HAKIM: GENOTIPE KACANG HIJAU TAHAN EMBUN TEPUNG
Identifikasi Sumber Ketahanan Genotipe Kacang Hijau terhadap Penyakit Embun Tepung Lukman Hakim
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Jl. Merdeka 147 Bogor, 16111 ABSTRACT. Identification Sources of Resistance to Powdery Mildew (Erysiphe polygoni) in Mungbean Genotypes. A total of 210 mungbean genotypes, consisted of 115 introduced and 95 local varieties were screened for powdery mildew resistance. The trial was conducted at Muara Experimental Farm during dry season of 2004. The entries were sown in a randomized block design, with 3 replications. Each entry was planted 2 rows of 5 meters long. Plant spacing was 40 x 20 cm, each hill contained two plants. Variety Merak was grown as susceptible check variety. Result obtained indicated two genotypes, VR2773 and VR4718 were highly resistant to powdery mildew, five genotypes were resistant and five genotypes were moderately resistant. One of the resistant genotypes, VR1560C and two of the moderately resistant genotypes, VR2984 and VR3476, produced the highest grain yield among the entries. Although the genotypic variance is rather low for resistance to powdery mildew, but the character had high heritability and expected genetic advance. The nature of variance of this character, and its high heritability and genetic advance, suggest that it is governed by genes that are mostly additive. Base on correlation analysis, the resistant mungbean genotypes tended to have early maturity, medium plant height, low number of branches and small seed size. Mungbean genotypes VR2773, VR4718, VR1560A and VR1560C can be used as sources of resistance to powdery mildew on mungbean breeding program. Keywords: Mungbean, germplasm, resistance, powdery mildew ABSTRAK. Sebanyak 210 genotipe kacang hijau yang terdiri atas 115 genotipe introduksi dan 95 varietas lokal dievaluasi ketahanannya terhadap penyakit embun tepung. Penelitian dilakukan di KP Muara pada MK 2004 menggunakan rancangan acak kelompok, tiga ulangan. Tiap aksesi ditanam dua baris dengan panjang barisan 5 m dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm, dua tanaman per lubang. Pada setiap 10 baris genotipe ditanam dua baris varietas rentan Merak sebagai pembanding. Dari penelitian ini diperoleh dua genotipe yaitu VR2773 dan VR4718 sangat tahan penyakit embun tepung, lima genotipe bereaksi tahan, dan lima genotipe lainnya menunjukkan reaksi moderat. Genotipe VR1560C, VR2984, dan VR3476 menghasilkan biji paling tinggi. Walaupun sifat ketahanan penyakit embun tepung mempunyai nilai varian genotipik agak rendah, tetapi karakter tersebut mempunyai dugaan heritabilitas dan kemajuan genetik cukup tinggi, sehingga diprediksi sifat ketahanan tersebut dipengaruhi oleh gen yang bersifat aditif dengan lingkungan. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa genotipe kacang hijau yang tahan penyakit embun tepung adalah yang berumur genjah, tinggi tanaman sedang, jumlah cabang sedikit dan berbiji kecil. Genotipe VR2773, VR4718, VR1560A, dan VR1560C dapat digunakan sebagai sumber ketahanan penyakit embun tepung dalam program pemuliaan kacang hijau.
D
Kata kunci: Kacang hijau, identifikasi, sumber ketahanan, embun tepung
i lahan sawah, kacang hijau ditanam pada awal atau akhir musim kemarau setelah panen padi, sedangkan di lahan tegalan ditanam pada akhir
174
musim hujan, secara monokultur atau tumpang sari dengan jagung (Siemonsma 1987). Tanaman kacang hijau pada musim kemarau sering tertular embun tepung (E. poligoni), sehingga produktivitasnya tidak optimal. Penyakit embun tepung terutama merusak daun dan bagian tanaman lain dari kacang hijau, kecuali akar (Grewal 1978). Penyakit embun tepung dapat berkembang melalui bantuan angin, tingkat penularan yang tinggi dapat terjadi pada suhu udara 22-27 0C dengan kelembaban 80-88%. Gejala awal penyakit embun tepung adalah berupa titik putih seperti tepung pada permukaan daun bagian atas, kemudian berkembang ke seluruh permukaan daun dan akhirnya permukaan daun tertutup tepung (spora) berwarna putih, lama kelamaan daun menguning dan kemudian gugur (Lina 1978). Penyakit embun tepung dapat menurunkan hasil kacang hijau hingga 21%, apabila daun terjangkit pada saat tanaman berbunga (Quebral 1969). Sundaram dan Tschanz (1987) melaporkan, kehilangan hasil kacang hijau yang disebabkan oleh penyakit embun tepung dapat mencapai 40%. Catedral dan Lantican (1978) melaporkan pula bahwa kacang hijau yang ditanam secara tumpang sari dengan jagung atau tebu dapat menyebabkan tingkat penularan penyakit embun tepung bertambah tinggi, dan penurunan hasil dapat mencapai 68%. Di Indonesia hingga saat ini terdapat 19 varietas unggul kacang hijau, umumnya tidak tahan penyakit embun tepung. Varietas yang cukup tahan antara lain Parkit, Merpati, Sriti, Perkutut, dan Kutilang. Ciri-ciri varietas tahan penyakit embun tepung antara lain warna daun hijau muda, daun agak tebal, rambut daun sedang sampai lebat, dan ukuran daun agak sempit. Untuk menekan kehilangan hasil yang disebabkan oleh penyakit embun tepung, penemuan genotipe tahan yang bersumber dari plasma nutfah sangat diperlukan untuk dimanfaatkan sebagai sumber genetik dalam perakitan varietas unggul. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi genotipe kacang hijau yang tahan terhadap penyakit embun tepung yang berasal dari varietas lokal dan introduksi. Genotipe tahan dapat digunakan sebagai
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 26 NO. 3 2007
sumber tetua dalam program perbaikan varietas kacang hijau.
BAHAN DAN METODE
Sebanyak 210 aksesi plasma nutfah kacang hijau varietas lokal dan introduksi dievaluasi di Kebun Percobaan Muara pada MK 2004. Jumlah aksesi, negara atau daerah asal genotipe yang dievaluasi tercantum pada Tabel 1. Rancangan percobaan adalah acak kelompok, tiga ulangan. Tiap aksesi ditanam dua baris, dengan panjang barisan 5 m, jarak tanam 40 cm x 20 cm, dua tanaman per lubang. Pada setiap lima aksesi (10 baris genotipe), ditanam dua baris varietas rentan Merak sebagai sumber infeksi. Tiga minggu sebelum tanam, sekeliling petak percobaan ditanami dengan varietas rentan Merak sebagai sumber inokulum. Pada umur 15 dan 30 hari setelah tanam, daun dari genotipe-genotipe yang diuji diinokulasi dengan larutan spora dengan cara disemprotkan pada permukaan daun, dilakukan sore hari. Penilaian atau skoring penyakit embun tepung dilakukan dua kali yaitu pada saat tanaman berbunga (umur 35 hari) dan pada waktu polong mulai masak (60 hari). Nilai ketahanan ditentukan berdasarkan luas daun yang tertular, dengan skor 1-5 (Kim 1992). Skor 1 = luas daun tertular 3%, 2 = luas daun tertular 4-10%, 3 = luas daun tertular 11-25%, 4 = luas daun tertular 26-50%, 5 = luas daun terstular 51-100%. Klasifikasi skoring: 1 = sangat tahan, 2 = tahan, 3 = moderat, 4 = rentan, 5 = sangat rentan. Pupuk diberikan pada saat tanam dengan takaran 100 kg urea + 150 kg SP36 + 100 kg KCl/ha. Pada umur 30 hari, tanaman diberi pupuk susulan 50 kg urea/ha. Untuk mencegah gangguan hama, tanaman disemprot
Tabel 1. Negara atau daerah asal dan jumlah aksesi kacang hijau yang digunakan pada skrining ketahanan terhadap penyakit embun tepung di KP Muara, MK 2004. Negara asal
Jumlah aksesi (introduksi)
India Philipina Sri Langka Pakistan Taiwan China Vietnam Thailand Korea Madagaskar
27 16 5 3 32 11 6 8 5 2
Daerah asal
dengan insektisida lenate (2 cc/l air), sebanyak lima kali dengan interval 10 hari sekali. Pada saat tanaman berumur 50 hari, dari setiap aksesi diambil 10 tanaman contoh untuk diamati komponen hasil dan sifat-sifat penting lainnya. Karakter yang diamati meliputi umur berbunga, umur polong masak, tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong/ tanaman, bobot 1000 biji, bobot biji/tanaman, dan hasil biji/petak. Untuk mengetahui dugaan heritabilitas dan kemajuan genetik dari setiap karakter yang diamati, terutama sifat ketahanan terhadap penyakit embun tepung, data dianalisis menggunakan metode analisis varian, heritabilitas, dan kamajuan genetik berdasarkan metode Murty et al. (1976). Untuk mengetahui hubungan antara karakter agronomi dengan tingkat penularan embun tepung dan hasil biji, data dianalisis menggunakan metode korelasi (Yohe and Poehlman 1975).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah dan keragaman tingkat ketahanan genotipe kacang hijau terhadap penyakit embun tepung tercantum pada Tabel 2. Tingkat penularan penyakit embun tepung pada saat tanaman berbunga (umur 35 hari) masih tergolong ringan (skor rata-rata 2,3). Varietas Merak (cek) yang sangat rentan embun tepung hanya menunjukkan skor 3 (moderat). Pada pengamatan kedua, yaitu pada fase polong mulai masak (umur 60 hari), intensitas penularan penyakit embun tepung sangat tinggi, semua genotipe yang diuji terinfeksi cukup parah, varietas rentan Merak (cek) tertular berat dengan skor 5 (sangat rentan). Keadaan ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Sundaram dan Tschanz (1987) bahwa tingkat infeksi paling tinggi penyakit embun tepung pada kacang hijau terjadi mulai fase pengisian polong hingga polong masak. Dalam penelitian ini terdapat dua aksesi yang
Jumlah aksesi (varietas lokal)
NTB Maluku Utara Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Jawa Barat Jawa Tengah Sulawesi Utara NTT Riau Jawa Timur Madura
22 2 10 5 21 13 3 8 2 3 6
Tabel 2. Distribusi tingkat ketahanan 210 genotipe kacang hijau terhadap penyakit embun tepung di KP Muara, MK 2004. Skor/penilaian (1-5) 1 2 3 4 5 Jumlah
Jumlah
115
Peringkat ketahanan
Jumlah genotipe
Sangat tahan Tahan Moderat Rentan Sangat rentan
2 5 5 108 90
(0,9%) (2,4%) (2,4%) (51,4%) (42,9%)
210 (100%)
95
175
HAKIM: GENOTIPE KACANG HIJAU TAHAN EMBUN TEPUNG
bereaksi sangat tahan, yaitu VR2773 (ML-3) dan VR4718 (PLM-945) asal India. Lima aksesi asal AVRDC Taiwan yaitu VR1560A, VR1560C, VR1482, VR3528, dan VR3543 menunjukkan reaksi tahan, dan lima aksesi asal Filipina, Sri Langka, dan Korea (VR6017, VR3476, VR2007, VR2984, dan VR1476) bereaksi moderat (Tabel 3). Dari tujuh aksesi yang tahan penyakit embun tepung pada penelitian ini terdapat empat aksesi yang memiliki tingkat ketahanan yang sama yaitu VR2773, VR4718, VR1560C, dan VR1482 sebagaimana yang juga dilaporkan tahan oleh Fernandez dan Sundaram (1987). Semua varietas lokal tidak satu pun yang tahan terhadap penyakit embun tepung. Dengan demikian, dari 210 genotipe kacang hijau yang dievaluasi hanya dua aksesi yang mempunyai
Tabel 3. Ketahanan 12 genotipe kacang hijau terhadap penyakit embun tepung yang terpilih pada pengujian di KP Muara, MK 2004. Skor (1-5 ) Genotipe Fase berbunga (35 hari) VR2773 (ML-3) VR4718 (PLM-945) VR1560A VR1560C VR1482 VR3528 VR3543 VR6017 VR3476 VR2007 VR2984 VR1476 Merak (cek)
0 0 0 1 1 0 1 2 2 2 2 2 3
Fase polong masak (60 hari) 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 5
Tingkat ketahanan
Sangat tahan Sangat tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Moderat Moderat Moderat Moderat Moderat
sifat sangat tahan, lima aksesi tahan, lima aksesi moderat, 108 aksesi rentan, dan 90 aksesi sangat rentan (Tabel 2). Genotipe-genotipe yang tahan penyakit embun tepung ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber genetik dalam program perbaikan varietas kacang hijau. Data hasil dan komponen hasil genotipe kacang hijau yang tahan penyakit embun tepung tercantum pada Tabel 4. Dari tujuh genotipe tahan terdapat tiga genotipe yang hasil bijinya cukup tinggi yaitu VR1560A, VR2773, dan VR1560C masing-masing 1,4 t, 1,2 t, dan 1,2 t/ha (Tabel 4). Hasil biji empat genotipe tahan lainnya berkisar antara 0,9-1,0 t/ha. Dari lima genotipe yang bereaksi moderat, genotipe VR3476 dan VR2984 memberi hasil cukup tinggi, masing-masing 1,3 t dan 1,4 t/ha. Hasil dari genotipe-genotipe yang rentan rata-rata < 0,9 t/ha. Varietas Merak (cek) pada pengujian ini hanya menghasilkan 0,8 t/ha biji kering. Rata-rata umur polong masak dari 210 genotipe yang diuji berkisar antara 56-83 hari. Genotipe-genotipe yang tahan penyakit embun tepung berumur genjah sampai sedang (60-71 hari). Genotipe yang tahan penyakit embun tepung seperti VR1560A, VR2773, dan VR1560C disarankan untuk digunakan sebagai tetua dalam program persilangan kacang hijau. Ketiga genotipe tersebut di samping mempunyai sifat tahan terhadap penyakit embun tepung juga berdaya hasil cukup tinggi. Sundaram dan Tschanz (1987) melaporkan bahwa sifat ketahanan kacang hijau terhadap penyakit embun tepung dikendalikan oleh satu gen dominan (monogenic). Oleh karena itu, dalam program persilangan untuk menggabungkan sifat tahan penyakit embun tepung dengan sifat-sifat unggul lainnya seperti dengan hasil tinggi ke dalam satu genotipe relatif mudah.
Tabel 4. Hasil biji kering dan sifat-sifat genotipe kacang hijau yang tahan terhadap penyakit embun tepung. KP Muara, MK 2004.
Genotipe
VR2773 VR4718 VR1560A VR1560C VR1482 VR3528 VR3543 VR6017 VR3476 VR2007 VR2984 VR1476 Merak (cek)
176
Hasil biji kering (t/ha)
Umur berbunga (hari)
Umur polong masak (hari)
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah cabang
Jumlah polong/ tanaman
Bobot 1000 biji (g)
Bobot biji/ tanaman (g)
1,2 0,9 1,4 1,2 1,0 0,9 1,0 0,8 1,3 0,8 1,4 0,8 0,8
37 35 37 37 35 41 41 43 35 40 35 42 35
65 60 67 63 65 71 67 71 60 67 63 71 65
61,3 63,5 58,8 61,7 72,2 73,7 67,5 70,3 66,6 73,8 70,7 66,5 67,7
3 3 4 3 5 5 4 5 4 6 5 3 4
15 9 27 17 12 11 17 9 25 10 31 11 12
50 42 55 52 43 43 51 47 55 45 53 47 67
26,7 17,6 31,3 27,1 19,0 15,8 25,5 14,3 27,7 15,1 30,5 15,3 16,1
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 26 NO. 3 2007
Dengan telah ditemukannya genotipe-genotipe kacang hijau yang tahan penyakit embun tepung, maka program pemuliaan untuk memperbaiki ketahanan varietas-varietas unggul yang sudah ada terhadap penyakit embun tepung diharapkan dapat berhasil dengan baik. Dengan demikian, pada masa yang akan datang kehilangan hasil yang disebabkan oleh penyakit tersebut dapat diatasi. Heritabilitas dan Kemajuan Genetik
Hasil analisis menunjukkan bahwa sifat ketahanan kacang hijau terhadap penyakit embun tepung mempunyai dugaan heritabilitas dan kemajuan genetik yang cukup tinggi, masing-masing 51,7% dan 47,3%, sedangkan nilai varian genotipiknya rendah, yaitu 18,6 (Tabel 5). Oleh karena itu diprediksi bahwa sifat ketahanan terhadap penyakit embun tepung dipengaruhi oleh gen yang bersifat additive dengan lingkungan. Dengan demikian, dalam program seleksi, pemilihan galur-galur yang tahan penyakit embun tepung dapat dilakukan pada generasi awal (F2-F4), dan disarankan menggunakan metode seleksi massa. Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Tickoo et al. (1987). Menurut mereka, sifat ketahanan kacang hijau terhadap penyakit embun tepung mempunyai tingkat heritabilitas dan dugaan kemajuan genetik yang cukup tinggi, masingmasing 40,1% dan 45,4%, sehingga dalam program seleksi, terutama pada generasi awal, peluang untuk mendapatkan galur-galur yang tahan penyakit embun tepung cukup besar. Karakter-karakter lainnya yang mempunyai dugaan heritabilitas dan kemajuan genetik yang cukup tinggi adalah umur berbunga, umur polong masak, tinggi tanaman dan ukuran biji (Tabel 5). Dalam program seleksi, karakter-karakter tersebut dapat ditentukan pada generasi awal (F2-F4) bersamaan dengan sifat ketahanan penyakit embun tepung.
Jumlah polong, jumlah cabang, jumlah biji, panjang polong, dan hasil biji mempunyai dugaan heritabilitas dan kemajuan genetik yang rendah. Dalam program seleksi, karakter-karakter tersebut dapat ditentukan pada generasi lanjut. Seleksi pada generasi lanjut (F5) dapat dilakukan dengan metode pedigree, yaitu memilih tanaman-tanaman yang tahan penyakit embun tepung, umur genjah, dan mempunyai polong banyak. Dari seleksi diharapkan diperoleh galur yang tahan penyakit embun tepung, berdaya hasil tinggi dan berumur genjah. Analisis Korelasi
Hasil analisis korelasi fenotipik menunjukkan bahwa umur berbunga, umur polong masak, jumlah cabang, dan tinggi tanaman berkorelasi positif nyata dan sangat nyata terhadap tingkat penularan penyakit embun tepung, dengan koefisien korelasi (r) masing-masing 0,337*, 0,377*, 0,883**, dan 0,221*, sedangkan untuk karakter yang lain korelasinya kecil atau negatif (Tabel 6). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin dalam umur genotipe kacang hijau dan semakin banyak jumlah cabang, maka tingkat penularan penyakit embun tepung semakin tinggi. Begitu juga bila semakin tinggi tanaman semakin tinggi tingkat penularan penyakit embun tepung. Sebaliknya, genotipe-genotipe yang berumur genjah, tinggi tanaman sedang, dan bercabang sedikit cenderung lebih tahan penyakit embun tepung. Hal ini terjadi mungkin karena pada genotipe yang berumur dalam akan terjadi akumulasi penularan penyakit. Genotipe yang bercabang banyak dapat membuat lingkungan di sekitar tanaman lebih rimbun yang mengakibatkan kelembaban di sekitar tanaman akan lebih tinggi, sehingga akan memacu perkembangan penyakit. Ukuran biji berkorelasi negatif nyata dengan tingkat penularan penyakit embun tepung (r = - 0,270). Hal ini
Tabel 5. Varian, heritabilitas, dan kemajuan genetik karakter kuantitatif dan kualitatif genotipe kacang hijau.
Karakter
Umur berbunga (hari) Umur polong masak (hari) Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang/tanaman Jumlah polong/tanaman Jumlah biji/polong Panjang polong (cm) Ukuran biji (g) Hasil biji/tanaman (g) Penyakit embun tepung (%)
Varian fenotifik
Varian genotifik
Koefisien varian fenotifik
Koefisien varian genotifik
Heritabilitas (h2)
Kemajuan genetik
29,6 33,7 76,5 11,3 16,7 19,1 9,3 27,8 15,5 31,2
38,2 41,0 58,7 18,9 22,6 11,7 7,5 46,3 19,7 18,6
15,1 17,3 27,8 30,4 24,1 16,7 17,3 29,8 11,2 31,5
10,9 18,3 25,9 19,9 23,7 9,6 13,2 25,3 21,6 29,1
53,7 57,0 70,1 19,9 18,0 23,6 19,5 67,2 17,0 51,7
45,1 47,0 55,6 17,8 23,4 21,7 20,8 49,2 19,1 47,3
177
HAKIM: GENOTIPE KACANG HIJAU TAHAN EMBUN TEPUNG
Tabel 6. Korelasi fenotipik antara karakter agronomi dengan tingkat serangan penyakit embun tepung pada pengujian 210 genotipe kacang hijau. KP Muara, MK 2004.
Karakter
Umur polong masak
Umur berbunga (hari) 0,325* Umur polong masak (hari) Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang Jumlah polong/tanaman Ukuran biji (g) Bobot biji/tanaman (g) Serangan penyakit embun tepung * nyata pada taraf 5% ** nyata pada taraf 1%
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah cabang
Jumlah polong/ tanaman
Ukuran biji
Bobot biji/tanaman (g)
Penyakit embun tepung
hasil biji/petak (g)
0,421* 0,403* -
0,163 0,663** 0,717** -
0,077 0,083 0,361* 0,622** -
- 0,233** - 0,280 - 0,072 - 0,311* - 0,401* -
- 0,051 0,097 0,312* 0,321* 0,706** 0,355* -
0,337* 0,377* 0,271* 0,883** - 0,531** - 0,270* - 0,911** -
0,053 0,088 0,551** 0,122 0,827** 0,403* 0,771** - 0,706**
Ukuran biji: Biji kecil = < 50 g/1.000 biji Biji sedang = 50-60 g/1.000 biji Biji besar = > 61 g/1.000 biji
mengindikasikan genotipe yang berbiji besar cenderung tidak tahan, dan genotipe yang berbiji kecil lebih tahan terhadap penyakit embun tepung (Tabel 6). Hal yang sama dilaporkan oleh Fernandez dan Sundaram (1987) bahwa dari 2028 aksesi kacang hijau yang dievaluasi hanya terdapat tujuh genotipe yang bereaksi tahan. Ketujuh genotipe tersebut mempunyai ukuran biji kecil sampai sedang (43-56 g/1.000 biji). Jumlah polong per tanaman, bobot biji per tanaman, dan hasil biji berkorelasi negatif sangat nyata dengan tingkat penularan penyakit embun tepung (r = - 0,531; - 0,911; - 0,706). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat penularan penyakit embun tepung, makin menurun jumlah polong, bobot biji per tanaman dan hasil biji. Grewal (1978) melaporkan bahwa penyakit embun tepung dapat merusak semua bagian tanaman kacang hijau termasuk bunga. Tingkat penularan yang tinggi dapat menyebabkan banyaknya jumlah bunga yang gugur. Begitu juga untuk bobot 1000 biji, karena daun tanaman tertular berat maka proses asimilasi akan terganggu dan pendistribusian hara ke setiap bagian tanaman juga akan terganggu, sehingga biji yang dihasilkan tidak bernas dan bobot biji akan menurun. Dampak akhirnya adalah hasil rendah.
KESIMPULAN
1. Terdapat dua genotipe sangat tahan dan lima genotipe tahan terhadap penyakit embun tepung.
2. Karakter agronomi dari genotipe kacang hijau yang tahan penyakit embun tepung adalah berumur genjah, tinggi tanaman sedang, jumlah cabang sedikit, dan berbiji kecil.
178
3. Sifat ketahanan penyakit embun tepung mempunyai dugaan heritabilitas dan kemajuan genetik yang cukup tinggi, sehingga seleksi dapat dilakukan pada generasi awal dengan menggunakan metode seleksi massa. 4. Umur berbunga, umur polong masak, tinggi tanaman, dan jumlah cabang menunjukkan korelasi positif dengan tingkat penularan penyakit embun tepung. 5. Genotipe kacang hijau VR2773, VR4718, VR1560A, dan VR1560C disarankan untuk digunakan sebagai sumber genetik tahan penyakit embun tepung dalam program pemuliaan kacang hijau.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Sdr. Jumanta dan Sdr. Encep Barwi sebagai teknisi lapang yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian ini dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Catedral, Z.G. and R.M. Latican. 1978. Mungbean breeding program of UPLB, Philippines. Proceeding The First International Mungbean Symposium. AVRDC, Taiwan. p. 225-227.
Fernandez G.C. and Sundaram S. 1987. The AVRDC mungbean improvement program. the past, present, and future. Proceeding the Second International Mungbean Symposium. Taiwan, p. 58-70.
Grewal, J.S. 1978. Diseases of mungbean in India. Proceeding the First International Mungbean Symposium. AVRDC, Taiwan. p. 165-168. Kim, D.H. 1992. Guide for international mungbean cercospora leaf spot and powdery mildew nursery. AVRDC, Taiwan. 7 p.
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 26 NO. 3 2007 Lina, L.I. 1978. Fungal diseases of mungbean in the Philippines. Proceeding the First International Mungbean Symposium. AVRDC, Taiwan. p. 154-160. Murty, B.K., G.J. Patel, and B.G. Jaisani. 1976. Gene action and heritability estimates of some quantitative traits in mungbean. Indian Research Journal 2:1-4. Quebral, F.C. 1978. Powdery mildew and cercospora leaf spot of mungbean in the Philippines. Proceeding the first International Mungbean Symposium. AVRDC, Taiwan. p. 147-149. Siemonsma, J.S. and M. Anwari. 1987. Mungbean genetic resources in East Java, Indonesia. Proceeding of the Second International Mungbean Symposium. AVRDC, Taiwan. p. 42-46.
Sundaram, S. and A.T. Tschanz. 1987. Breeding for mungbean and soybean disease resistance. In Proceedings of Symposium on Varietal Improvement of Upland Crops for Rice Base Farming System. IRRI. Los Banos. p. 58-63. Tickoo. J.L., C.S. Ahn, H.K. Chen, and S. Sundaram. 1987. Utilization of genetic variability from AVRDC mungbean germplasm. Proceeding the Second International Mungbean Symposium. AVRDC, Taiwan. p. 103-110. Yohe, J.M. and J.M. Poehlman. 1975. Regressions, correlations and combining ability in mungbean (Vigna radiata L. Wilczek). Tropical Agriculture 52:343-352.
179