MULYANINGSIH ET AL.: TOLERANSI PADI GOGO DENGAN MARKA QTL TERHADAP KEKERINGAN
Toleransi Genotipe Padi Gogo dengan Marka qtl 12.1 terhadap Kekeringan Enung Sri Mulyaningsih1, Hajrial Aswidinnoor2, Didy Sopandie2, Pieter B.F.,Ouwerkerk3, Inez Hortense Slamet Loedin1 Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Departemen Agronomi Institut Pertanian Bogor 3 Institute of Biology IBL Leiden University Netherlands 1
2
ABSTRACT. Tolerance of Upland Rice Genotypes containing qtl 12.1 to Drought Stress. Drought stress during the reproductive phase decreases yield of rice. IRRI had developed lines derived from crossing of Vandana x Wayrarem varieties, which contains qtl 12.1 marker, capable of maintaining drought tolerance in rice. This study aims to obtain drought tolerant rice genotypes with high productivity. Experiment was conducted in dry land of Muneng Experimental Farm, Probolinggo, East Java, in 2008 and 2009 dry seasons (DS). One hundred upland rice genotypes, some of them contain qtl 1.12 marker, were planted during the 2008 DS and evaluated under conditions of severe drought, moderate drought, and without drought. A total of 21 genotypes including those containing qtl 1.12, showed tolerance to drought and indicated high productivity. Those genotypes were then tested again in the 2009 DS. Results showed that drought stress delayed flowering phase and reduced grain weight/panicle, plant height, number of full grain/panicle, grain weight/plot, and harvest index. Number of productive panicles increased under severe drought, but most of the panicles were sterile. The value of sensitivity indices changed under various stress conditions. Genotypes in severe drought which were moderately tolerance were: 57 (+), 61 (-), 62 (+), 71 (+), 89 (+), 94 (+) 95 (+), 96 (-), 98 (+), 109 (+), 123 (+), and 144 (-), while genotype 134 (-) was tolerance. Genotype 98 (+) and 71 (+) produced high yield under normal, medium drought and severe drought conditions. Keywords: Upland rice, drought tolerance, qtl 12.1 markers ABSTRAK. Cekaman kekeringan yang terjadi pada fase reproduktif perpengaruh terhadap penurunan hasil padi. IRRI telah berhasil mendapatkan generasi persilangan varietas Vandana x Wayrarem yang mengandung marka qtl 12.1. Marka ini mampu mempertahankan hasil pada kondisi terjadi cekaman kekeringan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh genotipe padi toleran kekeringan dengan produktivitas tinggi. Pengujian kekeringan dilakukan pada fase reproduktif di lahan kering Kebun Percobaan Muneng, Probolinggo, Jawa Timur, musim kemarau (MK) 2008 dan 2009. Seratus genotipe padi gogo yang sebagian mengandung marka qtl 12.1 ditanam pada MK 2008 dan dievaluasi pada kondisi kekeringan parah, sedang, dan tanpa kekeringan. Sebanyak 21 genotipe yang terdiri atas 13 genotipe mangandung qtl 12.1 dan 8 genotipe tanpa qtl 12.1 menunjukkan toleransi terhadap cekaman kekeringan dengan produktivitas tinggi. Genotipe-genotipe ini selanjutnya diuji pada MK 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cekaman parah memperlambat pembungaan serta menurunkan bobot gabah/ rumpun, tinggi tanaman, jumlah gabah bernas/malai, bobot gabah/ plot, dan indeks panen. Pembentukan malai produktif masih meningkat pada cekaman kekeringan yang parah, tetapi sebagian besar genotipe mengalami peningkatan sterilitas malai. Secara umum, nilai indeks kepekaan mengubah kategori genotipe dari toleran pada cekaman sedang menjadi medium toleran pada cekaman parah. Genotipe yang agak toleran (moderat) pada cekaman kekeringan
72
parah adalah 57(+), 61(-), 62(+), 71(+), 89(+), 94(+), 95(+), 96(-), 98(+), 109(+), 123(+), dan 144(-), sedangkan 134(-) termasuk toleran. Genotipe 98(+) dan 71(+) berproduksi tinggi baik pada kondisi normal, kekeringan sedang maupun kekeringan parah. Kata kunci: Padi gogo, toleransi kekeringan, marka qtl 12.1
R
endahnya produktivitas padi di lahan kering antara lain disebabkan oleh cekaman kekeringan, yang berakibat pada tertekannya pertumbuhan dan tingginya sterilitas gabah. Penurunan hasil akibat kekeringan sangat ditentukan oleh tingkat kekeringan, periode kekurangan air, dan fase pertumbuhan tanaman (Jongdee et al. 2002). Kekeringan pada fase vegetatif seringkali tidak nyata menurunkan hasil (Boonjung and Fukai 1996; Jongdee et al. 2006). Kekeringan pada fase vegetatif hanya memperlambat pertumbuhan tanaman, dan setelah air tersedia kembali sebagian besar anakan dapat tumbuh dengan vigor yang baik dan menghasilkan bulir (Tajima 1995). Kekeringan yang terjadi pada fase anakan maksimum hingga fase pembungaan dapat menurunkan hasil secara nyata. Kekeringan yang terjadi selama fase pembungaan berakibat pada rendahnya fertilitas gabah (Boonjung et al, 1996; Jongdee et al. 2006; Liu et al. 2006). Produktivitas padi gogo yang terkena cekaman kekeringan menurun akibat penurunan bobot gabah dan peningkatan sterilitas tanaman. Hal ini terkait dengan derajat dan periode kekurangan air pada fase pertumbuhan (Gupta and O’Toole 1986). Untuk mengantisipasi cekaman kekeringan yang dapat terjadi selama pertumbuhan tanaman diperlukan varietas padi toleran kekeringan. Tanaman toleran kekeringan adalah tanaman yang mampu beradaptasi pada kondisi kekeringan, yang ditunjukkan oleh hasil gabah yang tidak menurun secara nyata (Haque et al. 1992). Varietas padi toleran kekeringan diperlukan apabila kejadian musim kering tidak dapat diprediksi, seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini (Pantuwan et al. 2002). Perakitan varietas padi toleran kekeringan dapat dilakukan melalui persilangan, menggabungkan sifat tahan dari tetua dengan tetua lainnya yang mempunyai
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 2 2010
produktivitas tinggi. Penggunaan teknik marka molekuler dapat membantu seleksi menjadi lebih akurat. Salah satu marka terkait sifat toleran kekeringan adalah marka qtl (quantitatif trait locus) 12,1. International Rice Research Institute (IRRI) telah membuat persilangan padi gogo varietas Vandana asal India dan Way Rarem asal Indonesia. Populasi persilangan mengandung marka qtl 12,1. Marka ini mampu mempertahankan hasil pada kondisi cekaman kekeringan parah pada fase reproduktif menjelang berbunga. Pada kondisi tanpa cekaman, marka qtl 12,1 tidak berdampak nyata terhadap beberapa parameter yang diamati (Bernier et al. 2007). Lokasi marka berada pada kromosom 12, antara marka SSR RM28048 dan RM 511 (Mc Couch et al. 2002). Keberhasilan penggunaan marka molekuler yang mengontrol sifat-sifat komplek untuk mendapatkan varietas padi unggul toleran kekeringan telah dilaporkan. Beberapa sifat yang telah dipelajari antara lain terkait dengan hasil (Lanceras et al. 2004), panjang akar, ketebalan akar, daun menggulung, sensitivitas stomata (Price et al. 2002; Courtois et al. 2003), dan osmotic adjusment (Lilley et al. 1996). Untuk mengidentifikasi varietas padi toleran kekeringan dengan produktivitas tinggi perlu pengujian galur putatif pada kondisi tercekam. Seleksi langsung terhadap hasil pada kondisi lapangan cukup air dan kondisi tercekam umum dilakukan untuk mendapatkan tanaman terpilih. Penelitian uji toleransi kekeringan di lapang menggunakan populasi double haploid (DH) dilakukan dengan perlakuan kekeringan pada periode anthesis (Babu et al. 2003), pengamatan dilakukan terhadap komponen hasil dan sifat agronomi (Lanceras et al. 2004). Seleksi galur unggul juga dilakukan terhadap generasi silangan Vandana dan Way Rarem dengan perlakuan kekeringan menjelang berbunga. Hasil percobaan menunjukkan bahwa marka qtl 12,1 mampu mempertahankan hasil tinggi meskipun dalam kondisi cekaman yang parah (Bernier et al. 2007). Penelitian ini bertujuan untuk menguji genotipe potensial toleran kekeringan dengan produktivitas tinggi, dari populasi hasil persilangan antara Vandana dan Way Rarem yang mengandung dan tidak mengandung marka qtl 12.1.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan (KP) Muneng, Probolinggo, Jawa Timur, pada musim kemarau 2008 dan 2009. Dalam penelitian ini digunakan seratus genotipe generasi F7 hasil persilangan varietas Vandana dan Wayrarem (50 galur mengandung qtl12.1
dan 50 galur tanpa qtl 12.1). Varietas IR20 dan Salumpikit masing-masing digunakan sebagai pembanding peka dan tahan. Jenis tanah di lokasi percobaan adalah Mediteran ortic, terdiri atas 14% pasir, 60% debu, 26% liat, pH tanah berkisar antara 6,5-7oC. Curah hujan berkisar antara 1.084-1.217 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 86 hari/ tahun, dan suhu harian 21,9-32,3°C. Pada percobaan I (MK 2008) ditanam sebanyak 100 genotipe segregan F7. Lima puluh genotipe diidentifikasi mengandung marka qtl 12.1 sedangkan separuh lainnya tidak membawa marka tersebut (Barnier et al. 2007). Sebagai tanaman pembanding peka adalah IR20 dan pembanding tahan Salumpikit. Varietas Vandana dan Wayrarem adalah sebagai tetua. Percobaan menggunakan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Tiap petak percobaan berupa baris tunggal sepanjang 2 m, jarak petak 0,25 m, dan jarak tanam dalam baris 0,2 m. Petak utama adalah perlakuan kekeringan (tanpa cekaman kekeringan, sedang, dan parah) dan genotipe sebagai anak petak. Benih ditanam satu biji tiap lubang. Pupuk diberikan dengan takaran 100 kg SP36 dan 75 kg KCl/ha pada saat tanam. Urea diberikan secara bertahap, yaitu 65 kg/ha pada 7 HST, 70 kg/ha pada 4 MST, dan 65 kg/ha pada 7 MST. Pengendalian hama, penyakit, dan gulma disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Pemilihan galur toleran adalah berdasarkan jumlah anakan produktif, bobot gabah/petak, jumlah gabah bernas/malai, dan jumlah gabah hampa/malai, Karakter-karakter tersebut diranking dan dibandingkan dengan varietas pembanding. Percobaan II (MK 2009) terdiri atas 21 genotipe, yaitu 13 genotipe mengandung qtl 12.1(+) dan 8 genotipe tidak mengandung qtl 12.1(-), IR20, Salumpikit, dan pembanding kedua tetua. Ke-21 genotipe ini dipilih berdasarkan hasil uji pada MK 2008 (Tabel 1). Percobaan menggunakan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama adalah perlakuan kekeringan (tanpa cekaman, cekaman sedang, dan cekaman parah) dan sebagai anak petak adalah genotipe. Petak untuk setiap genotipe berukuran 1 m x 3,6 m, jarak tanam 20 cm x 20 cm. Benih ditanam satu biji setiap lubang. Pemupukan, penyiangan, dan pengendalian hama penyakit sama pada percobaan MK 2008. Perlakuan kekeringan dilakukan menjelang tanaman memasuki fase bunting (booting) atau 50 HST pada MK 2008 dan 45 HST pada MK 2009. Perlakuan kekeringan dilakukan dengan mengatur frekuensi pengairan pada MK 2008 maupun MK 2009. Sejak tanam hingga memasuki perlakuan kekeringan, frekuensi pengairan dua kali per minggu. Frekuensi pengairan diubah pada saat memasuki perlakuan kekeringan yaitu tanpa cekaman (diairi dua kali/minggu), cekaman 73
MULYANINGSIH ET AL.: TOLERANSI PADI GOGO DENGAN MARKA QTL TERHADAP KEKERINGAN
sedang (diairi satu kali/minggu), dan cekaman parah (diairi satu kali/dua minggu). Pengairan dinormalkan kembali (dua kali/minggu) pada saat daun tanaman kontrol peka atau daun genotipe yang diuji menggulung. Sebanyak lima rumpun tanaman diambil secara acak dari setiap genotipe untuk dijadikan tanaman contoh. Dari setiap tanaman contoh masing-masing diamati tiga malai, meliputi bobot gabah/rumpun, tinggi tanaman, umur berbunga (50% berbunga untuk setiap genotipe), jumlah anakan produktif, jumlah gabah bernas/malai, jumlah gabah hampa/malai, bobot gabah/ petak, dan indeks panen. Respon tanaman terhadap kekeringan dinyatakan oleh nilai indeks sensitivitas terhadap kekeringan (S), S = (1-Y/Yp)/(1-X/Xp), di mana Y dan Yp masing-masing adalah rata-rata pengamatan untuk seluruh genotipe tertentu pada kondisi tercekam dan tidak tercekam. X dan Xp masing-masing adalah rata-rata pengamatan untuk seluruh genotipe pada kondisi tercekam dan tidak
tercekam (Fischer and Maurer 1978). Genotipe toleran kekeringan adalah jika memiliki nilai S< 0,5, medium toleran jika 0,5<S<1, dan peka jika S>1. Pada percobaan ini, nilai S dibagi menjadi dua yaitu nilai S yang merupakan perbandingan hasil antara cekaman sedang terhadap normal dan nilai S antara cekaman parah terhadap normal.
HASIL DAN PEMBAHASAN Selama percobaan MK 2008 berlangsung tidak terjadi hujan sehingga air tersedia hanya berasal dari penyiraman. Pada MK 2008 terpilih 21 genotipe toleran kekeringan (Tabel 1). Produktivitas galur-galur yang terseleksi ditampilkan pada Tabel 2. Dari 21 genotipe yang terpilih, 13 di antaranya termasuk genotipe yang memiliki marka qtl 12.1 dan delapan genotipe lainnya tidak mengandung marka tersebut (identifikasi
Tabel 1. Genotipe terpilih pada percobaan MK 2008 dan digunakan pada percobaan MK 2009. No
Qtl 12.1
57 59 61 62 71 84 89 93 94 95 96 98
+ + + + + + + +
Silsilah
No
Qtl 12.1
IR IR IR IR IR IR IR IR IR IR IR IR
09 110 122 123 131 134 141 144 148 155 156
+ + + + + Van Way
79971-B-103-B-B 79971-B-108-B-B 79971-B-110-B-B 79971-B-113-B-B 79971-B-127-B-B 79971-B-149-B-B 79971-B-154-B-B 79971-B-161-B-B 79971-B-162-B-B 79971-B-164-B-B 79971-B-166-B-B 79971-B-16-B-B
Silsilah IR 79971-B-18-B-B IR 79971-B-191-B-B IR 79971-B-214-B-B IR 79971-B-215-B-B IR 79971-B-222-B-B IR 79971-B-227-B-B IR 79971-B-282-B-B IR 79971-B-303-B-B IR 79971-B-369-B-B Vandana Wayrarem
Tabel 2. Hasil genotipe terpilih dan varietas pembanding untuk karakter jumlah anakan produktif, bobot gabah/petak, jumlah gabah bernas/ malai berdasarkan uji DMRT dan jumlah gabah hampa/malai berdasarkan rata-rata tiap kondisi penyiraman genotipe terpilih, Muneng, MK 2008. Karakter Genotipe
Qtl 12.1 Jumlah anakan produktif
57 59 61 62 71 84 89 93 94 95
+ + + + + + +
14 as 13 bw 16 a 14 ao 12 ia’ 12 hz 13 au 14 an 13 bw 12 gz
Bobot gabah/ petak (g)
130 aj 115 bq 132 ai 137 ag 121 ao 130 ai 129 ak 132 ai 137 ag 105 gs
Jumlah gabah bernas/malai
100 bn 96 cu 98 cs 98 cr 116 ab 109 ae 106 aj 106 aj 119 a 89 ib’
Angka sekolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT
74
Rata-rata jumlah gabah hampa/malai CN
CS
CP
8 9 10 5 6 9 9 11 9 7
7 8 10 11 22 9 8 9 10 6
10 12 14 9 16 12 13 13 12 13
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 2 2010
keberadaan dan kestabilan marka telah dilakukan sebelumnya, Bernier et al. 2007). Karakter pengamatan yang ditampilkan pada MK 2008 meliputi jumlah anakan produktif, bobot gabah/petak, jumlah gabah bernas/ malai, dan kehampaan gabah/malai. Hasil analisis ragam, hasil uji lanjut lingkungan (kondisi normal, cekaman sedang dan parah), dan uji lanjut genotipe untuk karakterkarakter tersebut disajikan pada Tabel 3, 4, dan 5. Berdasarkan Tabel 4, faktor interaksi antara lingkungan dengan genotipe tidak berpengaruh untuk ketiga karakter. Masing-masing faktor (lingkungan dan genotipe) dianalisis secara tunggal. Faktor lingkungan dan genotipe secara tunggal berpengaruh terhadap ketiga karakter. Dengan demikian setiap genotipe akan memberikan hasil yang berbeda untuk setiap lingkungan penyiraman. Hasil uji lanjut lingkungan penyiraman menunjukkan bahwa anakan produktif dan bobot gabah/petak antara kondisi normal dan cekaman kekeringan sedang tidak berbeda nyata. Secara umum jumlah anakan produktif pada kondisi normal dan cekaman kekeringan sedang adalah sama, dan jumlah anakan produktif menurun pada cekaman kekeringan parah. Hal yang sama juga terjadi pada bobot gabah per petak. Bobot gabah/petak pada kondisi normal tidak berbeda nyata dengan bobot gabah/petak pada kondisi cekaman kekeringan sedang. Bobot gabah/petak menurun tajam pada cekaman kekeringan parah. Jumlah gabah bernas/ malai tidak berbeda nyata antara cekaman kekeringan sedang dan parah. Jumlah gabah bernas tertinggi diperoleh pada kondisi lingkungan normal dan menurun pada kondisi lingkungan cekaman kekeringan sedang dan parah. Genotipe terpilih memiliki jumlah anakan produktif 12-16 batang, berbeda nyata dengan semua varietas pembanding yang berkisar antara 8-10 anakan/rumpun. Jumlah anakan produktif tidak berbeda nyata pada hampir semua genotipe terpilih. Banyaknya anakan produktif dari genotipe terpilih secara langsung mempengaruhi bobot gabah/petak yang dihasilkan. Bobot gabah/petak dari genotipe terpilih berkisar antara
105-155 g/petak. Bobot gabah/petak dari genotipe terpilih secara umum berbeda nyata dengan varietas pembanding, kecuali Wayrarem yang memiliki bobot gabah/petak 119 g. Bobot gabah/petak untuk varietas Vandana, Salumpikit dan IR20 masing-masing 31 g, 69 g, dan 36 g. Persentase bobot gabah/petak dari genotipe terpilih terhadap varietas Vandana berkisar antara 338500%, terhadap Salumpikit 152-224%, dan IR20 sebesar 291-430%. Rata-rata bobot gabah/petak pada 14 genotipe (11 genotipe qtl (+) dan 3 genotipe qtl (-)) meningkat pada cekaman kekeringan sedang dibandingkan dengan varietas pembanding. Berdasarkan data tersebut diduga bahwa ke-14 genotipe efisien dalam penggunaan air dan penyiraman sekali per minggu sudah optimum bagi pertumbuhannya. Pada cekaman parah semua genotipe terpilih mengalami penurunan hasil, namun tingkat hasil rata-rata semua genotipe 167% lebih tinggi dibandingkan varietas Wayrarem dan 375% lebih tinggi dibanding IR20. Jumlah gabah bernas per malai menurun pada cekaman kekeringan sedang dan parah. Genotipe terseleksi memiliki jumlah gabah bernas rata-rata 87119 gabah/malai untuk ke tiga lingkungan penyiraman. Jumlah gabah bernas/malai varietas pembanding adalah 103, 76, 68, dan 40 masing-masing untuk varietas Vandana, Wayrarem, Salumpikit, dan IR20. Berdasarkan rata-rata jumlah gabah bernas/malai, genotipe 71 (+), 84(+), dan 134(-) menunjukkan peningkatan jumlah gabah bernas/malai meskipun pada kondisi cekaman kekeringan parah. Penurunan hasil gabah disebabkan oleh peningkatan jumlah gabah hampa/malai, jumlahnya meningkat pada cekaman kekeringan parah. Genotipe terpilih memiliki tingkat kehampaan 5-11% pada kondisi tanpa cekaman, 6-17% pada cekaman sedang, dan 7-18% pada cekaman parah. Pada varietas peka, kehampaan mencapai 24% dan 38% masing-masing pada cekaman sedang dan parah. Tingkat kehampaan varietas Salumpikit dan Wayrarem hampir serupa dengan kisaran 8-9% pada cekaman kekeringan sedang dan 18-20% pada cekaman kekeringan parah. Dari 21 genotipe terpilih, genotipe
Tabel 3. Hasil uji lanjut faktor lingkungan terhadap karakter anakan produktif, bobot gabah per petak dan jumlah gabah bernas/ malai, genotipe terpilih, Muneng, MK 2008.
Tabel 4. Hasil analisis ragam untuk karakter jumlah anakan produktif, bobot gabah per plot dan jumlah gabah bernas per malai genotipe terpilih, Muneng, MK 2008.
Penyiraman Normal Cekaman sedang Cekaman parah
Anakan produktif 13 a 13 a 11 a
Bobot gabah/ Jumlah gabah petak (g) bernas/malai 123 a 116 a 73 b
101 a 88 b 80 b
Angka sekolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT
Sumber keragaman Lingkungan Genotipe Lingkungan*genotipe
Jumlah anakan produktif 73,6** 5,8** 0,9tn
** = sangat berbeda nyata;
tn
Bobot Jumlah gabah/petak gabah bernas/ (g) malai 261,2** 7,1** 1,1tn
168,5** 8,5** 1,1tn
= tidak berbeda nyata pada uji f 5%
75
MULYANINGSIH ET AL.: TOLERANSI PADI GOGO DENGAN MARKA QTL TERHADAP KEKERINGAN
57(+), 62(+), 84(+), 94(+), 123(+), dan 134(-) konsisten menunjukkan kehampaan rendah, baik pada kondisi tanpa cekaman maupun dengan cekaman sedang dan parah. Hal ini diduga sebagai penciri bahwa faktor genetik dominan mengendalikan karakter tersebut (Tabel 2). Seperti halnya pada MK 2008, pada MK 2009 pun tidak terjadi hujan selama percobaan berlangsung sehingga air yang ada hanya dari penyiraman. Karakter bobot gabah/rumpun, tinggi tanaman, waktu berbunga 50%, jumlah anakan produktif, dan jumlah gabah bernas/ malai tidak menunjukkan pengaruh interaksi antara lingkungan penyiraman (N, CS dan CP) dan genotipe (Tabel 5 dan 6), Karena faktor interaksi antara lingkungan dan genotipe tidak berpengaruh untuk karakter-karakter tersebut, maka masing-masing faktor (lingkungan dan genotipe) dapat diuji lanjut. Faktor lingkungan dan genotipe secara tunggal berpengaruh terhadap kelima nilai karakter tersebut. Setiap genotipe akan memberikan hasil yang berbeda untuk setiap lingkungan penyiraman. Hasil uji lanjut terhadap faktor lingkungan untuk lima karakter yang diamati disajikan pada Tabel 7. Kondisi lingkungan normal dan lingkungan cekaman kekeringan sedang tidak berbeda nyata untuk karakter bobot gabah/ rumpun, tinggi tanaman, waktu berbunga 50%, dan jumlah gabah bernas/malai tetapi berbeda nyata untuk karakter jumlah anakan produktif. Sebagian besar genotipe menunjukkan peningkatan bobot gabah/rumpun pada kondisi cekaman kekeringan Tabel 5. Rangkuman analisis ragam untuk karakter bobot gabah/ rumpun, tinggi tanaman, waktu berbunga 50% genotipe terpilih, Muneng, MK 2009.
Sumber keragaman
Bobot gabah/rumpun (g)
Lingkungan Genotipe Lingkungan*genotipe
56,4** 5,7** 1,3tn
** = sangat berbeda nyata;
tn
Tinggi tanaman (cm) 70,0** 24,9** 0,9tn
Waktu berbunga 50% (HST) 53,5** 34,8** 1,1tn
= tidak berbeda nyata pada uji f 5%
Tabel 6. Rangkuman analisis ragam untuk karakter jumlah anakan produktif dan jumlah gabah bernas/malai genotipe terpilih, Muneng, MK 2009. Sumber keragaman Lingkungan Genotipe Lingkungan*genotipe ** = sangat berbeda nyata;
76
tn
Jumlah anakan produktif
Jumlah gabah bernas/malai
32,8** 4,5** 1,1tn
118,0** 11,0** 1,4tn
= tidak berbeda nyata pada uji f 5%
sedang dibanding kondisi lingkungan normal meskipun tidak nyata. Bobot gabah/rumpun menurun pada beberapa genotipe pada lingkungan cekaman sedang, yaitu 10(-),123(+), 131(-), 134(-), 141(-), dan 148(+). Cekaman kekeringan parah mengakibatkan bobot gabah/rumpun menurun pada semua genotipe walaupun tidak sebesar pada varietas pembanding (Vandana, Wayrarem, dan IR20). Nilai DMRT bobot gabah/rumpun pada semua genotipe hampir tidak menunjukkan perbedaan. Hal ini menujukkan bahwa genotipe-genotipe tersebut toleran terhadap cekaman kekeringan (Tabel 8 dan 9). Tinggi tanaman pada lingkungan cekaman sedang menurun dibanding lingkungan normal meskipun tidak nyata. Tanaman jauh lebih pendek pada kondisi lingkungan cekaman parah yang terjadi pada hampir semua genotipe. Tingkat ketersediaan air menekan pertumbuhan tanaman berkisar antara 1-5 cm pada cekaman kekeringan sedang dan 4-15 cm pada cekaman kekeringan parah. Tinggi tanaman beberapa genotipe meningkat pada perlakuan cekaman kekeringan sedang, yaitu 59(-), 61(-), 84(+), 94(+), dan 95(+) (Tabel 8 dan 9). Waktu pembungaan 50% tercapai sangat lambat (rata-rata 81 HST) pada kondisi lingkungan cekaman kekeringan parah dibanding lingkungan normal dan cekaman kekeringan sedang (77 HST). Pelambatan waktu berbunga akibat cekaman parah berkisar antara 2-10 hari. Semua genotipe yang diuji tidak menunjukkan waktu berbunga lebih awal untuk menyelesaikan siklus hidupnya sebelum tanaman mengalami cekaman kekeringan parah sebagai mekanisme escape. Beberapa genotipe mengindikasikan fenomena escape pada cekaman kekeringan sedang dibandingkan dengan lingkungan normal. Percepatan waktu berbunga berkorelasi dengan peningkatan bobot gabah/ rumpun (Tabel 8 dan 9).
Tabel 7. Hasil uji lanjut faktor lingkungan terhadap bobot gabah per rumpun, tinggi tanaman, waktu berbunga 50%, jumlah anakan produktif dan jumlah gabah bernas per malai genotipe terpilih, Muneng, MK 2008.
Lingkungan
N CS CP
Bobot gabah per rumpun (g)
Tinggi tanaman (cm)
Waktu berbunga 50% (HST)
Jumlah anakan produktif (%)
Jumlah gabah bernas per malai
32 a 34 a 23 b
99 a 98 a 90 b
77 b 77 b 81 a
11 b 13 a 14 a
104 a 113 a 76 b
Angka sekolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 2 2010
Umumnya jumlah anakan produktif meningkat secara nyata akibat perlakuan cekaman kekeringan sedang dan cekaman kekeringan parah dibandingkan kondisi normal, kecuali pada genotipe 96(-) dan 109(+) (Tabel 7). Jumlah anakan produktif pada kondisi normal rata-rata 9-13 batang, pada cekaman sedang 10-15 batang, dan pada cekaman parah 12-17 batang (Tabel 8 dan 9). Jumlah gabah bernas per malai meningkat pada cekaman sedang dibanding kondisi normal dan menurun pada cekaman parah. Besarnya peningkatan gabah bernas pada kondisi cekaman sedang dibanding cekaman normal tidak berbeda nyata. Jumlah gabah bernas/malai pada MK 2009 lebih rendah dibandingkan dengan MK 2008. Beberapa genotipe menujukkan penurunan jumlah gabah bernas secara tajam pada cekaman kekeringan parah. Faktor interaksi antara lingkungan dan genotipe berpengaruh nyata untuk jumlah gabah hampa/malai dan bobot gabah/petak (Tabel 10). Rata-rata hasil pengamatan dan nilai uji lanjut disajikan pada Tabel 11 dan 12 .
Tingkat kehampaan gabah meningkat pada kondisi cekaman parah. Pada kondisi normal, tingkat kehampaan berkisar antara 4-20%, pada kondisi sedang 4-32%, dan pada kondisi cekaman parah 12-43%. Tingkat kehampaan varietas pembanding Wayrarem dan IR20 mencapai 50%. Tingkat kehampaan tinggi jika gabah hampa > 22 butir/malai, kehampaan sedang 10-19 butir, dan kehampaan rendah < 10 butir/malai. Tingkat kehampaan gabah yang tinggi didominasi oleh kondisi cekaman kekeringan parah. Tingginya tingkat kehampaan gabah diduga terkait dengan waktu pembungaan yang lambat, akibatnya periode pengisian gabah lebih singkat. Kehampaan mengakibatkan penurunan bobot gabah/petak. Pada kondisi cekaman kekeringan sedang, genotipe 61(-), 84(+), 93(-), 95(+), 98(+), 109(+), 122(+), dan 144(-) memberikan hasil lebih tinggi dibanding lingkungan normal. Pada cekaman kekeringan parah, meskipun terjadi penurunan hasil, beberapa genotipe masih memberikan hasil cukup tinggi (> 1.000 g), yaitu genotipe 71(+), 94(+), 96(-), 98(+) dan 134(-). Pada varietas pembanding, bobot gabah/petak menurun tajam pada kondisi cekaman
Tabel 8. Rata-rata bobot gabah/rumpun, tinggi tanaman, anakan produktif, jumlah gabah bernas per malai, dan jumlah gabah hampa per malai. Muneng, MK 2009. Bobot gabah per rumpun (g)
Genotipe
57 + 59 61 62 + 71 + 84 + 89 + 93 94 + 95 + 96 98 + 109 + 110 122 + 123 + 131 134 141 + 144 148 + 155Van 156Way 157Sal 158IR20
Tinggi tanaman (cm)
Waktu berbunga 50% (HST)
Anakan produktif
Jumlah gabah bernas/malai
N
CS
CP
N
CS
CP
N
CS
CP
N
CS
CP
N
CS
CP
30 34 35 28 27 32 31 34 37 29 35 25 30 34 33 41 39 35 31 34 39 13 24 37 24
30 34 45 36 40 36 37 37 33 46 38 32 41 28 40 34 34 31 30 42 30 14 35 38 16
24 22 31 20 27 21 26 21 32 23 27 22 21 26 25 23 23 30 19 26 28 12 14 28 12
97 98 92 102 107 93 103 94 102 103 105 102 102 100 111 108 101 103 101 101 107 88 90 99 63
95 99 96 99 103 101 102 93 104 105 101 99 97 99 106 102 100 101 102 98 102 81 92 102 62
92 89 79 91 100 95 89 85 98 91 97 89 91 88 98 94 93 91 95 88 97 83 86 89 58
71 74 85 74 81 79 78 82 76 78 79 75 78 75 80 76 81 76 80 73 83 56 79 68 84
73 74 81 74 81 80 79 81 78 81 77 74 73 73 78 74 83 82 81 73 79 56 78 65 85
77 79 87 77 85 84 83 86 84 83 81 74 78 76 85 81 85 83 90 78 86 58 83 72 96
10 9 13 11 9 11 10 13 10 12 12 11 10 12 10 13 11 11 12 13 11 9 9 14 12
10 13 15 12 12 12 12 14 11 15 15 12 14 11 12 14 12 12 15 13 12 17 12 15 12
14 12 16 13 14 14 12 17 13 16 13 12 13 13 13 14 12 14 14 15 14 19 10 16 11
98 104 105 91 113 119 117 100 142 102 102 88 115 98 118 113 103 109 90 104 115 41 122 89 92
116 105 120 113 146 131 134 106 146 118 121 90 120 119 132 107 91 132 110 99 109 41 130 92 92
74 80 73 64 94 94 83 76 99 67 67 87 74 97 79 79 71 92 57 77 102 35 56 68 56
N = normal (tanpa cekaman), CS = cekaman sedang, CP = cekaman parah.
77
MULYANINGSIH ET AL.: TOLERANSI PADI GOGO DENGAN MARKA QTL TERHADAP KEKERINGAN
Tabel 9. Bobot gabah per rumpun, tinggi tanaman, waktu berbunga 50%, jumlah anakan produktif dan jumlah gabah bernas per malai, genotipe terpilih, Muneng MK 2009.
Genotipe
57+ 596162+ 71+ 84+ 89+ 9394+ 95+ 9698+ 109+ 110122+ 123+ 131134141+ 144148+ 155Van 156Way 157Sal 158IR20
Bobot gabah/ rumpun (g) 28 30 37 28 31 30 31 30 34 33 33 26 31 29 33 33 32 32 27 34 32 13 25 34 17
bd ad a bd ad ad ad ad ab ac ac cd ad bd ac ac ac ad bd ac ac e d ab e
Tinggi tanaman (cm) 94 95 89 97 103 96 98 91 101 100 101 96 96 96 105 101 98 98 99 96 102 84 90 97 61
fh eg i cf ab cf bf gi ad af ae cf cf dg a ad bf bf af dg ac j hi cf k
Waktu berbunga 50% (HST) 74 76 84 75 82 81 80 83 79 81 79 74 77 75 81 77 83 80 83 75 83 57 80 68 88
j ij b ij bf bf dh be eh cf fh ij hj ij cf gi bd cg bc ij be l cg k a
Jumlah anakan produktif
11 11 15 12 11 12 11 15 11 14 14 11 12 12 11 14 12 12 13 14 13 15 10 15 12
eh eh ab dh eh dh gh ab fh ac ae eh bg ch eh ae dh ch af ad bg a h a dh
Jumlah gabah bernas/malai
96 96 100 89 118 115 111 94 129 96 97 88 103 105 110 100 88 111 86 93 109 39 103 83 80
di di ch fi ab ac bd ei a di di fi bf bf be ch fi bd gi ei be j bg hi i
Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT
Tabel 10. Analisis ragam untuk jumlah gabah hampa per malai dan bobot gabah per plot genotipe terpilih, Muneng, MK 2009. Sumber keragaman Lingkungan Genotipe Lingkungan*genotipe
Jumlah gabah hampa/malai
Bobot gabah/ petak (g)
181,1** 6,8** 3,0**
172,7** 9,7** 1,8**
** = sangat berbeda nyata pada uji f 5%
kekeringan parah, termasuk varietas Salumpikit (pembanding toleran) yang mencapai 58%. Genotipe 98(+) berpotensi hasil tinggi, baik pada kondisi normal maupun tercekam (sedang dan parah). Begitu pula genotipe 71(+), meskipun terjadi sedikit penurunan hasil pada kondisi cekaman kekeringan sedang (Tabel 11dan 12). Data hasil gabah/petak dapat digunakan untuk menduga hasil pada skala lebih luas (ha). Hasil gabah adalah 4,4-7,2 t/ha pada kondisi normal, 3,5-6,8 t/ha pada cekaman kekeringan sedang, dan 1,8-4,2 t/ha pada cekaman kekeringan parah. Data ini menunjukkan bahwa beberapa genotipe berpeluang untuk 78
dikembangkan menjadi varietas toleran cekaman kekeringan. Indeks kepekaan terhadap kekeringan (S) merupakan ukuran produktivitas suatu genotipe pada keadaan tercekam. Genotipe toleran kekeringan ditafsirkan memiliki nilai S yang rendah, karena penampilan hasil pada kondisi tercekam tidak jauh berbeda dengan kondisi normal. Pada cekaman kekeringan sedang, sejumlah genotipe memiliki nilai S lebih rendah dibanding kontrol Salumpikit (Tabel 13). Genotipe-genotipe ini mampu mempertahankan penurunan hasil pada kondisi cekaman kekeringan sedang, bahkan pada beberapa genotipe terjadi peningkatan hasil dibanding kondisi normal. Genotipe dengan kategori toleran adalah 61(-), 84(+), 93(-), 95(+), 98(+), 109(+), dan 122(+). Genotipe dengan kategori moderat toleran adalah 71(+), 144(-), dan 148(+), sedangkan genotipe lainnya termasuk peka. Nilai S pada kondisi cekaman parah dapat mengubah kategori genotipe pada kondisi cekaman sedang, dari kategori toleran menjadi moderat dan dari moderat menjadi peka. Perubahan ini disebabkan oleh tingkat cekaman yang semakin berat. Kategori genotipe moderat adalah 57(+), 61(-), 62(+), 71(+), 89(+), 94(+),
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 2 2010
Tabel 11. Jumlah gabah hampa/malai dan bobot gabah/petak beberapa genotipe padi gogo. Jumlah gabah hampa/malai
Bobot gabah/petak (g)
Genotipe
57 + 59 61 62 + 71 + 84 + 89 + 93 94 + 95 + 96 98 + 109 + 110 122 + 123 + 131 134 141 + 144 148 + 155Van 156Way 157Sal 158IR20
N
CS
CP
N
CS
CP
5 6 8 8 8 9 8 12 7 12 6 18 6 6 10 7 15 7 4 7 8 17 13 6 9
7 7 5 8 13 7 11 13 6 6 7 43 13 5 14 7 29 8 9 9 7 10 17 8 14
17 25 33 20 35 37 25 58 34 28 26 32 31 13 33 22 43 25 35 12 16 13 55 33 55
1732 2028 1799 1696 2124 1698 1798 1804 2120 1782 2101 1677 1471 2105 1792 1745 2588 1739 2147 1591 1943 692 1485 1905 813
1229 1684 2436 1404 1974 1708 1417 1886 1541 2390 1748 1833 1818 1539 1911 1442 1907 1429 1477 1599 1840 413 1270 1947 694
864 709 962 884 1329 642 922 766 1189 878 1504 1194 847 868 785 911 1000 1336 873 939 972 388 458 796 98
Tabel 12. Jumlah benih hampa/malai dan bobot gabah/petak genotipe terpilih, Muneng MK 2009.
N-genotipe
Gabah hampa/ malai
Bobot gabah/ petak (g)
N-57+ N-59N-61N-62+ N-71+ N-84+ N-89+ N-93N-94+ N-95+ N-96N-98+ N-109+ N-110N-122+ N-123+ N-131N-134N-141+ N-144N-148+ N-155v N-156w N-157s N-158I
5 6 8 7 8 9 8 12 7 12 6 18 6 6 10 7 15 7 4 7 8 17 13 6 9
1735 2056 1813 1699 2139 1760 1802 1895 2123 1812 2105 1679 1583 2110 1802 1747 2603 1768 2156 1644 1941 694 1483 1916 807
m lm lm lm lm lm lm km lm km lm fm lm lm km lm im lm m lm lm fm jm lm lm
cl af bk dl ad ck bk bj ae bk ae dl dm ae bk ck a ck ad dl bi sw dp bi qv
S-genotipe
S-57+ S-59S-61S-62+ S-71+ S-84+ S-89+ S-93S-94+ S-95+ S-96S-98+ S-109+ S-110S-122+ S-123+ S-131S-134S-141+ S-144S-148+ S-155v S-156w S-157s S-158I
Gabah hampa/ malai
Bobot gabah/ petak (g)
7 7 5 8 13 7 11 13 6 6 7 43 13 5 14 7 29 8 9 8 7 11 17 8 14
1254 1689 2451 1397 1986 1781 1408 1899 1539 2388 1762 1884 1825 1556 1923 1554 1898 1442 1514 1549 1845 421 1275 1956 705
lm lm m lm jm lm km jm lm lm lm bc jm m im lm ci lm lm lm lm km gm lm im
it dl ab fr ag bk fr bj dn ac ck bj bk dm bi dm bj eq do dm bk uw ht bh sw
P-genotipe
P-57+ P-59P-61P-62+ P-71+ P-84+ P-89+ P-93P-94+ P-95+ P-96P-98+ P-109+ P-110P-122+ P-123+ P-131P-134P-141+ P-144P-148+ P-155v P-156w P-157s P-158I
Gabah hampa/ malai
Bobot gabah/ petak (g)
17 25 33 20 35 37 25 58 34 28 26 32 31 14 33 22 43 25 35 12 16 13 55 34 55
945 737 960 909 1336 636 925 761 1213 913 1502 1196 845 866 799 911 1066 1339 911 944 958 383 466 793 99
gm dk cf em cd cd dk a ce cj dk cg ch jm ce dl bc dk ce km hm jm ab ce ab
mv rv mv mv gs tw mv rv jt mv do kt ov nv qv mv lu gs mv mv mv vw uw qv w
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT
79
MULYANINGSIH ET AL.: TOLERANSI PADI GOGO DENGAN MARKA QTL TERHADAP KEKERINGAN
Tabel 13. Rata-rata hasil gabah, nilai indeks kepekaan genotipe, peringkat hasil dan indeks panen pada kondisi normal dan tercekam dari genotipe terpilih, Muneng, MK 2009. Hasil (t/ha)
CS vs N
CP vs N
Indeks panen
Genotipe
57+ 596162+ 71+ 84+ 89+ 9394+ 95+ 9698+ 109+ 110122+ 123+ 131134141+ 144148+ 155van 156way 157sal 158IR
N
CS
CP
Nilai S
Peringkat hasil
Nilai S
Peringkat hasil
N
CS
CP
4,8 5,7 5,0 4,7 5,9 4,9 5,0 5,3 5,9 5,0 5,8 4,7 4,4 5,9 5,0 4,9 7,2 4,9 6,0 4,6 5,4 1,9 4,1 5,3 2,2
3,5 4,7 6,8 3,9 5,5 4,9 3,9 5,3 4,3 6,6 4,9 5,2 5,1 4,3 5,3 4,3 5,3 4,0 4,2 4,3 5,1 1,2 3,5 5,4 2,0
2,6 2,0 2,7 2,5 3,7 1,8 2,6 2,1 3,4 2,5 4,2 3,3 2,3 2,4 2,2 2,5 3,0 3,7 2,5 2,6 2,7 1,1 1,3 2,2 0,3
3,13 2,02 -3,98 2,01 0,81 -0,13 2,47 -0,02 3,11 -3,59 1,84 -1,38 -1,73 2,97 -0,76 1,24 3,06 2,08 3,37 0,65 0,56 4,45 1,58 -0,24 1,43
12 8 1 11 3 7 11 4 9 2 7 5 6 9 4 9 4 19 10 9 6 14 12 4 13
0,91 1,28 0,94 0,93 0,75 1,28 0,97 1,20 0,86 0,99 0,57 0,58 0,93 1,18 1,11 0,96 1,18 0,49 1,15 0,85 1,01 0,89 1,37 1,17 1,75
7 13 6 8 2 14 11 12 3 8 1 7 10 9 11 8 5 2 8 7 6 17 16 15 18
1,1 1,6 1,5 1,1 1,3 1,7 1,8 1,6 1,5 1,3 1,5 1,0 1,4 1,4 1,3 1,4 1,8 1,5 1,3 1,3 1,6 0,9 1,2 1,2 1,3
1,4 1,5 1,9 1,6 1,6 1,6 1,7 1,6 1,5 1,7 1,7 1,2 1,7 1,5 1,5 1,2 1,3 1,3 1,3 1,5 1,2 0,8 1,6 1,3 1,1
0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,8 1,1 0,6 1,2 0,7 1,0 0,8 0,9 1,1 0,9 0,8 0,9 1,0 0,6 1,2 1,1 0,6 0,6 0,7 0,6
N= normal, CS = cekaman sedang CP = cekaman parah
95(+), 96(-), 98(+), 109(+), 123(+), dan 144(-), sedangkan genotipe 134(-) termasuk toleran. Varietas Vandana termasuk moderat pada kondisi cekaman kekeringan parah meskipun pada kondisi cekaman sedang termasuk peka. Sebaliknya, varietas Salumpikit sebagai pembanding toleran pada kondisi cekaman sedang menjadi peka pada kondisi cekaman parah. Indeks panen semua genotipe dan varietas pembanding menurun tajam pada kondisi cekaman kekeringan parah. Pada kondisi cekaman kekeringan sedang, penurunan indeks panen tidak nyata. Meskipun genotipe terpilih pada tahun pertama didominasi oleh genotipe yang mengandung marka qtl12.1, tetapi tidak berarti hasil genotipe yang tidak mengandung marka tersebut lebih rendah. Pada MK 2008, genotipe dengan produktivitas tinggi adalah galur 96(-) dan 61(-) yang tidak mengandung marka qtl 12.1. Pada MK 2009, genotipe yang termasuk toleran dan moderat pada kondisi cekaman kekeringan sedang dan parah umumnya mengandung marka qtl12.1. Oleh karena itu, seleksi genotipe toleran kekeringan cukup efektif bila berdasarkan keberadaan marka. Namun
80
terpilihnya genotipe unggul dan toleran yang tidak mengandung marka qtl 12.1 juga menjadi hal menarik. Ada kemungkinan dalam genotipe tersebut memiliki marka lain toleran cekaman kekeringan dan belum teridentifikasi atau ada mekanisme pertahanan diri tertentu dalam menghadapi cekaman kekeringan.
KESIMPULAN 1. Berdasarkan pengujian pada MK 2008, terseleksi 21 genotipe toleran kekeringan yang terdiri atas 13 genotipe yang mengandung qtl 12.1 dan delapan genotipe tidak mengandung qtl 12.1. 2. Kekeringan parah pada fase generatif menurunkan bobot gabah/rumpun, tinggi tanaman, jumlah gabah bernas/malai, bobot gabah/petak, indeks panen, dan memperlambat pembungaan. Kehampaan dan jumlah anakan produktif meningkat pada kondisi cekaman parah. Genotipe 71(+), 94(+), 96(-), 98(+), dan 134(-) memiliki bobot gabah/petak > 1.000 g.
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 2 2010
3. Berdasar nilai indeks sensitivitas kekeringan, genotipe 57(+), 61(-), 62(+), 71(+), 89(+), 94(+), 95(+), 96(-), 98(+), 109(+), 123(+), dan 144(-) termasuk moderat pada cekaman kekeringan parah dan genotipe 134(-) toleran. 4. Marka qtl 12.1 dinilai cukup efektif sebagai penanda genotipe toleran kekeringan. Aplikasi marka qtl dalam pemuliaan akan meningkatkan efisiensi seleksi toleransi kekeringan.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Avind Kumar (IRRI- Philipina) dan Dr. Inez H. Slamet-Loedin, atas perkenannya menggunakan genotipe-genotipe IRRI. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Ir. Imam Sutrisno, Kepala KP Muneng, yang telah memberikan izin dan fasilitas untuk penelitian. Hal serupa disampaikan kepada Saudara Robert Munadi, Rohmin, Sriyono (di KP Muneng), dan Oktri Yurika (P2 Bioteknologi LIPI) atas segala bantuannya selama penelitian berlangsung, Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Sdr. Imam Sanjaya (mahasiswa jurusan statistik IPB), atas bantuannya dalam pengolahan data.
DAFTAR PUSTAKA Babu, R.C., B.D. Nguyen, V. Chamarerk, P. Shanmugasundaram, P. Chezhian, P. Jeyaprakash, S.K. Ganesh, A. Palchamy, S. Sadasivam, S. Sarkarung, L.J. Wade, and H.T. Nguyen. 2003. Genetic analysis of drought resistance in rice by molecular markers: association between secondary traits and filed performace. Crop Sci. 43:1457-1469. Bernier, J., A. Kumar, V. Ramaiah, D. Spaner, and G. Atlin. 2007. A large-effect QTL for grain yield under reproductive-stage drought stress in upland rice. Crop Sci. 47:507-517.
Boonjung, H. and S. Fukai. 1996, Effect of soil water deficit at different growth stages on rice growth and yield under upland condition. Field Crops Res. 48:47-55. Courtois, B., L. Shen, W. Petalcorin, S. Carangdang, R. Mauleon, and Z. Li. 2003. Locating QTLs controlling constitutive root trait in the rice population IAC 165 x Co39. Euphytica.134:335345. Fischer, R.A. and R. Maurer. 1978, Drought resistance in spring wheat cultivars: In Grain yield responses. Aust J. Agric. Res. 29:897-912. Gupta, P.C. and J.C. O’Toole. 1986. Upland rice a global perspective. IRRI. Los Banos, Philippines. Haque, M.M., D.J. Mackill, and K.T. Ingram. 1992. Inheritance of leaf epicuticular wax content in rice. Crop Sci. 32:865-868. Jongdee, B., S. Fukai, and M. Cooper. 2002. Leaf water potential and osmotic adjustment as physiological traits to improve drought tolerance in rice. Field Crops Res. 76:153-163. Jongdee, B., G. Pantuwan, S. Fukai, and K. Fischer. 2006. Improving drought tolerance in rainfed lowland rice: an example from Thailand. Agric. Water Manage. 80:225-240. Lanceras, J.C., G.P. Pantuwan, B. Jongdee, and T. Toojinda. 2004. Quantitative trait loci associated with drought tolerance at reproductive stage in rice. Plant Physiol. 135:384-399. Liley, J.M., M.M. Ludlow, S.R. McCouch, and J.C. O’Toole. 1996. Locating QTL for osmotic adjusment and dehydration tolerance in rice. J. of Exp. Botany. 47(302): 1427-1436. Liu, J.K., D.Q. Liao, R. Oane, L. Esrtenor, X.E. Yang, and Z.C. Li. 2006. Genetic variation in sensitivity of anther dehiscence to drought stress in rice. Field Crops Res. 97:87-100. McCouch, S.R., L. Teytelam, Y. Xu, K.B. Lobos, K. Clare, M. Walton, B. Fu, R. Maghirang, Z. Li, Y. Xing, Q. Zhang, I. Kono, M. Yano, R. Fjellstrom, G. DeClerk, D. Schneider, S. Cartinhour, D. Ware, and L. Stein. 2002. Development and mapping of 2240 new SSR markers for rice (Oryza sativa L,). DNA Res. 9:199– 207. Pantuwan, G., S. Fukai, M. Cooper, S. Rajatasereekul, and J.C. O’Toole. 2002. Yield response of rice (Oryza sativa L,) genotype to drought under rainfed lowland, selection of drought resistant genotypes. Field Crops Res. 73:169-180. Price, A.H., J.E. Cairns, P. Horton, H.G. Jones, and H. Griffiths. 2002. Linking drought resistance mechanisms to drought avoidance in upland rice using a QTL approach: progress and new opportunities to integrate stomatal and mesophyll responses (rev). J. of Exp. Botany. 53(371): 989-1004. Tajima, K. 1995. Occurrence and mechanism of drought damage, In Matsuo T, K Kumazawa, R Ishii, K Ishihara, H Hirata (eds), Science of the rice plant (vol. 2) Physiology. Food and Agriculture Policy Research Centre. Tokyo.
81