1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Fenomena 'kulit sensitif' merupakan keluhan relatif baru yang sering dikeluhkan oleh individu tertentu. Isu ini semakin berkembang, awalnya dianggap sebagai keluhan tidak penting, namun saat ini kulit sensitif dikeluhkan oleh sebagian besar wanita di negara industri dan pada populasi berbagai macam etnik. Keluhan atau istilah kulit sensitif digunakan oleh individu yang menilai bahwa kulitnya kurang bertoleransi terhadap produk kosmetik yang dipakai dan terhadap faktor-faktor lingkungan dibandingkan populasi umum. Fenomena yang mendunia ini merupakan peluang bisnis yang banyak dilirik oleh produsen kosmetik, dan berlomba untuk meluncurkan produk kosmetik untuk kulit sensitif. Hasil penelitian terakhir yang dilakukan oleh produsen kosmetik Olay® didapatkan bahwa 91% wanita sangat memilih produk kosmetik yang dipakai serta mencari pelembab yang dirancang spesial untuk kulit sensitif. Contoh pada Maret 2013 produsen kosmetik Olay® meluncurkan produk krim pagi dan krim malam untuk kulit sensitif tanpa pewangi, pewarna, dan tidak minyak (Anonim, 2013). Contoh lain pada bulan April tahun 2012 produsen kosmetik lain La Roche-Posay® juga mengenalkan produk kosmetik Toleriane Ultra Intense Soothing Care yang merupakan pelembab dan Rosaliac AR Intense Localized Redness Intensive Serum
2
yang digunakan untuk mengurangi kemerahan pada kulit dan cocok untuk kulit rosasea (Anonim, 2013). Prevalensi individu yang mengeluhkan kulitnya sensitif semakin meningkat, penelitian terakhir ditemukan proporsi kulit sensitif pada wajah sebesar 77,3% pada populasi berbagai etnik di Amerika Serikat (Farage MA, 2009). Prevalensi kulit sensitif pada wanita cenderung lebih tinggi dibandingkan pria. Pada tahun 1992 hasil penelitian di Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa didapatkan proporsi kulit sensitif pada wanita sebanyak 50%, sedangkan pria 30% (Johnson dkk, 1992); tahun 2006 penelitian di Perancis wanita yang mengeluh sensitif sebanyak 61%, sedangkan pria 32% (Guinot dkk, 2006). Pasien sering mendiagnosis sendiri bahwa kulitnya sensitif (Pons-Guiraud, 2004; Farage MA, 2009). Lokasi kulit sensitif tersering dikeluhkan adalah di wajah dan tangan. Lokasi tersering yang dikeluhkan wanita adalah di wajah (Diogo dkk, 2010). Wajah merupakan lokasi yang banyak dikeluhkan mungkin karena banyaknya macam produk yang dioleskan pada lokasi ini (terutama wanita) atau pada lokasi ini barier kulit lebih tipis, atau ujung saraf yang padat (Chew dkk, 2000). Gejala kulit sensitif yang sering dikeluhkan adalah sensasi ‘cekit-cekit’ seperti tersengat, panas, dan gatal pada kulit yang semuanya merupakan keluhan subyektif, dengan atau tanpa tanda klinis iritasi (Kligman dkk, 2006). Kulit sensitif ditandai juga dengan lesi eritem, dehidrasi, akne, diikuti rasa kencang pada kulit, ‘cekit-cekit’, rasa terbakar dan gatal (Diogo dkk, 2010). Adanya telangiektasis dan hidrasi yang
3
berkurang lebih sering ditemukan pada individu dengan keluhan kulit sensitif dibandingkan kulit pada individu yang tidak mengeluh sensitif (Seidenari dkk, 1998). Etiologi kulit sensitif belum diketahui, namun dipercaya merupakan hasil peningkatan permeabilitas stratum korneum atau percepatan respon saraf (Ständer S dkk. 2009). Terdapat kontroversi patogenesis kulit sensitif, apakah ada masalah pada barier kulit, atau hanya gangguan neurosensorik, atau adanya penyakit kulit lain, seperti dermatitis atopi, akne, dermatitis seboroik, atau hanya persepsi penderita berdasarkan pengalaman yang sebelumnya. Teori tentang adanya defek barier kulit dapat diukur dengan melihat sifat fisikobiologik kulit. Sifat fisikobiologik kulit dapat diukur secara obyektif antara lain dengan transepidermal water loss, (TEWL), kapasitans (hidrasi) kulit, derajat keasaman kulit (pH), sebum, dan pengukuran warna kulit. Peningkatan permeabilitas akan mengubah fungsi barier kulit pada individu kulit sensitif (Primavera dkk, 2005). Penurunan fungsi barier kulit menunjukkan komponen penting terhadap sensasi tidak nyaman pada kulit (Muizzuddin dkk 1998; Draclos dkk. 1999). Pada kulit sensitif ada kecenderungan peningkatan TEWL, derajat keasaman kulit, dan nilai kolorometrik a*, penurunan hidrasi kulit, penurunan kadar sebum dan kolorometrik L* pada wajah. Namun, ada pula yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik sifat fisiko-biologik kulit dalam hal nilai TEWL dan hidrasi kulit antara kelompok individu yang mengeluh kulit sensitif dengan kelompok kulit tidak sensitif (Diogo dkk, 2010). Penelitian yang
4
dilakukan pada populasi Kaukasia didapatkan tidak ada perbedaan TEWL pada kelompok kulit sensitif dan kulit tidak sensitif (Seidenari, dkk. 1998); sedangkan penelitian pada populasi Asia didapatkan bahwa terdapat perbedaan TEWL yang bermakna pada kelompok yang stingers dan non stingers dan tidak ada perbedaan derajat keasaman, kadar air, dan kadar sebum antara kelompok stingers dan non stingers (An S, dkk. 2007). Namun, pengukuran ciri fisikobiologik ini pada kelompok kulit sensitif belum pernah dilakukan pada populasi di Indonesia oleh karena sifat fisikobiologik dan lingkungan yang berbeda. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk melihat hubungan tersebut. Survei persepsi diri kulit sensitif (PDKS) yang telah dilakukan di Kota Yogyakarta, Indonesia pada populasi 1295 orang di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, tahun 2013 oleh Radiono dkk, didapatkan proporsi individu yang mengeluhkan kulitnya sensitif sebesar 40,6%, dengan rincian wanita sebanyak 42,4%, sedangkan pria sebanyak 36,4%. Memperhatikan kondisi ini, peneliti akan melakukan pengujian terhadap beberapa karakteristik fisiko-biologikal kulit seperti fungsi barier lapisan kulit melalui pengukuran TEWL, hidrasi kulit, dan kadar sebum pada wanita yang mengaku memiliki kulit sensitif maupun yang tidak di propinsi D.I Yogyakarta, khususnya dalam lingkungan Fakultas Kedokterann Universitas Gadjah Mada (FK UGM). Sejauh peneliti ketahui, belum ada laporan penelitian seperti ini di Indonesia.
5
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Keluhan kulit sensitif oleh individu semakin meningkat di negara industri dan pada populasi yang terdiri dari berbagai macam etnik. 2. Belum ada kesepakatan dari pada ahli tentang definisi kulit sensitif. 3. Diperlukan suatu metode untuk diagnosis yang efektif terhadap kulit sensitif, salah satunya adalah menguji sifat fisiko-biologik kulit. 4. Beberapa penelitian tentang hubungan keluhan kulit sensitif dengan sifat fisiko-biologik kulit memberikan hasil kontroversi pada berbagai populasi dengan bermacam etnik. 5. Ciri fisikobiologik adalah TEWL, hidrasi kulit, derajat keasaman kulit, sebum dan pengukuran warna kulit. 6. Belum ada penelitian di Indonesia tentang sifat fisiko-biologik kulit pada individu yang mengeluh kulitnya sensitif (PDKS).
6
C.
Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan Utama: 1. Adakah
hubungan
antara
ciri
fisiko-biologik
kulit
dalam
kajian
transepidermal water loss (TEWL) dengan persepsi diri kulit sensitif (PDKS)? 2. Adakah hubungan antara ciri fisiko-biologik kulit dalam kajian hidrasi kulit dengan PDKS? 3. Adakah hubungan antara ciri fisiko-biologik kulit dalam kajian kadar sebum dengan PDKS? Pertanyaan Tambahan: 1. Adakah perbedaan rerata TEWL antara kelompok PDKS dengan PDKTS pada semua kelompok usia?. 2. Adakah perbedaan rerata hidrasi kulit antara kelompok PDKS dengan PDKTS pada semua kelompok usia?. 3. Adakah perbedaan rerata kadar sebum antara kelompok PDKS dengan PDKTS pada semua kelompok usia?. 4. Adakah perbedaan rerata TEWL antara tiap kelompok usia PDKS?. 5. Adakah perbedaan rerata hidrasi kulit antara tiap kelompok usia PDKS?. 6. Adakah perbedaan rerata kadar sebum antara tiap kelompok usia PDKS?.
7
D.Tujuan Penelitian Tujuan Utama 1. Mengetahui hubungan antara TEWL dengan PDKS. 2. Mengetahui hubungan antara hidrasi kulit dengan PDKS. 3. Mengetahui hubungan antara kadar sebum dengan PDKS. Tujuan Tambahan 1. Mengetahui perbedaan rerata TEWL antara kelompok PDKS dengan PDKTS pada semua kelompok usia. 2. Mengetahui perbedaan rerata hidrasi kulit antara kelompok PDKS dengan PDKTS pada semua kelompok usia. 3. Mengetahui perbedaan rerata kadar sebum antara individu PDKS dengan PDKTS pada semua kelompok usia. 4. Mengetahui perbedaan rerata TEWL antara tiap kelompok usia PDKS. 5. Mengetahui perbedaan rerata hidrasi kulit antara tiap kelompok usia PDKS. 6. Mengetahui perbedaan rerata kadar sebum antara tiap kelompok usia PDKS. E. Manfaat Penelitian Dapat memperjelas patogenesis kulit sensitif sehingga didapat cara pencegahan dan pengobatan yang sesuai untuk keluhan kulit sensitif.
8
F. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis sampai sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan antara ciri fisiko-biologik kulit dengan PDKS di Yogyakarta atau di Indonesia pada umumnya. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan berdasarkan pencarian data pada mesin pencari Pubmed, Science Direct dan Ebsco dengan menggunakan kata kunci self-perceived sensitive skin, self-perceived sensitive skin and biophysical skin, self-perceived sensitive skin and transepideremal water loss, self-perceived sensitive skin and skin hydration, self-perceived sensitive skin and sebum level, epidemiologycal of sensitive skin didapatkan beberapa jurnal dengan metode penelitian dan populasi yang berbeda.
9
Tabel 1. Penelitian Ciri Fisikobiologik Kulit Berkaitan dengan Kulit Sensitif Peneliti, Tahun
Judul Penelitian
Subyek Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Perbedaan dengan penelitian ini
Sensitive skin in Misery dkk, the American 2011 ,Int J Dermatol;50:961population:prevale nce, clinical data, -7. and role of dermatologist.
Jumlah subyek 100 n = 994 (495 pria, Survei, kuota, 44,6% orang (terdiri dari wawancara menyatakan 499 wanita). Usia paling rendah melalui telefon kulitnya senstif 50orang yang merasa kulit sensitif dan 50 atau sangat 18tahun. sensitif; wanita orang tidak sensitif), hanya wanita; tipe 50,9%, pria kulit, distribusi 38,2%, geografi tidak P<0,0001. ditentukan. Subyek kulit sensitif memiliki tipe kulit kering Tidak dilakukan uji (34,5%) atau tipe fisiko-biologik pada kulit kombinasi subyek penelitian (35,7%),fair phototypes, kelainan kulit,reakti vitas tinggi terhadap produk kosmetik, dan faktor lingkungan bervariasi dibandingkan dengan subyek yang meyatakan memiliki kulit sensitif ringan atau tidak sensitif terhadap produk perawatan kulit
Diogo L, 2010 Is it possible to Skin Res Tech, characterize objectively 16:30-7 sensitive skin?
n=24 wanita, usia 38,9 ± 13 tahun. Terdiri dari kelompok individu tanpa keluhan kulit sensitif dan kelompok individu dengan keluhan kulit sensitif terhadap kontak dengan produk
cairan sodium Tidak terdapat Tidak melakukan uji lauril sulfat perbedaan cairan SLS (bahan (SLS) dioleskan bermakna pada iritan); perfusi darah pada punggung uji fisiko-biologikpada kulit tidak tangan yang (biomekanik) diperiksa. ditempel-kan pada kedua oklusif selama kelompok 24 jam. Pembacaan dilakukan setelah 30
10
Seidenari S., dkk, 1998 Contact Derm, 38:311-5
Baseline biophysical parameters in subjects with sensitive skin
pembersih perwatan rumah.
menit, 7 hari, 14 hari. Diukur variabel eritem, TEWL, hidrasi stratum korneum, perfusi darah pada kulit.
26 wanita ras Kaukasia, usia 2545 (rerata usia 35,6±1,1) yang merasa kulitnya sensitif
Tidak melakukan uji Potong lintang. Peningkatan TEWL, pH, a* cairan asam laktat Dilakukan uji kolorimeter dan (bahan iritan); tidak subyektif penurunan hidrasi melakukan uji a* dengan sabun kulit, sebum dan kolorimeter dan dan Ivory ®, dan l* kolorimeter. l* kolorimeter. cairan asam Hasil bermakna laktat 10%; pada a* obyektif denga kolorimeter dan TEWL . penurunan hidrasi kulit. Terdapat korelasi positif antara respon uji sengat dengan TEWL; sedangkan parameter yang lain tidak ada korelasi
Korelasi antara nilai rerata An dkk , sensasi iritasi 253wanita Asia Contact Derm Comparison and usia 20-39tahun dengan 2007, 57:158-62. correlation between (rerata 29,3 ± 5,5) parameter stinging responses fisiko-biologik to lactic acid and kulit (TEWL) bioengineering ,hidrasi kulit, parameters kadar sebum kulit, pH; diuji dengan cairan asam laktat 5%
Tidak melakukan intervensi uji sengat, tidak menguji pH kulit