JURNAL PENAMBAHAN TEPUNG KULIT KECAMBAH KACANG HIJAU DALAM PAKAN TERHADAP BOBOT BADAN ITIK HIBRIDA FASE STARTER
EXTRA FLOUR SKIN MUNG BEAN SPROUTS IN THE FEED TO BODY WEIGHT HYBRID DUCK STARTER PHASE
Oleh: BHAKTI ASTIVIANTO N.F 12.1.04.01.0027
Dibimbing oleh : 1. Dr. FITRIANI, S.Pt.,M.P 2. ERNA YUNIATI,S.Pt.,M.P
PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2017
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
Bhakti Astivianto N.F| 12.1.04.01.0027 Fak Peternakan – Prodi Peternakan
simki.unpkediri.ac.id || 2||
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
Bhakti Astivianto N.F| 12.1.04.01.0027 Fak Peternakan – Prodi Peternakan
simki.unpkediri.ac.id || 3||
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
Bhakti Astivianto N.F| 12.1.04.01.0027 Fak Peternakan – Prodi Peternakan
simki.unpkediri.ac.id || 4||
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
(PENAMBAHAN TEPUNG KULIT KECAMBAH KACANG HIJAU DALAM PAKAN TERHADAP BOBOT BADAN ITIK HIBRIDA FASE STARTER) Bhakti Astivianto N.F
12.1.04.01.0027 Fak Peternakan – Prodi Peternakan Peternakan.unpkediri.ac.id Dr. Fitriani,S.Pt,MP dan Dosen Erna Yuniati,S.Pt,MP UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI ABSTRAK Penelitian ini dilatar belakangi, Pakan merupakan kebutuhan yang paling utama dalam usaha peternakan, terutama dalam peternakan unggas dimana dalam pemeliharaan secara instensif biaya pakan mencapai 70% sehingga biaya pakan sangat menentukan biaya produksi. Agar dapat menekan biaya produksi diperlukan bahan baku yang harganya murah, mudah didapat dan mempunyai gizi yang cukup. Penelitian ini dilaksanakan di rumah Bpk. Asnan, desa Selorejo, Nganjuk, yang berlangsung pada bulan Agustus sampai September 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung kulit kecambah pada pakan itik hibrida terhadap performans itik hibrida. Penelitian ini menggunakan 64 ekor itik hibrida, dan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan, setiap kandang berisi 4 ekor itik. Perlakuan yang diberikan adalah P1 (ransum + 0 % tepung kulit KKH), P2 (ransum + 10% tepung kulit KKH), P3 (ransum + 15% tepung kulit KKH) dan P4 (ransum + 20% tepung kulit KKH). Perubahan yang diamati adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan. Data dianalisis menggunakan Sidik Ragam. Hasil penelitian diperoleh bahwa penggunaan tepung kulit KKH dalam pakan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah Konsumsi, pertambahan bobot badan dan konversi menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Tepung kulit kecambah kacang hijau bisa ditambahkan kedalam pakan itik hibrida sebanyak 15%. Saran: Penambahan tepung kulit kecambah kacang hijau dalam pakan sebesar 15%, dan untuk penelitian akan datang tepung kulit KKH dengan proses pengolahan direbus.
KATA KUNCI : Tepung kulit KKH, bobot badan, itik hibrida.
.
Bhakti Astivianto N.F| 12.1.04.01.0027 Fak Peternakan – Prodi Peternakan
simki.unpkediri.ac.id || 5||
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
I. PENDAHULUAN
digantikan dengan rumput lapangan
A. Latar Belakang
pada
Pakan merupakan kebutuhan yang
ternak
domba
pengaruh konsumsi
pakan
berbeda
terutama
disebabkan karena nilai nutrisi yang
dimana
dalam
peternakan
unggas
pemeliharaan
secara
terkandung
nyata.
yang
paling utama dalam usaha peternakan, dalam
tidak
memberikan
dalam
kulit
kecambah
kacang
sehingga
yang relatif sama dengan nilai nutrisi
pakan
sangat
memiliki
ini
instensif biaya pakan mencapai 70% biaya
hijau
Hal
menentukan biaya produksi. Agar dapat
pada
menekan biaya produksi diperlukan
menunjukkan kulit kecambah kacang
bahan baku yang harganya murah,
hijau
mudah didapat dan mempunyai gizi
dengan rumput lapangan. Oleh karena
yang cukup.
itu tepung kulit kecambah kacang hijau
Salah satu bahan alternatif yang dapat
menjadi
digunakan untuk pakan ternak adalah
potensial digunakan sebagai salah satu
kulit kecambah kacang hijau. Kulit
bahan
kecambah kacang hijau adalah limbah
konsentrat.
dari
Dari latar belakang tersebut sehingga
pembuatan
kecambah
kacang
rumput
nilai nutrisi
lapangan,
memiliki
bahan
hal
palatabilitas
pakan
pakan
tambahan
yang
dalam
penulis
banyak karena tiap1 kg kacang dapat
Penambahan tepung kulit kecambah
menghasilkan 5 kg tauge, sedangkan
kacang hijau dalam Pakan Terhadap
–
40
kecambah
%
merupakan
kacang
hijau,
kulit
biasanya
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk campuran
pakan
sapi.
Sedangkan
kandungan nutrien yang cukup tinggi, yaitu
mengandung
bahan
kering
88,54%, protein kasar 13,56%, serat kasar 33,07%, lemak kasar 0,22%, dan TDN
64,58%.
Menurut Setiabudi
(1998)
bahwa
pemberian
kecambah
kacang
hijau
Bhakti Astivianto N.F| 12.1.04.01.0027 Fak Peternakan – Prodi Peternakan
kulit
mengambil
setara
hijau/tauge, yang ketersediaannya cukup
20
tertarik
ternak
ini
judul
Bobot Badan Itik Hibrida Fase Starter. B. Rumusan Masalah Apakah
penambahan
tepung
kulit
kecambah kacang hijau dalam pakan bisa meningkatkan bobot badan itik hibrida fase starter ? C. Tujuan Untuk mengetahui penambahan tepung kulit kecambah kacang hijau dalam
yang simki.unpkediri.ac.id || 6||
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
pakan pada bobot badan itik hibrida fase
C. Metode Penelitian
starter.
Metode penelitian memakai metode Rancangan Alat Lengkap (RAL) adalah
D. Hipotesis Penambahan tepung kulit kecambah kacang
hijau
dalam
pakan
bisa
meningkatkan bobot badan itik hibrida fase starter.
sebagai berikut: Yij = µ + α + Ɛij Keterangan : : 1,2,3,…p (jumlah perlakuan)
I
dan j = 1,2,3…,1 (jumlah ulangan) MATERI DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian
Yij
: Nilai pengamatan pada suatu
percobaan
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 15
1
: Nilai tengah umum
Agustus – 28 September 2016 yang
αi
: Pengaruh perlakuan taraf ke i
bertempat di rumah Bapak Asnan, Desa
Ɛij
: Galat percobaan pada suatu
Selorejo, Kec. Bagor, Kab. Nganjuk.
percobaan ulangan ke - j perlakuan ke-i Data yang diperoleh dan di analisa
B. Alat dan Bahan 1. Bahan
dengan menggunakan sidik ragam. Jika
Ternak itik hibrida sebanyak 64 –
( P > 0, 05 ) maka dilakukan uji BNT,
setiap kandang diisi 4 ekor
( Suhaimi, 2001 )
Konsentrat
Dedak padi
Tepung kulit kecambah kacang hijau
2. Alat
D. Perlakuan Penelitian Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut :
Perlakuan
1
(P1)
=
dedak
:
Kandang yang digunakan adalah
konsentrat (60:40) tanpa tepung kulit
kandang tipe postal yang dibagi
KKH sebagai kontrol
menjadi 16 petak dengan ukuran
setiap petak 70 cm, setiap petak
Perlakuan
2
(P2)
konsentrat (60:40)
kandang diisi 4 ekor itik hibrida.
=
dedak
:
+ 10% tepung
kulit KKH
Lantai kandang dilapisi sekam padi, dan diganti seminggu sekali. Setiap
Perlakuan
3
(P3)
=
dedak
:
petak kandang di lengkapi dengan
konsentrat (60:40) + 15% tepung
wadah pakan dan wadah minum.
kulit KKH
Bhakti Astivianto N.F| 12.1.04.01.0027 Fak Peternakan – Prodi Peternakan
simki.unpkediri.ac.id || 6||
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
Perlakuan
4
(P4)
=
dedak
:
digunakan
oleh
ternak
untuk
konsentrat (60:40) + 20% tepung
memenuhi kebutuhan hidup (Wahju,
kulit KKH
2004). 2. Pertambahan Bobot Badan
E. Cara Kerja Penelitian Kegiatan penelitian,
yang yaitu
dilakukan
pada
pengambilan
kulit
Bobot
badan
awal
dalam
penelitian diukur pada saat akan
kecambah kacang hijau, di cuci, di
diberikan
keringkan,
dan
tepung.
pertambahan bobot badan per ekor
Pemberian
pakan
tepung kulit
per minggu dihitung dari selisih
kecambah kacang hijau untuk perlakuan
bobot badan per ekor pada akhir
P2(10%),
minggu
dijadikan dan
P3(15%),
dan
P4(20%).
perlakuan.
dikurangi
Rata-rata
rataan
bobot
tidak
badan per ekor pada awal minggu.
menggunakan tepung kulit kecambah
Pertambahan bobot badan menurut
kacang hijau (kontrol). Pakan diberikan
(Rasyaf, 2002).
Sedangkan
perlakuan
P1
mengikuti tabel pemberian pakan itik dan air minum diberikan secara
ad
libitum. Pemberian pakan 2X/ hari dan dilakukan dengan cara mengisi tiga per empat
bagian
dari
tempat
pakan
untuk menghindari tercecernya pakan pada saat itik makan. Air minum secara adlibitum, dan penggantian air minum dilakukan setiap pagi.
Konversi berdasarkan konsumsi pertambahan minggunya.
dihitung
perbandingan pakan
antara dengan
bobot
badan
Rasyaf
tiap (1990)
(Feed
Converse
Ratio)
jumlah
adalah konsumsi
pakan pada satu minggu dengan pertambahan
1. Konsumsi Ransum ransum
pakan
menyatakan bahwa, konversi pakan
perbandingan
F. Parameter Penelitian
Konsumsi
3. Konversi Ransum
dihitung
bobot
badan
yang
dicapai pada minggu itu, bila rasio
berdasarkan jumlah ransum yang di
kecil berarti
berikan pada awal minggu di kurangi
badan itik memuaskan atau itik
sisa ransum pada akhir minggu,
makan dengan efisien.
dalam
satuan
pertambahan bobot
gram/ekor/minggu.
Konsumsi pakan ialah jumlah pakan dan zat makanan lain yang dimakan dalam jumlah waktu tertentu dan Bhakti Astivianto N.F| 12.1.04.01.0027 Fak Peternakan – Prodi Peternakan
simki.unpkediri.ac.id || 7||
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
pakan
G. Diagram Alur Penelitian
tersisa.
Selama
penelitian
diperoleh hasil percobaan yang dapat dilihat dari grafik di bawah ini :
Grafik 1. Konsumsi Itik Hibrida Keterangan : P1 = 0% ; P2 = 10% ; P3 = 15% ; P4 = 20%. Pada grafik diatas, konsumsi itik II. HASIL DAN PEMBAHASAN
hibrida pada minggu 1 perlakuan P3 lebih
A. Hasil Uji Analisis Proksimat
tinggi (4329) dari perlakuan lainnya dan
Hasil
Uji
Analisis
Proksimat
perlakuan
P1
lebih
rendah
Penelitian Penambahan Tepung Kulit
Kemungkinan
Kecambah Kacang Hijau sebagai Pakan
meningkat dari perlakuan P3 karena rasa
Itik Hibrida pada Fase Starter.
dari penambahan tepung kulit kecambah
Terlihat pada tabel dibawah :
kacang hijau dapat menimbulkan bau yang
Hasil Uji Analisis Proksimat Tepung
segar,
Kulit Kecambah Kacang Hijau
kehijauan sehingga menambahkan nafsu
tekstur
palabilitas/
(4261).
lembut,
daya
dan
suka
warnanya
makan. Church (1979), menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas. Palatibilitas dipengaruhi oleh bau, rasa, tekstur dan warna pakan yang diberikan. Minggu 2 itik hibrida diperoleh *). Berdasarkan 100% bahan kering. B. Konsumsi Pakan
konsumsi tertinggi pada perlakuan P1 (7223) yaitu penambahan 0% atau kontrol
Konsumsi pakan merupakan jumlah
dan konsumsi terendah pada perlakuan P4
pakan yang diberikan dikurangi dengan
(7191) atau penambahan 20%, kemungkinan
Bhakti Astivianto N.F| 12.1.04.01.0027 Fak Peternakan – Prodi Peternakan
simki.unpkediri.ac.id || 8||
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
minggu 2 perlakuan P4 menjadi terendah
tahap produksi, periode pertumbuhan dan
karena cuaca yang tidak stabil, terkadang
penyakit.
panas terkadang berangin. Wahyu (1992), menyatakan
bahwa
dipengaruhi
oleh
konsumsi iklim,
pakan
kesehatan,
Minggu 5 itik hibrida pada perlakuan P3 (12752 ) lebih tinggi dari perlakuan lainnya,
dan
perlakuan
P4
(12664)
palabilitas pakan, bentuk pakan, bau dan
konsumsinya paling sedikit dibandingkan
warna pakan serta bobot badan.
perlakuan P1, P2, dan P3. Diperlakuan ini
Minggu 3 itik hibrida konsumsi
itik hibrida mengalami stres karena suhu
tertinggi pada perlakuan P3 (10273) dan
ekstrim/ panas, dan adanya itik yang sakit,
terendah
sehingga mengakibatkan itik kurang nafsu
pada
perlakuan
P4
(10184).
Kemungkinan pada minggu 3 daya suka/
makan.
palabilitas kembali meningkat pada P3,
bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh
karena pakan yang ditambahkan tepung kulit
besar dan bangsa, suhu sekitar, fase
kecambah kacang hijau dapat menimbulkan
produksi, perkandangan, derajat kepadatan,
bau yang segar, tekstur lembut, warnanya
tersedianya air bersih, tingkat penyakit
kehijauan. Hal ini sesuai dengan Church
dalam kelompok, kandungan energi dalam
(1979), menyatakan bahwa faktor yang
pakan.
dapat
mempengaruhi
konsumsi
Anggorodi
(1980)
menyatakan
adalah
Minggu 6 itik hibrida pada perlakuan
palatabilitas. Palatibilitas dipengaruhi oleh
P1 (12781) lebih tinggi dari perlakuan
bau, rasa, tekstur dan warna pakan yang
lainnya, sedangkan P3 (12763) konsumsinya
diberikan.
paling kecil. Kemungkinan pada minggu 6
Minggu 4 itik hibrida pada perlakuan
perlakuan P3 konsumsinya paling kecil
P3 (11926) lebih tinggi dari perlakuan
karena cuaca yang tidak stabil, terkadang
lainnya,
(11864)
panas terkadang berangin, dan dipengaruhi
konsumsinya paling sedikit. Kemungkinan
oleh kesehatan itik di perlakuan P3 ada yang
diperlakuan P1 itik mengalami stres karena
sakit. Wahyu (1992), menyatakan bahwa
temperatur lingkungan yang tidak stabil,
konsumsi pakan dipengaruhi oleh iklim,
terkadang panas dan terkadang berangin,
kesehatan, palabilitas pakan, bentuk pakan,
serta di perlakuan P1 terdapat itik yang
bau dan warna pakan serta bobot badan.
dan
perlakuan
P1
sakit. Hal ini sesuai dengan dengan pendapat
Hasil analisa Ragam menunjukkan
(Wahyu, 1992) yang menyatakan bahwa
bahwa pertambahan tepung kulit kecambah
konsumsi pakan dipengaruhi oleh bangsa,
kacang hijau tidak berpengaruh nyata (P >
sistem kandang, temperatur lingkungan,
0,05), kemungkinan level kenaikan 5 (10%, 15%, 20%)
Bhakti Astivianto N.F| 12.1.04.01.0027 Fak Peternakan – Prodi Peternakan
pertambahan tepung kulit simki.unpkediri.ac.id || 9||
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
kecambah kacang hijau sedikit dalam pakan
kemungkinan
itik hibrida, dan imbangan konsentrat dan
kesehatan itik, suhu tidak stabil, kadang
dedak (60:40) juga sama dan jenis itik sama.
panas kadang berangin. Hal ini sesuai
Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi
dengan
(1980) menyatakan bahwa konsumsi pakan
menyatakan
dipengaruhi oleh besar dan bangsa, suhu
dipengaruhi oleh besar dan bangsa, suhu
sekitar, fase produksi, perkandangan, derajat
sekitar, fase produksi, perkandangan, derajat
kepadatan, tersedianya air bersih, tingkat
kepadatan, tersedianya air bersih, tingkat
penyakit
penyakit
dalam
kelompok,
kandungan
energi dalam pakan.
dalam
faktor
(Anggorodi,
1980)
konsumsi
pakan
bahwa
Minggu
Pertambahan bobot badan dihitung berat
pendapat
oleh
kelompok,
kandungan
energi dalam pakan.
C. Pertambahan Bobot Badan
berdasarkan
dipengaruhi
akhir
2
pertambahan
bobot
disemua perlakuan relatif sama atau tidak
minggu
berselisih banyak, kemungkinan di minggu
dikurangi dengan berat awal minggu
2 itik sudah beradaptasi dengan penambahan
yang dihitung tiap minggunya. Pada
tepung kulit kecambah, dan suhu lingkungan
percobaan
sebagai
stabil atau tidak berubah-ubah. Hal ini
berikut dan terdapat pada grafik dibawah
sesuai dengan pernyataan Suharno dan
ini:
Nazruddin
diperoleh
hasil
(1994),
bahwa
pertambahan
bobot badan dipengaruhi oleh tipe ternak, suhu lingkungan, jenis kelamin, dan gizi yang ada dalam pakan. Hal ini didukung oleh pendapat wahyu (1992) bahwa tingkat konsumsi ransum berpengaruh terhadap bobot badan mingguan. Minggu 3 pertambahan bobot badan itik tertinggi perlakuan P3 (3959) dan Grafik 2. Pertambahan Bobot Badan Itik
terendah pada perlakuan P2 (3641), hal ini
Hibrida
disebabkan tingkat konsumsi pakan pada
Keterangan :
perlakuan P3 juga tinggi, jadi tingkat
P1 = 0% ; P2 = 10% ; P3 = 15% ; P4 = 20%.
konsumsi pakan berbanding lurus dengan
Pada grafik diatas, pertambahan
pertambahan bobot badan. Hal ini sesuai
bobot badan itik hibrida pada minggu 1
dengan pernyataan (Kartadisastra, 1997)
tertinggi pada perlakuan P3 (1807) dan
menyatakan
terendah
badan ternak berbanding lurus dengan
pada
perlakuan
P4
Bhakti Astivianto N.F| 12.1.04.01.0027 Fak Peternakan – Prodi Peternakan
(1700),
bahwa
pertambahan
bobot
simki.unpkediri.ac.id || 10||
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
tingkat konsumsinya. Makin tinggi tingkat
dalam kelompok, kandungan energi dalam
konsumsinya, akan semakin tinggi bobot
pakan. Pada minggu 6 itik sering mengalami
tubuhnya.
stres karena keadaan lingkungan, hal ini
Pertambahan
bobot
badan
itik
sesuai dengan pendapat (Nazaruddin, 1994)
hibrida pada minggu 4 dan 5 tertinggi pada
menyatakan
perlakuan P3 (3532 dan 3480) dan terendah
badan dipengaruhi oleh tipe ternak, suhu,
pada perlakuan P4 (3407 dan 3367),
lingkungan, jenis kelamin dan gizi yang ada
kemungkinan pada minggu 4 dan 5 itik
dalam pakan.
mengalami stres karena keadaan lingkungan
bahwa
Pertambahan
pertambahan
bobot
badan
bobot
itik
yang tidak stabil. Hal ini sesuai dengan
hibrida dihitung setiap minggu berdasarkan
pendapat (Suharno dan Nazaruddin, 1994)
bobot badan akhir dikurangi bobot badan
menyatakan
bobot
awal. Hasil analisis ragam bobot badan hasil
badan dipengaruhi oleh tipe ternak, suhu,
penelitian itik hibrida tidak berpengaruh
lingkungan, jenis kelamin dan gizi yang ada
nyata (P>0,05). Tidak adanya pengaruh
dalam pakan.
yang nyata dipengaruhi oleh gizi yang
bahwa
pertambahan
Minggu 6 pertambahan bobot badan
terkandung pada ransum tiap-tiap perlakuan
itik hibrida paling tinggi pada perlakuan P4
sama, batasan level beda kenaikan 5 dan
(3349) dan terendah pada perlakuan P3
semua itik yang digunakan itik hibrida.
(3064),
diminggu-minggu
Pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh
sebelumnya perlakuan P3 selalu tertinggi
tipe ternak, suhu, lingkungan, jenis kelamin
pertambahan bobot badannya dibandingkan
dan gizi yang ada dalam pakan (Nazaruddin,
dengan perlakuan lain, kemungkinan di
1994).
minggu
padahal
ini
perlakuan
mengalami
Persentase bobot badan dari minggu
penurunan, karena itik kurang nafsu makan
ke minggu mengalami peningkatan dan
sehingga mempengaruhi pertambahan bobot
penurunan yang berbeda-beda, baik itu
badannya.
6
diberi tambahan maupun yang tidak diberi
ketersedian air yang kurang dan cuaca,
tambahan tepung kulit kecambah kacang
sehingga
penurunan
hijau. Kemungkinan hal ini sesuai dengan
konsumsi. Hal ini sesuai dengan pendapat
pendapat (Jull, 1982) menyatakan bahwa
(Anggorodi,
persentase
Mungkin
akan
P3
pada
mengalami
1980)
minggu
menyatakan
bahwa
kenaikan bobot
badan dari
konsumsi pakan dipengaruhi oleh besar dan
minggu ke minggu berikutnya selama
bangsa,
produksi,
periode-periode pertumbuhan tidak sama,
kepadatan,
kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh
tersedianya air bersih, tingkat penyakit
genetik (strain), jenis kelamin, lingkungan,
suhu
perkandangan,
sekitar, derajat
fase
Bhakti Astivianto N.F| 12.1.04.01.0027 Fak Peternakan – Prodi Peternakan
simki.unpkediri.ac.id || 11||
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
manajemen, kualitas dan kuantitas pakan
minggunya.
yang dikonsumsi. Hal ini didukung (Wahyu, 1992)
bahwa
berpengaruh
tingkat
konsumsi
pakan
terhadap
bobot
badan
mingguan. Tingkat konsumsi pakan yang rendah akan mengakibatkan zat-zat nutrisi makanan yang terkonsumsi juga rendah, sehingga mengakibatkan pertumbuhan yang tidak optimal yang menyebabkan penurunan
Grafik 3. Konversi Itik Hibrida
bobot badan.
Keterangan :
Kemungkinan pada saat penelitian
P1 = 0% ; P2 = 10% ; P3 = 15% ; P4 = 20%.
itik mengalami stres. Mungkin pengaruh
Pada grafik diatas, terlihat bahwa di
lokasi
kandang yang tidak jauh dari
minggu 1 konversi itik hibrida yang
keramain atau dekat dengan pemukiman dan
terendah ada di perlakuan P3 menghabiskan
pengaruh pada saat dilakukan penimbangan
konsumsi
setiap minggunya. Menurut (Sandy, 2000)
bobot badan meningkat, dimana diperlakuan
lokasi untuk peternakan harus jauh dari
ini diberi tambahan tepung kulit kecambah
keramaian
kacang
dan
jauh
dari
pemukiman
tinggi
hijau
akhirnya
sebanyak
pertambahan
15%,
dimana
penduduk. Tidak hanya itu DOD harus
konversi yang rendah maka dalam pakan itik
dipilih dari indukan yang bagus, sehingga
hibrida secara ekonomis lebih efisien.
akan baik pula dalam pertumbuhannya.
Tatalaksana,
Menurut (Anwar, 2005) bibit itik yang
penggunaan bibit yang baik juga dapat
dihasilkan haruslah berasal dari induk itik
berpengaruh (Yunus, 1991).
kualitas
pakan,
dan
pilihan untuk mencapai bibit itik yang mempunyai
pertumbuhan
yang
konversi terendah pada perlakuan P3 (9,90)
khususnya untuk itik pedaging.
dan tertinggi pada perlakuan P4 (10,06),
D. Konversi Pakan Konversi pakan dihitung dengan membandingkan jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan
yang
Minggu 2 konversi itik hibrida,
cepat
didapat
setiap
dimana P3 menghabiskan konsumsi tinggi akhirnya
pertambahan
bobot
badan
meningkat, P3 ditambahkan tepung kulit kecambah kacang hijau sebanyak batasan 15%. Sedangkan P4 dalam perlakuannya ditambahkan tepung kulit kecambah kacang hijau
Bhakti Astivianto N.F| 12.1.04.01.0027 Fak Peternakan – Prodi Peternakan
sebanyak
20%.
Jull
(1982),
simki.unpkediri.ac.id || 12||
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
menyatakan bahwa presentase kenaikan
pada minggu sebelumnya P3 konversinya
bobot badan dari minggu ke minggu
paling kecil. Sehingga dengan konversi
berikutnya
selama
lebih sedikit, maka dengan penambahan
pertumbuhan
tidak
pertumbuhan
periode-periode sama,
kulit
kecambah
kacang
hijau
sebanyak 15% ini lebih efisien. Hal ini
lingkungan,
sesuai dengan pendapat Kamal (1997) dan
manajemen, kualitas dan kuantitas pakan
Zuprizal (1993) yang menyatakan bahwa
yang dikonsumsi.
besar
jenis
kelamin,
oleh
tepung
genetik
(strain),
dipengaruhi
kecepatan
Minggu 3 terlihat bahwa konversi
kecilnya
dipengaruhi
nilai
oleh
konversi
kualitas
pakan
pakan
dan
terendah ada di perlakuan P3 menghabiskan
kemampuan ternak untuk mengubah pakan
konsumsi
menjadi
tinggi
akhirnya
pertambahan
daging,
keseimbangan
pakan,
bobot badan meningkat, dimana dalam
ukuran tubuh, temperatur lingkungan, berat
perlakuan P3 ini ditambahkan tepung kulit
hidup, bentuk fisik pakan dan jenis kelamin.
kecambah kacang hijau sebanyak 15% dan
Minggu 5 terlihat bahwa konversi
tertinggi ada diperlakuan P2, dimana dalam
dari masing-masing perlakuan P1, P2, P3,
perlakuan ini ditambahkan tepung kulit
dan P4 yaitu 15,11 ; 14,86 ; 14,84 ; 15,08.
kecambah kacang hijau sebanyak 10%.
Dimana
Sehingga dengan konversi lebih sedikit,
perlakuan P3
maka dengan pertambahan kulit kecambah
tinggi akhirnya pertambahan bobot badan
kacang hijau 15% ini lebih efisien. Hal ini
meningkat, yaitu 14,84 , dimana P3 ini
sesuai dengan pendapat North (1990) yang
dalam perlakuannya ditambahkan tepung
menyatakan bahwa nilai konversi pakan
kulit kecambah kacang hijau sebanyak 15%.
kecil semakin efisien, karena konsumsi
Sedangkan
pakannya digunakan secara optimal untuk
diperlakuan P1 sebagai kontrol. Kemudian
pertumbuhan.
disusul oleh perlakuan P4 kemudian P2.
Minggu 4 terlihat bahwa konversi
Dengan
konversi
terendah
ada
pada
menghabiskan konsumsi
konversi
konversi
tertinggi
terendah
ada
maka
mulai dari yang tertinggi secara berurutan
penambahan tepung kulit kecambah kacang
yaitu P4, P1, P2 dan P3. Tertinggi ada di
hijau
perlakuan P4 (13,97) dan terendah ada di
dibandingkan dengan penambahan lainnya,
perlakuan
P3
menghabiskan
karena usus mempunyai kadar protein
konsumsi
tinggi
pertambahan
sebanyak 22,92%. (Card dan Nesheim,
bobot badan meningkat, yaitu dengan
1972) menyatakan bahwa konversi pakan
dengan pertambahan tepung kulit kecambah
tergantung pada beberapa faktor, antara lain
kacang hijau sebanyak 15%. Sama seperti
kadar protein, energi metabolisme dalam
(13,54) akhirnya
Bhakti Astivianto N.F| 12.1.04.01.0027 Fak Peternakan – Prodi Peternakan
sebanyak
15%
ini
lebih
baik
simki.unpkediri.ac.id || 13||
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
pakan, besar tubuh, bangsa ternak, umur,
dan
bobot
maupun
konsumsinya
juga
tersedianya nutrisi dalam jumlah yang
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata,
cukup, suhu lingkungan dan kesehatan.
kemungkinan penggunaan bibit dan ransum
Minggu 6 terlihat bahwa konversi
imbangan yang sama (40:60%), sehingga
terendah ada pada perlakuan P4 (15,28) dan
untuk konversi juga tidak menunjukkan
tertinggi
(16,44)
perbedaan yang nyata. Konversi ransum
menghabiskan konsumsi rendah akhirnya
dipengaruhi oleh genetika, ukuran tubuh,
pertambahan
menurun,.
suhu lingkungan, kesehatan, tercukupinya
Padahal pada minggu-minggu sebelumnya
nutrien pakan (Rasyaf, 1987). Tatalaksana,
perlakuan P3 konversinya paling kecil.
kualitas pakan, dan penggunaan bibit yang
Mungkin di minggu 6 ini itik hibrida
baik juga dapat berpengaruh (Yunus, 1991).
mengalami stress karena lingkungan sekitar,
Rasyaf (1991) berpendapat bahwa semakin
sehingga
dan
kecil konversi pakan berarti pemberian
berpengaruh terhadap pertambahan bobot
pakan makin efisien, namun jika konversi
badannya. Dengan demikian konversi P3
pakan tersebut membesar, maka telah terjadi
jadi lebih jelek dari minggu sebelumnya.
pemborosan.
pada
perlakuan
bobot
kurang
Menurut menyatakan
P3
badan
nafsu
Nazaruddin bahwa
makan
(1994)
pertambahan
yang bobot
badan dipengaruhi oleh tipe ternak, suhu,
III. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
lingkungan, jenis kelamin dan gizi yang ada
Berdasarkan
penelitian
selama
dalam pakan. Hal ini didukung oleh
melaksanakan percobaan, maka dapat
pendapat Wahyu (1992) yang menyatakan
disimpulkan, adalah :
bahwa tingkat konsumsi pakan berpengaruh
Konsumsi, pertambahan bobot badan
terhadap bobot badan mingguan. Tingkat
dan
konsumsi yang rendah akan mengakibatkan
berbeda nyata (P > 0,05). Tepung kulit
zat-zat nutrisi makanan yang terkonsumsi
kecambah
juga
ditambahkan kedalam pakan itik hibrida
rendah,
sehingga
mengakibatkan
pertumbuhan yang tidak optimal yang
konversi
menunjukkan
kacang
hijau
tidak
bisa
sebanyak 15%.
menyebabkan penurunan bobot badan. Hasil
keragaman
menunjukkan
pengaruh yang tidak nyata (P>0,5), yang tidak
berbeda
nyata
ini
B. Saran Disarankan :
disebabkan
Penambahan tepung kulit kecambah
penambahan tepung kulit kecambah kacang
kacang hijau dalam pakan sebesar 15%,
hijau hanya selisih sedikit antar perlakuan,
dan untuk penelitian akan datang tepung
Bhakti Astivianto N.F| 12.1.04.01.0027 Fak Peternakan – Prodi Peternakan
simki.unpkediri.ac.id || 14||
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
kulit kecambah kacang hijau dengan
Dewan Standarisasi Nasional (DSN), 2001.
proses pengolahan direbus.
Dedak Padi/ Bahan Baku Pakan. Ernita dan Dewi. 2000. Kacang Hijau
IV. DAFTAR PUSTAKA Abidin,
Z.
2002.
(Phaseolus
Penggemukan
Potong.Jakarta:
PT.Agro
Sapi Media
radiatus
L).Situs
internet: http//www.asiamaya.com/jamu/isi/kac anghijau-phaseolusradiatus.htm.
Pustaka.
(akses 11 Maret 2016) Amrullah, K. I., 2002. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi, Bogor.
Grist, D.H., 1972. Rice. 4th Ed. Lowe and Brydine Ltd, London.
Anggorodi. 1980. Ilmu Makanan Ternak Jull, M.A., 1982. Poultry Husbandry. Tata
Umum. Jakarta, PT. Gramedia.
Mc Graw-Hill, New Delhi. Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Utama,
Kamal,
M.,
1994.
Laboratorium
Jakarta.
Nutrisi Makanan
Ternak
I.
Ternak.
Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Anwar, R. 2005. Produktivitas itik manila (Cairina moschata) di Kota Jambi.
Fakultas
Peternakan.
Universitas
Gadjah Mada.
Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan Kamal. M. 1997. Pengaruh penambahan DL
VI(1): 24−33.
metionin sintetis ke dalam ransum fase Ashshofi, B. I., Busono, W., dan Maylinda,
akhir terhadap perlemakan tubuh
S. 2014. Performans Produksi Itik
ayam broiler. Bull. Peternakan 18: 40-
Hibrida Pada Berbagai Warna Bulu.
46.
Malang
:
Fakultas
Peternakan
Universitas Brawijaya Malang.
Kartadisastra, H.R., 1997. Penyediaan dan Pengelolaan
Card LE, Nesheim MC. 1972. Poultry
Pakan
Ternak
Rumnansia. Kanisius. Yogyakarta.
th
Production.11 Edit. Phildelphia: Lea and Febiger.
National Research Council, 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Revised
Church, D. C. 1979. Livestock Feed and Feeding. Durhan and Cowney, Inc.
Edition. National Academy Press, Washington D.C.
Portland. Oregon.
Bhakti Astivianto N.F| 12.1.04.01.0027 Fak Peternakan – Prodi Peternakan
simki.unpkediri.ac.id || 15||
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
North, M. O. and D. D. Bell. 1990. Commercial
Chicken
Production
Manual. 4th Edition. Chapman and Hall, New York. Priyono.
2008.
Peternakan.
Konsentrat. www.
Undip.
Ilmu Ac.id
Penebar Swadaya, Jakarta.
Kanisius: Yogyakarta
Telur. Yogyakarta : Kanisius.
Komersil. Penebar Swadaya, Jakarta. Suprapto, 1993. Bertanam Kedelai. Penebar
Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. ke-5.
Gadjah
Mada
University Press, Yogyakarta.
Beternak
Unggas
1998. Subtitusi
Kulit
Kecambah Kacang Hijau Terhadap Rumput Lapangan
Unggas. UGM-Press, Yogyakarta. Zuprizal.
Komersil. Penerbit Kanisius, Jakarta. B.
Press.
Wahyu. J. 1992. IImu Nutrisi Ternak
Rasyaf, M. 1991. Pengelolaan Produksi
Setiabudi,
University
Yogyakarta.
Cetakan
Rasyaf, M., 1990. Makanan Ayam Broiler.
2002.
Mada
Swadaya, Jakarta.
Rasyaf. 1987. Beternak Ayam Pedaging.
M.,
Gajah
Suharno, B. dan Nazaruddin. 1994. Ternak
(Diakses 11 Maret 2016).
Rasyaf,
Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Air.
pada
1993.
pakan
Pengaruh
tinggi
protein
penggunaan terhadap
penampilan, karkas dan perlemakan ayam pedaging fase akhir. Bull. Peternakan17: 110-118.
Ransum
pada Domba Lokal Jantan. Skripsi. Fakultas
Peternakan
Universitas
Diponegoro. Semarang. Sinurat, A.P. 2000. Penyusunan ransum ayam buras dan itik. Pelatihan proyek pengembangan agribisnis peternakan. Jakarta. Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia.Penebar
Swadaya.
Jakarta.
Bhakti Astivianto N.F| 12.1.04.01.0027 Fak Peternakan – Prodi Peternakan
simki.unpkediri.ac.id || 16||