JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 3 2008
Evaluasi Toleransi Genotipe Kacang Hijau terhadap Keracunan Aluminium Menggunakan Kultur Air Musalamah Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Raya Kendalpayak km 8, PO Box 66 Malang, Jawa Timur
ABSTRACT. Evaluation of Mungbean Genotypes Tolerant to Aluminium Toxicity. The objective of this research was to obtain mungbean genotypes tolerant to aluminium toxicity. The experiments were conducted at Plant Breeding Labolatory of ILETRI Malang from July to November 2006. Treatmets were arranged in random ized block design with two replications in three environments. Total of 101 mungbean genotypes were germinated on culture solution, for seven days. Observations were conducted on primary root length, root dry weight, seedling dry weight, hipocotyle length, epicotyle length, leaves number, seedling-vigor and percentage. Classification of resistance was based on the average values, standard deviation and root colour scoring on the fourth day with hematoxilin staining. There was significant interaction between genotype and environment on primary root length, hipocotile length, and vigor. Two genotypes indicated resistant to Al toxicity, namely, MLG 68 and MLG 87, based on 30% intensity of selection and on root colour scoring. These genotypes can be used as parent on breeding program for mungbean resistant to Al toxicity. Keywords: Mungbean, Al toxicity, culture solution ABSTRAK. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh genotipe kacang hijau toleran cekaman aluminum (Al). Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Balitkabi, Malang, pada bulan Juli-Nopember 2006. Penelitian disusun menggunakan rancangan acak kelompok, dua ulangan, tiga lingkungan. Sebanyak 101 genotipe dikecambahkan menggunakan kultur air. Variabel pengamatan meliputi panjang akar utama, bobor kering akar, bobot kering kecambah, panjang hipokotil, panjang epikotil, jumlah daun, vigor benih, dan persentase perkecambahan. Klasifikasi toleransi didasarkan pada rata-rata dan simpangan baku variabel pengamatan yang didukung oleh data skor warna akar kecambah selama empat hari menggunakan pewarna hematoxilin. Hasil penelitian menunjukkan terdapat interaksi yang nyata antara variabel panjang akar utama, panjang hipokotil, dan vigor. Berdasarkan intensitas seleksi 30% variabel panjang akar utama dan vigor benih, dan skor warna akar kecambah, diperoleh dua genotipe yang berindikasi toleran terhadap cekaman Al, yaitu MLG 68 dan MLG 87. Kedua genotipe tersebut dapat digunakan sebagai tetua dalam program pemuliaan kacang hijau toleran cekaman Al. Kata kunci: Kacang hijau, keracunan Al, kultur air
ercobaan lapang untuk mengevaluasi galur harapan pada berbagai lingkungan yang berbeda, merupakan hal penting dalam pemuliaan tanaman. Kajian tentang interaksi genotipe dengan lingkungan dan keterbatasan yang ditimbulkannya telah lama dilakukan. Kajian tersebut membuktikan bahwa ada keragaman hasil antargenotipe yang ditanam pada kondisi lingkungan berbeda.
P
Toleransi tanaman terhadap lingkungan marginal penting artinya bagi pengembangan pertanian di daerah bukaan baru (Harjadi dan Yahya 1988). Indonesia mempunyai 47,6 juta ha lahan Podsolik Merah Kuning yang bersifat masam (Suharsono 2006). Selain itu, juga terdapat lahan gambut yang cukup luas. Keracunan aluminium (Al) pada tanaman merupakan faktor pembatas utama bagi pertumbuhan tanaman di lahan masam. Pada tanah masam juga sering dijumpai toksisitas Al dan mangan (Mn), defisiensi hara makro seperti Mg, Ca, P, dan K, turunnya kelarutan Mo, pengaruh buruk H+, dan cekaman kekeringan (Yamamoto et al. 1994, Marschner 1995). Untuk meningkatkan hasil tanaman budi daya di tanah masam dapat ditempuh dengan perbaikan lingkungan tumbuh (pengapuran, pemupukan), perbaikan varietas atau kombinasi keduanya. Namun usaha perbaikan lingkungan tumbuh seringkali dihadapkan pada tingginya biaya yang diperlukan, terlebih jika areal yang akan diperbaiki sangat luas. Perbaikan varietas yang diarahkan pada pembentukan varietas toleran keracunan Al, merupakan teknologi yang mudah diadopsi petani (Arsyad 2005) dan lebih murah karena dapat diterapkan pada areal pertanian yang lebih luas dibandingkan dengan perbaikan lingkungan tumbuh (Scott and Frisher 1989). Dalam upaya pencarian sumber-sumber gen yang dibutuhkan dalam program pemuliaan kacang hijau toleran Al dilakukan skrining plasma nutfah kacang hijau. Skrining untuk mendapatkan genotipe toleran Al dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu skrining lapang, kultur air (Scott and Frisher 1989), dan secara in vitro (Yahya et al. 2001). Sementara Saleh et al. (2005) dengan menggunakan analisis ortogonal kontras telah mengetahui bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara metode skrining kacang tanah toleran Al di laboratorium (dengan kultur air), di rumah kaca, maupun di lapang. Demikian juga pengujian yang dilakukan Koesrini (2001) pada tanaman kedelai. Ditinjau dari aspek tempat dan waktu pelaksanaan, metode skrining di laboratorium menggunakan kultur air lebih efisien dibanding di rumah kaca dan lapangan. Metode ini sangat sesuai
191
MUSALAMAH: TOLERANSI KACANG HIJAU TERHADAP KERACUNAN ALUMINIUM
untuk mengevaluasi genotipe dengan jumlah banyak (Hede et al. 2002, Saleh et al. 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan genotipe plasma nutfah kacang hijau toleran Al.
BAHAN DAN METODE Penelitian evaluasi plasma nutfah kacang hijau toleran Al dilaksanakan di laboratorium Pemuliaan Tanaman Balitkabi pada bulan Juli-Nopember 2006, dalam dua kegiatan. Evaluasi Berdasarkan Data Kuantitatif Sebanyak 101 genotipe plasma nutfah kacang hijau dikecambahkan dalam toples plastik pada tiga media air yang berbeda, yaitu aquadest pH netral, aguadest pH 3, larutan AlCl37H20 12 ppm pada pH 3, masingmasing dengan volume 40 ml/toples di ruangan bersuhu 25oC selama tujuh hari. Penelitian disusun menggunakan rancangan acak kelompok, dua ulangan. Pengamatan dilakukan pada saat panen yaitu pada hari ketujuh meliputi panjang akar utama (cm), bobot kering akar (g), bobot kering kecambah (g), panjang hipokotil (cm), panjang epikotil (cm), jumlah daun/tanaman, vigor benih, dan persentase perkecambahan. Data pengamatan kuantitatif pada tiga media air berbeda dianalisis menggunakan metode varians gabungan. Kriteria tingkat toleransi terhadap Al dihitung berdasarkan nilai rata-rata semua genotipe dan simpangan baku (Doreste et al. 1979) pada masingmasing variabel dengan ketentuan sebagai berikut: Sangat tahan : x > X+ 2SD Tahan : X+ 2SD > x > X + SD Agak rentan : X+ SD > x > X - SD Rentan : X - SD > x > X - 2SD Sangat rentan : X - 2SD > x di mana: X = nilai rata-rata semua genotipe, x = nilai rata-rata genotipe x, SD = simpangan baku Pemilihan genotipe ditentukan dengan intensitas seleksi (Xs) (Allard 1960) dengan rumus sebagai berikut: Xs = Xu + k . Sf di mana: Xs = nilai rata-rata genotipe yang harus dipilih Xu = nilai rata-rata umum semua genotipe (grand mean) k = intensitas seleksi dalam satuan baku, k 30 % = 1,16 Sf = simpangan baku fenotipik
192
Evaluasi Berdasarkan Skor Warna Akar Kecambah Menggunakan Pewarna Hematoxilin Penilaian klasifikasi ketahanan juga didasarkan pada skor warna akar kecambah umur 4 hari yang ditumbuhkan dalam petridist dengan menggunakan pewarna hematoxilin. Sebanyak 10 butir benih kacang hijau dikecambahkan dalam petridist yang sudah diberi perlakuan, yaitu aguadest pH netral tanpa AlCl37H20 dan larutan AlCl37H 20 16 ppm pada pH 3. Pengamatan dilakukan pada saat kecambah umur 4 hari dengan cara akar kecambah dipotong kemudian dicuci aquades sebanyak 3 kali untuk selanjutnya direndam dalam larutan hematoxilin selama 30 menit. Intensitas warna diberi nilai 1 sampai dengan 5. Nilai skor 1 bila intensitas warna akar kecambah >75% berwarna merah terang, skor 2 bila intensitas warna akar kecambah 50-74% berwarna terang, skor 3 bila intensitas warna akar kecambah 25-49% berwarna terang, skor 4 bila warna akar kecambah <25% berwarna terang, skor 5 bila warna akar kecambah 100% berwarna gelap. Penggolongan kelas ketahanan berdasarkan skor warna akar dengan pewarnaan hematoxilin adalah sebagai berikut: Sangat tahan : skor warna akar kecambah 0-1,49 Tahan : skor warna akar kecambah 1,15-2,49 Agak rentan : skor warna akar kecambah 2,5-3,49 Rentan : skor warna akar kecambah 3,5-4,49 Sangat rentan: skor warna akar kecambah 4,5-5
HASIL DAN PEMBAHASAN Daun tanaman pada umur 7 hari setelah panen tidak menunjukkan perbedaan. Semua tanaman berdaun dua, sehingga tidak dilakukan analisis sidik ragam terhadap jumlah daun. Lingkungan sering didefinikan sebagai gabungan semua peubah bukan genetik yang mempengaruhi ekspresi fenotipe tanaman (Adie et al. 2004). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara lingkungan dengan genotipe pada panjang akar utama, panjang hipokotil, dan vigor benih (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing genotipe berbeda dalam hal panjang akar utama, panjang hipokotil, dan vigor benih akibat perbedaan lingkungan tumbuh (media cair). Ketiga variabel yang menunjukkan perbedaan pada ketiga lingkungan tersebut digunakan sebagai peubah penduga toleransi. Sejalan dengan hasil penelitian ini dilaporkan bahwa skrining terhadap cekaman Al pada berbagai genotipe, panjang akar merupakan salah satu parameter yang cukup akurat untuk menentukan tingkat ketahanan
JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 3 2008
Tabel 1. Nilai kuadrat tengah tujuh variabel pengamatan. Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Balitkabi, Malang, Juli-Oktober 2006. Kuadrat tengah Variabel pengamatan
KK (%) Genotipe
Panjang akar utama (cm) Bobot kering akar total (g) Bobot kering kecambah (g) Panjang epikotil (cm) Panjang hipokotil (cm) Vigor Persentase perkecambahan
22,2 39,0 39,8 19,6 12,9 24,4 8,9
6,386** 179,044** 8260,298** 3,228** 3,484** 5,962** 0,021**
Lingkungan 37,85tn 1978,835** 22254,760** 87,729tn 11,083tn 26,992tn 0,064tn
AxL 2,111** 49,705tn 2723,029tn 1,170tn 1,151* 2,028* 0,006tn
** = berbeda sangat nyata pada taraf 1%, * = berbeda nyata pada taraf 5%, tn = tidak berbeda nyata. KK= koefisien keragaman
genotipe terhadap cekaman Al (Soepandi et al. 2002, Koesrini dan Purwantoro 2003, Saleh et al. 2005). Gejala keracunan Al yang paling mudah dikenali adalah terhambatnya pertumbuhan akar utama. Oleh karena itu, pada penelitian ini panjang akar utama digunakan sebagai peubah penduga toleransi. Koesrini dan Purwantoro (2003) menemukan fenomena penghambatan pertumbuhan akar pada akar utama kecambah kedelai dalam kondisi cekaman Al yang memiliki akar lebih pendek dari akar kecambah pada kondisi tanpa Al. Soepandi et al. (2002) menyatakan bahwa panjang akar meningkat secara drastis dengan menurunnya kejenuhan Al. Rata-rata panjang akar pada kondisi Al-tinggi untuk kelompok peka jauh lebih pendek dibandingkan dengan kelompok toleran. Dengan mendasarkan pada berbagai penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa genotipe yang memiliki akar primer lebih panjang pada lingkungan yang tercekam Al. Hal ini diduga memiliki tingkat toleransi yang lebih baik daripada genotipe dengan akar utama lebih pendek. Oleh karena itu, penentuan kriteria toleransi dalam penelitian ini didasarkan pada panjang akar. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh genotipe yang tahan terhadap cekaman Al, oleh karena itu pemilihan genotipe dilakukan hanya pada lingkungan tercekam Al. Variabel panjang akar, panjang hipokotil, dan vigor dikatagorikan tingkat toleransinya terhadap cekaman kemasaman dan Al menggunakan nilai rata-rata dan simpangan baku. Berdasarkan panjang akar utama diketahui empat genotipe tergolong sangat tahan, 12 genotipe tahan, 78 genotipe agak rentan, 10 genotipe rentan, dan satu genotipe sangat rentan. Berdasarkan panjang hipokotil, tiga genotipe tergolong sangat tahan, tiga genotipe tahan, 82 genotipe agak rentan, 11 genotipe rentan, satu genotipe sangat rentan. Berdasarkan vigor benih diketahui empat genotipe tergolong sangat tahan, 10 genotipe tahan, 74 genotipe agak rentan, 12 genotipe rentan, dan satu genotipe sangat rentan.
Pemilihan genotipe untuk perakitan varietas unggul merupakan tahap penting dalam pemuliaan tanaman. Untuk memilih genotipe digunakan nilai batas seleksi 30%. Dengan menggunakan nilai batas seleksi tersebut, berdasarkan variabel panjang akar utama terpilih 17 genotipe (empat genotipe sangat tahan, 8 genotipe tahan, lima genotipe agak rentan), berdasarkan panjang hipokotil terpilih 26 genotipe (tiga genotipe sangat tahan, tiga genotipe tahan, 20 genotipe agak rentan), berdasarkan vigor benih terpilih 18 genotipe (empat genotipe sangat tahan, 10 genotipe tahan, empat genotipe agak rentan). Dalam penelitian ini pemilihan genotipe memperhatikan variabel panjang akar utama dan vigor benih. Pemilihan didasarkan pada kenyataan bahwa pengaruh utama keracunan Al adalah pada penghambatan akar utama (Murti dan Supriyanta 1998, Soepandi et al. 2002, Koesrini dan Purwantoro 2003, Saleh et al. 2005). Variabel vigor benih juga perlu dipertimbangkan sebagai dasar pemilihan karena menunjukkan tingkat potensial aktivitas fisiologis dan penampilan benih selama perkecambahan dan pemunculan kecambah. Menurut Harnowo (2005), tidak ada standar dalam metode penilaian maupun subjektivitas analisis dalam pengujian vigor benih. Salah satu aspek vigor benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan pemunculan kecambah pada kondisi lingkungan tidak optimal, yakni dengan mendasarkan pada laju deteorasi (panjang akar utama x % perkecambahan). Informasi vigor benih ini sangat berguna bagi pengguna benih yang memerlukan jaminan terhadap potensi penampilan tanaman dan kemampuan produktivitas dari benih yang digunakan. Variabel panjang hipokotil tidak digunakan dalam pemilihan karena tidak cukup akurat untuk digunakan sebagai karakter penduga. Pemilihan berdasarkan variabel panjang akar utama dan vigor benih menghasilkan 15 genotipe terpilih, yaitu MLG 4, MLG 10, MLG 29, MLG 34, MLG 35, MLG 44, MLG
193
MUSALAMAH: TOLERANSI KACANG HIJAU TERHADAP KERACUNAN ALUMINIUM
Tabel 2. Skor warna akar kecambah dengan pewarnaan hematoxilin. Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Balitkabi, Malang, Nopember 2006. No.
Genotipe
Skor
Tingkat toleransi
No.
Genotipe
Skor
Tingkat toleransi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
MLG 87 MLG 68 Merpati Bhakti Manyar MLG 20 L. Wongso MLG 44 MLG 34 MLG 29 MLG 48 MLG 88 MLG 15 MLG 52 Merak Parkit MLG 18 MLG 22 MLG 17 MLG 109 L. Kalsel MLG 50 MLG 54 Kenari MLG 2 MLG 12 MLG 16 MLG 72 MLG 73 MLG 21 MLG 43 MLG 81 MLG 13 MLG 14 MLG 31 MLG 70 Gelatik MLG 78 MLG 28 MLG 4 MLG 67 MLG 30 MLG 45 MLG 65 ARLG 69 Kutilang Nuri MLG 11 MLG 27 MLG 57 Murai
1,60 2,00 2,00 2,11 2,13 2,16 2,19 2,24 2,28 2,31 2,35 2,35 2,36 2,38 2,45 2,51 2,52 2,52 2,52 2,53 2,54 2,58 2,58 2,59 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,61 2,62 2,62 2,65 2,65 2,65 2,65 2,65 2,69 2,70 2,71 2,73 2,75 2,80 2,80 2,80 2,80 2,80 2,84 2,85 2,85 2,86
T T AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR
52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102
Siwalik MLG 19 MLG 8 MLG 7 MLG 61 MLG 51 MLG 35 MLG 55 MLG 32 MLG 5 MLG 110 MLG 80 MLG 66 Walet MLG 37 MLG 86 MLG 62 MLG 126 MLG 25 MLG 41 Betet MLG 74 MLG 56 MLG 76 No.129 MLG 46 MLG 33 MLG 10 MLG 77 MLG 3 MLG 84 MLG 6 MLG 26 MLG 63 MLG 82 MLG 9 MLG 108 MLG 40 MLG 85 MLG 58 MLG 47 MLG 49 MLG 36 MLG 59 Arta Ijo MLG 71 Sampeong MLG 79 MLG 125 Sriti Perkutut
2,87 2,88 2,88 2,90 2,90 2,93 2,93 2,93 2,93 3,00 3,00 3,01 3,03 3,04 3,05 3,05 3,07 3,09 3,10 3,10 3,10 3,11 3,11 3,12 3,15 3,16 3,19 3,20 3,20 3,21 3,23 3,24 3,25 3,25 3,25 3,30 3,30 3,31 3,32 3,35 3,35 3,36 3,44 3,53 3,55 3,60 3,61 3,70 3,70 3,81 3,87
AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR AR R R R R R R R R
T= toleran, AR= agak rentan, R= rentan
57, MLG 68, MLG 76, MLG 78, MLG 87, Betet, Merak, Merpati, dan Parkit. Genotipe-genotipe yang terpilih ini berindikasi toleran terhadap cekaman Al. Untuk mengkonfirmasi apakah ke-14 genotipe terpilih memang tahan terhadap cekaman Al, maka dilakukan pengujian dengan pewarnaan akar menggunakan hematoxilin.
194
Metode pewarnaan akar menggunakan hematoxilin untuk mendeteksi secara visual tingkat penetrasi Al ke akar sudah banyak dilakukan, seperti pada padi (Santoso 1997), kedelai (Yahya et al. 2001, Soepandi et al. 2002, Koesrini dan Purwantoro 2003), rye (Hede et al. 2002), dan kacang tanah (Saleh et al. 2005). Metode ini sangat
JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 3 2008
sesuai untuk skrining genotipe dengan jumlah banyak (Hede et al. 2002). Hasil pengujian pewarnaan akar kecambah dengan hematoxilin disajikan pada Tabel 2. Nilai skor warna akar kecambah berkisar antara 1,6-3,87. Berdasarkan nilai skor ini diketahui tiga genotipe berkategori tahan, 59 genotipe moderat, dan 40 genotipe agak rentan. Hasil skoring warna akar kecambah menunjukkan tiga genotipe tergolong tahan, yaitu MLG 68, MLG 87, dan Merpati. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa ketiga genotipe tersebut memiliki skor warna akar kecambah 1,6 dan 2,0. Adapun 15 genotipe yang telah terpilih berdasarkan variabel panjang akar utama dan vigor benih nampak bahwa genotipe-genotipe tersebut bervariasi tingkat ketahanannya bedasarkan skor warna akar kecambah, dari tahan sampai agak rentan. Perbandingan tingkat ketahanan dari 15 genotipe kacang hijau yang terpilih berdasarkan variabel panjang akar utama, vigor benih, dan skor warna akar kecambah ditampilkan pada Tabel 3. Beberapa genotipe yang berindikasi tahan berdasarkan tiga variabel, antara lain MLG 4, MLG 10, MLG 29, MLG 34, MLG 35, MLG 44, MLG 68, MLG 78, MLG 87, Merak, Merpati, Parkit. Adapun MLG 68 dan MLG 87, paling tahan berdasarkan tiga variabel. MLG 57 paling tidak tahan berdasarkan tiga variabel. Soepandi et al. (2002) menguji konsistensi ketahanan genotipe kedelai toleran Al dengan cara membandingkan tingkat ketahanan genotipe kedelai berdasarkan metode uji hayati akar, kultur air, pewarnaan hematoxilin, dan
Tabel 3. Perbandingan tingkat toleransi 15 aksesi kacang hijau berdasarkan beberapa variabel pengamatan, 2006. Tingkat tolransi berdasarkan variabel Nama aksesi
MLG 4 MLG 10 MLG 29 MLG 34 MLG 35 MLG 44 MLG 57 MLG 68 MLG 76 MLG 78 MLG 87 Betet Merak Merpati Parkit
PAU
Vig
SWAK
T T T T ST ST AR ST T T T AR ST AR T
T T T AR T ST AR ST T T ST T ST T T
AR R AR AR AR AR AR T R AR T R AR T AR
pengujian lapang. Konsistensi ketahanan tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pemulia tanaman dalam menentukan genotipe yang terpilih. Di samping itu juga dapat digunakan untuk mengetahui motode pengujian yang sederhana, murah, dapat digunakan untuk populasi yang besar, dan dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat.
KESIMPULAN Pengaruh cekaman Al terhadap genotipe kacang hijau ditunjukkan pada variabel panjang akar utama, vigor benih, dan panjang hipokotil.Variabel panjang akar utama dan vigor benih pada metode kultur air dapat digunakan sebagai karakter penduga toleransi kacang hijau terhadap cekaman Al. Metode pewarnaan hematoxilin dapat digunakan untuk deteksi cepat genotipe kacang hijau toleran Al. Berdasarkan tingkat ketahanan pada variabel panjang akar utama, vigor benih, dan skor warna akar kecambah teridentifikasi dua genotipe toleran cekaman Al, yaitu MLG 68 dan MLG 87.
SARAN Untuk mendukung hasil penelitian ini perlu dilakukan pengujian menggunakan media tanah masam di rumah kaca dan di lapang. Tingkat konsistensi toleransi tiap genotipe menunjukkan genotipe yang benar-benar tahan terhadap cekaman Al.
DAFTAR PUSTAKA Adie, M.M., G.W.A. Susanto, dan Suyamto. Stabilitas hasil beberapa galur harapan kedelai di lahan sawah. 2004. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 23(1):44-48 Allard. 1960. Principles of Plant Breeding. John Willey & Sons, Inc. New York. 485 p. Arsyad, D. M. 2005. Varietas kedelai lahan kering masam. Prosiding Lokakarya Kedelai melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di Lahan Kering Masam. Palembang, 9 Desember 2004. Doreste, S. E., C. Arias, and A. Bellotti. 1979. Field evaluations of cassava cultivars for resistance to tetranychid mites. In T. Brekebaum, A. Bellotti, and J.C. Lozano (Eds.). Prociding Cassava Protection Workshop. California. Harjadi, S. dan S. Yahya.1988. Fisiologi stres lingkungan. PAU Bioteknologi. IPB. 236 p. Harnowo, D. 2005. Teknologi benih kaitannya dengan penanganan benih sumber kacang-kacangan. Materi Pelatihan Penguatan SDM Benih Sumber. Balitkabi, 1-3 Desember 2005 (tidak diterbitkan).
PAU = panjang akar utama, Vig = vigor benih, SWAK = skor warna akar kecambah ST= sangat toleran, T = toleran, AR = agak rentan, R = rentan
195
MUSALAMAH: TOLERANSI KACANG HIJAU TERHADAP KERACUNAN ALUMINIUM
Hede, A.R., B. Skovmand, J.M. Ribaut, D González-de-León, O. Stølen. 2002. Evaluation of aluminium tolerance in spring r ye collection by hydroponic screening. Plant Breeding 121(3):241-248 Koesrini. 2001. Studi metode skrining ketahanan terhadap aluminium pada kedelai. Tesis. UGM. Yogyakarta. Koesrini dan A. Purwantoro. 2003. Ketahanan 28 genotipe kedelai terhadap cekaman aluminium. Agroscientiae. 3(10):117-122 Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic Press. Harcourt Brace and Company. Publishers. 889 p Murti, R. H. dan Supriyanta. 1998. Penyaringan padi tahan Al dengan metode nutrisi. Azolla 12(V):77-83. Saleh, M., Soemartono, dan A. Purwantoro. 2005. Metode skrining ketahanan kacang tanah terhadap keracunan aluminium. Agrosains 18(1):1-10. Santoso, B. 1997. Kajian pewarisan ketahanan terhadap cekaman aluminium pada beberapa varietas padi (Oryza sativa L.). Tesis. UGM. Yogyakarta.
196
Scott, B.J. snd J. A. Fisher. 1989. Selection of genotypes tolerant of aluminium and manganese. In A.D. Robson (Eds.). Soil acidity and plant growth. Academic Press, Australia. p.167-203. Sopandie, D., M. Jusuf, dan Muhidin. 2002. Efektivitas uji hayati akar untuk evaluasi toleransi terhadap aluminium pada kedelai. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 21(2):122-130. Suharsono. 2006. Eksplorasi gen-gen toleran cekaman abiotik pada tanaman.Prosiding Seminar Nasional Pemanfaatan Bioteknologi untuk Cekaman Abiotik pada Tanaman. Bogor, 22 September 2005. Yahya, S., Sudarsono, dan B.A. Sirait. 2001. Evaluasi karakter fisiologi kedelai toleran aluminium hasil penapisan secara in vitro. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 20(1):40-47 Yamamoto, Y., S. Rikiishi, Y.C. Chang, K. Ono, M. Kasai, and H. Matsumoto. 1994. Quantitative estimation of aluminium uptake and growth inhibition. Plant Cell Physiol. 35:575-583.