1
I. PENDAHULUAN
1.1. 1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang
me me melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian mee m merupakan sektor yang penting dalam memacu pertumbuhan dan pembangunan ekko eekonomi k masyarakat. Sebagai negara agraris Indonesia mempunyai peluang yang bes dalam mengembangkan ekspor produk pertanian khususnya komoditas dari be besar su ssubsektor uub perkebunan. Pada tahun 2009, komoditas subsektor perkebunan yang m me menjadi andalan ekspor Indonesia berdasarkan urutan nilai ekspornya yaitu: (1) kelapa kke el sawit, (2) karet, (3) kakao, (4) kopi, (5) tembakau, (6) kelapa, (7) teh hijau, (8) lada, (9) pinang, (10) tebu, (11) kapas, dan (12) cengkeh (Kementerian (8 (8) Peer P Pertanian, 2010). Komoditas tersebut memberikan kontribusi dalam hal devisa neg negara dan merupakan sektor penggerak ekonomi masyarakat di daerah sentra pro produksi komoditas perkebunan tersebut (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan An Aneka Tanaman Industri, 2007). Salah satu tanaman subsektor perkebunan yang potensial dikembangkan seeb seb sebagai tanaman ekspor adalah lada. Lada (Piper nigrum L.) disebut sabagai raja ddaal a dalam kelompok rempah (King of Spices), kegunaan yang sangat khas dan tidak ddi ig digantikan dengan rempah lain. Walaupun komoditas lada menempati urutan ke dde el delapan sebagai penyumbang devisa negara, namun komoditas ini sangat berperan ppe en penting dalam perekonomian Indonesia. Secara ekonomi, lada merupakan sumber ppe en pendapatan petani dan devisa negara non - migas. Periode waktu tahun 2006 20 00 devisa yang diterima negara sebesar US $ 535 juta per tahun, dengan nilai 2009
2
ekspor tertinggi mencapai US $ 186 juta pada tahun 2008 dan terendah pada tahun eks 2006 sebesar US $ 77 juta ( Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010). Secara sosial, 200 lada merupakan komoditas tradisional yang telah dibudidayakan sejak lama dan lad aktivitas usahanya menjadi penyedia lapangan kerja yang cukup luas terutama di akt daerah sentra produksi. Pada tahun 2010 dari total luas perkebunan lada sebesar dae da 186 296 hektar, atau 99.99 persen merupakan perkebunan rakyat yang melibatkan 18 186 328 060 Kepala Keluarga petani (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010). seeek ssekitar Lada di pasaran dunia diproduksi oleh 11 negara utama penghasil lada yaai Brazilia, India, Indonesia, Malaysia, Sri Lanka, Vietnam, China, Thailand, yyaitu Madagaskar, Kamboja dan Equador (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007). M a Dalam kurun waktu 5 tahun antara 2006 - 2010, pertumbuhan produksi lada dunia Daa D tela mengalami fluktuasi dengan trend meningkat sekitar 0.084 persen per tahun. te telah Prro P Produksi lada dunia mencapai angka tertinggi tahun 2009 sebesar 344 912 ton dan teer tterendah tahun 2007 sebesar 316 027 ton. Selama periode tersebut lada Indonesia mampu memasok 16 persen per tahun, jauh lebih rendah jika dibandingkan ma den dengan Vietnam sebesar 32 persen, diikuti dengan India dan Brazil sebesar 16 dan 12 persen. Perkembangan produksi cukup pesat, diikuti pula dengan ekspor lada
Produksi P Pr rod odu ukksi si (Ton) (Ton (T on)
Ind Indonesia dalam perdagangan lada dunia, ditunjukkan pada Gambar 1. 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 2006 Dunia
Vietnam
2007 Indonesia
Tahun Brazil
2008 India
2009 Malaysia
2010 Srilanka
Others
Sumber Su S um : International Pepper Community, 2011.
Gambar Ga G a 1. Perkembangan Ekspor Lada Hitam dan Putih oleh Negera-Negara Produsen, Tahun 2006 - 2010
3
Berdasarkan Gambar 1, ekspor lada Indonesia menempati posisi kedua setelah Vietnam. Pada tahun 2010 Indonesia hanya mampu memasok 24 persen set dari kebutuhan dunia, sementara Vietnam sebesar 43 persen. Hal ini menunjukkan dar bahwa telah terjadinya persaingan antar negara pengekspor lada didunia. bah Ketatnya persaingan ini dapat dilihat dari perkembangan produksi lada negara Ke K e ppe en pengekspor seperti Brazilia yang merupakan negara dengan produksi lada yang hampir hha am mendekati produksi lada Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Selain sebagai produsen lada hitam, Indonesia juga sebagai produsen lada putih ppu ut dunia. Pada awal tahun 2000-an, Indonesia merupakan negara pengekspor lada lla ad putih terbesar di dunia. Akan tetapi, terus menurun dalam dekade terakhir dan dda an kalah jika dibandingkan dengan Cina, bahkan dengan Vietnam yang pada aaw w awalnya tidak terlalu fokus pada komoditas ini. Perkembangan ekspor beberapa nne eg penghasil lada putih dapat dilihat pada Gambar 2. negara 50 5 0 50000 45000 45
Produksi Prod Pr oduk od uksi uk si (Ton) (To (To Ton) n)
40000 40 35 35000 30 30000 25 25000 20 20000 15 15000 10 1 0 10000 5 5000 0 2000
2001
Dunia
2002 Indonesia
2003
2004
vietnam
2005 2006 Tahun Malaysia
2007 Brazil
2008 India
2009
2010
China
Sumber: International Pepper Community, 2011. Su S u Gambar 2. Perkembangan Ekspor Beberapa Negara Produsen Lada Putih Dunia, Ga G a Tahun 2000 - 2010
4
Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa peran lada putih Indonesia di pasar Internasional sebagai pemasok utama sejak kebutuhan lada putih dunia Int menghadapi persaingan terutama Vietnam. Pada tahun 2000-an kontribusi lada me putih Indonesia sebesar 90 persen dari total dunia dan selanjutnya menurun put bahkan pada tahun 2009 dan tahun 2010 berturut - turut sebesar 26.8 persen dan bba ah 228 8 persen jauh lebih rendah dibandingkan Vietnam secara berturut - turut sebesar 52.6 552 2 dan 50 persen.
Hal ini disebabkan sejak tahun 2003, Vietnam sudah
memulai mengekspor lada putih. Selama satu dekade terakhir produksi lada putih me m e Indonesia mengalami penurunan produksi sebesar 5.2 persen per tahun, sementara IIn nd Vietnam mengalami peningkatan produksi rata-rata sebesar 46 persen per tahun. Vi V ie Kondisi ini diperburuk dengan semakin berkurangnya areal tanam lada dda an digantikan dengan tanaman lain seperti kelapa sawit dan karet, yang dianggap dan ool le petani lebih menguntungkan dan aktivitas usahatani yang masih tradisional oleh me m e menyebabkan produksi lada cenderung semakin turun. Kecenderungan penurunan produksi, penurunan luas lahan dan produktivitas dapat dilihat pada Tabel 1. pro Ta Tabel 1. Perkembangan Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Lada Hitam dan Putih di Indonesia, Tahun 2004 - 2010 Tahun
Luas Areal (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010*
201484 191992 192604 189054 183 082 185 941 186 294
77008 78328 77533 74131 80 420 82 834 84 218
0.662 0.688 0.668 0.656 0.702 0.729 0.723
Sumber Keterangan
: Kementerian Pertanian, 2010. : * Angka Sementara
Tabel 1 menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan luas areal lada, yang ddi is disebabkan oleh serangan hama dan penyakit (busuk pangkal batang), adanya
5
konversi pertanaman dari tanaman lada ke tanaman yang dianggap lebih kon menguntungkan, adanya konversi lahan lada menjadi usaha pertambangan baik me tambang timah maupun batubara (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007). Sejalan tam dengan penurunan luas areal, produksi lada juga mengalami penurunan dalam den setiap tahunnya, namun pada tahun 2008 produksi lada mengalami peningkatan set se seb se sebesar 2-3 persen. Dari sisi produktivitas perkembangan dari tahun ke tahun dan cenderung mengalami peningkatan, kisaran produktivitas sebesar beer bberfluktuasi e 0..7 00.7 .7 – 0.75 ton per hektar, sementara produktivitas lada negara pesaing seperti Vietnam sebesar 2 ton per hektar bahkan sampai 3 ton per hektar (Wahyudi, Viie V Brazil sebesar 1.4 ton per hektar, Malaysia sebesar 1.69 ton per hektar dan 20 22010), 0 China Chh sebesar 1.29 ton per hektar.1 C Fenomena diatas menunjukan bahwa ada permasalahan dalam sistem aag gr agribisnis lada di Indonesia, dalam subsistem hulu, harga input dan sarana produksi pertanian cenderung masih sangat mahal. Dalam subsistem on farm, ppr ro sebagian besar aktivitasnya masih dilakukan secara tradisional dan turun temurun, seb sed sedangkan dalam subsistem off farm, terdapat masalah kurangnya diversifikasi pro produk lada putih Indonesia dibandingkan dari negara lain. Selain itu, dukungan per permodalan merupakan masalah utama yang dihadapi oleh sebagian besar petani llada la ad (Kemala, 2007; Juhono, 2007). Kondisi ini juga diperburuk dengan fluktuasi harga hha ar lada, hal tersebut menyebabkan intensitas pemeliharaan pertanaman lada menjadi rendah, sehingga rentan terhadap serangan hama dan patogen penyakit. me m e Se S eb Sebagai akibatnya produktivitas tanaman lada menjadi rendah berdampak pada kke eu keuntungan petani.
1
IInternational In n Pepper Community, 2011 (diolah)
6
Sebenarnya usahatani lada akan menguntungkan apabila dikelola dengan baik, sehingga akan memperkecil risiko dan meningkatkan keuntungan. Risiko bai yang dihadapi adalah ancaman kerusakan karena perubahan iklim yang tidak yan menguntungkan, serangan hama dan penyakit, adanya fluktuasi harga lada yang me cukup ccu uk tajam. Peningkatan pendapatan dapat dilakukan dengan cara melakukan eef fi efisiensi usahatani dan meningkatkan mutu hasil. Budidaya lada putih secara tradisional seperti saat ini tidak dapat mengurangi risiko maupun memperbesar ttr ra peluang pasar, oleh sebab itu harus diperbaiki sesuai dengan budidaya anjuran ppe el yang yya an bersifat ramah lingkungan dan berkesinambungan (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri, 2007). Ta T a Berkembangnya perdagangan lada
ditandai
dengan meningkatnya
ppe er permintaan lada oleh negara - negara konsumen dan perkembangan konsumsi ddu un yang semakin cepat. Bila pada tahun 2000 konsumsi lada dunia mencapai dunia 116 6 ribu ton, maka pada tahun 2006 meningkat menjadi 212 ribu ton. Permintaan 168 dunia terhadap komoditas lada setiap tahunnya antara 250 - 300 ribu ton dun (In (International Pepper Community, 2007). Pada tahun 2010 terjadi peningkatan per permintaan lada oleh negara importir dunia sebesar 308 154 ton (International Pep Pepper Community, 2011). Peningkatan konsumsi dunia terhadap lada disebabkan oleh penggunaan dda an pemanfaatan lada yang luas dalam bentuk produk utama dan produk turunan, dan me m e meliputi pengunaan untuk kebutuhan konsumsi rumahtangga, unit usaha, dan uun nt industri. Pada negara maju dengan tingkat perkembangan industri makanan untuk yya an tinggi seperti Amerika, Jerman, Perancis, dan Jepang, konsumsi lada yang m e menunjukkan jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan negara yang sedang
7
berkembang. Oleh karena itu, peningkatan pendapatan per kapita diduga menjadi ber faktor yang mempercepat pertumbuhan industri disuatu negara, termasuk industri fak makanan. Pertumbuhan inilah yang akan mendorong laju permintaan terhadap ma lada, sebagai salah satu komponen penting dalam industri makanan. lad Intensitas perdagangan internasional yang semakin meningkat menjadikan prro pproduktivitas, efisiensi dan daya saing semakin penting untuk diperhatikan. tidak akan mampu bersaing dalam persaingan global, baik di pasar Innd IIndonesia n maupun di pasar domestik tanpa membangun ketiga hal tersebut Innt IInternasional Selain itu persyaratan yang diminta negara konsumen semakin ketat diia ddiatas. dalam hal jaminan mutu, aspek kebersihan dan kesehatan. Kontaminasi teer tterutama mikroorganisme merupakan salah satu isu terutama dalam keamanan produk mii m ( pa (p (pangan) selain kontaminasi aflatoksin dan residu pestisida (Nurdjannah, 2006). Peem P Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian telah mengupayakan standar m mu mutu hasil lada dengan menerbitkan standar mutu lada putih yaitu SNI 01-00041995 seperti yang terlihat pada Lampiran1. 199 Dalam rangka menghadapi situasi perdagangan bebas yang semakin kom kompetitif dan untuk memenuhi tuntutan negara konsumen, maka perlu dilakukan lan langkah - langkah perbaikan teknik budidaya dan pengolahan untuk meningkatkan prro pproduktivitas, efisiensi, mutu hasil dan aspek kebersihan produk. Menghadapi keea kkeadaan tersebut di atas, keterpaduan antara teknologi budidaya dan pengolahan haas perlu ditingkatkan karena mutu produk tidak saja ditentukan oleh hhasil pen pe pengolahan tetapi juga oleh faktor budidaya atau kondisi pertanaman. Untuk itu peningkatan daya saing lada Indonesia sangat tergantung pada peer pperbaikan pengembangan agribisnis lada. Salah satu program pemerintah dalam
8
pengembangan agribisnis lada di Indonesia adalah revitalisasi perkebunan lada pen dalam kegiatan rehabilitasi atau perluasan lada, yang bertujuan untuk dal meningkatkan produksi dan produktivitas lada sebagai andalan ekspor nasional, me meningkatkan pendapatan petani lada yang sekaligus mempercepat pengurangan me kemiskinan khususnya didaerah sentra produksi lada (Direktorat Jenderal tiin ttingkat Peer P Perkebunan, 2009).
Berdasarkan penjelasan diatas maka pentingnya untuk
mengkaji tentang kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan peningkatan mee m dan daya saing lada putih. keeu kkeuntungan e
1.2. 1.2 1.
Perumusan Masalah Provinsi Bangka Belitung merupakan daerah produsen lada putih terbesar
ddii Indonesia selain daerah Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan See S Selatan, Sulawesi Tenggara dan Kalimatan Tengah. Berdasarkan data Direktorat Jeen JJenderal Perkebunan (2010), sampai saat ini Bangka Belitung merupakan provinsi yan yang memiliki areal lada terluas kedua di Indonesia setelah Provinsi Lampung, dan merupakan produsen lada putih (white pepper) paling besar di Indonesia (Ed (Edizal,1998). Lada putih produksi Provinsi Bangka Belitung, telah dikenal luas di pasar lada putih dunia dengan nama Muntok White Pepper. Penamaan Muntok Whh W White Pepper ini salah satunya, disebabkan karena lada putih dari Bangka B Be Belitung, pertama kali diperdagangkan secara internasional melalui pelabuhan M Mu Muntok di Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat (Ginting, 2010). Berdasarkan laporan studi lapangan Kurniawati (2009) dalam Ginting 220 0 2010, sebagai komoditas ekspor, lada putih berkontribusi terhadap pendapatan dae da daerah Provinsi Bangka Belitung,sampai akhir tahun 90-an pasokan lada putih ddaar Bangka Belitung di pasar dunia dapat mencapai 60-80 persen. Pada tahun dari
9
2009, nilai ekspor lada putih provinsi Bangka Belitung sebesar US $ 26 228 200 153.71 (BPS Provinsi Bangka Belitung, 2010) atau sekitar 40 persen dari total 153 produksinya. pro Selain menjadi sumber pendapatan daerah dan petani lada putih sendiri, lada putih juga memiliki peranan strategis, dilihat dari sisi sejarah dan ko kkomoditas om keeb kkebudayaan di Provinsi Bangka Belitung. Lada putih adalah komoditas unggulan daar ddari a Provinsi Bangka Belitung yang telah diusahakan masyarakat sejak abad ke-18 Masehi (Oktaviandi, 2009). Berdasarkan Statistik Pertanian, Perkebunan, dan M a Peternakan Provinsi Bangka Belitung Tahun 2010, perkebunan lada putih rakyat Peet P dan diusahakan oleh 23 934 kepala keluarga. Karakteristik alam Provinsi diim ddimiliki im Bangka Belitung juga sangat mendukung dibudidayakannya tanaman lada putih, Baa B sep se seperti kesesuaian faktor iklim dan ketersediaan air (Direktorat Jenderal Peer P Perkebunan, 2009). Namun, saat ini, komoditas potensial di Provinsi Bangka Belitung ini memiliki permasalahan yaitu mengalami fluktuasi dan tren penurunan produksi. me Ko Kondisi ini disebabkan menurunnya jumlah luas areal tanaman lada putih dip diprovinsi Bangka Belitung serta rendahnya produktivitas tanaman lada putih, unt untuk selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 2. Taa T Tabel 2. Perkembangan Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Lada Putih di Provinsi Bangka Belitung, Tahun 2004 - 2010 Tahun
Luas Areal (Ha)
Produksi (Ton)
2005 2006 2007 2008 2009 2010
41 834.50 40 720.65 35842.44 34 038.00 36 722.90 39 962.67
18 273.50 16 292.36 16 242.18 15 671.00 15 601.12 15172.18
Produktivitas (Ton/Ha) 0.89 0.78 1.01 0.76 1.12 1.09
Sumber Su S uum m : Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan, Prov Bangka Belitung, 2011.
10
Data pada Tabel 2, menunjukkan dalam rentang waktu lima tahun terakhir laju pertumbuhan produksi lada putih di Bangka Belitung cenderung menurun sebesar 3 persen per tahun. Sementara laju pertumbuhan luas areal yang menurun seb sebesar 5 persen tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, sedangkan pada tahun seb 2010 220 0 terjadi peningkatan luas areal hanya 87.3 persen dari total luas lahan tahun 220 00 Sementara produktivitas lada putih di Bangka Belitung mengalami 2004. peningkatan sebesar rata - rata 1 ton per hektar. Penurunan luas areal lada di ppe en Bangka Belitung disebabkan oleh berbagai faktor yaitu fluktuasi harga lada, Ba B a gangguan organisme peganggu tanaman, dampak penambangan timah ilegal, dan gga an pengembangan komoditas lain (Daras dan Pranowo, 2009). ppe en Penurunan luas lahan dan produksi lada putih berpengaruh pada ppe en penurunan kontribusi ekspor lada putih provinsi Bangka Belitung terhadap IIn nd Indonesia. Pada tahun 2005 konstribusi lada putih terhadap ekspor lada putih IIn nd Indonesia sebesar 72.4 persen, namun pada tahun berikutnya mengalami penurunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. pen Ta Tabel 3. Perkembangan Ekspor Lada Putih di Provinsi Bangka Belitung, Tahun 2005 - 2010 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010* Sumber S Su um :
Ekspor Lada Putih (Ton) Bangka Belitung Indonesia 11 749 8 208 9 535 5 519 6 235 5 885
16 227 15 045 15 574 16 190 11 490 13 000
Kontribusi Ekspor Lada Babel Terhadap Indonesia (%) 72.4 54.6 61.2 34.1 54.3 45.3
(1). Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Bangka Belitung, 2010. (2). International Pepper Community, 2010.
Keterangan Ke K et : * Angka sementara
11
Tabel 3 menunjukan kontribusi lada putih Bangka Belitung terhadap volume ekspor lada putih Indonesia sangat dominan yakni rata-rata sebesar 53.6 vo persen. Penurunan volume ekspor lada putih Bangka Belitung berdampak pada per penururnan volume ekspor lada putih Indonesia di pasar International. Hal ini pen disebabkan oleh tidak kondusifnya kondisi pertanaman lada putih di lapangan, ddi is jju ug akibat ancaman dari negara-negara pesaing mulai terjadi, terutama Vietnam. juga Selain itu juga berbagai permasalahan yang dihadapi oleh petani lada putih yaitu : Se S e (1) ((1 1) tingkat produktivitas tanaman rata-rata 0.8 - 1 ton per hektar dan mutu yang rendah, (2) tingkat harga lada putih yang relatif rendah rata-rata sebesar rre en Rp. Rp R p 37000 per kilogram tahun 2009 dan pada tahun 2010 harga lada putih sebesar Rp. Rp R p 46 979 per kilogram, sementara harga sarana produksi (pupuk dan pestisida) rre el relatif tinggi atau mahal, (3) tingginya kehilangan hasil akibat serangan hama dan ppe en penyakit, (4) masih rendahnya usaha peningkatan diversifikasi produk, (5) ssumberdaya sum su u petani baik pengetahuan maupun permodalan masih lemah atau terbatas ketersediaannya, dan (6) semakin menurunnya luas areal pertanaman lada ter put putih karena adanya persaingan dengan pertambangan timah rakyat dan peluang usa usaha komoditas lainnya seperti kelapa sawit. Pendapatan usahatani lada putih menjadi persoalan yang penting bagi ppe et petani, dikarenakan keberlanjutan usahatanilada putih tergantung pada besar kke ec kecilnya keuntungan yang diperoleh. Mengingat lada putih Bangka Belitung bbe er berasal dari perkebunan rakyat yang diusahakan secara tradisional turun temurun, uum m umumnya mempunyai produktivitas sekitar 0.8 sampai dengan 1 ton per hektar. Re R e Rendahnya produktivitas diikuti adanya kenaikan biaya produksi yang terus m e menerus menyebabkan kemampuan produsen lada putih di Bangka Belitung untuk
12
memperoleh keuntungan menurun. Keuntungan usahatani lada dapat ditingkatkan me apabila dapat memperkecil resiko, upaya itu dapat dilakukan dengan perubahan apa pola po
budidaya
tradisional
menuju
pola
budidaya
yang
dianjurkan
(GoodAgriculture Practice) dengan menggunakan tiang panjat hidup. Dengan (G demikian timbul pertanyaan apakah usahatani lada putih di Provinsi Bangka dem de Bee B Belitung masih menguntungkan? Secara nasional berdasarkan fakta - fakta diatas bahwa persoalanyang dihadapi oleh petani lada putih di provinsi Bangka Belitung dan peer ppersoalan pada umumnya, menunjukan suatu indikasi telah terjadi penurunan Innd IIndonesia bersaing dipasar internasional atau dengan kata lain daya saing lada keem kkemampuan e putih telah mengalami penurunan. Daya saing sering dikaitkan dengan put pu keem kkemampuan untuk menghasilkan produk dengan biaya serendah mungkin (efisien) daan mutu sesuai dengan konsumen. Oleh karena itu, timbul pertanyaan apakah ddan laad putih Provinsi Bangka Belitung masih memiliki daya saing? llada Pemerintah Provinsi Bangka Belitung dan Kementerian Pertanian telah me menyikapi kondisi lada putih ini. Bentuk perhatian tersebut dituangkan melalui pen pencanangan program revitalisasi lada putih (Muntok White Pepper) di Provinsi Ba Bangka Belitung. Revitalisasi ini akan melibatkan berbagai pihak yang berada di dal da dalam sistem agribisnis komoditas lada tersebut. Langkah tersebut antara lain adda aadalah peningkatan produktivitas, mutu hasil, efisiensi biaya produksi dan peem ppemasaran, serta manajemen stok melalui pengembangan inovasi teknologi dan keel kkelembagaan. Perbaikan teknologi budidaya sesuai anjuran yaitu Good Ag Ag Agriculture Practice (GAP) dengan tiang panjat hidup, serta pascapanen lada pu pputih ut di tingkat petani sangat diperlukan agar produk lada putih mampu bersaing
13
secara kompetitif dalam proses produksi dengan negara-negara penghasil lada sec putih lainnya. put
Sehubungan hal ini, timbul pertanyaan apakah kebijakan
pemerintah berdampak pada peningkatan keuntungan dan daya saing lada putih di pem Provinsi Bangka Belitung? Pro
1.3 1. 1.3.
Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak
pemerintah terhadap keuntungan dan daya saing komoditas lada putih keeb kkebijakan di Provinsi Bangka Belitung. di
Adapun secara khusus penelitian ini bertujuan
un uuntuk nt : 11.. Menganalisis tingkat keuntungan usaha komoditas lada putih secara finansial dan ekonomi. 2. Menganalisis daya saing lada putih melalui keunggulan kompetitif dan 2. komparatif. 3. Menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadapkeuntungan dan daya saing lada putih.
1.4 1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan berguna untuk:
11.. Bagi petani lada putih sebagai tambahan informasi tentang kondisi aktual pengelolaan lada putih dan mengetahui seberapa besar peran dan kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap pengusahaan komoditas lada putih. 22.. Bagi pemerintah daerah dan instansi terkait bermanfaat sebagai bahan evaluasi dan masukkan dalam merumuskan dan mengimplementasikan instrument -
14
instrumen kebijakan yang lebih efektif dan efesien bagi pengembangan komoditas lada putih. 3. Bagi civitas akademika berguna untuk rnenambah pengetahuan ataupun sebagai bahan rujukan dalam melakukan penelitian selanjutnya.
11. .5 1.5.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Mengacu pada permasalahan dan tujuan penelitian serta kendala yang ada,
menimbulkan beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yaitu: (1) kebijakan m me pemerintah yang dimaksud adalah kebijakan input, output, teknologi budidaya, ppe em pengolahan dan perdagangan, (2) budidaya anjuran yang dimaksud adalah ppe en budidaya yang menggunakan tiang panjathidup, (3) daerah penelitian hanya pada bbu ud ttiga ti ig kabupaten yang merupakan sentra produksi lada putih yaitu Kabupaten Ba B a Bangka Selatan, Kabupaten Belitung dan Kabupaten Bangka Barat, (4) analisis ddi il dilakukan pada tingkat usahatani, (5) periode waktu analisis didasarkan pada data usa usahatani rata-rata musim tanam 2009/2010 yang telah menerapkan sistem GAP ata atau GFP (Good Agriculture/ Farming Practices), dan (6) analisis dampak keb kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas lada putih dilakukan dengan me menggunakan metode PAM (Policy Analysis Matrix) yang dikembangkan Monke daan ddan an Pearson (1989).