizi bayi No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Jenis zat gizi Energi (Kal) Protein (g) Vitamin A (RE) Vitamin D (µg) Vitamin E (mg) Vitamin K (µg) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niasin (mg) Asam folat (µg) Vitamin B6 (mg) Vitamin B12 (µg) Vitamin C (mg) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Iodium (µg) Seng (mg) Selenium (µg)
Kelompok usia 0 – 6 bulan 7 – 12 bulan 550 650 10 16 375 400 5 5 4 5 5 10 0.3 0.4 0.3 0.4 2 4 65 80 0.1 0.3 0.4 0.5 40 40 200 400 100 225 0.5 7 90 90 1.3 7.5 5 10
Sumber: PERSAGI (2009) Pengeringan Pengeringan adalah penerapan panas pada kondisi yang diatur untuk menghilangkan sebagian besar air yang terdapat di dalam makanan melalui
13
penguapan. Tujuan utama dari pengeringan adalah untuk memperpanjang umur simpan dari makanan dengan penurunan aktivitas air. Pengeringan juga dapat mengurangi berat dan kekambaan produk sehingga mengurangi biaya transportasi dan penyimpanan. Sutijahartini (1985) mengungkapkan bahwa pengeringan bahan pangan mempunyai beberapa keuntungan, yaitu bahan dapat menjadi lebih awet sehingga lebih tahan terhadap penyimpanan, volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengepakan dan pengangkutan, serta
berat
bahan
berkurang
sehingga
memudahkan
pengangkutan.
Pengeringan juga memiliki kerugian, yaitu penurunan mutu makanan dan nilai gizi dari makanan (Fellows 2000). Susut nilai gizi selama pengeringan dan proses pemekatan lebih kecil dibandingkan susut selama pemasakan (Harris & Karmas 1989). Desain dan pengoperasian pengeringan dibutuhkan untuk meminimalkan perubahan-perubahan tersebut melalui pemilihan kondisi pengeringan yang sesuai untuk setiap makanan (Fellows 2000). Untuk pengeringan bahan pangan terdapat berbagai tipe pengering yang digunakan. Pada umumnya pemilihan tipe pengering ditentukan oleh jenis komoditi yang akan dikeringkan, bentuk akhir produk yang dikehendaki, faktor ekonomi dan kondisi operasinya (Desrosier 1988). Drum dryer memiliki tingkat pengeringan yang tinggi dan efisiensi energi yang tinggi dan cocok untuk pasta yang partikelnya terlalu besar untuk spray drying (Fellows 2000). Drum dryer digunakan untuk pengeringan bahan berbentuk larutan, lumpur atau pasta. Alat ini dapat bekerja secara kontinu dan berbentuk silinder yang berputar. Prinsip pengeringan berlangsung mula-mula dengan proses difusi dan merupakan faktor pengontrol yang cukup penting artinya. Cairan atau larutan mula-mula dipanaskan sampai suhu mendidih, kemudian uap air dipanaskan pada suhu didih sehingga sebagian air bahan menguap. Karena penguapan air bahan ini, konsentrasi larutan akan berubah dan kepekatan bahan akan berubah hingga dicapai suhu sama tinggi dengan suhu dinding silinder dan kadar air bahan minimum atau dengan perkataan lain bahan menjadi kering. Apabila bahan berbentuk lumpur atau pasta, suhu tidak berubah pada titik didih zat pelarut selama bahan masih basah. Kenaikan suhu hanya terjadi apabila zat pelarut bahan yang tidak mudah larut ini telah menguap semua. Uap air dikumpulkan dan dalam selang waktu tertentu uap air dikeluarkan dari dalam
14
silinder (Sutijahartini 1985). Suhu drum berkisar antara 120oC – 170oC dan waktu pengeringan dari 20 detik sampai 3 menit (Harris & Karmas 1989).