METODE PENGUSANGAN CEPAT TERKONTROL UNTUK MENGIDENTIFIKASI SECARA DINI GENOTIPE PADI GOGO (Oryza sativa L.) TOLERAN KEKERINGAN
VIVI ARYATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Metode Pengusangan Cepat Terkontrol Untuk Mengidentifikasi Secara Dini Genotipe Padi Gogo (Oryza sativa L.) Toleran Kekeringan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor,
Juni 2011
Vivi Aryati A254090095
RINGKASAN VIVI ARYATI. Metode Pengusangan Cepat Terkontrol Untuk Mengidentifikasi Secara Dini Genotipe Padi Gogo (Oryza sativa L.) Toleran Kekeringan. Di bawah bimbingan ENDANG MURNIATI dan MARYATI SARI.
Permasalahan konversi lahan sawah menjadi lahan non pertanian saat ini mendorong kita untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatan lahan kering yang ada. Indonesia memiliki potensi lahan kering yang sesuai untuk pertanian seluas 76.22 juta ha (52%) dari total luas 148 juta ha. Pengembangan varietas padi gogo toleran kekeringan diperlukan guna mendukung pemanfaatan lahan kering. Seleksi galur padi gogo toleran kekeringan yang dilakukan di lapangan sangat sulit, membutuhkan biaya yang lebih mahal dan waktu yang lebih lama. Identifikasi suatu genotipe tanaman yang toleran terhadap kondisi lapang yang suboptimum dapat dilakukan secara dini melalui uji vigor benih yang selama ini telah banyak dilakukan dengan cara simulasi cekaman kekeringan menggunakan larutan Polyethylene glycol (PEG). Penggunaan PEG memiliki kelemahan antara lain harga PEG yang relatif mahal dan sering terjadinya serangan cendawan pada saat benih dikecambahkan, sehingga diperlukan alternatif lain yang mampu mengatasi masalah tersebut dengan cara yang sederhana dan waktu yang relatif singkat. Pengusangan cepat terkontrol (PCT) merupakan metode analisis vigor benih yang dapat dijadikan sebagai alternatif. Metode ini mulai dikembangkan dan telah banyak digunakan untuk mengevaluasi kualitas benih yang berukuran relatif kecil seperti cabai, ketimun, kembang kol, padi dan benih kecil lainnya. Di samping itu, metode ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara dini genotipe padi yang toleran terhadap salinitas. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menentukan level tekanan osmotik larutan PEG (BM 6000) yang digunakan terkait dengan cekaman kekeringan; 2) menentukan kondisi kadar air benih dan lama penderaan yang dapat digunakan pada metode PCT; dan 3) menentukan tingkat korelasi viabilitas PCT (VPCT) dengan vigor kekuatan tumbuh terhadap kekeringan (VKTKekeringan) yang disimulasikan dengan PEG. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB mulai bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011. Penelitian dirancang dalam tiga percobaan yaitu: 1) pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap vigor kekeringan yang menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dua faktor yakni enam varietas padi gogo (Inpago 4, Inpago 5, Inpago 6, Batutegi, Towuti dan IR20) dan empat level tekanan osmotik PEG 6000 (0, -2, -4 dan -6 bar), masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali; 2) pengaruh varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan) terhadap viabilitas menggunakan RKLT dua faktor yakni enam varietas padi gogo dan kondisi PCT (kadar air dan lama penderaan) sebagai berikut: P1(20%/24 jam), P2(20%/48 jam), P3(20%/72 jam), P4(22%/24 jam), P5(22%/48 jam), P6(22%/72 jam), P7(24%/24 jam), P8(24%/48 jam), P9(24%/72 jam), P10(26%/24 jam), P11(26%/48 jam) dan P12(26%/72 jam), dengan tiga ulangan dan 3) uji korelasi antara berbagai variabel percobaan 1 pada tekanan osmotik PEG 6000 terpilih (-2 bar) dengan VPCT hasil
percobaan 2. Pengamatan dilakukan terhadap beberapa variabel yaitu daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), indeks vigor (IV) dan panjang akar (PA) yang diukur mulai dari ujung akar hingga pangkal akar dengan satuan centimeter pada pengamatan hari ketujuh terhadap kecambah normal. Hasil percobaan pertama yang menggunakan larutan PEG 6000 sebagai simulasi cekaman kekeringan dengan empat level tekanan osmotik yaitu 0, -2, -4 dan -6 bar menunjukkan bahwa penggunaan PEG 6000 bertekanan osmotik -2 bar merupakan level yang tepat untuk mengidentifikasi toleransi benih padi gogo terhadap cekaman kekeringan. Hal ini karena pada level tekanan osmotik tersebut terlihat perbedaan respon yang diberikan masing-masing varietas sehingga dapat dibedakan antara yang toleran dan tidak toleran, terutama pada variabel KCT. Berdasarkan hal tersebut pula dapat dikelompokkan bahwa varietas Inpago 5, IR20 dan Batutegi merupakan varietas yang toleran terhadap kekeringan, sedangkan varietas Inpago 4, Inpago 6 dan Towuti tergolong dalam varietas yang tidak toleran. Pada percobaan 2 dihasilkan bahwa tingkat kadar air dan lama penderaan yang sesuai untuk metode PCT pada benih padi gogo adalah 20% dan 48 jam. Penentuan kondisi kadar air benih dan lama penderaan yang sesuai untuk metode PCT umumnya didasarkan pada efektivitas dan efisiensi waktu dalam pelaksanaan. Dasar lain yang digunakan untuk menentukan kondisi PCT pada penelitian adalah kecenderungan penurunan nilai-nilai yang mengindikasikan tingkat vigor benih dari berbagai variabel yang diamati. Kondisi PCT dengan kadar air 20% dan lama penderaan 48 jam menunjukkan bahwa pada beberapa variabel pengamatan seperti KCT dan IV telah terjadi penurunan vigor benih secara nyata, sehingga dapat dibedakan varietas yang memiliki vigor yang tinggi dan rendah. Hasil dari percobaan 2 menunjukkan bahwa varietas Inpago 5, IR20 dan Batutegi memiliki VPCT yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Inpago 4, Inpago 6 dan Towuti. Analisis korelasi dan regresi antara hasil percobaan 1 dan 2 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara VPCT pada kadar air 20% dan lama penderaan 48 jam dengan semua variabel pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar (DB, KCT, IV dan PA) dengan nilai koefisien korelasi masing-masing 0.70, 0.63, 0.53 dan 0.67 serta nilai koefisien determinasi masing-masing 49.5, 39.5, 28.1 dan 44.7%. Hubungan yang erat antar variabel pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT mengindikasikan bahwa perlakuan PCT dengan kadar air 20% dan lama penderaan 48 jam serta suhu 45oC dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara dini tingkat toleransi genotipe padi gogo terhadap cekaman kekeringan setara dengan tekanan osmotik -2 bar, sehingga metode PCT dapat dijadikan sebagai alternatif selain penggunaan larutan PEG dalam simulasi cekaman kekeringan pada benih padi gogo, mengingat harga PEG yang relatif mahal.
Kata kunci: padi gogo, toleran kekeringan, pengusangan cepat terkontrol, identifikasi dini, PEG 6000
© Hak cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi Institut Pertanian Bogor. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh hasil karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
METODE PENGUSANGAN CEPAT TERKONTROL UNTUK MENGIDENTIFIKASI SECARA DINI GENOTIPE PADI GOGO (Oryza sativa L.) TOLERAN KEKERINGAN
VIVI ARYATI
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Magister Profesional Perbenihan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, MS
Judul Tugas Akhir
: Metode Pengusangan Cepat Terkontrol Untuk Mengidentifikasi Secara Dini Genotipe Padi Gogo (Oryza sativa L.) Toleran Kekeringan
Nama
: Vivi Aryati
NRP
: A254090095
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Endang Murniati, MS Ketua
Maryati Sari, SP, MSi Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Magister Profesional Perbenihan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 7 Juni 2011
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulillah, ucapan syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan adalah metode pengusangan cepat terkontrol dengan judul Metode Pengusangan Cepat Terkontrol Untuk Mengidentifikasi Secara Dini Genotipe Padi Gogo (Oryza sativa L.) Toleran Kekeringan. Penulisan tugas akhir ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Magister Profesional Perbenihan, Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Ir. Endang Murniati, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Maryati Sari, SP., MSi sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan tugas akhir ini; 2. Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, MS selaku penguji luar komisi pada ujian tugas akhir, yang telah memberikan masukan yang bermanfaat bagi penyempurnaan tugas akhir ini; 3. Orang tua tercinta Alm. H. Zakwan Hars dan Hj. Zuraida Hanafiah, Kakanda tercinta Muhammad Ferizal, SE dan Niza Ivanda, SE, serta suami tercinta Ponco Rahmadani dan anak-anak tercinta Siti Nazla Raihana dan Aisyah Luthfiyah atas doa, nasehat, dukungan dan dorongan serta pengertian yang diberikan kepada penulis selama menempuh studi; 4. Teman-teman “Seed Family” Angkatan I Program Magister Profesional Perbenihan atas kebersamaan dan semangat yang telah diberikan; 5. Badan Litbang Pertanian yang telah memberikan beasiswa kepada penulis dalam menempuh pendidikan progam magister di IPB, serta 6. Semua semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat disebutkan satu per satu dalam karya ilmiah ini, semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,
Juni 2011
Vivi Aryati
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Kuala Simpang, Aceh Tamiang pada tanggal 22 Oktober 1974 dari pasangan Bapak H. Zakwan Hars (Alm.) dan Hj. Zuraida Hanafiah. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan SD (1981-1987) dan SMP (1987-1990) penulis tempuh di desa Bundar, Aceh Tamiang. Pada tahun 1993 penulis lulus dari SMAN 39 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan penulis memilih Program Studi Teknologi Industri Pertanian. Penulis bekerja sebagai staf peneliti pada BPTP Sumatera Utara yang merupakan salah satu unit kerja Badan Litbang Pertanian. Pada tahun 2009 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan program magister pada Program Studi Magister Profesional Perbenihan, Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii PENDAHULUAN ............................................................................................. Latar Belakang .......................................................................................... Tujuan Penelitian ...................................................................................... Hipotesis Penelitian .................................................................................. Manfaat Penelitian ....................................................................................
1 3 3 3 4
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 5 Botani Tanaman Padi ................................................................................ 5 Syarat Tumbuh Tanaman Padi Gogo ........................................................ 5 Vigor Benih dan Identifikasi Dini ............................................................ 6 Peranan Air Bagi Perkecambahan ............................................................ 7 Toleransi Kekeringan ................................................................................ 8 Uji Toleransi Terhadap Kekeringan pada Padi ......................................... 9 Metode Pengusangan Cepat Terkontrol (PCT) ......................................... 10 METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... Bahan Penelitian ....................................................................................... Metode Penelitian ..................................................................................... Pelaksanaan Penelitian .............................................................................. Pengamatan ...............................................................................................
13 13 13 13 16 18
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... Kondisi Umum ......................................................................................... Pengaruh Varietas dan Tekanan Osmotik PEG 6000 terhadap Vigor Kekeringan ..................................................................................... Pengaruh Varietas dan Kondisi PCT (Kadar Air Benih dan Lama Penderaan) terhadap Viabilitas ................................................................. Korelasi antara Berbagai Variabel Percobaan 1 pada Tekanan Osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT Hasil Percobaan 2 ....................................
20 20 21 29 36
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 41 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 43 LAMPIRAN ....................................................................................................... 48
DAFTAR TABEL Halaman 1
Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap variabel yang diamati .................................................. 21
2
Pengaruh interaksi varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap beberapa variabel vigor kekeringan ............................................................ 22
3
Pengaruh faktor tunggal varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap panjang akar ................................................................................. 28
4
Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan kondisi PCT (kadar air dan lama penderaan) terhadap variabel yang diamati ................ 29
5
Pengaruh interaksi varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan terhadap daya berkecambah (%) ................................................ 30
6
Pengaruh interaksi varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan terhadap kecepatan tumbuh (%/etmal) ....................................... 32
7
Pengaruh interaksi varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan terhadap indeks vigor (%) .......................................................... 33
8
Pengaruh interaksi varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan terhadap panjang akar (cm) ....................................................... 34
9
Persamaan regresi, koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi (R2) antara variabel pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT ........ 36
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Proses kemunduran benih pada metode pengusangan cepat terkontrol ...... 11
2
Hubungan antara variabel DB pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT ................................................................................................ 37
3
Hubungan antara variabel KCT pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT ................................................................................................ 38
4
Hubungan antara variabel IV pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT ................................................................................................ 38
5
Hubungan antara variabel PA pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT ................................................................................................ 39
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Deskripsi varietas padi Inpago 4 ................................................................. 49
2
Deskripsi varietas padi Inpago 5 ................................................................. 50
3
Deskripsi varietas padi Inpago 6 ................................................................. 51
4
Deskripsi varietas padi Batutegi ................................................................. 52
5
Deskripsi varietas padi Towuti ................................................................... 53
6
Deskripsi varietas padi IR20 ....................................................................... 54
7
Gambaran kondisi viabilitas dan kadar air awal benih serta tanggal panen ........................................................................................................... 55
8
Kondisi kadar air benih selama pengusangan cepat terkontrol ................... 55
9
Analisis ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap daya berkecambah ........................................................................ 55
10 Analisis ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap kecepatan tumbuh ......................................................................... 56 11 Analisis ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap indeks vigor .................................................................................. 56 12 Analisis ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap panjang akar ................................................................................. 56 13 Analisis ragam pengaruh varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan) terhadap daya berkecambah ............................................. 57 14 Analisis ragam pengaruh varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan) terhadap kecepatan tumbuh .............................................. 57 15 Analisis ragam pengaruh varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan) terhadap indeks vigor ...................................................... 57 16 Analisis ragam pengaruh varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan) terhadap panjang akar ...................................................... 57 17 Persamaan regresi, koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi (R2) antara variabel DB pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT ............ 58 18 Persamaan regresi, koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi (R2) antara variabel KCT pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT ........... 58 19 Persamaan regresi, koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi (R2) antara variabel IV pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT ............. 59 20 Persamaan regresi, koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi (R2) antara variabel PA pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT ............ 59
PENDAHULUAN
Latar Belakang Permasalahan konversi lahan sawah menjadi lahan non pertanian saat ini makin sulit dikendalikan, sehingga diperlukan upaya lain untuk meningkatkan produksi bahan pangan nasional demi ketahanan pangan, salah satunya adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan lahan kering. Indonesia memiliki daratan sekitar 188.20 juta ha terdiri atas 148 juta ha lahan kering (78%) dan 40.20 juta ha lahan basah (22%). Lahan kering yang sesuai untuk lahan pertanian mencapai sekitar 76.22 juta ha (52%) dari total luas 148 juta ha (Abdurachman et al. 2008). Hal ini menunjukkan bahwa lahan kering memiliki potensi besar untuk pemantapan pertanian khususnya penyediaan pangan. Menurut Idjudin & Marwanto (2008), lahan kering juga merupakan salah satu sumberdaya yang mempunyai potensi besar untuk pemantapan swasembada pangan maupun untuk pembangunan pertanian lainnya seperti hortikultura, perkebunan dan peternakan. Kebutuhan pangan selama ini ditunjang oleh padi sawah, yang dalam produksinya membutuhkan karakteristik lahan dengan tingkat kesuburan cukup tinggi. Karakteristik budidaya padi sawah yang demikian membatasi peluang peningkatan produksi beras melalui perluasan areal sawah karena sempitnya lahan cadangan yang sesuai untuk dijadikan sawah dan makin ketatnya persaingan penggunaan air dengan industri, pertambangan, rumah tangga, dan lainnya (Abdurachman et al. 2008). Pengembangan varietas padi gogo toleran kekeringan sangat diperlukan untuk mendukung peningkatan produksi padi nasional tersebut. Kontribusi padi gogo terhadap produksi padi nasional masih relatif rendah, sehingga pengembangannya masih terus diupayakan. Produktivitas padi gogo pada tahun 2009 sebesar 2.96 ton/ha, jauh lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas padi sawah yang mencapai 5.18 ton/ha (KEMENTAN 2010). Serangkaian program pemuliaan yang cukup panjang dibutuhkan untuk menghasilkan varietas padi gogo yang diinginkan. Seleksi galur toleran kekeringan yang dilakukan di lapangan sangat sulit, membutuhkan biaya yang lebih mahal dan waktu yang lebih lama (Lestari & Mariska 2006).
2
Penelitian mengenai uji toleransi terhadap kekeringan pada padi telah banyak dilakukan, namun umumnya dilakukan pada fase pertanaman di lapangan dan di rumah kaca yang membutuhkan waktu yang panjang dan biaya yang relatif mahal serta tempat yang lebih luas. Suardi (1988) mempelajari toleransi tanaman padi terhadap kekeringan, dengan mengamati gejala pertumbuhan yang tidak normal, daya cabut, dan menggulungnya daun. Suardi (2002) menguji daya tembus akar tanaman padi karena sifat perakaran menjadi salah satu penentu toleransi tanaman terhadap kekeringan. Satria (2009) melakukan pengujian toleransi kekeringan padi gogo pada stadia awal pertumbuhan di rumah kaca dengan metode pengujian menggunakan media kompos dengan penyiraman tiga hari sekali yang merupakan metode paling efektif untuk menyeleksi genotipe padi gogo yang toleran kekeringan. Identifikasi suatu genotipe tanaman yang toleran terhadap kondisi lapangan yang suboptimum dapat dilakukan secara dini melalui uji vigor benih. Menurut Sadjad (1993), untuk mengetahui kemampuan benih tumbuh normal pada kondisi lapangan yang suboptimum dapat dilakukan melalui deteksi vigor benih. Sadjad et al. (1999) menambahkan bahwa vigor benih dapat diketahui dengan melakukan simulasi. Simulasi didasarkan pada cekaman yang mungkin terjadi. Cekaman alami (kekeringan) diejawantahkan dalam bentuk instrumen cekaman buatan. Semakin dini suatu metode dapat mengindikasikan vigor benih dengan akurat, semakin dikehendaki sebagai informasi awal mengenai keunggulan suatu tanaman. Identifikasi dini toleransi kekeringan pada benih padi gogo selama ini dilakukan dengan menggunakan larutan PEG (Polyethylene glycol). Lestari & Mariska (2006) mengidentifikasi beberapa varietas padi toleran kekeringan menggunakan PEG untuk mendapatkan nomor-nomor harapan padi yang diduga toleran kekeringan pada somaklon yang berasal dari varietas Gajahmungkur, Towuti dan IR64 hasil radiasi dan seleksi in vitro. Walaupun metode ini tergolong sederhana dan singkat, namun memiliki kelemahan antara lain harga PEG yang relatif mahal dan sering terjadinya serangan cendawan pada saat benih dikecambahkan, sehingga diperlukan alternatif lain yang mampu mengatasi masalah tersebut dengan cara yang sederhana dan waktu yang relatif singkat.
3
Salah satu model simulasi yang telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk identifikasi dini adalah metode pengusangan cepat terkontrol (PCT) atau Controlled Deterioration (CD). Metode ini merupakan metode untuk analisis vigor benih dan telah banyak digunakan untuk mengevaluasi kualitas benih yang berukuran relatif kecil seperti cabai, ketimun, kembang kol, padi dan benih kecil lainnya. Metode ini telah divalidasi oleh ISTA untuk benih Brassica di samping metode uji vigor Accelerated Ageing Test (AAT) dan Conductivity Test (ISTA 2010). Hasil penelitian Alam et al. (2005) telah membuktikan bahwa metode PCT dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara dini genotipe padi yang toleran terhadap salinitas. Identifikasi dini beberapa genotipe padi yang toleran terhadap kekeringan dengan metode PCT perlu dipelajari karena sangat diperlukan dalam rangka mengembangkan tanaman padi gogo dan mengembangkan metode identifikasi yang mudah dan sederhana serta diharapkan dapat mendorong kemajuan pertanian terutama bidang perbenihan di Indonesia.
Tujuan 1. Menentukan level tekanan osmotik larutan PEG (BM 6000) yang digunakan terkait dengan cekaman kekeringan. 2. Menentukan kondisi kadar air benih dan lama penderaan yang dapat digunakan pada metode PCT. 3. Menentukan tingkat korelasi viabilitas PCT (VPCT) dengan beberapa variabel vigor kekuatan tumbuh terhadap kekeringan (VKTKekeringan) yang disimulasikan dengan PEG.
Hipotesis 1. Terdapat level tekanan osmotik PEG (BM 6000) yang tepat untuk mengidentifikasi toleransi benih padi gogo terhadap cekaman kekeringan. 2. Terdapat kondisi kadar air dan lama penderaan yang efektif untuk metode PCT. 3. Terdapat korelasi antara VPCT dengan VKT hasil pengujian dengan PEG.
4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektivitas metode PCT dalam mengidentifikasi secara dini toleransi beberapa genotipe padi gogo terhadap kekeringan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan metode uji vigor sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan terutama yang terkait dengan analisis kualitas benih. Hasil penelitian ini diharapkan pula dapat memberikan rekomendasi bagi pemulia tanaman dalam menyeleksi hasil perakitan suatu varietas baru khususnya padi gogo.
5
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan. Padi berasal dari genus Oryza, famili Graminae, ada 25 spesies, dua diantaranya Oryza sativa L. dan Oryza glaberrima Steud. Sementara itu subspesies Oryza sativa L., dua diantaranya adalah indica dan sinica atau japonica (Matsuo & Hoshikawa 1993). Padi memiliki bagian vegetatif seperti akar, batang, anakan, dan daun. Akar terdiri dari akar tunggang, akar serabut atau adventif, dan akar tajuk. Tanaman padi mempunyai batang yang beruas-ruas. Panjang batang tergantung pada jenis dan kondisi lingkungan tumbuh (Matsuo & Hoshikawa 1993). Padi jenis unggul saat ini biasanya memiliki batang yang pendek, sedangkan tanaman lokal atau yang tumbuh di rawa dapat tumbuh lebih panjang (Haryadi 2006). Anakan tumbuh pada dasar batang, pembentukan anakan terjadi secara bersusun. Anakan primer adalah anakan yang tumbuh pada kedua ketiak daun pada batang utama, sedangkan anakan sekunder adalah anakan yang tumbuh pada ketiak anakan primer dan seterusnya dan biasanya bertambah kecil (Manurung & Ismunadji 1988). Bagian generatif tanaman padi terdiri dari malai dan buah padi. Malai adalah sekumpulan bunga padi (spikelet) yang keluar dari buku paling atas. Pada malai terdapat cabang-cabang bunga, jumlah cabang mempengaruhi besar rendemen tanaman padi suatu varietas. Bunga padi merupakan bunga telanjang dan menyerbuk sendiri yang mempunyai satu bakal buah, enam buah benang sari, serta dua tangkai putik. Buah padi merupakan benih ortodoks yang ditutupi oleh palea dan lemma (Manurung & Ismunadji 1988). Syarat Tumbuh Tanaman Padi Gogo Padi gogo adalah padi yang dibudidayakan pada lahan kering. Selama pertumbuhan, semua kebutuhan air sepenuhnya tergantung dari curah hujan. Curah hujan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan padi gogo, yaitu curah hujan lebih dari 200 mm selama 3 bulan berturut-turut (De Datta 1981). Namun
6
demikian, walaupun jumlah curah hujan dalam satu bulan mencapai 200 mm, tetapi jika distribusi curah hujan per bulan dalam satu priode kurang dari 10 hari maka pertumbuhan padi gogo akan mengalami gangguan akibat kekurangan air (De Datta & Vergara 1975; De Datta 1981). Pertumbuhan padi gogo sangat dipengaruhi oleh lingkungan tumbuhnya. Selain ketersediaan air, faktor lingkungan lain seperti ketinggian suatu daerah dan intensitas cahaya matahari juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi gogo. Tanaman padi gogo dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 1300 m dpl, akan tetapi tidak semua tanaman padi gogo dapat tumbuh pada dataran tinggi. Intensitas cahaya minimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhan padi gogo sebesar 265 cal/cm2/hari. Intensitas cahaya kurang dari intensitas cahaya minimum akan menghambat pertumbuhan tanaman padi gogo tersebut (Las & Muladi 1986).
Vigor Benih dan Identifikasi Dini Vigor benih dapat didefinisikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal pada kondisi yang tidak optimum atau suboptimum. Benih yang vigor akan menghasilkan tanaman di atas normal jika ditumbuhkan pada kondisi optimum. Karena kondisi alam/lapangan tidak selalu optimum, maka benih yang vigor sangat diharapkan. Benih vigor yang mampu menumbuhkan tanaman normal pada kondisi suboptimum dikatakan memiliki Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) (Sadjad et al. 1999). Menurut Copeland & McDonald (2001) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi vigor benih, yaitu: 1) faktor genetik benih meliputi tingkat kekerasan benih, vigor tanaman induk, daya tahan terhadap kerusakan mekanik, dan komposisi kimia benih; 2) faktor lingkungan selama perkembangan benih yang meliputi kelembaban dan kesuburan tanah serta pemanenan benih; dan 3) faktor lingkungan penyimpanan yang mencakup waktu penyimpanan, lingkungan penyimpanan (suhu, kelembaban, dan persediaan oksigen), dan jenis benih yang disimpan. Menurut Sadjad et al. (1999) kekuatan tumbuh benih di lapangan selain ditentukan oleh faktor benihnya juga ditentukan oleh faktor dari luar benih, misalnya oleh penyakit, kesuburan lahan, kondisi kurang suplai air ataupun kelebihan air.
7
Deteksi vigor benih untuk menghadapi cekaman eksternal (lingkungan) di lapangan dapat diupayakan melalui simulasi pada metode uji laboratorium yang spesifik bagi masing-masing cekaman. Beberapa contoh simulasi yang dapat dilakukan adalah menggunakan media yang dilembabkan dengan larutan garam NaCl untuk simulasi cekaman salinitas tinggi, menggunakan media yang bertekanan osmotik tinggi untuk mensimulasi cekaman kekeringan dengan menggunakan larutan PEG sebagai pelembab medianya, serta memberi cendawan penyakit pada media tumbuh benih untuk menguji ketahanan terhadap penyakit (Sadjad 1993). Semakin dini suatu metode dapat mengindikasikan vigor benih dengan akurat, semakin dikehendaki sebagai informasi awal mengenai keunggulan suatu tanaman (Sadjad et al. 1999).
Peranan Air Bagi Perkecambahan Perkecambahan dapat didefinisikan sebagai kembalinya aktivitas embrionik baik anabolik maupun katabolik termasuk respirasi, sintesis protein dan mobilisasi cadangan makanan setelah proses penyerapan air (Desai et al. 1997). Air memiliki peran yang sangat penting dalam proses perkecambahan benih. Peranan air dalam perkecambahan antara lain: melunakkan kulit benih terjadinya perkembangan embrio dan endosperma, memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam benih, mengencerkan sitoplasma sehingga dapat mengaktifkan fungsinya dan sebagai alat transportasi larutan makanan dari endosperma ke titik tumbuh pada perkembangan embrio (Takahashi 1995). Penyerapan air oleh benih merupakan tahapan pertama dari proses perkecambahan yang berlangsung hingga munculnya radikula. Faktor penting yang mempengaruhi penyerapan air oleh benih adalah sifat kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya. Kebutuhan air oleh benih bagi proses perkecambahan bervariasi tergantung kepada jenis benih. Tingkat penyerapan air juga dipengaruhi oleh suhu, suhu yang tinggi menyebabkan peningkatan kecepatan penyerapan air oleh benih (Sutopo 2002).
8
Toleransi Kekeringan Turner (1979) menyatakan bahwa toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan dapat melalui beberapa mekanisme, yaitu: (1) melepaskan diri dari cekaman kekeringan (drought escape) yaitu tanaman menyelesaikan siklus hidupnya sebelum mengalami stres berat, dengan berbunga lebih awal atau daun menggulung, (2) bertahan terhadap kekeringan dengan tetap mempertahankan potensi air yang tinggi dalam jaringan atau yang biasa dikenal sebagai mekanisme menghindar dari kekeringan (drought avoidance), dan (3) bertahan terhadap kekeringan dengan potensi air jaringan yang rendah. Tanaman memiliki mekanisme yang berbeda dalam beradaptasi pada kondisi cekaman kekeringan. Respon tanaman terhadap kekeringan tergantung sifat dasar tanaman dan dapat digolongkan sebagai tanggap fisiologi (penutupan stomata), aklimatisasi (peningkatan potensial osmotik, perubahan elastisitas dinding sel, perubahan morfologi) dan adaptasi (alokasi biomassa, modifikasi anatomi spesifik, mekanisme fisiologi yang lebih rumit) terhadap kekeringan (Pugnaire et al. 1999) Pertumbuhan dan produksi padi gogo dipengaruhi oleh stres air (kekeringan). Kekeringan memberikan pengaruh yang beragam pada fase vegetatif (perkecambahan, dan pembentukan anakan) maupun generatif. Pengaruh cekaman
kekeringan
pada
stadia
perkecambahan
adalah
menurunnya
perkecambahan benih padi gogo (Gupta & O’toole 1986). Salah satu diantara ciri varietas toleran kekeringan adalah perakaran yang mampu menyerap air tanah dalam kondisi cekaman kekeringan. Hasil penelitian Fauzi (1997) juga menunjukkan bahwa tolok ukur panjang plumula, berat kering kecambah, berat kering akar dan berat kering plumula dapat digunakan untuk mengindikasi sifat toleran terhadap kekeringan. Kecambah padi yang toleran kekeringan akan memiliki akar yang panjang dan memiliki berat kering akar lebih besar dari kecambah yang tidak toleran, begitu juga panjang plumula dan berat kering plumulanya akan lebih besar dari kecambah yang tidak toleran.
9
Uji Toleransi terhadap Kekeringan pada Padi Penelitian mengenai uji toleransi terhadap kekeringan pada padi telah banyak dilakukan. Silitonga et al. (1993) mempelajari toleransi tanaman padi terhadap kekeringan, dengan mengamati gejala pertumbuhan yang tidak normal, daya cabut, dan menggulungnya daun. Salah satu varietas padi lokal yang relatif toleran terhadap kekeringan adalah Hawara Bunar. Suardi (2002) menguji daya tembus akar tanaman padi karena sifat perakaran menjadi salah satu penentu toleransi tanaman terhadap kekeringan. Ketahanan akar padi gogo terhadap kekeringan 17 kali lebih besar daripada padi sawah. Perakaran yang padat, dalam dan memiliki daya tembus yang tinggi akan meningkatkan serapan air dari tanah. Varietas Salumpikit, OS4, Dular, MI-48 dan galur IR442-2-58 mempunyai perakaran dalam dan padat serta relatif toleran terhadap kekeringan. Padi nasional seperti Cisadane, Ayung, Cipunegara dan Krueng Aceh mempunyai perakaran dan reaksi terhadap kekeringan relatif sama seperti Salumpikit. Suardi & Abdullah (2003) melakukan seleksi terhadap padi liar toleran kekeringan untuk mendapatkan aksesi padi liar yang akan dijadikan tetua dalam program persilangan dan diperoleh hasil bahwa aksesi padi liar O. glaberrima mempunyai sifat-sifat yang diharapkan sebagai tetua persilangan untuk mendapatkan galur toleran kekeringan. Suprihatno & Suardi (2007) menguji daya tembus akar sebagai salah satu faktor yang menunjang kemampuan tanaman menghadapi kekeringan terhadap 140 genotipe padi sawah generasi menengah, hasil penelitian menunjukkan lima galur yang diuji memberikan daya tembus akar relatif sama dengan varietas pembanding yang toleran kekeringan yaitu Gajahmungkur dan Cabacu. Penelitian mengenai toleransi kekeringan pada padi tidak hanya dilakukan di lapangan namun dilakukan juga melalui seleksi dini di rumah kaca dan di laboratorium. Lestari & Mariska (2006) mengidentifikasi beberapa varietas padi tahan kekeringan menggunakan PEG (BM 6000) untuk mendapatkan nomornomor harapan padi yang diduga toleran kekeringan pada somaklon yang berasal dari varietas Gajahmungkur, Towuti dan IR64 hasil radiasi dan seleksi in vitro. Pada penelitian tersebut diperoleh konsentrasi PEG 20% (setara –4 bar) merupakan konsentrasi yang paling efektif karena telah dapat memisahkan antara
10
kecambah/tanaman yang tahan dengan yang agak tahan terhadap kekeringan sejak hari ke-5 setelah perkecambahan. Satria (2009) melakukan pengujian toleransi kekeringan padi gogo pada stadia awal pertumbuhan dengan metode pengujian di laboratorium menggunakan media kompos dengan penyiraman tiga hari sekali yang merupakan metode paling efektif untuk menyeleksi genotipe padi gogo yang toleran kekeringan. Metode ini memiliki korelasi yang erat dengan pengujian di rumah kaca berdasarkan variabel persentase tanaman mati dan persentase daun mati. Metode kompos dapat memperlihatkan perbedaan antara genotipe yang toleran dan peka terhadap kekeringan karena penurunan kadar air media kompos tidak terlalu cepat dibandingkan media pada metode lain yang digunakan. Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan kompos dalam menyimpan air lebih lama dan memiliki daya ikat air yang tinggi. Penurunan kadar air media yang tidak terlalu cepat dapat menunjukkan kemampuan adaptasi genotipe yang toleran kekeringan. Diantara 100 genotipe padi gogo yang diuji, dihasilkan sembilan genotipe yang toleran terhadap kekeringan.
Metode Pengusangan Cepat Terkontrol (PCT) Metode analisis vigor secara umum diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok yaitu uji stres (uji cekaman), uji pertumbuhan dan evaluasi kecambah, dan uji biokimia. Uji cekaman mencakup: Accelerated Ageing Test (AAT) atau metode pengusangan dipercepat yang telah umum digunakan, Cold Test, dan Controlled Deterioration (CD) atau metode pengusangan cepat terkontrol (PCT) (Venter dalam Wafiroh 2010). Metode PCT pada prinsipnya sama dengan metode AAT. Hal yang membedakan adalah teknik yang digunakan selama pelaksanaannya. Metode AAT menggunakan
seperangkat
alat
pengusangan
khusus,
sedangkan
PCT
menggunakan peralatan yang lebih sederhana dan kadar air benih diketahui dengan jelas dan terkontrol selama penderaan (Filho 1998). Powell & Matthews (2005) menambahkan bahwa metode PCT menggambarkan proses kemunduran suatu lot benih. Kadar air benih yang sering digunakan dalam metode PCT adalah 20% dengan suhu 45oC dan periode penderaan 24 jam. Gambar 1 merupakan
11
modifikasi proses kemunduran benih pada metode PCT yang telah dikembangkan oleh Powell & Matthews (2005). a)
b) A
Lama penderaan yang tepat
B Ketepatan periode Penderaan dalam metode PCT
%Daya Berkecambah
%Daya Berkecambah
C
Waktu
A B
C Waktu
Sumber: Modifikasi Powell & Matthews (2005) Gambar 1. Proses kemunduran benih pada metode pengusangan cepat terkontrol
Titik A, B dan C pada Gambar 1 (a) merupakan kondisi vigor awal lot benih. Ketiga titik berada pada nilai vigor yang hampir sama meskipun lot A terlihat memiliki nilai vigor yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan lot B dan C. Ketiga lot benih mengalami penurunan vigor yang signifikan ketika diberi stres PCT dengan kondisi yang tepat seperti terlihat pada Gambar 1 (b). Nilai vigor ketiga lot benih berubah dan berada pada selang yang sangat lebar seperti yang terlihat antara lot A dengan lot C ketika benih didera selama periode tertentu yang tepat sesuai dengan spesies yang digunakan. Lama penderaan merupakan faktor utama yang menyebabkan perbedaan tingkat vigor benih (Powell & Matthews 2005). Hasil penelitian tentang penggunaan metode PCT telah banyak dilaporkan terutama pada benih-benih berukuran kecil dalam mendukung proses validasinya. Rodo & Filho (2003) menggunakan PCT pada KA 24% serta lama penderaan 24 jam pada suhu 45oC untuk menguji vigor benih bawang (Allium ceppa). Hasil penelitian Ali et al. (2003) menunjukkan bahwa metode PCT juga dapat
12
digunakan untuk mengidentifikasi mutu fisiologis benih padi (Oryza sativa L.) pada KA 24% dan lama penderaan 48 jam dengan suhu 45 ± 0.5oC. Menurut hasil penelitian Kikuti & Filho (2008), KA benih 20 dan 22% dan lama penderaan 24 jam suhu 45oC merupakan kondisi yang sesuai untuk menguji vigor benih kembang kol (Brassica oleracea L. var. botrytis). Demir & Mavi (2008) melaporkan bahwa pada benih ketimun (Cucumis sativus L.) dengan kondisi KA benih 20% dan lama penderaan 48 jam pada suhu 45oC merupakan kondisi optimum untuk menguji vigornya. Metode uji vigor dengan pengusangan cepat terkontrol dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara dini toleransi tanaman terhadap suatu cekaman. Hasil penelitian Alam et al. (2005) menyatakan bahwa penggunaan metode PCT dengan lama penderaan 36 hingga 48 jam dan suhu 45oC, dapat mengidentifikasi secara dini genotipe padi yang toleran terhadap salinitas setara dengan ketahanan pada konsentrasi NaCl 200 mM.
13
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011 di Laboratorium
Ilmu
dan
Teknologi
Benih,
Departemen
Agronomi
dan
Hortikultura, IPB Darmaga. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan antara lain benih padi yang terdiri dari 5 (lima) varietas padi gogo yang berasal dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi yaitu Inpago 4, Inpago 5, Inpago 6, Towuti dan Batutegi, dan satu varietas peka kekeringan yang telah distandardisasi oleh IRRI yaitu IR20. Deskripsi masingmasing varietas dapat dilihat pada Lampiran 1 – 6. Bahan lainnya adalah PEG (Polyethylene glycol) BM 6000 untuk simulasi cekaman kekeringan, aquades untuk meningkatkan KA benih, kantung aluminium foil ukuran 8 x 10 cm dengan ketebalan 0.25 mm dan bobot 1.40 gram sebagai wadah benih selama penderaan, kertas merang sebagai media tanam/media perkecambahan, plastik PE sebagai pembungkus untuk menjaga kelembaban media tanam dan kertas label. Peralatan yang digunakan pada percobaan pertama adalah alat pengecambah benih (APB) tipe IPB 72-1, kuas, beaker glass, magnetic stirrer, sedangkan peralatan yang digunakan pada percobaan kedua adalah oven, neraca digital, desikator, sealer, refrigerator (4oC), water bath 45oC sebagai alat penderaan, alat pengecambah benih (APB) tipe IPB 72-1, alat pengepres kertas yang digunakan untuk mengepres kertas merang yang telah dilembabkan, pinset dan handsprayer.
Metode Penelitian Kegiatan penelitian ini secara keseluruhan terdiri dari 3 (tiga) percobaan yaitu: (1) Pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap vigor kekeringan; (2) Pengaruh varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan) terhadap viabilitas; dan (3) Uji korelasi antara berbagai variabel percobaan 1 pada tekanan osmotik PEG 6000 terpilih dengan VPCT hasil percobaan 2.
14
Percobaan 1. Pengaruh Varietas dan Tekanan Osmotik PEG 6000 terhadap Vigor Kekeringan Percobaan ini dilaksanakan di laboratorium yang bertujuan untuk menentukan toleransi benih beberapa varietas padi gogo terhadap kekeringan menggunakan PEG 6000 dengan berbagai level tekanan osmotik. Rancangan yang digunakan pada percobaan ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama terdiri dari 6 (enam) varietas padi yaitu Inpago 4, Inpago 5, Inpago 6, Towuti, Batutegi dan IR20 sebagai faktor pertama dan level tekanan osmotik PEG 6000 yang terdiri dari empat tingkat antara lain 0 bar, -2 bar, -4 bar dan -6 bar (setara dengan 0 MPa, -0.2 MPa, -0.4 MPa dan -0.6 MPa) sebagai faktor kedua. Perhitungan level tekanan osmotik larutan PEG 6000 dilakukan dengan pendekatan rumus Michel & Kaufmann (1973). Kombinasi dari kedua faktor menghasilkan 24 perlakuan dan tiap perlakuan diulang tiga kali sehingga diperoleh 72 satuan percobaan dengan tiap ulangan terdiri atas 50 butir benih. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (Anova) dan pada perlakuan yang menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel yang diamati, maka dilakukan uji lanjut menggunakan DMRT pada taraf nyata 5%.
Percobaan 2. Pengaruh Varietas dan Kondisi PCT (Kadar Air Benih dan Lama Penderaan) terhadap Viabilitas Percobaan ini juga dilaksanakan di laboratorium dengan tujuan untuk menentukan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan) yang efektif untuk semua varietas padi gogo yang diuji vigornya dengan metode PCT (VPCT). Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah varietas padi yang terdiri dari 6 (enam) varietas yaitu Inpago 4, Inpago 5, Inpago 6, Towuti, Batutegi dan IR20. Faktor kedua adalah kondisi PCT (kadar air benih [KA] dan lama penderaan) dengan 12 taraf yaitu: P1 = KA 20% dan penderaan 24 jam P2 = KA 20% dan penderaan 48 jam P3 = KA 20% dan penderaan 72 jam P4 = KA 22% dan penderaan 24 jam P5 = KA 22% dan penderaan 48 jam P6 = KA 22% dan penderaan 72 jam
P7 P8 P9 P10 P11 P12
= KA 24% dan penderaan 24 jam = KA 24% dan penderaan 48 jam = KA 24% dan penderaan 72 jam = KA 26% dan penderaan 24 jam = KA 26% dan penderaan 48 jam = KA 26% dan penderaan 72 jam
15
Kombinasi dari kedua faktor menghasilkan 72 perlakuan dan tiap perlakuan diulang tiga kali sehingga diperoleh 216 satuan percobaan dengan tiap ulangannya berisi 50 butir benih. Model percobaan yang digunakan adalah:
Keterangan: = nilai pengamatan pada perlakuan PCT ke-i, varietas padi ke-j dan kelompok ke-k = nilai tengah umum = pengaruh perlakuan PCT ke-i (i = 1, 2, …, 12) = pengaruh perlakuan varietas padi ke-j (j = 1, 2,…, 6) = pengaruh interaksi perlakuan PCT ke-i dan varietas padi ke-j = pengaruh kelompok ke-k = pengaruh galat percobaan dari perlakuan PCT ke-i, varietas padi ke-j dan kelompok ke-k Pengolahan data perlakuan yang berpengaruh nyata pada analisis ragam akan diuji lanjut dengan uji DMRT pada taraf nyata 5%. Percobaan 3. Uji Korelasi antara Berbagai Variabel Percobaan 1 pada Tekanan Osmotik PEG 6000 Terpilih dengan VPCT Hasil Percobaan 2 Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara tekanan osmotik PEG 6000 terpilih dari hasil percobaan 1 dengan VPCT hasil percobaan 2, sehingga nantinya dapat diketahui keefektifan metode PCT sebagai indikator dalam mengidentifikasi secara dini vigor kekuatan benih terhadap kekeringan. Berbagai variabel pengamatan hasil percobaan 1 pada tekanan osmotik PEG 6000 terpilih selanjutnya dikorelasikan dengan VPCT hasil percobaan 2. Analisis data akan dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi sederhana antara VKTKekeringan dengan VPCT. Tingkat hubungan antara VKTKekeringan dengan VPCT
16
ditentukan oleh nilai koefisien korelasi. Di samping itu dilakukan juga analisis regresi linier sederhana dimana variabel VPCT difungsikan sebagai faktor X dan variabel VKTKekeringan sebagai faktor Y dalam persamaan regresi tersebut. Persamaan regresi yang digunakan adalah:
Keterangan: = variabel VKT = intersep = kemiringan atau gradient = variabel VPCT
Pelaksanaan Penelitian Percobaan 1. Pengaruh Varietas dan Tekanan Osmotik PEG 6000 terhadap Vigor Kekeringan Percobaan ini diawali dengan menanam benih pada substrat kertas merang. Sebelumnya substrat dilembabkan dengan larutan PEG 6000 menggunakan kuas dan volume (ml) PEG 6000 pada setiap substrat sama jumlahnya. Kertas merang yang digunakan dalam setiap gulungan sebanyak 5 (lima) lembar dengan masingmasing lembar kertas merang membutuhkan 10 ml larutan PEG 6000. Level tekanan osmotik PEG 6000 terdiri dari empat tingkat yaitu 0 bar, -2 bar, -4 bar, dan -6 bar. Rumus perhitungan tekanan osmotik PEG 6000 menurut Michel & Kaufmann (1973) adalah sebagai berikut: Ψs = – (1.18 x 10-2) C – (1.18 x 10-4) C2 + (2.67 x 10-4) CT + (8.39 x 10-7) C2T Keterangan: Ψs
= tekanan osmotik larutan (bar)
C
= konsentrasi PEG 6000 dalam gram PEG/kg H2O
T
= suhu ruangan (oC)
17
Berdasarkan pendekatan rumus Michel & Kaufmann (1973) dengan suhu ruangan 28oC diperoleh tekanan osmotik -2 bar, -4 bar dan -6 bar masing-masing setara dengan 124.38 g PEG/kg H2O, 184.12 g PEG/kg H2O dan 230.13 g PEG/kg H2O. Metode yang digunakan untuk mengecambahkan benih adalah metode Uji Kertas Digulung didirikan dalam plastik (UKDdp) dan selanjutnya dimasukkan dalam alat pengecambah benih. Percobaan 2. Pengaruh Varietas dan Kondisi PCT (Kadar Air Benih dan Lama Penderaan) terhadap Viabilitas Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan mengelompokkan benih berdasarkan perlakuan yang akan dilakukan, yaitu dengan meningkatkan kadar air dari setiap benih hingga mencapai 20%, 22%, 24% dan 26%. Selanjutnya benih tersebut dimasukkan ke dalam kantung aluminium foil dan ditambahkan aquades. Penambahan aquades sesuai dengan kadar air benih yang dikehendaki. Aluminium foil berisi benih dan aquades sesuai perlakuan selanjutnya dimasukkan ke dalam refrigerator bersuhu 4oC dan didiamkan selama 24 jam agar benih berimbibisi dan mencapai kadar air kesetimbangan yang diinginkan. Berat benih pada kadar air benih yang diinginkan diperoleh dari formula (ISTA 2010) sebagai berikut:
Keterangan: = kadar air awal dari benih (%) = kadar air benih yang diinginkan (%) = berat awal benih yang telah diketahui (g) = berat benih dengan kadar air yang diinginkan (g) Benih yang telah mencapai kadar air sesuai perlakuan kemudian dimasukkan ke dalam water bath bersuhu 45oC selama 24, 48, dan 72 jam. Setelah waktu penderaan tercapai, benih dikeluarkan selanjutnya diuji dan dikecambahkan pada kondisi optimum dengan metode UKDdp dengan menggunakan kertas merang sebagai media, lalu dikecambahkan dalam alat pengecambah benih.
18
Percobaan 3. Uji Korelasi antara Berbagai Variabel Percobaan 1 pada Tekanan Osmotik PEG 6000 Terpilih dengan VPCT Hasil Percobaan 2 Hasil analisis pada percobaan 1 dan percobaan 2 diuji korelasinya dengan analisis korelasi sederhana antara VKTKekeringan dengan VPCT dan analisis regresi linier sederhana. Tingkat hubungan antara VKTKekeringan dengan VPCT ditentukan oleh nilai koefisien korelasi (r) dan didukung oleh nilai koefisien determinasi (R2).
Pengamatan Pengamatan untuk setiap variabel percobaan dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Penetapan kadar air (KA), dilakukan dengan metode langsung yaitu menggunakan metode oven bersuhu tinggi pada suhu 130 - 133oC selama 2 jam. Benih digrinder terlebih dahulu sebelum dioven untuk memperkecil luas permukaan sehingga penetapan kadar air benih lebih akurat. Rumus menghitung kadar air (ISTA 2010):
Keterangan: M1 = berat cawan + tutup (gram) M2 = berat cawan + tutup + benih sebelum dioven (gram) M3 = berat cawan + tutup + benih setelah dioven (gram) 2. Daya berkecambah (DB), pengamatan dilakukan terhadap kecambah normal pada pengamatan hari kelima dan ketujuh. Rumus penghitungan daya berkecambah:
Keterangan: DB
= daya berkecambah
KN I
= kecambah normal pada pengamatan pertama (hari ke-5)
KN II
= kecambah normal pada pengamatan kedua (hari ke-7)
Kriteria kecambah normal yang digunakan mengacu pada ISTA (2010).
19
3. Kecepatan tumbuh (KCT), pengamatan dilakukan setiap hari terhadap persentase kecambah normal dibagi dengan etmal. Nilai etmal kumulatif dimulai saat benih ditanam sampai dengan waktu pengamatan dan dihitung dengan rumus penentuan kecepatan tumbuh (Sadjad et al. 1999).
Keterangan: KCT = kecepatan tumbuh N
= persentase kecambah normal
t
= etmal (jumlah jam dari saat tanam dibagi 24 jam)
tn
= waktu akhir pengamatan
4. Indeks Vigor (IV), pengamatan dilakukan terhadap jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (first count) yaitu pada hari ke-5.
5. Panjang Akar (PA): diukur mulai dari ujung akar hingga pangkal akar dengan satuan centimeter pada pengamatan hari ketujuh terhadap benih yang berkecambah secara normal. 6. Viabilitas PCT (VPCT): dihitung berdasarkan persentase kecambah normal setelah benih mengalami penderaan dengan metode PCT pada kondisi kadar air benih dan lama penderaan tertentu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Informasi umum mengenai kondisi awal benih sebelum digunakan dalam penelitian ini penting diketahui agar tidak terjadi kekeliruan dalam penarikan kesimpulan (misleading interpretation). Umur panen yang relatif sama atau berdekatan menjadi salah satu faktor penting mengingat penelitian ini terkait dengan vigor genetik benih. Viabilitas yang tinggi ditunjukkan dengan persentase daya berkecambah mengindikasikan bahwa benih yang digunakan masih berkualitas baik. Keseluruhan benih yang digunakan pada penelitian ini memiliki rata-rata daya berkecambah awal sebesar 92.83% dengan kisaran 83 – 98% dan kadar air awal berkisar antara 11.9 – 12.9%. Kondisi ini sesuai dengan persyaratan dan tata cara sertifikasi benih bina tanaman pangan yang mensyaratkan daya berkecambah minimal benih padi sebesar 80% dan kadar air maksimal 13% (Departemen Pertanian 2009). Informasi lengkap mengenai kondisi awal benih dapat dilihat pada Lampiran 7. Pengujian benih pada kondisi suboptimum terutama dalam kondisi cekaman kekeringan yang dilakukan dengan menggunakan senyawa Polyethylene glycol (PEG) BM 6000 pada beberapa tingkat tekanan osmotik yaitu 0 bar, -2 bar, -4 bar dan -6 bar memberikan hasil yang nyata. Peningkatan tekanan osmotik berdampak pada ketersediaan air bagi perkecambahan sehingga mempengaruhi metabolisme benih atau dengan kata lain semakin tinggi tekanan osmotik yang diberikan pada media perkecambahan maka kemampuan benih berkecambah semakin menurun. Namun, pada pengujian dengan senyawa ini, seringkali masih ditemukan adanya pertumbuhan cendawan pada media setelah beberapa hari penanaman, walaupun dalam persentase yang rendah. Penderaan yang diberikan pada pengusangan cepat terkontrol memberikan hasil yang sangat beragam, hal ini dipengaruhi oleh tingkat kadar air benih pada perlakuan dan lamanya penderaan. Semakin tingginya kadar air dan semakin lamanya penderaan yang dialami oleh benih, maka penurunan viabilitas dan vigor benih akan semakin cepat. Kondisi kadar air benih selama pengusangan cepat terkontrol dapat dikendalikan sesuai rencana seperti tercantum pada Lampiran 8.
20
Pengaruh Varietas dan Tekanan Osmotik PEG 6000 terhadap Vigor Kekeringan Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap variabel daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), indeks vigor (IV) dan panjang akar (PA) memberikan respon yang beragam (Tabel 1). Faktor percobaan varietas terlihat sangat berpengaruh nyata terhadap variabel daya berkecambah dan kecepatan tumbuh, sedangkan pada variabel indeks vigor dan panjang akar memberikan pengaruh yang nyata. Faktor percobaan tekanan osmotik PEG 6000 menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada semua variabel yang diamati dan interaksi antara varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 memberikan pengaruh sangat nyata terhadap variabel daya berkecambah dan hanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel kecepatan tumbuh dan indeks vigor, sedangkan terhadap variabel panjang akar tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil analisis ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap keempat variabel yang diamati dapat dilihat pada Lampiran 9 – 12.
Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 serta interaksi antara keduanya terhadap variabel yang diamati Variabel DB (%) KCT (%/etmal) IV (%) PA (cm)
Varietas (V) Pr > F <0.0001** <0.0001** 0.0007* 0.0014*
Tekanan osmotik PEG 6000 (T) Pr > F <0.0001** <0.0001** <0.0001** <0.0001**
Interaksi (V x T) Pr > F <0.0001** 0.0002* 0.0011* 0.6643tn
KK (%) 11.26 10.99 21.18 10.91
Keterangan: **)= berpengaruh sangat nyata p ≤ 0.01; *)= berpengaruh nyata p ≤ 0.05; tn= tidak nyata; DB= daya berkecambah; KCT= kecepatan tumbuh; IV= indeks vigor; PA= panjang akar
Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat interaksi antara varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap variabel daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT) dan indeks vigor (IV), sedangkan pada variabel panjang akar (PA) tidak terdapat interaksi antara varietas dan tekanan osmotik PEG 6000, tetapi masing-masing faktor memberikan pengaruh nyata secara tunggal (Tabel 2-3). Pada tekanan osmotik PEG 6000 0 bar (kontrol) untuk semua variabel pengamatan (DB, KCT, IV dan PA) tidak menunjukkan banyak variasi antar varietas dan nilai masingmasing variabel masih tinggi.
21
Tabel 2. Pengaruh interaksi varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap beberapa variabel vigor kekeringan Tekanan osmotik PEG 6000 (bar) 0 -2 -4 -6 -------------------- Daya Berkecambah (%) -------------------Inpago 4 90.0 (9.5) a 77.3 (8.8) ab 0.0 (0.7) f 0.0 (0.7) f a ab c Inpago 5 91.3 (9.6) 80.7 (9.0) 41.3 (6.2) 2.0 (1.5) ef Inpago 6 89.3 (9.5) a 77.3 (8.8) ab 6.0 (2.5) e 0.0 (0.7) f Batutegi 92.7 (9.6) a 95.3 (9.8) a 2.7 (1.6) ef 0.0 (0.7) f ab b f Towuti 78.7 (8.9) 66.7 (8.2) 1.3 (1.2) 0.0 (0.7) f IR20 94.7 (9.7) a 91.3 (9.6) a 13.3 (3.7) d 0.7 (1.0) f -------------------- Kecepatan Tumbuh (%/etmal) -------------------Inpago 4 17.0 (4.2) ab 12.1 (3.5) de 0.0 (0.7) h 0.0 (0.7) h Inpago 5 17.4 (4.2) ab 14.0 (3.8) bcd 6.3 (2.5) f 0.3 (0.9) h Inpago 6 17.9 (4.3) ab 12.6 (3.6) cde 0.9 (1.2) gh 0.0 (0.7) h a ab gh Batutegi 19.3 (4.4) 16.6 (4.1) 1.6 (1.4) 0.0 (0.7) h Towuti 15.1 (3.9) a-d 10.5 (3.3) e 0.2 (0.8) h 0.0 (0.7) h IR20 19.2 (4.4) a 16.0 (4.0) abc 1.9 (1.6) gh 0.1 (0.8) h -------------------- Indeks Vigor (%) -------------------Inpago 4 53.3 (7.3) b 6.0 (2.5) de 0.0 (0.7) f 0.0 (0.7) f b c f Inpago 5 60.0 (7.7) 28.0 (5.2) 0.7 (1.0) 0.0 (0.7) f Inpago 6 56.7 (7.5) b 7.3 (2.7) de 0.0 (0.7) f 0.0 (0.7) f Batutegi 81.3 (9.0) a 12.0 (3.5) d 0.0 (0.7) f 0.0 (0.7) f b e f Towuti 50.0 (7.1) 6.0 (2.2) 0.0 (0.7) 0.0 (0.7) f IR20 63.3 (8.0) ab 27.3 (5.1) c 0.0 (0.7) f 0.0 (0.7) f Varietas
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% angka dalam kurung merupakan hasil transformasi (x + 0.5)1/2
Peningkatan tekanan osmotik PEG 6000 yang diberikan mengakibatkan penurunan persentase daya berkecambah yang berbeda-beda pada masing-masing varietas (Tabel 2). Peningkatan tekanan osmotik PEG 6000 hingga -2 bar mengakibatkan persentase daya berkecambah masing-masing varietas mulai menunjukkan adanya penurunan walaupun belum nyata secara statistik, namun telah terdapat beda nyata antar varietas, sehingga telah dapat dibedakan antara varietas yang toleran dan tidak toleran terhadap kekeringan. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan varietas dalam penelitian ini telah sesuai untuk pengujian identifikasi benih yang toleran terhadap cekaman kekeringan dengan menggunakan larutan PEG karena adanya varietas yang relatif toleran dan tidak toleran terhadap kekeringan. Pada kondisi ini varietas Batutegi memiliki persentase daya berkecambah tertinggi yaitu 95.3% dan terendah dimiliki oleh varietas Towuti yaitu 66.7%.
22
Tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar tidak menurunkan daya berkecambah secara nyata pada masing-masing varietas. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari & Mariska (2006) pada penapisan dini terhadap somaklon asal varietas Gajah Mungkur, Towuti dan IR64 dimana pada pemberian PEG 6000 berkonsentrasi 10% (setara dengan -2 bar) belum mampu menurunkan daya kecambah benih. Penurunan daya berkecambah, panjang tunas dan panjang akar akibat pemberian PEG 6000 baru dapat dilihat pada konsentrasi 20% atau setara dengan -4 bar. Konsentrasi tersebut oleh Lestari & Mariska (2006) dianggap paling efektif sebab dapat memisahkan antara kecambah yang tahan dengan yang agak tahan terhadap kekeringan pada pengujian di laboratorium. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemberian PEG 6000 -2 bar belum memberikan cekaman yang cukup berarti bagi benih yang digunakan. Hal ini terlihat dari daya berkecambah benih dari masing-masing varietas yang penurunannya tidak berbeda nyata dengan kontrol. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan hampir semua varietas yang diuji masih memiliki viabilitas potensial yang baik. Persentase daya berkecambah beberapa varietas seperti Inpago 5, IR20 dan Batutegi pada pemberian -2 bar PEG 6000 masih di atas 80%, dengan nilai masingmasing 80.7%, 91.3% dan 95.3%. Hasil ini memperlihatkan bahwa ketiga varietas tersebut memiliki tingkat toleransi terhadap kekeringan yang lebih tinggi dibandingkan ketiga varietas lainnya yaitu Inpago 4, Inpago 6 dan Towuti meskipun berdasarkan analisis statistik tidak memberikan perbedaan yang nyata. Hasil tersebut sejalan dengan klasifikasi yang telah dilakukan oleh Satria (2009) dimana varietas Batutegi tergolong genotipe yang moderat (sedang) dan IR20 tergolong dalam genotipe yang toleran terhadap kekeringan berdasarkan persentase tanaman mati di rumah kaca. Namun klasifikasi tersebut untuk varietas IR20 berbeda dengan standardisasi yang ditetapkan oleh IRRI dalam Lubis et al. (2007) bahwa varietas IR20 merupakan varietas rentan kekeringan. Perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan oleh penggunaan metode pengujian yang berbeda antara IRRI dengan yang dilakukan dalam penelitian ini. Varietas Inpago 5 berdasarkan deskripsinya tergolong sebagai varietas yang toleran kekeringan, sedangkan varietas Batutegi bereaksi moderat terhadap
23
kekeringan. Varietas Inpago 4 dan Inpago 6 masing-masing merupakan varietas yang toleran dan agak toleran terhadap cekaman abiotik keracunan Aluminium (60 ppm). Anjuran penanaman varietas Towuti berdasarkan deskripsinya hanya cocok ditanam di lahan sawah maupun lahan kering pada musim hujan (BB Padi 2010). Menurut Molphe-Balch et al. (1996), adanya perbedaan ketahanan tanaman terhadap cekaman kekeringan akibat perbedaan dalam mekanisme fisiologi, morfologi, fenologi, biokimia dan adaptasi molekuler pada varietas yang diuji. Selain itu adanya perbedaan ukuran gabah, ketebalan kulit biji dan vigor benih akan menentukan pula kemampuan benih berkecambah. Pemberian PEG 6000 bertekanan osmotik -4 bar telah mengakibatkan semua varietas mengalami penurunan daya berkecambah secara nyata terhadap perlakuan kontrol, walaupun persentase penurunannya tidak sama antar varietas. Terlihat bahwa beberapa varietas mengalami penurunan daya berkecambah hingga 90% dibandingkan dengan kontrol bahkan varietas Inpago 4 mengalami kematian total, namun pada varietas Inpago 5 hanya mengalami penurunan 50% dimana benihnya masih mampu berkecambah sebesar 41.3%. Hal ini menunjukkan bahwa benih telah mengalami cekaman yang cukup berat. Demikian pula halnya pada pemberian PEG 6000 bertekanan osmotik -6 bar yang menyebabkan hampir semua benih tidak dapat tumbuh (mati) sehingga tidak dapat dibedakan antara varietas yang toleran dan tidak toleran. Karakter fisiologi yang dapat digunakan sebagai penanda bahwa benih tersebut toleran terhadap kekeringan antara lain kemampuan benih berkecambah pada larutan yang mempunyai tekanan osmotik tinggi. Benih yang dapat tumbuh dengan baik pada kondisi tersebut akan dapat tumbuh baik pula pada cekaman kekeringan di lapangan. Pada penelitian ini terlihat bahwa peningkatan tekanan osmotik PEG pada media mengakibatkan penurunan daya berkecambah yang kemungkinan terjadi akibat terhambatnya proses pembelahan sel dan pemanjangan sel pada metabolisme benih. Hal yang sama dinyatakan oleh Widoretno et al. (2002) bahwa penurunan daya berkecambah benih kedelai yang terjadi akibat meningkatnya tekanan osmotik PEG pada media perkecambahan, diduga terjadi akibat terhambatnya proses pembelahan sel, pemanjangan sel atau keduanya yang disebabkan oleh cekaman kekeringan yang disimulasikan dengan PEG. Proses perkecambahan sangat membutuhkan air, oleh karena itu peran air sangat penting.
24
Proses penyerapan air pada perkecambahan dibagi menjadi tiga fase yaitu imbibisi, aktivasi dan pertumbuhan. Pada fase imbibisi kandungan air benih mencapai 30%. Pada fase aktivasi tidak terjadi penambahan kandungan air. Pada fase tersebut terjadi proses yang dinamik dan merupakan proses berlangsungnya metabolisme karbohidrat. Perkecambahan benih padi akan terjadi apabila kandungan air mencapai 32.5% (Lestari & Mariska 2006). Apabila benih mengalami kekurangan air maka metabolisme yang semula aktif menjadi terhenti (Takahashi
1995).
Cekaman
kekeringan
pada
saat
benih
berkecambah
mengakibatkan metabolisme benih terganggu akibat air yang diperlukan tidak cukup, sehingga hanya benih yang toleran kekeringan saja yang mampu berkecambah. Pada penelitian ini kemampuan tersebut dimiliki oleh varietas Inpago 5 dan IR20. Pengamatan terhadap kecepatan tumbuh hingga 7 (tujuh) hari setelah perkecambahan, menunjukkan bahwa peningkatan tekanan osmotik PEG 6000 yang diberikan mengakibatkan penurunan kecepatan tumbuh yang berbeda-beda pada masing-masing varietas (Tabel 2). Pada tekanan osmotik -2 bar hampir semua varietas telah memberikan tanggapan yang nyata terhadap simulasi cekaman kekeringan yang diberikan dan masing-masing varietas dapat dibedakan antara yang toleran dan tidak toleran. Kondisi ini menunjukkan bahwa semua varietas telah mengalami cekaman dengan pemberian tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar. Respon penurunan KCT yang berbeda antar varietas memperlihatkan adanya perbedaan toleransi terhadap cekaman yang diberikan. Varietas Batutegi dan IR20 memiliki tingkat toleransi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Inpago 4 dan Inpago 6, sedangkan Inpago 5 ada diantara keduanya. Peningkatan tekanan osmotik PEG 6000 -4 bar telah memberikan kondisi cekaman yang berat pada masing-masing varietas. Hal ini terlihat dari penurunan kecepatan tumbuh yang sangat nyata dibandingkan dengan kontrol, dan pada kondisi ini telah sulit membedakan antara varietas dengan VKTkekeringan yang tinggi dan yang rendah karena semua benih telah sangat tercekam. Demikian pula yang terjadi pada tekanan osmotik -6 bar, dimana cekaman yang terjadi pada level tersebut telah mengakibatkan kematian benih.
25
Menurut Sadjad (1993), variabel kecepatan tumbuh mengindikasikan VKT karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapangan yang suboptimum seperti cekaman kekeringan. Semakin tinggi nilai KCT semakin tinggi pula vigor benih tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa varietas Inpago 5, IR20 dan Batutegi memiliki VKT yang tinggi. Strategi benih toleran dalam menghadapi kondisi cekaman kekeringan melalui mekanisme bertahan (mekanisme toleransi) terhadap kekeringan dengan potensi air jaringan yang rendah dengan osmotic adjustment yang memproduksi dan mengakumulasi asam amino bebas seperti prolin pada jaringan tanaman selama cekaman kekeringan yang bertujuan untuk mempertahankan turgornya melalui penyesuaian potensial osmotik atau dengan meningkatkan elastisitas jaringan selama kondisi kekeringan (Turner 1979). Mempertahankan turgor dengan menurunkan potensial air sangat penting untuk ekspansi sel, pertumbuhan dan proses biokimia, fisiologi dan morfologi, dimana semua proses tersebut terjadi pada saat fase imbibisi dan aktivasi metabolisme berlangsung (Jones et al. 1981). Menurut Bates et al.(1973) kandungan prolin pada tanaman meningkat secara proporsional lebih cepat dibandingkan dengan asam amino lain pada kondisi cekaman kekeringan. Hubungan antara akumulasi prolin bebas dan cekaman kekeringan ini telah banyak diteliti oleh para peneliti. Handayani (1992) melakukan penelitian pada benih jagung dan kedelai melaporkan bahwa peningkatan tekanan osmotik sampai -2.5 bar pada jagung memberikan respon akumulasi prolin bebas yang nyata antara kecambah dari lot benih bervigor tinggi dan rendah. Sari (1994) yang melakukan penelitian pada jagung varietas Arjuna juga melaporkan bahwa menurunnya tingkat vigor benih dan terjadinya kondisi cekaman kekeringan menyebabkan peningkatan kandungan prolin bebas dalam kecambah. Pengaruh interaksi antara faktor varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 pada variabel indeks vigor juga dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil yang relatif sama dengan variabel KCT terjadi pada variabel indeks vigor dimana peningkatan tekanan osmotik PEG 6000 yang diberikan mengakibatkan penurunan indeks vigor yang berbeda-beda pada masing-masing varietas. Pemberian tekanan osmotik -2 bar menyebabkan penurunan indeks vigor secara nyata pada masing-masing varietas dan pada kondisi ini terlihat jelas
26
perbedaan vigor antar varietas. Varietas Inpago 5 dan IR20 memiliki VKTkekeringan yang lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya dengan nilai indeks vigor masingmasing 28% dan 27.3%, sedangkan varietas Inpago 4 dan Towuti memiliki VKTkekeringan terendah dengan nilai indeks vigor 6%. Cekaman yang sangat berat akibat dari pemberian PEG 6000 bertekanan osmotik -4 bar menyebabkan hampir seluruh benih tidak mampu berkecambah dan tidak dapat dibedakan lagi tingkat toleransi masing-masing varietas. Hal serupa dialami pada tekanan osmotik -6 bar yang mengakibatkan semua benih tidak dapat berkecambah. Indeks vigor dan KCT yang tinggi menunjukkan benih berkecambah lebih cepat, sehingga digolongkan dalam vigor. Menurut Sadjad (1994), benih yang cepat tumbuh menunjukkan benih tersebut mampu mengatasi berbagai macam kondisi suboptimum. Nilai indeks vigor selalu lebih rendah dibandingkan nilai daya berkecambah tetapi lebih mendekati pertumbuhan benih di lapangan. Miguel & Filho (2002) menunjukkan bahwa pada benih jagung perhitungan pertama pada pengujian perkecambahan dapat menunjukkan performansi pertumbuhan benih di lapangan (seedling emergence). Hasil analisis statistik terhadap variabel panjang akar menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara varietas dengan tekanan osmotik yang diberikan, sehingga tidak mempengaruhi pemilihan tekanan osmotik yang ada. Masing-masing faktor memberikan pengaruh yang nyata secara tunggal. Terlihat bahwa semakin tinggi tekanan osmotik yang diberikan, semakin terhambat pertumbuhan akarnya (Tabel 3). Menurut Suardi (2002) perakaran padi berhubungan erat dengan sifat toleransi tanaman terhadap kekeringan. Mekanisme sifat perakaran dalam hubungannya dengan ketahanan terhadap kekeringan antara lain: 1) perakaran yang dalam dan padat berpengaruh terhadap penyerapan air dengan besarnya tempat penampungan air tanah, 2) besarnya daya tembus (penetrasi) akar pada lapisan tanah keras meningkatkan penyerapan air tanah dalam, dan 3) penyesuaian tegangan osmosis akar meningkatkan ketersediaan air tanah bagi tanaman dalam kondisi kekurangan air.
27
Tabel 3. Pengaruh faktor tunggal varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap panjang akar Varietas
Inpago 4 Inpago 5 Inpago 6 Batutegi Towuti IR20 Rata-rata
Tekanan osmotik PEG 6000 (bar) Rata-rata 0 -2 -4 -6 -------------------- Panjang Akar (cm) -------------------12.77 12.07 9.40 7.03 10.32 bc 13.74 12.50 11.36 10.89 12.12 a 12.73 11.40 10.75 8.30 10.80 bc 13.35 12.70 9.95 8.56 11.14 ab 12.32 10.98 9.72 6.96 10.00 c 12.67 12.44 10.94 8.80 11.21 ab 12.93 a 12.02 b 10.35 c 8.42 d
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Dubrovsky & Gomez-lomeli (2003) menyatakan bahwa salah satu strategi tanaman toleran dalam menghadapi cekaman kekeringan dimulai pada fase perkecambahan sampai pertumbuhan vegetatif dengan membentuk formasi akar yang dalam dan percabangan akar yang banyak. Kecambah yang memiliki akar yang lebih panjang akan mempunyai vigor yang lebih tinggi pada kondisi cekaman kekeringan. Fauzi (1997) menyatakan bahwa kecambah padi yang toleran kekeringan akan memiliki akar yang panjang dan memiliki berat kering akar lebih besar daripada kecambah yang tidak toleran. Pada penelitian ini, panjang akar benih antar satu varietas dengan varietas yang lain menunjukkan perbedaan yang nyata secara statistik. Varietas yang memiliki tingkat toleransi yang lebih tinggi terhadap kekeringan memiliki ratarata panjang akar lebih tinggi dibandingkan varietas yang relatif tidak toleran. Rata-rata panjang akar tertinggi dimiliki oleh varietas Inpago 5 dengan nilai rata-rata panjang akar 12.12 cm, dan rata-rata panjang akar terendah dimiliki oleh varietas Towuti yaitu 10 cm. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap variabel DB, KCT, IV dan PA karena pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 yang diberikan, diperoleh hasil bahwa PEG 6000 bertekanan osmotik -2 bar merupakan level yang tepat untuk mengidentifikasi toleransi benih padi terhadap cekaman kekeringan. Hasil yang sama dinyatakan oleh Junaidi (1998) yang melakukan penelitian mengenai indikasi ketahanan padi gogo terhadap kekeringan berdasarkan viabilitas benih pada fase kecambah, dimana dengan menggunakan PEG 6000 bertekanan osmotik -2.139 bar telah dapat mengindikasikan benih yang toleran dan yang peka. Hasil penelitian lain
28
yang dilakukan oleh Effendi et al. (2009) menunjukkan bahwa berdasarkan nilai indeks sensitivitas cekaman kekeringan (ISK) yang dihitung berdasarkan peubah bobot kering akar kecambah diketahui bahwa perlakuan PEG 10% (setara dengan -2 bar) pada media perkecambahan merupakan kondisi cekaman kekeringan yang dapat mengelompokkan genotipe jagung toleran, medium toleran dan peka kekeringan. Pada penelitian ini, berdasarkan hasil percobaan 1 dengan melihat penurunan nilai-nilai yang mengindikasikan VKTkekeringan pada semua variabel pengamatan, diperoleh pengelompokan varietas yang toleran terhadap kekeringan yaitu varietas Inpago 5, IR20 dan Batutegi, sedangkan varietas Inpago 4, Inpago 6 dan Towuti tergolong dalam varietas yang tidak toleran.
Pengaruh Varietas dan Kondisi PCT (Kadar Air Benih dan Lama Penderaan) terhadap Viabilitas Rekapitulasi analisis ragam pada Tabel 4 menunjukkan bahwa interaksi dari kedua faktor yaitu varietas dan kondisi PCT berpengaruh sangat nyata terhadap semua variabel yang diamati pada penelitian ini. Hal yang sama ditunjukkan juga oleh faktor tunggal varietas dan faktor tunggal kondisi PCT. Hasil analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 13 – 16. Tabel 4. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan kondisi PCT (kadar air dan lama penderaan) terhadap variabel yang diamati
Variabel
Varietas (V)
DB (%) KCT (%/etmal) IV (%) PA (cm)
Pr > F <0.0001** <0.0001** <0.0001** <0.0001**
Kondisi PCT (Kadar air/lama penderaan) (P) Pr > F <0.0001** <0.0001** <0.0001** <0.0001**
Interaksi (V x P)
KK (%)
Pr > F <0.0001** <0.0001** <0.0001** <0.0001**
11.99 12.43 19.60 12.55
Keterangan: **)= berpengaruh sangat nyata p ≤ 0.01; *)= berpengaruh nyata p ≤ 0.05; tn= tidak nyata; DB= daya berkecambah; KCT= kecepatan tumbuh; IV= indeks vigor; PA= panjang akar
Percobaan yang dilakukan dengan metode PCT dengan kondisi kadar air benih dan kurun waktu penderaan yang berbeda memberikan respon yang beragam pada variabel yang diamati, namun secara umum dapat dikatakan bahwa semakin meningkat kadar air akan menurunkan viabilitas dan vigor benih.
29
Demikian pula halnya dengan periode penderaan yang diberikan, semakin lama akan mengakibatkan penurunan viabilitas dan vigor benih. Pada variabel daya kecambah seperti terlihat pada Tabel 5, menunjukkan pengaruh interaksi antara varietas dan kondisi PCT. Tabel 5. Pengaruh interaksi varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan) terhadap daya berkecambah (%) Kondisi PCT (KA/Lama Penderaan)
Varietas Inpago 4
Inpago 5
Inpago 6
Batutegi
Towuti
IR20
20%/24 jam 80.0 (9.0) a-i 99.3 (9.9) a 88.0 (9.4) a-e 92.6 (9.6) abc 66.0 (8.1) c-n 96.6 (9.8) ab 20%/48 jam 77.3 (8.8) a-k 83.3 (9.1) a-f 61.3 (7.8) e-o 80.6 (9.0) a-h 53.3 (7.1) l-s 95.3 (9.7) abc 20%/72 jam 26.6 (5.2) tuv 77.3 (8.8) a-k 39.3 (6.3) p-t 27.3 (5.2) tuv 44.6 (6.6) n-t 88.0 (9.4) a-e 22%/24 jam 81.3 (9.1) a-g 95.3 (9.7) abc 87.3 (9.3) a-e 73.3 (8.6) a-l 63.3 (7.9) d-o 92.6 (9.6) abc 22%/48 jam 54.0 (7.4) i-r 92.0 (9.6) abc 41.3 (6.4) o-t 49.3 (6.9) m-s 56.0 (7.4) h-r 76.0 (8.7) a-k 22%/72 jam 6.6 (2.5) yza' 60.0 (7.6) f-p 12.0 (3.4) wxy 1.3 (1.2) a'b' 12.6 (3.5) wxy 48.6 (7.0) m-s 24%/24 jam 84.6 (9.2) a-f 93.3 (9.6) abc 76.7 (8.8) a-k 78.0 (8.9) a-j 59.3 (7.7) f-p 90.0 (9.5) a-d 24%/48 jam 53.3 (7.3) j-s 90.6 (9.5) a-d 10.0 (3.1) wxy 26.0 (5.2) tuv 34.6 (5.9) r-u 57.3 (7.5) g-q 24%/72 jam 7.3 (2.7) xyz 68.6 (8.3) b-m 0.6 (1.0) a'b' 1.3 (1.3) z-b' 7.3 (2.8) xyz 22.6 (4.4) uvw 26%/24 jam 71.3 (8.4) a-m 89.3 (9.4) a-e 62.6 (7.9) d-o 72.0 (8.5) a-m 53.3 (7.2) k-s 88.0 (9.4) a-e 26%/48 jam 36.6 (6.0) q-t 79.3 (8.9) a-j 18.0 (4.1) vwx 28.6 (5.3) tuv 33.3 (5.8) s-u 54.7 (7.4) h-r 26%/72 jam 1.3 (1.2) a'b' 0.0 (0.7) b' 0.6 (1.0) a'b' 0.0 (0.7) b' 2.0 (1.3) z-b' 2.6 (1.6) z-b' Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% angka dalam kurung merupakan hasil transformasi (x + 0.5)1/2
Kondisi PCT pada semua tingkat kadar air benih yaitu 20%, 22%, 24% dan 26% dengan lama penderaan 24 jam menunjukkan bahwa masing-masing varietas tidak mengalami penurunan viabilitas seiring dengan peningkatan kadar air. Menurut Powell & Matthews (2005), kondisi umum yang digunakan untuk PCT adalah kadar air 20%, lama penderaan 24 jam dan suhu 45oC, tergantung jenis komoditasnya. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dalam penelitian ini kondisi PCT dengan kadar air 20% dan lama penderaan 24 jam dijadikan sebagai acuan dalam melihat penurunan nilai-nilai pada semua variabel yang diamati. Pada kondisi PCT dengan kadar air 20% dan lama penderaan 24 jam terlihat bahwa hampir semua benih memiliki viabilitas yang tinggi yaitu dengan nilai daya berkecambah di atas 80%, hanya varietas Towuti yang daya berkecambahnya rendah yaitu 66%. Hal ini menunjukkan bahwa varietas Towuti memiliki tingkat toleransi yang lebih rendah dibandingkan varietas lain terhadap penderaan yang
30
diberikan. Sedangkan varietas yang tergolong memiliki toleransi yang tinggi adalah varietas Inpago 5 dan IR20, dimana pada penderaan selama 24 jam dengan peningkatan kadar air hingga 26%, varietas tersebut masih memiliki daya berkecambah masing-masing 89.3% dan 88%. Namun secara umum, kondisi PCT pada semua tingkat kadar air belum dapat menurunkan daya berkecambah secara nyata untuk penderaan selama 24 jam walaupun terjadi peningkatan kadar air. Menurut Powell & Matthews (2005) dalam metode PCT sebagaimana uji vigor lainnya membutuhkan ketelitian dalam mencapai kadar air yang sama pada lot benih sebelum mengalami deteriorasi secara cepat pada suhu tinggi (45oC) di laboratorium. Laju peningkatan kelembaban pada benih berbeda antar lot. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan tingkat kerusakan pada tiap lot benih. Ketelitian dalam menetapkan kadar air sangat diperlukan, karena perbedaan 1% kadar air benih memberikan pengaruh yang nyata pada perkecambahan. Hal ini menjadi alasan mengapa penentuan kadar air awal benih juga menjadi hal yang penting pada metode PCT. Periode penderaan lebih lama yaitu 48 jam yang ditunjukkan pada kondisi PCT dengan kadar air 20% juga belum membedakan secara nyata terhadap penurunan daya berkecambah. Pada kondisi ini daya berkecambah dari seluruh varietas berkisar antara 53.3 – 95.3%, dengan nilai tertinggi dimiliki oleh varietas IR20 dan varietas Towuti memiliki nilai terendah. Sedangkan pada PCT dengan kadar air 22% dan lama penderaan 48 jam beberapa varietas antara lain Inpago 6 dan Batutegi telah mengalami penurunan viabilitas secara nyata. Demikian pula halnya pada PCT dengan kadar air 24% dan lama penderaan 48 jam, hampir keseluruhan varietas telah mengalami penurunan daya berkecambah yang nyata kecuali varietas Inpago 5 yang masih mampu berkecambah hingga 90.6%. Pada kondisi PCT dengan kadar air 26% dan lama penderaan 48 jam viabilitas semua varietas telah mengalami penurunan dengan kisaran nilai antara 18 – 79.3%. Hasil yang sama diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Ali et al. (2003) dan Alam et al. (2005), dimana pada kondisi PCT dengan penderaan selama 48 jam telah menghambat daya berkecambah benih padi dan menurunkan vigornya. Hal yang sama tentu saja ditunjukkan pada kondisi PCT dengan semua tingkat kadar air (20%, 22%, 24%, 26%) dan lama penderaan 72 jam. Semakin
31
lama penderaan yang dialami oleh benih maka akan mengakibatkan viabilitas benih menurun secara nyata bahkan pada PCT dengan kadar air 26% dan lama penderaan 72 jam telah mengakibatkan benih tidak berkecambah. Hasil yang sama diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Modarresi & Van Damme (2003) yang menunjukkan bahwa penderaan benih gandum pada suhu 45oC selama 72 jam dengan kadar air 20% dan 22% telah mematikan semua benih. Pengaruh interaksi faktor varietas dan kondisi PCT terhadap variabel KCT dapat dilihat pada Tabel 6. Kecepatan tumbuh (KCT) merupakan salah satu dari tiga variabel indikator kekuatan tumbuh benih di lapangan atau vigor kekuatan tumbuh (VKT). Menurut Sadjad et al. (1999) ada tiga variabel VKT antara lain vigor spesifik, vigor kekuatan tumbuh dan keserempakan tumbuh. Tabel 6. Pengaruh interaksi varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan) terhadap kecepatan tumbuh (%/etmal) Kondisi PCT (KA/Lama Penderaan)
Varietas Inpago 4
Inpago 5
Inpago 6
Batutegi
Towuti
IR20
20%/24 jam 15.4 (4.0) c-i 23.1 (4.9) a 18.7 (4.4) a-g 20.7 (4.6) a-d 13.8 (3.8) e-j 22.5 (4.8) ab 20%/48 jam 13.6 (3.8) e-j 17.5 (4.2) a-h 10.8 (3.4) i-n 17.0 (4.2) a-h 10.3 (3.2) j-p 20.6 (4.6) a-d 20%/72 jam 4.7 (2.3) qrs 13.8 (3.8) e-j 6.0 (2.6) pqr 4.6 (2.3) qrs 7.6 (2.8) m-q 17.4 (4.2) a-h 22%/24 jam 15.0 (3.9) d-i 21.7 (4.7) abc 16.8 (4.2) a-h 15.8 (4.1) b-i 13.0 (3.6) g-l 20.9 (4.6) a-d 22%/48 jam 7.8 (2.9) l-q 20.4 (4.6) a-d 8.6 (3.0) k-q 8.4 (3.0) k-q 9.7 (3.2) j-p 13.1 (3.7) f-k 22%/72 jam 1.0 (1.2) uvw 11.2 (3.4) i-n 1.7 (1.5) tuv 0.2 (0.8) vw 3.6 (2.0) rst 6.7 (2.7) n-r 24%/24 jam 15.9 (4.0) c-i 23.0 (4.9) a 13.4 (3.7) f-k 16.0 (4.0) c-i 11.9 (3.5) h-m 18.8 (4.4) a-f 24%/48 jam 8.6 (3.0) k-q 19.5 (4.5) a-e 1.5 (1.4) t-w 6.6 (2.6) o-r 6.2 (2.6) pqr 9.0 (3.0) j-p 24%/72 jam 0.8 (1.1) uvw 11.7 (3.5) h-m 0.9 (1.1) uvw 0.2 (0.8) vw 1.2 (1.3) uvw 2.6 (1.7) stu 26%/24 jam 13.6 (3.8) e-j 19.8 (4.5) a-d 10.7 (3.3) i-o 13.6 (3.8) e-j 10.9 (3.3) i-o 16.8 (4.1) a-h 26%/48 jam 2.7 (1.8) stu 15.8 (4.0) c-i 1.5 (1.4) t-w 4.6 (2.3) qrs 5.8 (2.5) pqr 8.1 (2.9) l-q 26%/72 jam 0.1 (0.8) vw 0.0 (0.8) vw 0.1 (0.8) vw 0.0 (0.8) vw 0.2 (0.8) vw 0.4 (0.9) vw Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% angka dalam kurung merupakan hasil transformasi (x + 0.5)1/2
Penurunan nilai KCT yang nyata pada seluruh varietas mulai terlihat pada PCT dengan penderaan selama 48 dan 72 jam pada semua tingkat kadar air 20%, 22%, 24% dan 26%, hanya varietas Inpago 5 yang penurunan nilai KCT-nya tidak terlalu besar kisarannya. Nilai KCT varietas lain bahkan telah mencapai angka di bawah 15 %/etmal pada perlakuan PCT dengan kadar air 22% dan lama penderaan 48 jam.
32
Seperti halnya variabel KCT, indeks vigor juga merupakan indikator vigor benih. Tabel 7 menunjukkan pengaruh interaksi varietas dan kondisi PCT terhadap indeks vigor. Kondisi PCT dengan lama penderaan 24 jam pada semua tingkat kadar air (20%, 22%, 24% dan 26%) menunjukkan tidak terdapat beda nyata antar perlakuan terhadap indeks vigor benih dari seluruh varietas atau dengan kata lain peningkatan kadar air pada penderaan selama 24 jam tidak menurunkan vigor benih secara nyata. Terlihat bahwa varietas Inpago 5 memiliki nilai indeks vigor tertinggi yaitu 91.3% dan nilai terendah sebesar 44.7% terjadi pada varietas Inpago 4. Tabel 7. Pengaruh interaksi varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan) terhadap indeks vigor (%) Kondisi PCT (KA/Lama Penderaan)
Varietas Inpago 4
Inpago 5
Inpago 6
Batutegi
Towuti
IR20
20%/24 jam 44.7 (6.7) i-n 91.3 (9.6) a 72.7 (8.5) a-i 80.7 (9.0) a-d 52.0 (7.2) d-l 88.7 (9.4) 20%/48 jam 21.3 (4.6) p-w 61.3 (7.7) b-j 29.3 (5.4) l-s 57.3 (7.5) c-j 34.0 (5.5) l-r 80.0 (8.9) 20%/72 jam 7.3 (2.7) x-d' 34.7 (5.6) k-r 8.7 (3.0) v-b' 4.0 (1.9) z-e' 2.7 (1.6) a'-e' 28.0 (5.3) 22%/24 jam 45.3 (6.7) j-n 80.7 (8.9) a-e 54.7 (7.4) c-k 58.7 (7.7) b-j 44.0 (6.6) j-n 73.3 (8.6) 22%/48 jam 14.0 (3.7) s-z 77.3 (8.8) a-f 12.0 (3.5) t-z 24.0 (4.8) o-v 12.7 (3.6) t-z 31.3 (5.6) 22%/72 jam 2.7 (1.6) a'-e' 32.7 (5.1) n-u 0.7 (1.0) d'e' 0.0 (0.7) e' 0.7 (1.0) d'e' 8.0 (2.9) f-m abc j-p j-o 24%/24 jam 49.3 (7.0) 81.3 (9.0) 40.7 (6.4) 41.3 (6.5) 45.3 (6.7) i-n 60.7 (7.8) u-a' a-g b'-e' r-y 24%/48 jam 12.0 (3.4) 74.7 (8.7) 1.3 (1.3) 18.0 (4.1) 17.3 (4.1) r-y 8.7 (3.0) 24%/72 jam 0.0 (0.7) e' 21.3 (4.4) q-x 2.0 (1.3) b'-e' 0.0 (0.7) e' 1.3 (1.2) c'-e' 2.0 (1.3) h-n a-g p-w g-n 26%/24 jam 46.0 (6.8) 74.7 (8.6) 21.3 (4.6) 47.3 (6.9) 40.7 (6.2) j-q 49.3 (7.0) 26%/48 jam 6.0 (2.5) y-e' 50.7 (7.2) e-l 2.7 (1.6) a'-e' 7.3 (2.7) x-d' 10.7 (3.3) u-a' 12.0 (3.4) 26%/72 jam 0.0 (0.7) e' 0.0 (0.7) e' 0.0 (0.7) e' 0.0 (0.7) e' 0.0 (0.7) e' 0.0 (0.7) Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% angka dalam kurung merupakan hasil transformasi (x + 0.5)1/2
ab a-e m-t a-h k-r w-c' a-j v-b' b'-e' f-m u-a' e'
Nilai indeks vigor benih mengalami penurunan yang nyata mulai terjadi pada perlakuan PCT dengan penderaan 48 jam dan 72 jam pada semua tingkatan kadar air. Penurunan ini menunjukkan bahwa benih telah kehilangan vigornya bahkan sebagian besar benih mengalami kematian akibat peningkatan kadar air dan penderaan yang lebih lama yaitu pada PCT dengan lama penderaan 72 jam dan kadar air 22%, 24%, 26%. Peningkatan kadar air dan lama penderaan yang dialami oleh benih telah mengakibatkan terjadinya kemunduran. Menurut Justice & Bass (1994) salah satu
33
penyebab terjadinya kemunduran benih adalah respirasi. Respirasi meningkat sejalan dengan kenaikan kadar air benih dan peningkatan suhu. Peningkatan laju respirasi mengakibatkan proses metabolisme berlangsung cepat sehingga cadangan energi lebih cepat habis. Pada keadaan bersuhu tinggi dan kadar air benih yang tinggi, penurunan viabilitas benih terjadi lebih cepat. Penilaian vigor benih berdasarkan VPCT telah dapat membedakan tingkat vigor antar varietas yang digunakan. Hal senada juga dinyatakan oleh Wang et al. (2004) bahwa VPCT merupakan variabel yang lebih peka dalam menggambarkan potensi vigor antar lot benih pada benih rumput Siberia (Elymus sibiricus L.), sehingga dapat dikatakan bahwa VPCT memang variabel yang peka untuk menggambarkan kondisi vigor benih. Tabel 8. Pengaruh interaksi varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan) terhadap panjang akar (cm) Kondisi PCT (KA/Lama Penderaan)
Varietas Inpago 4
Inpago 5
Inpago 6
Batutegi
Towuti
IR20
20%/24 jam 11.8 (3.5) abc 13.3 (3.7) ab 11.9 (3.5) abc 12.7 (3.6) abc 12.7 (3.6) abc 12.4 (3.6) abc 20%/48 jam 11.7 (3.5) abc 13.0 (3.6) abc 12.1 (3.5) abc 12.3 (3.6) abc 12.4 (3.6) abc 12.4 (3.6) abc 20%/72 jam 11.8 (3.5) abc 13.9 (3.8) ab 10.8 (3.4) abc 11.2 (3.4) abc 12.0 (3.5) abc 12.2 (3.6) abc 22%/24 jam 12.4 (3.6) abc 14.6 (3.9) a 12.6 (3.6) abc 13.4 (3.7) ab 12.6 (3.6) abc 13.0 (3.6) abc 22%/48 jam 11.0 (3.4) abc 10.3 (3.3) abc 11.0 (3.4) abc 12.3 (3.6) abc 12.1 (3.6) abc 11.7 (3.5) abc 22%/72 jam 9.7 (3.2) abc 9.7 (2.8) cd 10.2 (3.3) abc 8.4 (3.0) bcd 11.9 (3.6) abc 10.3 (3.3) abc 24%/24 jam 13.2 (3.7) ab 9.9 (3.2) abc 13.0 (3.6) abc 12.5 (3.6) abc 13.1 (3.6) abc 12.8 (3.6) abc 24%/48 jam 12.3 (3.6) abc 14.4 (3.9) a 10.3 (3.3) abc 12.8 (3.6) abc 12.1 (3.6) abc 11.2 (3.4) abc 24%/72 jam 9.4 (3.1) a-d 13.1 (3.6) abc 1.3 (1.2) f 0.0 (0.7) f 0.0 (0.7) f 8.5 (3.0) bcd 26%/24 jam 11.9 (3.5) abc 12.5 (3.6) abc 11.8 (3.5) abc 12.5 (3.6) abc 12.5 (3.6) abc 11.7 (3.5) abc 26%/48 jam 10.4 (3.3) abc 12.4 (3.6) abc 11.5 (3.4) abc 11.7 (3.5) abc 12.6 (3.6) abc 11.3 (3.5) abc 26%/72 jam 4.7 (2.1) e 10.4 (3.3) abc 3.8 (1.9) e 0.0 (0.7) f 6.8 (2.4) de 4.6 (2.0) e Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% angka dalam kurung merupakan hasil transformasi (x + 0.5)1/2
Pengaruh interaksi varietas dan kondisi PCT terhadap panjang akar benih disajikan pada Tabel 8. Terlihat bahwa secara umum perlakuan penderaan selama 24 dan 48 jam pada semua tingkat kadar air (20%, 22%, 24% dan 26%) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan akar benih dari seluruh varietas. Pertumbuhan akar mulai terhambat pada penderaan selama 72 jam pada kadar air 24% dan 26%.
34
Kemampuan daya tumbuh akar yang tinggi dari semua varietas yang digunakan pada penelitian ini diduga karena sifat genetis padi gogo yang memiliki sifat perakaran yang kuat dan panjang. Hal ini terlihat dari panjang akar seluruh varietas yang memiliki ukuran hampir sama. Penurunan vigor benih pada kondisi PCT ketika penderaan dilakukan selama 48 dan 72 jam pada semua variabel yang diamati diduga akibat dari proses metabolisme dalam benih yang sangat cepat dan terus menerus ketika berada dalam water bath yang bersuhu 45oC. Proses metabolisme yang berlangsung sangat cepat menyebabkan ketahanan benih menjadi menurun karena cadangan energi benih berangsur habis sehingga benih tidak mampu lagi berkecambah normal bahkan mengalami kematian. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap beberapa variabel yang diamati diperoleh pengelompokan varietas yang memiliki VPCT yang tinggi adalah varietas Inpago 5, IR20 dan Batutegi, sedangkan varietas Inpago 4, Inpago 6 dan Towuti memiliki VPCT yang lebih rendah. Kecenderungan penurunan nilai masing-masing variabel akibat pengaruh interaksi varietas dan kondisi PCT, menjadikan 4 (empat) kondisi PCT (kadar air/lama penderaan) yaitu 20%/24 jam (PCT 1), 20%/48 jam (PCT 2), 22%/24 jam (PCT 3) dan 22%/48 jam (PCT 4) sebagai kandidat untuk diuji korelasinya dengan berbagai variabel tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar. Metode PCT dikembangkan untuk menguji vigor benih karena dapat menggambarkan proses kemunduran benih (Powell & Matthews 2005). Kemunduran benih diakui sebagai penyebab utama berkurangnya vigor benih yang diwujudkan dalam menurunnya kemampuan kinerja benih termasuk laju dan keseragaman perkecambahan, menurunnya tingkat toleransi terhadap cekaman lingkungan dan mengakibatkan pertumbuhan yang buruk (Venter 2000). Metode PCT sebagai salah satu metode uji vigor telah terbukti memiliki korelasi yang erat dengan daya tumbuh benih di lapangan terutama pada benih Brassica (ISTA 2010) dan pada beberapa jenis tanaman lain seperti lobak, kangkung, wortel, selada dan bawang (Powell & Matthews 2005).
35
Korelasi antara Berbagai Variabel Percobaan 1 pada Tekanan Osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT Hasil Percobaan 2 Korelasi menunjukkan keeratan hubungan antar variabel (Gomez & Gomez 1995). Penelitian ini menggunakan berbagai variabel pada perlakuan simulasi cekaman kekeringan dengan tekanan osmotik -2 bar yang dikorelasikan dengan viabilitas pada perlakuan PCT. Persamaan regresi, koefisien korelasi dan koefisien determinasi antara variabel pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Persamaan regresi, koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi (R2) antara variabel pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT Tek. osmotik PEG 6000 -2 bar Variabel DB KCT IV PA DB KCT IV PA
VPCT
Persamaan r R2 (%) PCT 1 (Kadar air 20%, lama penderaan 24 jam) Y = 0.6364X + 26.004 0.56* 31.5 Y = 0.1397X + 1.4601 0.55* 29.8 Y = 0.6364X – 40.996 0.58* 33.7 tn Y = 0.0409X + 8.4577 0.37 13.6 PCT 2 (Kadar air 20%, lama penderaan 48 jam) Y = 0.5059X + 43.393 0.70* 49.5 Y = 0.1021X + 5.9482 0.63* 39.5 Y = 0.3689X – 13.304 0.53* 28.1 Y = 0.0470X + 8.4803 0.67* 44.7
Keterangan: **)= sangat nyata p ≤ 0.01; *)= nyata p ≤ 0.05; tn= tidak nyata
Hasil analisis korelasi antara variabel-variabel pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT pada empat kondisi PCT (kadar air/lama penderaan) yaitu 20%/24 jam (PCT 1), 20%/48 jam (PCT 2), 22%/24 jam (PCT 3) dan 22%/48 jam (PCT 4) menunjukkan bahwa beda nyata hanya terjadi pada kondisi PCT 1 dan PCT 2, sedangkan pada kondisi PCT 3 dan PCT 4 tidak menunjukkan adanya beda nyata. Korelasi dan beda nyata antara VPCT dengan seluruh variabel tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar hanya terjadi pada PCT 2 yaitu pada kadar air 20% dan lama penderaan 48 jam (Tabel 9). Korelasi antara seluruh variabel tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT pada semua kondisi PCT dapat dilihat pada Lampiran 17-20. Koefisien korelasi (r) yang tinggi menunjukkan keeratan hubungan antara variabel X dan Y. Persamaan garis regresi menyatakan hubungan antara VPCT
36
(sumbu x) dengan variabel pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar (sumbu y) yaitu DB, KCT, IV dan PA. Nilai koefisien korelasi yang tertinggi adalah 0.70, yaitu korelasi antara variabel DB pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan viabilitas PCT 2. Ini menunjukkan adanya hubungan yang positif dan erat antara VPCT dengan variabel DB. Hal yang sama juga terjadi antara VPCT dengan variabel KCT, IV dan PA pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan nilai koefisien korelasi yang sedikit lebih rendah masing-masing 0.63, 0.53 dan 0.67. Hubungan antara VPCT dengan variabel pada tekanan osmotik -2 bar dapat diilustrasikan dengan model regresi linier yang terdapat pada Gambar 2 – 5. Hubungan yang erat antar variabel pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT berdasarkan nilai koefisien korelasi dan koefisien determinasi, dapat menjadi indikasi bahwa perlakuan PCT dengan kadar air 20% dan lama penderaan 48 jam dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara dini tingkat toleransi genotipe padi gogo terhadap cekaman kekeringan setara dengan tekanan osmotik 2 bar. Hal ini dapat menjadikan metode PCT sebagai alternatif lain selain penggunaan larutan PEG dalam simulasi cekaman kekeringan pada benih, mengingat harga PEG yang relatif mahal.
DB (%) pada tek. osmotik PEG 6000 -2 bar
100 80 60
40 y = 0.5059x + 43.393 R² = 0.4946 r = 0.703265 p < 0.0001
20 0 0
20
40
60
80
100
VPCT (20%/48 jam)
Gambar 2. Hubungan antara variabel DB pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT
KCT (%/etmal) pada tek. osmotik PEG 6000 -2 bar
37
25,00 y = 0.1021x + 5.9482 R² = 0.3952 r = 0.62866 p < 0.0001
20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 0
20
40 60 VPCT (20%/48 jam)
80
100
Gambar 3. Hubungan antara variabel KCT pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT
IV (%) pada tek. osmotik PEG 6000 -2 bar
60 50
y = 0.3689x - 13.304 R² = 0.281 r = 0.530126 p < 0.0001
40 30 20 10 0 0
20
40
60
80
100
VPCT (20%/48 jam)
Gambar 4. Hubungan antara variabel IV pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT
38
PA (cm) pada tek. osmotik PEG 6000 -2 bar
16,00 14,00 12,00 10,00 8,00
y = 0.047x + 8.4803 R² = 0.4472 r = 0.668737 p < 0.0001
6,00 4,00 2,00 0,00 0
20
40
60
80
100
VPCT (20%/48 jam)
Gambar 5. Hubungan antara variabel PA pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT Penentuan kondisi kadar air benih dan lama penderaan yang sesuai untuk metode PCT umumnya didasarkan pada efektivitas dan efisiensi waktu dalam pelaksanaan. Dasar lain yang digunakan untuk menentukan kondisi PCT pada penelitian adalah kecenderungan penurunan nilai-nilai yang mengindikasikan tingkat vigor benih dari berbagai variabel yang diamati. Metode PCT selama ini dikembangkan untuk menguji vigor benih sayuran yang berukuran relatif kecil seperti benih bawang (Allium ceppa) (Rodo & Filho 2003), kembang kol (Brassica oleracea L. var. botrytis) (Kikuti & Filho 2008), ketimun (Cucumis sativus L.) (Demir & Mavi 2008) dan beberapa benih sayuran lainnya. Di samping itu metode PCT juga telah berhasil digunakan untuk mengidentifikasi mutu fisiologis benih padi (Oryza sativa L.) (Ali et al. 2003). Kondisi PCT yang digunakan pada penelitian ini dapat menggambarkan potensi vigor dari keenam varietas padi gogo yang digunakan. Penurunan vigor benih terjadi seiring dengan peningkatan kadar air dan lama penderaan benih. Benih semakin kehilangan vigornya ketika benih didera pada kadar air yang semakin tinggi dan periode penderaan yang semakin lama. Hal senada juga diungkapkan oleh Kruse (1999) berdasarkan analisisnya yang menyatakan bahwa perbedaan vigor antar lot benih terlihat semakin jelas dengan semakin lamanya
39
periode penderaan benih hingga mencapai rata-rata perkecambahan benih 50% berdasarkan asumsi penyebaran normal. Berdasarkan
pertimbangan
efektivitas
dan
efisiensi
waktu
serta
kecenderungan penurunan nilai-nilai yang mengindikasikan tingkat vigor benih dari berbagai variabel yang diamati, penetapan PCT dengan kadar air 20% dan lama penderaan 48 jam serta suhu 45oC merupakan kondisi yang paling tepat. Hasil yang sama diperoleh oleh Ali et al. (2003) dan Alam et al. (2005) pada penelitian yang dilakukan dimana pada kondisi PCT dengan penderaan selama 48 jam telah menghambat daya berkecambah benih padi dan menurunkan viabilitasnya walaupun dengan kadar air yang berbeda.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penggunaan larutan PEG 6000 sebagai simulasi cekaman kekeringan dengan berbagai level tekanan osmotik memberikan respon yang berbeda antar varietas ditinjau dari variabel DB, KCT, IV dan PA. PEG 6000 bertekanan osmotik -2 bar merupakan level yang tepat untuk mengidentifikasi toleransi benih padi terhadap cekaman kekeringan. Berdasarkan hasil uji cekaman kekeringan dengan PEG 6000 pada tekanan osmotik terpilih (-2 bar), diperoleh pengelompokan varietas yang toleran terhadap kekeringan yaitu varietas Inpago 5, IR20 dan Batutegi, sedangkan varietas Inpago 4, Inpago 6 dan Towuti tergolong dalam varietas yang tidak toleran. Peningkatan kadar air dan lama penderaan yang dilakukan dengan metode pengusangan cepat terkontrol (PCT) berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor benih. Metode PCT dengan kadar air 20% dan lama penderaan 48 jam merupakan kondisi yang sesuai untuk menguji vigor benih padi gogo. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap variabel yang diamati diperoleh pengelompokan varietas yang memiliki VPCT yang tinggi adalah varietas Inpago 5, IR20 dan Batutegi, sedangkan varietas Inpago 4, Inpago 6 dan Towuti memiliki VPCT yang lebih rendah. Hasil analisis korelasi dan regresi membuktikan bahwa metode PCT dengan kadar air 20% dan lama penderaan 48 jam memiliki keeratan hubungan yang nyata dengan variabel DB, KCT, IV dan PA pada perlakuan simulasi cekaman kekeringan dengan PEG 6000 bertekanan osmotik -2 bar. Perlakuan PCT dengan kadar air 20% dan lama penderaan 48 jam serta suhu 45oC dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara dini tingkat toleransi genotipe padi gogo terhadap cekaman kekeringan setara dengan tekanan osmotik -2 bar. Saran Dalam rangka penerapan metode PCT sebagai alternatif penggunaan PEG dalam mengidentifikasi secara dini tingkat toleransi genotipe padi gogo terhadap
42
cekaman kekeringan, perlu dilakukan penyempurnaan data pada beberapa aspek, antara lain: 1. Perlu dilakukan pengujian yang sama dengan menggunakan lot benih yang lebih banyak pada varietas yang lain sehingga metode PCT untuk uji vigor kekeringan dapat berlaku umum. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan hasil metode PCT dengan kondisi di lapang dan produksi.
43
DAFTAR PUSTAKA Abdurachman A, Dariah A, Mulyani A. 2008. Strategi dan teknologi pengelolaan lahan kering mendukung pengadaan pangan nasional. J Litbang Pert 27(2): 43-49. Alam MZ, Stuchbury T, Naylor REL. 2005. Early identification of salt tolerant genotypes of rice (Oryza sativa L.) using controlled deterioration. Exp Agric 42(1): 65-77. Ali MG, Naylor REL, Matthews S. 2003. The effect of ageing (using controlled deterioration) on the germination at 21oC as an indicator of physiological quality of seed lots of fourteen Bangladeshi rice (Oryza sativa L.) cultivars. Pak J Biol Sci 6(10): 910-917. Bates LS, Waldren RP, Teare ID. 1973. Rapid determination of free proline for water-stress studies. Plant and Soil 39: 205-207. [BB PADI] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2010. Deskripsi varietas padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, Jakarta. Copeland LO. McDonald MB. 2001. Principles of Seed Science and Technology. Ed ke-3. New York: Chapman & Hall. De Datta SK, Vergara BS. 1975. Climates of upland rice regions. In: Major Research in Upland Rice. Los Banos: IRRI. De Datta SK. 1981. Principles and practices of rice production. Canada: John wiley & Sons, Inc. Demir I, Mavi K. 2008. Seed vigour evaluation of cucumber (Cucumis sativus L.) seeds in relation to seedling emergence. Res J Seed Sci 1(1): 19-25. [DEPTAN] Departemen Pertanian. 2009. Peraturan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Nomor: 01/Kpts/HK.310/C/1/2009, tentang: Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan. Desai BB, Kotecha PM, Salunkhe DK. 1997. Seeds Handbook. Ed ke-10. New York: Marcel Dekker, Inc. Dubrovsky JG, Gomez-lomeli LF. 2003.Water deficit accelerates determinate developmental program of the primary root and does not affect lateral root initiation in a sonorant desert cactus (Pachycereus pringlei, Cactaceae). Am J Bot 90(6): 823-831.
44
Effendi R, Sudarsono, Ilyas S, Sulistiono E. 2009. Seleksi dini toleransi genotipe jagung terhadap kekeringan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 28(2): 63-68. Fauzi A. 1997. Studi beberapa tolok ukur viabilitas benih padi gogo (Oryza sativa L.) untuk indikasi fisiologis sifat tahan terhadap kekeringan [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Filho JM. 1998. New approaches to seed vigor testing. Sci Agric 55: 27-33. Gomez KA, Gomez AA. 2007. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Edisi ke-2. Sjamsuddin E, Baharsjah JS, penerjemah; Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research. Gupta PC, O’toole JC. 1986. Upland Rice, A Global Perspective. International Rice Research Institute. Manila. Handayani BL. 1992. Pengaruh stress air dan tingkat vigor yang berbeda terhadap kadar prolin bebas kecambah kedelai dan jagung [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Haryadi F. 2006. Uji daya hasil pendahuluan galur F5 padi sawah tipe baru (Oryza sativa L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. [ISTA] International Seed Testing Association. 2010. International Rules for Seed Testing. Ed 2010. ISTA. Zurich. Switzerland. Idjudin AA, Marwanto S. 2008. Reformasi pengelolaan lahan kering untuk mendukung swasembada pangan. J Sumberdaya Lahan 2(2): 15-125. Jones MM, Turner NC, Osmond CB. 1981. Mechanisms of drought resistance. Di dalam: Paleg LG, Aspinall D, editor. The Physiology and Biochemistry of Drought Resistance in Plants. Sydney: Academic Pr. hlm 15-37. Junaidi. 1998. Indikasi ketahanan padi gogo (Oryza sativa L.) terhadap kekeringan berdasarkan viabilitas benih dan kandungan prolin bebas [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Justice L, Bass LN. 1994. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Ed ke-2. Roesli R, penerjemah; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Terjemahan dari: Principles and Practices of Seed Storage. [KEMENTAN] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2010. Basis Data Statistik Pertanian. Departemen Pertanian RI, Jakarta. http://database.deptan.go.id [21 Mei 2010].
45
Kikuti ALP, Filho JM. 2008. Physiological potential of cauliflower seeds. Sci Agric 65(4): 374-380. Kruse M. 1999. Application of the normal distribution for testing the potential of the controlled deterioration test. Crop Sci 39: 1125-1129. Lestari EG, Mariska I. 2006. Identifikasi somaklon padi Gajahmungkur, Towuti dan IR64 tahan kekeringan menggunakan Polyethylene Glycol. Bul Agron 34(2): 71-78. Lubis E, Hermanasari R, Sunaryo, Santika A, Suparman E. 2008. Toleransi galur padi gogo terhadap cekaman abiotik. Di dalam: Prosiding Seminar Apresiasi Hasil Penelitian Padi; Sukamandi, 19-20 Nopember 2007. Sukamandi: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. hlm 725-739. Manurung SO, Ismunadji M. 1988. Morfologi dan fisiologi padi. Di dalam: Ismunadji M, Partohardjono S, Syam M, Widjono A, editor. Padi Buku 1. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm 55-102. Matsuo T, Hoshikawa K. 1993. Science of the Rice Plant. Morphology. Vol. Ke-1. Tokyo: Nosan Gyoson Bunka Kyukai (Nobunkyo). Michel BE, Kaufmann MR. 1973. The osmotic potential of polyethylene glycol 6000. Plant Physiol 51: 914-916. Miguel MVC, Filho JM. 2002. Potassium leakage and maize seed physiological potential. Sci Agric 59(2): 315-319. Modarresi R, Van Damme P. 2003. Application of the controlled deterioration test to evaluate wheat seed vigour. Seed Sci Tech 31(3): 771-775. Molphe-Balch EP, Gidekel M, Segura-Nieto M, Estrella LH, Ochoa-Alejo N. 1996. Effect of water stress on plant growth and root proteins in three cultivars of rice (Oryza sativa) with different levels of drought tolerance. Physiol Plant 96: 284-290. Powell AA, Matthews S. 2005. Toward the validation of the controlled deterioration vigour test for small seeded vegetables. Seet Testing International. ISTA news Bulletin 129: 21-24. Pugnaire, Francisco I, Serrano L, Jose Pardos. 1999. Constraints by water stress on plant growth. Di dalam: Pessarakli M, editor. Handbook of Plant and Crop Stress. New York: Marcel Dekker, Inc. hlm 271-284. Rodo AB, Filho JM. 2003. Accelerated aging and controlled deterioration for the determination of the physiological potential of onion seeds. Sci Agric 60(3): 465-469.
46
Sadjad S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Jakarta: Grasindo. Sadjad S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Sadjad S, Murniati E, Ilyas S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih Dari Komparatif Ke Simulatif. Jakarta: Grasindo. Sari M. 1994. Kemungkinan kandungan prolin bebas sebagai unit tolok ukur vigor kekuatan tumbuh terhadap kekeringan pada kecambah jagung (Zea mays L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Satria A. 2009. Pengujian toleransi kekeringan padi gogo (Oryza sativa L.) pada stadia awal pertumbuhan [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Silitonga TS, Kartowinoto S, Suardi D. 1993. Penyaringan ketahanan 500 varietas/galur padi terhadap kekeringan. Penelitian Pertanian 13(2): 52-57. Suardi D. 2002. Perakaran padi dalam hubungannya dengan toleransi tanaman terhadap kekeringan dan hasil. J Litbang Pert 21(3): 100-108. Suardi D, Abdullah B. 2003. Padi liar tetua toleran kekeringan. Bul Plasma Nutfah 9(1): 33-38. Suprihatno B, Suardi D. 2007. Kemampuan tembus akar galur-galur padi sawah generasi menengah. Di dalam: Prosiding Seminar Apresiasi Hasil Penelitian Padi; Sukamandi, 19-20 Nopember 2007. Sukamandi: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. hlm 611-616. Sutopo L. 2002. Teknologi benih. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Takahashi N. 1995. Physiology of seed germination and dormancy. Di dalam: Matsuo T, Kumazawa K, Ishii R, Ishihara K, Hirata H, editor. Science of The Rice Plant Physiology. Vol ke-2. Tokyo: Food and Agriculture Policy Research Center. hlm 35-45. Turner NC. 1979. Drought resistance and adaptation to water deficits in crop plants. Di dalam: Mussell H, Staples RC, editor. Stress Physiology in Crop Plants. New York: Wiley-Interscience. hlm 343-372. Venter A Van de. 2000. What is seed vigour?. Seed Testing International. ISTA News Bulletin 121: 12-13. Wafiroh S. 2010. Pengujian vigor benih menggunakan metode pengusangan cepat terkontrol dan korelasinya terhadap daya tumbuh dan vigor bibit wijen (Sesamum indicum L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
47
Wang YR, Yu L, Nan ZB, Liu YL. 2004. Vigor test used to rank seed lot quality and predict field emergence in four forage species. Crop Sci 44: 535-541. Widoretno W, Guhardja E, Ilyas S, Sudarsono. 2002. Efektivitas Polietilena Glikol untuk mengevaluasi tanggapan genotipe kedelai terhadap cekaman kekeringan pada fase perkecambahan. Hayati 9(2): 33-36.
48
LAMPIRAN
49
Lampiran 1. Deskripsi varietas padi Inpago 4 Nama varietas : Inpago 4 Nomor seleksi : TB490C-TB-1-2-1 Asal persilangan : Batutegi/Cigeulis/Ciherang Golongan : cere Umur tanaman : 124 hari Bentuk tanaman : tegak Tinggi tanaman : 134 cm Anakan produktif : 11 batang Warna kaki : hijau Warna batang : hijau Warna telinga daun : tidak berwarna Warna lidah daun : tidak berwarna Warna daun : hijau Muka daun : kasar Posisi daun : mendatar Daun bendera : mendatar Bentuk gabah : lonjong Warna gabah : kuning jerami Kerontokan : sedang Kerebahan : sedang Jumlah gabah per malai : 248 butir Tekstur nasi : pulen Kadar amilosa : 21% Bobot 1000 butir : 25 g Rata-rata hasil : 4.15 t/ha Potensi hasil : 6.08 t/ha Ketahanan terhadap penyakit : tahan terhadap beberapa ras penyakit blas Cekaman abiotik : toleran terhadap keracunan Al (60 ppm) Anjuran tanam : baik ditanam di lahan kering subur, lahan kering podsolik merah kuning dengan tingkat keracunan aluminium sedang Pemulia : Erwina Lubis, Aris Hairmansis, B. Kustianto, S. Suharsono, Suwarno Peneliti : Santoso, Anggiani Nasution, Husin M. Toha Teknisi : Padio, Sunaryo, Endang Suparman, A. Santika, Pantja H. Siwi Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Alasan utama dilepas : tahan beberapa ras blas, toleran Al, mutu beras baik, Dilepas tahun : 2009 Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2010
50
Lampiran 2. Deskripsi varietas padi Inpago 5 Nama varietas Nomor seleksi Asal persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Muka daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Jumlah gabah per malai Tekstur nasi Kadar amilosa Bobot 1000 butir Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan terhadap penyakit Cekaman abiotik Anjuran tanam
Pemulia Peneliti Teknisi Pengusul Alasan utama dilepas Dilepas tahun
: Inpago 5 : B11338F-TB-26 : TB177E-TB-28-D-3/B10384E-MR-1-8-3//IR6008023//TB177E-TB-28-D-3/B10386E-KN-36-2//BL245 : cere : 118 hari : tegak : 132 cm : 14 batang : hijau : tidak berwarna : tidak berwarna : tidak berwarna : hijau : kasar : miring : miring : ramping : kuning : sedang : sedang : 148 butir : sangat pulen : 18% : 26 g : 4.04 t/ha : 6.18 t/ha : tahan terhadap beberapa ras penyakit blas : toleran kekeringan, agak toleran terhadap keracunan Al (60 ppm) : baik ditanam di lahan kering subur, lahan kering podsolik merah kuning dengan tingkat keracunan aluminium sedang : Suwarno, E. Lubis, Bambang Kustianto, Aris Hairmansis, Supartopo : Anggiani Nasution, Santoso, Husin M. Toha : Sunaryo, A. Santika, E. Suparman, Subardi, Pantja H. Siwi : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi : tahan blas, toleran Al dan kekeringan, mutu beras baik, nasi sangat pulen : 2009
Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2010
51
Lampiran 3. Deskripsi varietas padi Inpago 6 Nama varietas : Inpago 6 Nomor seleksi : IR30176-B-2-MR-1 Asal persilangan : introduksi, IRAM2165/NC1281 Golongan : cere Umur tanaman : 113 hari Bentuk tanaman : tegak Tinggi tanaman : 117 cm Anakan produktif : 11 batang Warna kaki : hijau Warna batang : hijau Warna telinga daun : tidak berwarna Warna lidah daun : tidak berwarna Warna daun : hijau Muka daun : kasar Posisi daun : tegak-miring Daun bendera : tegak-miring Bentuk gabah : ramping Warna gabah : kuning jerami Kerontokan : sedang Kerebahan : tahan Jumlah gabah per malai : 135 butir Kadar amilosa : 18% Bobot 1000 butir : 25 g Rata-rata hasil : 3.9 t/ha Potensi hasil : 5.81 t/ha Ketahanan terhadap penyakit : tahan terhadap beberapa ras penyakit blas Cekaman abiotik : agak toleran terhadap keracunan Al (60 ppm) Anjuran tanam : baik ditanam di lahan kering subur, lahan kering podsolik merah kuning dengan tingkat keracunan aluminium sedang Pemulia : B. Kustianto, E. Lubis, , Aris Hairmansis, Supartopo, Suwarno Peneliti : Santoso, Anggiani Nasution, Husin M. Toha Teknisi : Sunaryo, A. Santika, Pardio, E. Suparman, Pantja H. Siwi Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Alasan utama dilepas : tahan blas, toleran Al, mutu beras baik Dilepas tahun : 2009 Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2010
52
Lampiran 4. Deskripsi varietas padi Batutegi Nama varietas : Batutegi Nomor seleksi : TB154E-TB-2 Asal persilangan : B6876B-MR-10/B6128B-TB-15 Golongan : cere Umur tanaman : 112-120 hari Bentuk tanaman : tegak Tinggi tanaman : 120-128 cm Anakan produktif : 8-12 batang Warna kaki : hijau Warna batang : hijau Warna telinga daun : tidak berwarna Warna lidah daun : tidak berwarna Warna daun : hijau Muka daun : kasar Posisi daun : tegak Daun bendera : mendatar Bentuk gabah : bulat sedang Warna gabah : kuning bersih Kerontokan : sedang Kerebahan : tahan Tekstur nasi : pulen Kadar amilosa : 22.3% Bobot 1000 butir : 25 g Rata-rata hasil : 3.0 t/ha Potensi hasil : 6.0 t/ha Ketahanan terhadap penyakit : tahan terhadap blas daun, blas leher, bercak daun coklat Cekaman lingkungan : agak toleran terhadap keracunan Al, dan bereaksi moderat terhadap kekeringan Anjuran tanam : baik dibudidayakan pada lahan kering subur dan lahan kering podsolik merah kuning (PMK) dengan tingkat keracunan aluminium sedang, dari dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl. Pemulia : E. Lubis, M. Diredja, W.S. Ardjasa, B. Kustianto dan Suwarno Teknisi : Tusrimin, Sularjo, Gusnimar dan Ade Santika Alasan utama dilepas : padi gogo, hasil tinggi, tahan blas, mutu beras baik, nasi pulen Dilepas tahun : 2001 Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2010
53
Lampiran 5. Deskripsi varietas padi Towuti Nama varietas Nomor seleksi Asal persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Muka daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Kadar amilosa Bobot 1000 butir Rata-rata hasil
: Towuti : S3385-5E-16-3-2 : S499B-28/Carreon//2*IR64 : cere : 105-115 hari : tegak : 95-100 cm : 13-15 batang : hijau : hijau : tidak berwarna : tidak berwarna : hijau : kasar sebelah bawah daun : tegak : tegak : ramping : kuning bersih : sedang : sedang : pulen : 23% : 26 g : 4.0 t/ha pada lahan kering 6.0 t/ha pada lahan sawah : 7.0 t/ha : agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan
Potensi hasil Ketahanan terhadap hama rentan biotipe 3 Ketahanan terhadap penyakit : agak tahan hawar daun bakteri strain III dan IV, dan agak tahan terhadap blas Anjuran tanam : cocok ditanam di lahan sawah, maupun lahan kering pada musim hujan. Untuk lahan kering sebaiknya tidak lebih dari 500 m dpl. Pemulia : Z.A. Simanullang, Tarjat T., Aan A. Daradjat, Ismail BP. dan E. Sumadi Alasan utama dilepas : padi gogo, tahan WBC dan virus kerdil rumput, produktivitas tinggi Dilepas tahun : 1999 Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2010
54
Lampiran 6. Deskripsi varietas padi IR20 Nama varietas : IR20/PB20 Tahun pelepasan : 1974 SK Menteri Pertanian : 28/Kpts/Um/01/1974 tanggal 28 Januari 1974 Tetua asal : Perkawinan antara IR262-24-3 dan TKM-6 Potensi hasil : 3-4 t/ha gabah kering Anakan produktif : sedang (15-20 batang) Bentuk gabah : ramping Bentuk tanaman : tegak Daun bendera : tegak Golongan : cere (indica) Kadar amilosa : 24% Kerebahan : agak tahan Kerontokan : sedang Ketahanan terhadap penyakit : toleran terhadap tungro, peka terhadap Rhizoctonia sp Muka daun : kasar No. seleksi : IR532-E-576-2 Posisi daun : tegak Rasa nasi : sedang Tinggi tanaman : 80-95 cm Umur : 120-125 hari Warna batang : hijau Warna daun : hijau tua Warna telinga daun : tidak berwarna Warna gabah : kuning kusam, ujung gabah sewarna Warna kaki : hijau Warna lidah daun : tidak berwarna Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2010
55
Lampiran 7. Gambaran kondisi viabilitas dan kadar air awal benih serta tanggal panen Varietas Inpago 4 Inpago 5 Inpago 6 Batutegi Towuti IR20
Daya Berkecambah (%) 92 89 98 97 83 98
Kadar Air (%) 12.64 12.04 12.34 12.19 12.92 12.88
Tanggal Panen 25 Agustus 2010 25 Agustus 2010 25 Agustus 2010 2 September 2010 2 September 2010 6 September 2010
Lampiran 8. Kondisi kadar air benih selama pengusangan cepat terkontrol KA Perlakuan (%) 20 22 24 26
Kadar Air (%) Sesudah PCT 20.08 ± 0.11 22.01 ± 0.23 24.03 ± 0.16 25.98 ± 0.14
Lampiran 9. Analisis ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap daya berkecambah Sumber Varietas (V) Tek. osmotik PEG 6000 (T) Kelompok VxT Galat Total terkoreksi KK = 11.26%
db 5 3 2 15 46 71
Keterangan: **) sangat nyata pada taraf 5% *) nyata pada taraf 5% tn: tidak nyata pada taraf 5%
JK 27.55 1036.47 2.53 42.59 17.63 1126.76
KT F Hit 5.51 14.37** 345.49 901.32** 1.26 3.30* 2.84 7.41** 0.38
Pr > F 0.0001 0.0001 0.0459 0.0001
56
Lampiran 10. Analisis ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap kecepatan tumbuh Sumber Varietas (V) Tek. osmotik PEG 6000 (T) Kelompok VxT Galat Total terkoreksi KK = 10.99%
db 5 3 2 15 46 71
JK 4.12 162.36 0.66 4.43 3.52 175.09
KT F Hit 0.82 10.74** 54.12 706.29** 0.33 4.32* 0.30 3.86* 0.08
Pr > F 0.0001 0.0001 0.0191 0.0002
Lampiran 11. Analisis ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap indeks vigor Sumber Varietas (V) Tek. osmotik PEG 6000 (T) Kelompok VxT Galat Total terkoreksi KK = 21.18%
db 5 3 2 15 46 71
JK 11.97 598.90 2.71 22.07 21.01 656.66
KT F Hit 2.39 5.24* 199.63 437.05** 1.35 2.96tn 1.47 3.22* 0.46
Pr > F 0.0007 0.0001 0.0615 0.0011
Lampiran 12. Analisis ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap panjang akar Sumber Varietas (V) Tek. osmotik PEG 6000 (T) Kelompok VxT Galat Total terkoreksi KK = 10.91%
db 5 3 2 15 46 71
Keterangan: **) sangat nyata pada taraf 5% *) nyata pada taraf 5% tn: tidak nyata pada taraf 5%
JK 33.70 212.27 15.41 17.23 65.47 344.08
KT 6.74 70.76 7.71 1.15 1.42
F Hit 4.74* 49.72** 5.41* 0.81tn
Pr > F 0.0014 0.0001 0.0077 0.6643
57
Lampiran 13. Analisis ragam pengaruh varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan) terhadap daya berkecambah Sumber Varietas (V) Kondisi PCT (P) Kelompok VxP Galat Total terkoreksi
db 5 11 2 55 142 215
JK 241.71 1339.45 5.87 198.14 91.83 1877.01
KT 48.34 121.77 2.94 3.60 0.65
F Hit 74.75** 188.29** 4.54* 5.57**
Pr > F 0.0001 0.0001 0.0123 0.0001
KK = 11.99% Lampiran 14. Analisis ragam pengaruh varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan) terhadap kecepatan tumbuh Sumber Varietas (V) Kondisi PCT (P) Kelompok VxP Galat Total terkoreksi
db 5 11 2 55 142 215
JK 56.39 259.23 0.55 31.13 20.20 368.50
KT 11.28 23.57 0.28 0.58 0.14
F Hit 79.27** 165.65** 1.94 tn 4.11**
Pr > F 0.0001 0.0001 0.1479 0.0001
KK = 12.43% Lampiran 15. Analisis ragam pengaruh varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan) terhadap indeks vigor Sumber Varietas (V) Kondisi PCT (P) Kelompok VxP Galat Total terkoreksi
db 5 11 2 55 142 215
JK 286.10 1317.60 9.38 156.61 122.53 1892.22
KT 57.22 119.78 4.69 119.78 0.86
F Hit 66.31** 138.81** 5.43* 3.30**
Pr > F 0.0001 0.0001 0.0053 0.0001
KK = 19.60% Lampiran 16. Analisis ragam pengaruh varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan) terhadap panjang akar Sumber Varietas (V) Kondisi PCT (P) Kelompok VxP Galat Total terkoreksi
db 5 11 2 55 142 215
JK 5.00 67.37 0.02 35.84 24.04 132.27
KK = 12.55% Keterangan: **) sangat nyata pada taraf 5% *) nyata pada taraf 5% tn: tidak nyata pada taraf 5%
KT 1.00 6.12 0.01 0.65 0.16
F Hit 5.91** 36.17** 0.06tn 3.85**
Pr > F 0.0001 0.0001 0.9424 0.0001
58
Lampiran 17. Persamaan regresi, koefisien korelasi dan koefisien determinasi antara variabel DB pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT Kondisi PCT (KA/Lama Penderaan)
Tek. osmotik PEG 6000 (-2 bar)
r
20%/24 jam 20%/48 jam 20%/72 jam 22%/24 jam 22%/48 jam 22%/72 jam 24%/24 jam 24%/48 jam 24%/72 jam 26%/24 jam 26%/48 jam 26%/72 jam
Y = 0.6364X + 26.004 Y = 0.5059X + 43.393 Y = 0.0947X + 76.655 Y = 0.3328X + 54.082 Y = 0.1555X + 71.893 Y = 0.0485X + 80.301 Y = 0.2190X + 63.855 Y = 0.0486X + 79.239 Y = 0.0257X + 80.983 Y = 0.1905X + 67.580 Y = 0.1175X + 76.535 Y = -1.3133X + 82.904
0.561* 0.703* 0.185tn 0.307tn 0.242tn 0.090tn 0.216tn 0.101tn 0.049tn 0.219tn 0.191tn -0.201tn
R2 (%)
31.5 49.5 3.4 9.5 5.8 0.8 4.7 1.0 0.0 4.8 3.6 4.0
Lampiran 18. Persamaan regresi, koefisien korelasi dan koefisien determinasi antara variabel KCT pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT Kondisi PCT (KA/Lama Penderaan)
Tek. osmotik PEG 6000 (-2 bar)
r
20%/24 jam 20%/48 jam 20%/72 jam 22%/24 jam 22%/48 jam 22%/72 jam 24%/24 jam 24%/48 jam 24%/72 jam 26%/24 jam 26%/48 jam 26%/72 jam
Y = 0.1397X + 1.4601 Y = 0.1021X + 5.9482 Y = 0.0339X + 11.910 Y = 0.0821X + 6.8736 Y = 0.0411X + 11.102 Y = 0.0171X + 13.222 Y = 0.0728X + 7.7811 Y = 0.0163X + 12.887 Y = 0.0160X + 13.337 Y = 0.0590X + 9.3288 Y = 0.0261X + 12.535 Y = -0.4337X + 14.108
0.546* 0.629* 0.294tn 0.336tn 0.283tn 0.140tn 0.318tn 0.150tn 0.135tn 0.301tn 0.188tn -0.294tn
Keterangan: **) sangat nyata pada p ≤ 0.01 *) nyata pada p ≤ 0.05 tn: tidak nyata
R2 (%)
29.8 39.5 8.6 11.3 8.0 2.0 10.1 2.2 1.8 9.1 3.5 8.6
59
Lampiran 19. Persamaan regresi, koefisien korelasi dan koefisien determinasi antara variabel IV pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT Kondisi PCT (KA/Lama Penderaan)
Tek. osmotik PEG 6000 (-2 bar)
r
20%/24 jam 20%/48 jam 20%/72 jam 22%/24 jam 22%/48 jam 22%/72 jam 24%/24 jam 24%/48 jam 24%/72 jam 26%/24 jam 26%/48 jam 26%/72 jam
Y = 0.6364X – 40.996 Y = 0.3689X – 13.304 Y = 0.3494X – 3.2218 Y = 0.5248X – 28.707 Y = 0.396X – 9.8899 Y = 0.3355X + 6.5415 Y = 0.4453X – 21.329 Y = 0.2751X + 1.9726 Y = 0.3510X + 8.1261 Y = 0.3892X – 13.881 Y = 0.3323X + 0.5618 Y = -1.259X + 15.843
0.580* 0.530* 0.705* 0.501* 0.636* 0.642* 0.454tn 0.589* 0.690* 0.463tn 0.557* -0.199tn
R2 (%)
33.7 28.1 49.7 25.1 40.5 41.2 20.6 34.7 47.6 21.5 31.0 4.0
Lampiran 20. Persamaan regresi, koefisien korelasi dan koefisien determinasi antara variabel PA pada tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar dengan VPCT Kondisi PCT (KA/Lama Penderaan)
Tek. osmotik PEG 6000 (-2 bar)
r
20%/24 jam 20%/48 jam 20%/72 jam 22%/24 jam 22%/48 jam 22%/72 jam 24%/24 jam 24%/48 jam 24%/72 jam 26%/24 jam 26%/48 jam 26%/72 jam
Y = 0.0409X + 8.4577 Y = 0.0470X + 8.4803 Y = 0.0086X + 11.583 Y = 0.0382X + 8.8734 Y = 0.0243X + 10.520 Y = 0.0075X + 11.840 Y = 0.0047X + 11.643 Y = 0.0106X + 11.537 Y = 0.0079X + 11.874 Y = 0.0187X + 10.654 Y = 0.0293X + 10.793 Y = -0.0255X + 12.045
0.368tn 0.669* 0.171tn 0.361tn 0.387tn 0.142tn 0.047tn 0.224tn 0.154tn 0.221tn 0.486* -0.040tn
Keterangan: **) sangat nyata pada p ≤ 0.01 *) nyata pada p ≤ 0.05 tn: tidak berbeda nyata
R2 (%)
13.6 44.7 2.9 13.0 15.0 2.0 0.2 5.0 2.4 4.9 23.6 0.2