I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Intensitas penayangan iklan melalui media televisi di Indonesia dalam perkembangannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini ditandai dengan semakin sering munculnya iklan-iklan baru dari merek-merek lama di televisi dalam hitungan bulan. Selain dari adanya persaingan bisnis yang semakin ketat di berbagai macam industri, persaingan iklan di televisi pun semakin ketat. Meningkatnya persaingan tersebut dianggap wajar karena peran televisi sebagai media komunikator merek dianggap sangat efektif dalam menyampaikan pesanpesan dibandingkan dengan media komunikasi iklan lainnya. Jika di banyak negara maju perkembangan media elektronik khususnya pertelevisian sudah terjadi dua atau tiga dasawarsa yang lalu, di Indonesia baru dimulai pada tahun 1989 yakni setelah pemerintah membuka izin dibukanya stasiun televisi swasta. Pada bidang periklanan terdapat perubahan alokasi anggaran di mana pangsa pasar iklan pada awal periode tersebut lebih banyak dialokasikan ke media elektronik dalam jumlah yang cukup besar dan alokasi ini meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan alokasi belanja iklan atau advertising expenditure (ADEX) di media televisi yang semakin meningkat membuktikan bahwa munculnya TV swasta merangsang produsen untuk lebih beriklan. Pada Tabel 1. diperlihatkan besarnya belanja iklan dari tahun 1991 hingga 2003 di berbagai media.
1
Tabel 1. Data Lonjakan Belanja Iklan di Indonesia. Media Koran Majalah Televisi Sumber: www.cakram.co.id, 2004.
Alokasi anggaran (dalam milyar rupiah) 1991 1995 2003 360 1.012 4.243 91 205 899 212 1.503 11.658
Peran televisi sebagai sumber informasi dan hiburan sangat dominan bahkan terdapat kecenderungan bahwa pola kehidupan masyarakat dipengaruhi oleh televisi atau disebut sebagai television culture. Masyarakat di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan adalah pengguna terbesar media ini. Pertumbuhan pesat jumlah stasiun televisi swasta, baik stasiun televisi lokal maupun stasiun televisi siaran nasional merupakan satu bukti bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia belum jemu menikmati hiburan yang ditawarkan di layar kaca. Perkembangan pesat masyarakat pemirsa televisi di Indonesia juga ditunjukkan pada survei AC Nielsen 2004 dimana besarnya kekuatan pengaruh media ini terhadap masyarakat Indonesia, yakni sebesar 80 persen tanggapan dari 1.273 responden menjadwalkan kegiatan menonton televisi sebagai kegiatan rutin mereka. Hal ini merupakan sasaran yang sangat potensial bagi produsen dalam mengkomunikasikan suatu merek melalui media promosi iklan, yakni televisi. Perkembangan media televisi di Indonesia mencapai tahap dimana media televisi mengarah pada media niche dengan adanya pembatasan program berdasarkan positioning setiap stasiun televisi. Sebagai contoh Metro TV memposisikan diri sebagai televisi berita, Anteve sebagai media televisi yang mensuplai informasi yang dibutuhkan generasi muda, sedangkan RCTI, SCTV dan Indosiar memposisikan diri sebagai televisi keluarga. Hal ini menyebabkan setiap perusahaan harus lebih berhati-hati dalam menempatkan iklan produk untuk 2
menghindari adanya ketidakcocokan antara penempatan iklan di media (media placement) dan target konsumen yang dituju. Program-program yang ditayangkan di televisi dengan rating spot yang tinggi, umumnya menjadi sumber pemasukan utama bagi perusahaan media televisi dan perusahaan pemasang iklan, karena tayangan tersebut disaksikan oleh banyak pemirsa. Semakin tinggi rating spot sebuah program atau acara semakin ketat persaingan pengisian iklan pada spot tersebut dan semakin mahal biaya yang harus dikeluarkan. Jika dilihat dari aspek ilmu pemasaran, strategi periklanan di Indonesia dewasa ini mengandalkan konsep Integrated Marketing Communication (IMC), yang merupakan proses membangun dan mengimplementasikan berbagai bentuk program di berbagai media komunikasi kepada konsumen dan potensial konsumen secara berkelanjutan. Selain merupakan media favorit yang masih menjadi tujuan utama dalam menerapkan IMC, televisi juga merupakan media yang paling berpengaruh karena memberikan nilai lebih dan ruang cakupan audiens yang luas, penggunaan audio dan visual yang tergabung menjadi satu, biaya rendah pada tiap eksposur, dan dinilai lebih prestisius. Berkaitan dengan hal ini, industri kosmetika di Indonesia semakin berkembang dan menciptakan tingkat persaingan yang semakin ketat dimana salah satu indikasinya adalah semakin banyaknya pemaparan iklan di media televisi setiap bulannya, dari mulai produk kosmetika lama yang diiklankan kembali hingga penawaran produk baru. Pada beberapa bulan di awal tahun 2004, terlihat bahwa iklan kategori produk perawatan wajah menduduki peringkat dua teratas setelah kategori produk minuman (www.cakram.co.id, 2004). Sementara ketatnya
3
persaingan industri kosmetika disebabkan karena nilai-nilai gaya hidup masyarakat, baik pada lapisan bawah maupun atas, semakin menjadikan kosmetika sebagai suatu kebutuhan rutin yang harus dipenuhi, terutama kaum perempuan. Kegiatan-kegiatan komunikasi pemasaran yang selama ini dilakukan PT. Sari Ayu Indonesia lebih berpegang pada aspek rutinitas saja. Walaupun di dalam grand marketing strategy MTG lebih memfokuskan pada kategori produk white aromatic dan jasa perawatan kecantikan namun tidak berarti bahwa efektivitas komunikasi merek di unit bisnis lain diabaikan atau hanya sekedar suatu rutinitas beriklan saja. Ha ini merupakan potensial masalah yang herus diperhatikan oleh pihak manajemen Sari Ayu. Dengan semakin cepat berubahnya pola dan motif membeli konsumen dewasa ini tetap diperlukan adanya penelitian mengenai efektivitas iklan secara komprehensif dari awal hingga saat setelah iklan diluncurkan. Selain itu, riset yang mendalam tentang perilaku konsumen adalah sangat penting untuk menentukan konsep suatu iklan yang merupakan bagian dari pengukuran efek iklan sebelum diluncurkan di media massa atau pre-testing sehingga anggaran iklan pada media televisi, yang umumnya mengkonsumsi porsi pengeluaran iklan yang paling besar, tidak menjadi sia-sia. Adanya pemahaman mendalam mengenai pentingnya periklanan dan efektivitas penggunaan media iklan untuk kepentingan strategi periklanan akan meningkatkan keunggulan bersaing sebuah merek yang pada akhirnya menciptakan profitabilitas secara jangka panjang. Hal ini didukung pada pembuktian Lutz dalam Subroto (2004) bahwa sikap konsumen terhadap iklan
4
memiliki pengaruh yang sangat kuat pada sikap terhadap merek dan minat untuk membeli. Pembuktian tersebut mendukung relevansi antara strategi periklanan dengan keadaan pasar pada era informasi, dimana pembuktian ini menjelaskan bahwa suatu komunikasi pemasaran dianggap efektif apabila suatu iklan mencerminkan perilaku target pasar atau perilaku konsumen. Perilaku konsumen pada era informasi mengalami pergeseran yang semakin cepat dan lebih dinamis dimana sikap pasar di dalam suatu industri lebih beragam. Hal ini bukan merupakan suatu hal yang mudah dalam penerapan strategi IMC dimana perusahaan dituntut tidak lagi melakukan riset efektivitas iklan secara ad hoc tetapi secara terus menerus dan komprehensif. Dengan melakukan riset secara terus menerus maka perusahaan dapat mengetahui apakah iklan harus memberikan dampak pencitraan atau tidak, apa yang perlu ditampilkan atau ditonjolkan dalam beriklan atau apa yang tidak perlu, dan apakah tindakan pesaing perlu ditanggapi atau tidak. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sebenarnya belum melengkapi suatu iklan yang efektif dimana merek merupakan komponen dasar yang menjadikan suatu iklan dianggap efektif atau tidak efektif dimana tujuan dasar dari suatu periklanan adalah mengkomunikasikan keuntungan dari merek yang ditawarkan kepada target konsumen. Aspek penting mendasar dalam menghasilkan suatu iklan yang efektif adalah dengan mengeksplorasi psikologis konsumen. Dengan memahami perilaku konsumen maka pemasar dapat memberikan solusi atas kebutuhan konsumen terhadap produk yang ditawarkan yang disimbolkan dengan merek. Sedangkan
5
komunikasi pemasaran merupakan penggerak atau stimuli untuk mempengaruhi perilaku konsumen dalam menilai dan pada akhirnya memilih suatu merek. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari proses pembentukan suatu konsep kreatif iklan di media televisi berdasarkan perilaku konsumen, dalam kaitan ini adalah iklan lipstik merek Sari Ayu, yang didasarkan pada eksplorasi terhadap sikap awal konsumen sebelum penayangan iklan. Hal ini didukung sebuah hasil studi disertasi mengenai pengaruh iklan terhadap pemilihan merek dimana ditemukan bahwa selama ini penelitian tentang pengaruh iklan terhadap target audience-nya sudah banyak dilakukan, namun belum memperhitungkan sikap awal konsumen terhadap merek sebelum penayangan iklan (Subroto, 2004). Pernyataan tersebut diperkuat lagi oleh beberapa peneliti (Petty & Cacioppo, 1981, 1983; Petty, Cacioppo & Schuman 1986; Chaiken 1980; Meyer-Levy dan Malaviya, 1999; dan, Ambler, 2000) dalam Subroto (2004) yang menyatakan bahwa konsumen sebenarnya memiliki pengalaman dan pengetahuan awal sebelum terekspos iklan yang kemudian mempengaruhi sikap awal terhadap merek yang diiklankan. Pengalaman awal ini sebenarnya dapat dijelaskan melalui suatu teori tersendiri mengenai urutan atau hirarki proses penerimaan atau penerimaan dalam memori konsumen, namun peneliti tidak membahas lebih dalam mengenai hal tersebut. Adanya penelitian mengenai proses pembuatan iklan berdasarkan sikap awal konsumen sebelum penayangan iklan diharapkan dapat memberikan kontribusi positif efek iklan terhadap sikap konsumen pada saat penayangan iklan hingga pasca penayangan iklan.
6
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka identifikasi dan perumusan masalah penelitian ini adalah: a. Bagaimana persepsi, pengetahuan dan pengalaman konsumen terhadap merek dan produk Sari Ayu khusus pada kategori produk pemulas bibir (lipstik)? b. Bagaimana tanggapan dan penerimaan konsep atau materi iklan televisi Sari Ayu 2005? c. Konsep iklan seperti apa yang dianggap efektif?
1.3. Tujuan Penelitian Secara garis besar, tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi pendapat konsumen terhadap lipstik merek Sari Ayu. Sementara secara khusus bertujuan untuk: a. Analisis consumer insight, yang berkaitan dengan eksplorasi pengetahuan, pengalaman, persepsi, dan penerimaan konsumen terhadap produk pemulas bibir atau lipstik, termasuk pola pembelian / konsumsi dan alasan memilih merek tertentu. b. Menggali tanggapan, penilaian dan penerimaan konsumen terhadap konsep atau materi iklan Trend Warna Sari Ayu 2005 di media televisi. c. Menganalisa strategi efektivitas iklan di media televisi berdasarkan riset konsumen dan evaluasi konsep iklan.
7
1.4. Manfaat Penelitian Pihak perusahaan akan memperoleh informasi efektivitas iklan produk yang diteliti dan alternatif strategi kampanye iklan melalui media televisi. Hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi pihak yang mendalami bidang riset media dan periklanan khususnya mengenai efektivitas iklan. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat sebagai wahana pembelajaran dan aplikasi ilmu riset pemasaran sebagai bekal untuk memasuki dunia periklanan dan riset pemasaran.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Tulisan ini diarahkan untuk melakukan pengkajian mengenai efektivitas
iklan pada merek kosmetika Sari Ayu, khususnya media televisi. Adapun jenis penelitian efek iklan hanya bersifat pre-testing, sedangkan produk yang diteliti adalah hanya pada perona bibir atau lipstik. Penelitian ini menganalisa perilaku konsumen terhadap iklan dan kosmetika merek Sari Ayu, dan proses pengambil keputusan konsumen yang dipengaruhi iklan untuk membeli produk sebagai bahan masukan dalam menerapkan kampanye iklan yang efektif melalui media televisi. Penelitian mengenai efektivitas iklan tidak menyentuh secara mendalam mengenai aspek riset pasar, tingkat persaingan, dan strategi pemasaran lain, seperti perubahan yang terjadi pada penetrasi produk, harga, distribusi, penjualan, pangsa pasar, ekuitas merek secara keseluruhan, profit, dan media promosi lain. Lebih lagi, penelitian mengenai strategi periklanan dibatasi pada analisis strategi komunikasi iklan sedangkan analisis pada efek penjualan tidak dibahas.
8
Riset ini dilakukan dalam jumlah sampel kecil melalui sistem wawancara dan diskusi, dengan cakupan area penelitian, keterbatasan waktu dan anggaran yang relatif terbatas, sehingga hasil yang didapatkan hanya mewakili sebagian kecil segmen khalayak sasaran. Pendekatan riset secara kualitatif hanya memberikan indikasi awal, untuk memperoleh hasil yang lebih akurat perlu dilakukan riset secara kuantitatif dengan jumlah sampel penelitian lebih besar, yang dapat mewakili segmen khalayak sasaran yang lebih luas. Sedangkan hasil dari penelitian ini dijadikan rekomendasi dalam mendesain strategi komunikasi pemasaran, khususnya kampanye periklanan di media televisi.
9