BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari penggunaan
kapasitas fisik maupun kemampuan fungsionalnya yang merupakan suatu integrasi penuh dari sistem tubuh. Munculnya beberapa keluhan juga sering menyertai dalam aktivitas gerak tubuh manusia akibat kesenjangan dari fungsi tubuh ketika bergerak. Penderita dengan keluhan pada sendi bahu diketahui mengalami gangguan saat melakukan aktivitas seperti tidak bisa mengangkat tangan ke atas pada saat menyisir rambut, menggosok punggung sewaktu mandi atau mengambil sesuatu dari belakang celana. Keluhan-keluhan yang sering terjadi pada gerak dan fungsi pada sendi bahu pada dasarnya adalah nyeri dan kekakuan yang mengakibatkan keterbatasan gerak pada sendi bahu (Morgan & Potthoff, 2012) Gangguan yang cukup besar dapat muncul akibat gangguan bahu. Gerakan bahu memungkinkan penempatan tangan, maka dikompromikan dampak mobilitas bahu berdampak terhadap kinerja tugas penting untuk hidup sehari-hari (misalnya berpakaian, kebersihan pribadi, makan dan bekerja). Selain itu, nyeri bahu sering dikaitkan dengan gangguan kemampuan untuk tidur, sehingga mempengaruhi suasana hati dan konsentrasi. Orang-orang dengan nyeri bahu telah terbukti menunjukkan penurunan yang cukup besar dari nilai normal pada SF-36 (ukuran standar kesehatan umum) untuk fungsi fisik, fungsi sosial, fisik fungsi
peran,
fungsi
peran
emosional
1
dan
nyeri
(Beaton,
1996;
2
Gartsman, 1998). Biasanya nyeri berkurang dan gerakan meningkat, tetapi pada beberapa kasus setelah beberapa tahun gerakan tidak kembali secara lengkap dan masih ada sedikit kekakuan yang tersisa (American Academy of Orthopedic Surgeons, 2007). Frozen shoulder menyebabkan kapsul yang mengelilingi sendi bahu menjadi mengkerut dan membentuk jaringan parut (Cluett, 2007). Frozen shoulder capsulitis adhesiva sering dijadikan diagnosis untuk segala keluhan nyeri dalam keterbatasan gerak sendi bahu. Keluhan pada sendi bahu biasanya didahului oleh suatu trauma atau immobilisasi yang bisa mengakibatkan kekakuan sendi bahu. Keluhan ini juga dapat terjadi pada penderita hemiplegi atau monoplegi superior, diabetes mellitus, ischemic heart disease yang juga disebut sebagai penyebab. Kasus frozen shoulder terjadi 2-3% dari populasi dan sering terjadi pada orang yang berusia lebih dari 40 tahun, terutama wanita berusia 50 tahun, 15% pasien mengalami frozen shoulder bilateral (Siegel et al.,1999). Frozen shoulder lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dan orang yang berusia pertengahan atau lebih daripada orang yang lebih muda. Hal ini mungkin karena adanya perubahan alignment scapulohumeral yang berupa thoracic kyphosis (Hertling & Kessler, 1996). Frozen shoulder lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dan orang yang berusia pertengahan atau lebih daripada orang yang lebih muda. Prevelansi penyakit ini adalah sekitar 20% dari populasi umum dan 10-20% pada penderita diabetes (Shichling & Walsh, 2001). Namun diduga penyakit ini merupakan respon autoimun terhadap hasil-hasil rusaknya jaringan lokal,
3
meskipun biasanya idiopatik, keadaan seperti ini beberapa kali terjadi setelah hemiplegi atau infark (Apley, 1993). Beberapa penelitian telah menjelaskan capsulitis adhesiva sebagai gangguan membatasi diri yang sembuh dalam 1 tahun sampai 3 tahun, namun penelitian lain melaporkan bahwa antara 20% dan 50% dari pasien mengalami defisit gerak jangka panjang yang dapat bertahan pada waktu hingga 10 tahun (Manske & Prohaska, 2008) Berbagai pendekatan yang dapat dipakai untuk mengatasi penurunan kemampuan aktivitas fungsional sendi bahu seperti : medika mentosa dan fisioterapi. Untuk pengobatan dengan obat-obatan pada umumnya hanya mempunyai dampak yang kecil. Beberapa
peneliti
membuktikan
bahwa
teknik-teknik
fisioterapi
membutuhkan waktu yang lama dalam peningkatan aktivitas fungsional penderita frozen shoulder berkisar antara 12 bulan sampai dengan 24 bulan. Selanjutnya para fisioterapis tertantang karena tidak dapat dengan cepat mendapatkan hasil yang signifikan dalam pengobatan Banyak pasien mengalami stres
frozen shoulder
karena hasil pengobatan
ini.
yang lama dan
terkadang takut kembali berobat karena adanya rasa sakit selama pengobatan fisioterapi (Griggs et al., 2000; Tennent et al., 2003; Diercks & Stevens, 2004; Watson et al., 2009; Salim & Siahaan, 2011). Bermacam- macam tindakan terapi telah dilakukan untuk meningkatkan fungsi sendi bahu di dalam rehabilitasi frozen shoulder. Meliputi; edukasi; obat analgesik oral/injeksi; nerve blocks; Latihan Pendular Codman; elektroterapi;
4
terapi ultrasound; terapi panas; latihan peregangan; mobilisasi sendi; mobilisasi jaringan lunak; latihan kekuatan; splint; injeksi cortisone; injeksi calsitonin; manipulasi dalam pengaruh anastesia dan surgical contracture release. (Brotzman & Manske, 2011; Kelley et al., 2009; Wies, 2005). Terapi manipulasi merupakan teknik terapi yang digunakan pada gangguan sendi dan jaringan lunak terkait, merupakan suatu metode penanganan yang utama dalam mobilisasi sendi dan jaringan lunak dimana dalam praktek kedua teknik ini selalu digabungkan (Kaltenborn, 2011 ). Mobilisasi sendi terbukti efektif memperbaiki inflamasi pada sendi kronis, kontraktur antero superior kapsul, kontraktur antero inferior kapsul, kontraktur otot-otot rotator cuff dan kemampuan fungsional sekaligus mengurangi nyeri pada frozen shoulder fase kaku dan beku (Vermeulen et al., 2000; Griggs et al., 2000; Edmond, 2006). Peregangan yang ringan akan efektif untuk memperbaiki inflamasi yang bersifat kronik dan perbaikan fibrosis pada kasus frozen shoulder (Diercks & Stevens, 2004; Gleyze et al., 2011 ; Salvo, 2011). Gliding ke posterior lebih efektif dibandingkan dengan gliding ke anterior untuk meningkatkan lingkup gerak sendi rotasi eksternal sendi glenohumeral pada penderita frozen shoulder (Johnson et al., 2007). End-range mobilization (ERM) dan mobilization with movement (MWM) lebih efektif daripada mid-range mobilization (MRM) dalam meningkatkan mobilitas dan kemampuan fungsional penderita frozen shoulder karena ritme scapulohumeral mengalami perbaikan setelah 3 minggu intervensi dengan MWM (Yang et al .,2007).
5
Di antara teknik PNF, teknik hold relax sering digunakan di klinik untuk menghilangkan rasa sakit, dan meningkatkan lingkup gerak sendi. Teknik reversal stabilizing
digunakan
untuk
meningkatkan
kekuatan
otot-otot
postural
dari tubuh bagian atas, gerakan bahu, dan sendi panggul, menstabilkan otot dan meningkatkan stabilitas berbagai sendi yang terkait (Chow, 2010; Lim, 2011). Hold relax adalah suatu bentuk terapi latihan dimana otot atau grup otot antagonis yang memendek dikontraksikan secara isometrik dengan kuat dan optimal dan kemudian diikuti dengan rileksasi otot atau grup otot (prinsip reciproke inhibition) dengan tujuannya adalah perbaikan rileksasi pola antagonis, perbaikan mobilisasi, dan penurunan nyeri (Beckers, 2001). Terapi latihan lainnya yaitu Contract Relax, adalah terapi latihan yang mengacu pada otot atau grup otot yang memendek sebagai antagonis dan otot atau grup otot yang berlawanan sebagai agonis. Otot atau grup otot antagonis yang memendek dikontraksikan secara isotonik dengan kuat dan optimal dan kemudian diikuti dengan rileksasi otot atau grup otot (prinsip reciproke inhibition) dengan tujuannya adalah perbaikan rileksasi pola antagonis dan perbaikan mobilisasi (Beckers, 2001). Intervensi transverse friction dan pelatihan hold relax terbukti efektif dan signifikan terhadap peningkatan LGS dan penurunan nyeri pada Frozen Shoulder (Yasa et al.,2013). Terapi latihan dengan contract relax stretching dapat mengurangi nyeri dan bertujuan juga untuk menambah LGS sendi bahu, menghilangkan spasme otot, meningkatkan panjang jaringan lunak (soft tissue),
6
m.supraspinatus yang dapat ditemukan juga ditemukan pada frozen shoulder (Hardjono, 2012) Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti ingin mengetahui bahwa pelatihan hold relax dan pemberian terapi manipulasi atau pelatihan contract relax dan terapi manipulasi bermanfaat pada kasus frozen shoulder terhadap peningkatan aktivitas fungsional. Oleh karena itu peneliti memilih judul “Pelatihan Hold Relax dan Terapi Manipulasi Lebih Baik Dalam Meningkatkan Aktivitas Fungsional daripada pelatihan Contract Relax dan Terapi Manipulasi Pada Frozen Shoulder”. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini dapat disusun sebagai berikut : 1. Apakah pelatihan hold relax dan terapi manipulasi dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada penderita frozen shoulder? 2. Apakah
pelatihan
contract
relax
dan
terapi
manipulasi
dapat
meningkatkan aktivitas fungsional pada penderita frozen shoulder? 3. Apakah pelatihan hold relax dan terapi manipulasi lebih meningkatkan aktivitas fungsional daripada pelatihan contract relax dan terapi manipulasi pada penderita frozen shoulder?
7
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :
1.3.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui metode yang lebih baik antara pelatihan hold relax dan
terapi manipulasi maupun pelatihan contract relax dan terapi manipulasi dalam meningkatkan aktivitas fungsional pada penderita frozen shoulder. 1.3.2
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pelatihan hold relax dan terapi manipulasi dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada penderita frozen shoulder. 2. Untuk mengetahui pelatihan contract relax dan terapi manipulasi dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada penderita frozen shoulder. 1.4
Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan dapat member manfaat sebagai berikut :
1.4.1 Manfaat Keilmuan Menembah kajian ilmu pengetahuan dalam meningkatkan aktivitas fungsional pada penderita frozen shoulder. 1.4.2 Manfaat Praktis Bagi Praktisi fisioterapi, dapat digunakan sebagai acuan dalam memperluas pengetahuan dan wawasan di bidang intervensi fisioterapi pada penderita frozen shoulder dan sebagai pertimbangan dalam memberikan terapi manipulasi dan hold relax pada penderita frozen shoulder. 1.4.3
Manfaat Bagi Masyarakat
8
Sebagai masukan dan edukasi bagi masyarakat tentang pentingnya latihan terhadap peningkatan aktivitas fungsional pada penderita frozen shoulder sehingga dapat segera pulih dan segera bebas beraktivitas.