I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 104.000 km serta memiliki 17.504 pulau. Wilayah laut Indonesia membentang luas terdiri dari luas laut teritorial 284.210,9 km2, wilayah zona ekonomi eksklusif sebesar 2.981.211 km2 serta luas laut 12 mil sekitar 279.322 km2. Negara kepulauan Indonesia yang terletak diantara dua benua Asia dan Australia serta berada di antara dua yaitu Samudra Pasifik dan Hindia memiliki banyak potensi unggulan yang sangat strategis ditinjau dari berbagai sudut kepentingan. Disamping itu, Indonesia yang dikenal juga sebagai negara perairan atau maritim, jika dilihat dari sisi wilayah yang begitu luas sangatlah potensial untuk menggali sumberdaya perairan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki banyak potensi pengembangan di sektor kelautan. Oleh sebab itu, wilayah pesisir dan lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia. Tabel 1. Luas Lautan Indonesia
No. Rincian - Item Luas Daratan Indonesia - Total Indonesia's Waters 1 2
Luas Lautan Indonesia – Total Indonesia’s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c. Luas Laut 12 Mil
3
Panjang Garis Pantai Indonesia – Coast Line of Indonesia Jumlah Pulau – Number of Island
4 5
6 7 8
Pulau yang Telah Diverifikasi – The Verification Island a. Pulau Berpenduduk – Citizen b. Pulau Tidak Berpenduduk – Uncitizen Jumlah Pulau yang Sudah Didaftarkan ke PBB – Number of United Nations Listed Island Jumlah Kabupaten/Kota – Number of Regency/City Jumlah Kabupaten/Kota Pesisir – Number of Coastal Regency/City
Nilai - Value 1.910.931,32 Km2 (Kemendagri, Mei 2010) 281.210,90 Km2 2.981.211,00 Km2 279.322,00 Km2 (UNCLOS 1982) 104.000,00 Km (Bakosurtanal, 2006) 17.504 pulau 1) (Kemendagri, 2008) 13.466 pulau 1.659 pulau 11.807 pulau 4.981 pulau 497 kab/kota 324 kab (Kemendagri, Mei 2010)
1)
; 24 Pulau tenggelam pada tahun 2005-2007 – 24 Islands were sink at 2005-2007 Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), 2010
1
Salah satu bidang budidaya perairan (aquaculture) yang berkembang dewasa ini adalah budidaya rumput laut (seaweed culture) terutama budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Indonesia memiliki potensi areal budidaya rumput laut seluas 1,2 juta Ha, dengan potensi produksi rumput laut kering ratarata 16 ton per Ha. Apabila seluruh lahan bisa dimanfaatkan maka akan dapat dicapai 17.774.400 ton per tahun dengan harga Rp.4,5 juta per ton. Dengan kisaran jumlah produksi dan tingkat harga tersebut maka akan diperoleh nilai Rp.79,984 triliun (BEI News Maret-April 2005). Rumput laut merupakan salah satu komoditi unggulan hasil perikanan. Komoditas ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena permintaan pasarnya semakin meningkat. Terdapat enam jenis rumput laut yang tumbuh di perairan Indonesia diantaranya adalah Gracillaria, Gelidium, Eucheuma, Hypnea, Sargassum, dan Turbinaria. Sedangkan jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah Eucheuma sp. dan Gracillaria sp. Di samping karena potensial dibudidayakan pada hampir seluruh wilayah perairan Indonesia, komoditas ini juga memiliki pangsa pasar yang cukup tinggi dikarenakan sebagian besar produksi rumput laut diekspor dalam bentuk gelondongan kering. Oleh sebab itu, terlihat bahwa masih terbuka lebar peluang usaha budidaya dan investasi pemrosesan rumput laut. Peluang usaha tersebut semakin besar sejalan dengan perkembangan permintaan rumput laut dunia yang meningkat rata-rata 510 persen per tahun. Dewasa ini, permintaan rumput laut yang ditujukan kepada eksportir Indonesia diindikasikan sudah mencapai 48.000 ton rumput laut kering per tahun (World Bank Report 2006). Disamping itu, rumput luat menjadi salah satu komoditas utama perikanan yang
mendapatkan program revitalisasi. Hal tersebut dikarenakan komoditas
rumput laut memiliki peluang ekspor yang terbuka luas sehingga dapat dijadikan salah satu sumber devisa yang berasal dari ekspor hasil perikanan. Selain itu, beberapa keunggulan lain yang dimiliki komoditas ini diantaranya harga yang relatif stabil, belum adanya kuota perdagangan bagi rumput laut, teknologi pembudidaya yang digunakan masih sangat sederhana sehingga mudah untuk dikuasai, siklus pembudidaya yang relatif singkat sehingga perputaran keuntungan terjadi dengan cepat, kebutuhan modal relatif kecil, termasuk komoditas yang
2
tidak tergantikan karena tidak memiliki produk sintesisnya dan tergolong usaha padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja (Departemen Kelautan dan Perikanan 2008). Produksi rumput laut Indonesia yang tumbuh di daerah tropis merupakan produksi terbesar di dunia. Kontribusi Indonesia dalam bahan baku juga telah diakui internasional. Hal tersebut karena Indonesia memiliki wilayah potensial penghasil budidaya dan produksi rumput laut jenis Eucheuma sp. dan Gracillaria sp. Sejak tahun 2005, Indonesia telah menjadi penghasil rumput laut terbesar dengan jumlah produksi rumput laut basah setiap tahun yang terus meningkat. Berdasarkan Data Statistik Perikanan Budidaya, pada tahun 2007 sampai dengan 2008 terjadi peningkatan sebesar 24 persen sedangkan pada tahun 2009 terjadi peningkatan sebesar 32,8 persen. Tiga daerah penghasil rumput laut terbesar adalah Sulawesi Selatan dengan total produksi rumput laut basah sebesar 774.026 ton, Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 713.562 ton dan Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan total produksi sebesar 498.422 ton (Statistika Perikanan Budidaya 2009). Tabel 2. Produksi Rumput Laut Nasional
Produksi (Ton) Tahun E.Cottonii Gracilaria Total Basah 2001 212.478 212.478 2002 223.080 223.080 2003 231.927 231.927 2004 397.964 44.253 410.570 2005 866.383 33.321 910.636 2006 1.341.141 242.821 1.374.462 2007 1.485.654 242.281 1.728.475 2008 1.937.591 207.470 2.145.061 2009 2.791.688 171.868 2.936.556 2010 3.399.436 515.581 3.915.556 2011 3.497.920 664.812 4.162.732
Total Kering 21.247 22.308 23.192 41.057 91.063 137.446 172.847 214.506 296.355 391.501 416.272
Perkembangan (%) 4,99 3,96 77,03 121,80 50,93 25,76 24,10 38,16 32,10 6,33
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan, 2012 (diolah)
Saat ini, Indonesia sebagai negara penghasil rumput laut terbesar di dunia. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 2 bahwa jumlah produksi rumput laut Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Produksi rumput laut kering E.Cottonii merupakan produksi rumput laut unggulan sebagai komoditas ekspor 3
hasil perikanan. Pada tahun 2002, Indonesia mampu memproduksi rumput laut kering jenis E.Cottonii sebesar 4,99 persen. Pada tahun 2005, terjadi peningkatan produksi rumput laut kering Indonesia menjadi 121,80 persen. Terlihat bahwa perkembangan produksi rumput laut kering E.Cottonii mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Dewasa ini, komoditas rumput laut jenis E.Cottonii juga menjadi kebutuhan di pasar global. Besarnya peluang sumberdaya perikanan ini sangat berpotensi untuk dimanfaatkan serta dikembangkan untuk ekspor. Hal tersebut dikarenakan permintaan rumput laut Indonesia dipengaruhi oleh permintaan dari para pengguna rumput laut tersebut, diantaranya
industri-industri
makanan,
obat-obatan
dan
bahan
polimer.
Perkembangan ekspor rumput laut menurut jumlah dan nilainya dapat disajikan seperti berikut ini (Anang Nugroho 2006). Tabel 3. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Rumput Laut Indonesia, 2001 – 2005
Tahun
2001 2002 2003 2004 2005
Volume
Harga (US$/Kg)
Nilai
Jumlah (ton)
Perkembangan (%)
Jumlah (US$ 1000)
Perkembangan (%)
27.874 28.560 40.162 51.011 63.020
2,46 40,62 27,01 23,54
17,230 15,785 20,511 25,296 39,970
-8,39 29,94 23,33 58,01
0,618139 0,552696 0,510707 0,495893 0,634243
Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap DKP RI, 2006
Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa dalam kurun waktu empat tahun perkembangan volume ekspor yang terjadi yaitu 27.874 ton pada tahun 2001 menjadi 63.020 ton pada tahun 2005 atau rata-rata 25,21 persen per tahun. Dari tabel tersebut diketahui pula bahwa selama empat tahun rata-rata perkembangan nilai ekspor yang dicapai sebesar $22,749,000 dari 15,785,000 US$ menjadi 39,970,000 US$ atau rata-rata 26,39 persen. Perkembangan volume dan nilai ekspor rumput laut yang demikian tinggi mencerminkan adanya peluang besar di pasar internasional. Meningkatnya ekspor rumput laut Indonesia secara total yang terjadi setiap tahun hampir diseluruh negara tujuan ekspor. Pertumbuhan serta perkembangan volume ekspor rumput laut Indonesia ditunjukkan pada tabel berikut. 4
Tabel 4. Trend Pertumbuhan dan Perkembangan Volume Ekspor Rumput Laut Berdasarkan Negara Tujuan Utama, 2004-2008 No.
Negara
2004
2005
2006
2007
2008
Kenaikan rata-rata (%)
TOTAL (kg) 1 China
51.010.828
69.264.256
95.588.055
94.073.398
99.948.576
19,61
13.784.961
24.926.415
35.834.441
23.318.145
43.620.103
44,18
2
5.301.542
8.060.284
11.145.030
10.878.315
17.908.449
38,13
Filipina
3
Vietnam
81.861
364.949
4.135.009
10.140.303
8.252.129
376,37
4
Hongkong
9.214.038
8.384.605
15.673.859
20.890.153
7.070.165
11,26
5
1.152.000
5.142.814
3.842.918
5.421.272
5.613.115
91,44
6
Korea Selatan Perancis
1.574.550
2.918.973
603.8
2.191.839
3.182.022
78,56
7
Chilli
2.360.842
1.696.737
2.841.939
3.498.999
2.323.091
7,22
8
Denmark
6.294.242
3.754.053
2.125.044
2.098.109
1.868.980
-23,98
9 10
1.749.844 395.469
1.064.750 831.636
5.750.878 848.179
2.453.907 670.5
1.512.607 1.305.900
76,32 46,52
11
USA U. Kingdom Spain
4.716.190
4.735.984
4.430.991
4.492.961
1.269.254
-19,09
12 13
Brazilia Malaysia
917 320.628
1.542.899 142.71
1.258.884 1.235.295
1.600.000 1.091.045
1.200.000 1.167.990
12,99 176,37
14
Lainnya
3.147.661
5.697.447
5.861.788
5.327.850
3.654.771
10,84
Sumber: Statistika Ekspor Hasil Perikanan, Ditjenkan Budidaya, 2008 (diolah)
Berdasarkan tabel 4, terlihat bahwa volume ekspor rumput laut Indonesia mengalami kenaikan secara total. Dari ke-13 negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia terlihat bahwa volume ekspor ke negara Vietnam, Malaysia, Korea Selatan, Perancis dan USA mengalami lonjakan yang sangat tinggi. Kenaikan rata-rata dari masing-masing negara per tahunnya adalah 376,37 persen, 176,37 persen, 91,44 persen, 78,56 persen dan 76,32 persen. Namun demikian, selama tahun 2008 aktivitas volume ekspor rumput laut dari Indonesia terbanyak diterima oleh negara China yang mencapai 43,64 persen atau 43.620 ton. Sedangkan posisi Filipina mencapai 17,91 persen atau 17.908 ton dan ketiga negara Vietnam yang mencapai 8,25 persen atau 8.252 ton serta ke empat negara Hongkong yang mencapai 7,05 persen atau 7.070 ton. Negara lainnya hanya mencapai di bawah enam persen1.
1 Surono A et al. 2009. Profil Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dan Direktorat Produksi. Departemen Kelautan dan Perikanan. Hlm 134
5
Disamping itu, komoditas rumput laut juga merupakan salah satu sumber devisa bagi negara Indonesia. Perkembangan perolehan devisa bagi negara Indonesia dari berbagai negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia secara total terus mengalami peningkatan. Tabel 5. Nilai Ekspor Rumput Laut Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan Utama, 2004-2008 No.
Negara
2004
2005
2006
2007
2008
Kenaikan rata-rata (%/Tahun)
TOTAL (USD)
25.296.399
1
China
4.009.975
35.555.019
49.586.226
57.522.350
110.153.291
46,88
7.613.157
12.875.745
11.179.508
35.232.665
90,24
2 3 4
Filipina Korea Selatan UK
3.369.852 609.8
4.292.043 2.929.958
6.051.665 2.281.217
7.079.870 3.403.714
27.896.221 7.576.668
94,84 132,54
5 6 7
Chilli Vietnam Perancis
451.285
1.851.393
2.416.430
2.025.140
6.207.770
132,78
674.362 486.489 296.72
659.324 190.593 804.806
1.444.778 1.402.831 549.1
2.228.655 3.182.134 1.243.178
5.262.347 3.475.359 2.980.345
76,82 177,82 101,40
8
Jepang
1.945.127
2.304.881
3.617.251
4.089.730
2.946.034
15,13
9 10 11 12
USA Belgia Hongkong Jerman
1.397.127 350.15 2.659.315 505.05
1.296.057 385.665 2.260.763 1.140.947
3.843.031 819.6 4.606.241 811.71
3.016.979 475.68 8.037.027 905.222
2.562.763 2.437.080 2.017.549 1.951.195
38,17 123,26 22,09 56,03
13
Singapura
14
Lainnya
147.014
833.526
664.469
1.899.105
1.843.972
157,40
8.393.397
8.991.906
8.202.158
8.756.408
7.763.323
-1,56
Sumber: Statistika Hasil Ekspor Perikanan Budidaya, 2008 (diolah)
Tabel 5 menunjukkan telah terjadi peningkatan secara total terhadap nilai ekspor (USD) rumput laut kering Indonesia selama kurun waktu lima tahun terakhir. Kenaikan rata-rata per tahun dari lima negara penyumbang terbesar perolehan devisa bagi negara Indonesia berasal dari negara Vietnam, Singapura, United Kingdom (UK), Korea Selatan dan Belgia. Masing-masing negara mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 177,82 persen, 157,40 persen, 132,78 persen, 132,54 persen dan 123,26 persen. Namun demikian, selama tahun 2008 negara terbesar yang memberikan kontribusi terhadap perolehan devisa bagi Indonesia adalah negara China. Berdasarkan nilai ekspor rumput laut kering, Indonesia memperoleh sebesar USD 35,23 juta atau 31,98 persen dari negara China. Kemudian disusul oleh negara Filipina hingga mencapai USD 27,89 juta atau 25,32 persen. Selanjutnya negara
6
Korea Selatan dan United Kingdom (UK) dengan perolehan nilai USD 7,57 juta atau 6,87 persen dan USD 5,26 juta atau 4,77 persen2. Melihat luasnya kawasan laut Indonesia yang dapat ditanami komoditas rumput laut merupakan salah satu upaya dalam pengembangan sub sektor budidaya dan produksi perikanan. Disamping itu, berdasarkan data-data aktual yang ada, perkembangan ekspor rumput yang terjadi dalam kurun waktu terakhir ini merupakan salah satu kondisi yang dapat dimanfaatkan sebagai peluang yang berpotensi untuk meningkatkan ekspor rumput laut Indonesia. Hingga akhir tahun 2011, ekspor rumput laut Indonesia meningkat menjadi 160.948 ton dengan permintaan terhadap penawaran volume ekspor terbesar berasal dari negara China sebesar 101.231.000 kg. Dengan didukung berdasarkan data tersebut, dapat menunjukkan bahwa negara China merupakan negara terbesar pengimpor rumput laut kering dunia. Oleh sebab itu, hal tersebut perlu digali lebih dalam sehingga eksistensi dari komoditas rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai pemenuhan kebutuhan kegiatan ekonomi.
2
Ibid, Hlm 135
7
1.2. Perumusan Masalah Rumput laut merupakan salah satu komoditas yang sejak sepuluh tahun terakhir ini marak dibudidayakan masyarakat pesisir pantai. Dimulai dari pesisir pantai Sulawesi Selatan hingga sekarang hampir di setiap kepulauan di Indonesia sudah membudidayakannya. Hal tersebut dikarenakan sektor komoditas sumberdaya perikanan ini terus mengalami peningkatan pemanfaatannya. Selain karena nilai manfaat yang besar untuk berbagai industri, pembudidayanya yang mudah dan cepat juga menjadikan rumput laut menjadi komoditas primadona. Berdasarkan FAO dalam (Rajagukguk 2009), Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam hal produksi rumput laut di dunia pada tahun 2006. Tahun 2010, Indonesia telah memenuhi target yang ditetapkannya untuk menjadi peringkat pertama dalam pengadaan rumput laut kering di dunia. Sebagai pemasok utama rumput laut kering jenis unggulan Eucheuma cottonii, Indonesia mampu mengekspor sekitar 80 persen hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan dunia. Salah satu negara tujuan ekspor terbesar adalah negara China. Hingga saat ini, sekitar 58 persen rumput laut kering Indonesia diserap oleh pasar ekspor khususnya pasar China. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki peluang dan potensi yang sangat besar dalam pemanfaatan rumput laut Indonesia. Dengan meningkatnya ekspor rumput laut Indonesia serta didukung adanya isu-isu yang menglobal mengenai ekspor komoditas unggulan saat ini, maka dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor rumput laut kering Indonesia ke negara China? 2. Bagaimana perkembangan dan proyeksi trend volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: 1.
Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China.
2.
Mengkaji dan merumuskan proyeksi trend volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China lima tahun mendatang. 8
1.4. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik bagi penulis maupun pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan, mengembangkan, mengimplementasikan ilmu yang telah dipelajar, serta menjadi sarana informasi dan edukasi untuk penelitian selanjutnya. 2. Sebagai referensi dan informasi bagi penelitian serupa di masa yang akan datang dan dapat menambah perbendaharaan pustaka di bidang internasional (ekspor). 3. Bagi pemerintah dan asosiasi atau lembaga perdagangan internasional rumput laut khususnya negara China sebagai pembuat keputusan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ekspor rumput laut. 4. Bagi akademisi, penelitian ini berguna sebagai sumber informasi atau rujukan untuk menganalisis masalah yang sama. 1.5. Ruang Lingkup Kajian dari penelitian ini memfokuskan pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor rumput laut Indonesia dengan kode HS 121220100 tanpa mengikutsertakan hasil olahan ataupun produk olahan yang lebih spesifik seperti agar-agar, alginat, carrageenan (karaginan), pupuk, makanan ternak, yodium dan lainnya. Negara tujuan ekspor rumput laut kering Indonesia yang digunakan pada penelitian ini adalah negara China. Disamping itu, ketersediaan data akurat yang telah didokumentasikan oleh BPS, Dinas Kementrian Kelautan dan Perikanan, UN Comtrade, Buku Statistika Hasil Ekspor Perikanan serta pihak lain yang terkait sebagai sumber informasi sehingga mencapai data yang up to date yaitu sampai dengan akhir tahun 2011. Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. Adapun variabel-variabel yang digunakan diantaranya jumlah produksi rumput laut Indonesia, nilai tukar riil, harga ekspor rumput laut ke China, dummy revitalisasi,
9
volume ekspor rumput laut Indonesia, dan GDP China. Selain itu, penelitan ini juga bertujuan untuk merumuskan serta mengkaji kondisi perkembangan dan proyeksi (forecasting) trend volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China dengan menggunakan alat analisis trend. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dengan runtun waktu tahun (time series) 1999-2011.
10