BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri
dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan. Tubuh merupakan bagian dari materi jiwa yang dapat dipandang, diraba, bahkan disakiti. Pada kehidupan masyarakat modern, semua tindakan yang dikenakan pada tubuh adalah bagian dari pertunjukan1.Selera musik, gaya pakaian, dandanan rambut, segala macam aksesoris yang menempel, atau berbagai pilihan lainnya adalah bagian dari pertunjukan identitas dan kepribadian diri. Setiap manusia bisa mengontrol peranan mereka sendiri, khususnya dalam hal penanganan pada tubuh. Tubuh adalah bagian yang paling tampak sehingga dijadikan simbol nyata bagi setiap jiwa dalam penyampaian pesan. Akibat dari simbolisasi yang dikemukakan oleh subjek maka tubuh menjadi multi-interpretatif bagi objek yang menafsirkannya. Salah satu contoh nyata yang menimbulkan multi-interpretasi terhadap tubuh adalah tato. Orang lain bebas menginterpretasikan makna tato yang terdapat pada tubuh pengguna tato2. Bali merupakan kota pariwisata yang menjadi pusat incaran turis-turis mancanegara maupun lokal. Bali pun mempunyai daya tarik tersendiri sehingga wisatawan asing maupun lokal tidak bosan untuk selalu menjadikan bali sebagai kota tujuan mereka untuk berlibur. Adapun tujuan para wisatawan untuk berlibur ke bali pasti ingin berkunjung ke salah satu tempat terkenal di bali yaitu 1
Olong, H. A. K. 2006. Tato.LKiS: Yogyakarta, h.23 Marzuki Peter Mahmud, 2013, Penelitian Hukum, CET.III, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, H.I33 2
1
2
Legian Kuta Bali. Legian adalah salah satu tempat dimana setiap harinya wisatawan lokal maupun asing terus berdatangan ke tempat itu karena disitu adalah tempat untuk orang-orang berbelanja pernak pernik khas bali dan tempat turis-turis berkumpul. Selain itu terdapat tempat yang sering dikunjungi wisatawan dan sudah terkenal hingga ke mancanegara yaitu pantai Kuta. Legian mempunyai sejarah tersendiri sampai akhirnya menjadi seperti sekarang dan Legian itu sendiri sebenarnya adalah nama sebuah desa di bali yang dulunya bernama Karang Kemanisan. Awal tahun 1970-an, Kuta berkembang menjadi desa yang sering dikunjungi wisatawan. Seperti sering diungkap dalam sejumlah sumber tertulis. Awal perkembangan dunia kepariwisataan di kawasan Kuta didorong oleh kedatangan pasangan seniman Amerika, Louise Garet dan Robert Koke di tahun 1936 yang kemudian mendirikan Kuta Beach Hotel. Disusul kemudian kedatangan wanita berkebangsaan Amerika kelahiran Skotlandia, Vanine Walker yang biasa dipanggil Miss Manx sekitar tahun 1932 silam. Wanita ini kemudian lebih senang memakai nama khas Bali, Ketut Tantri setelah diangkat menjadi anak keempat raja Bangli. Di Kuta, wanita ini mendirikan hotel pertama yang diberi nama “Suara Samudera”. Seiring berjalannya waktu kini Legian berubah menjadi icon dari pulau bali yang tidak akan terlepas dari turis-turis mancanegara yang berlibur ke pulau bali yang mencari suatu kebebasan yang di negaranya itu belum tentu ada. Legian identik dengan dunia malam yang setiap harinya tidak akan pernah berhenti untuk menyuguhkan kemewahan gemerlap malam yang senantiasa di cari oleh turis-turis
3
luar negeri ataupun local. Di Legian pun kini banyak lahir seniman seniman tato yang dulunya mungkin jarang bahkan orang-orang pun tidak ada yang tau bahwa masyarakat Legian ada yang menjadi seniman tato tetapi kini banyak dan hampir di setiap sudut jalanan di Legian hingga kuta terdapat studio-studio tato yang bermunculan entah itu dari yang baru menekuni hingga sampai yang sudah terkenal hingga ke luar negeri seperti Balinnesia tattoo studio. Banyak para turituris luar negri datang ke bali selain untuk berlibur tapi ada yang datang hanya untuk mentato badannya karena seniman-seniman tato di Legian sudah cukup terkenal di telinga wisatawan asing. Tato sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Eksistensi tato dapat dikatakan pertama kali muncul di Mesir berkisar pada 40002000 SM . Salah satu bukti tato Mesir tertua ada pada peninggalan mumi Nubbian yang bertahun 2000 SM. Jika dilacak dari budaya material yang tertinggal, Indonesia telah mengenal tato sejak sekitar awal masuknya simbolisme tato dan diskusi dengan pasien sebagai bagian dari proses diagnostik, karena menurutnya tato dapat dilihat sebagai penopang psikis yang bertujuan untuk memperbaiki citra diri yang cacat, membangkitkan harapan, menjaga emosi negatif, dan mengurangi ketidakcocokan antara individu dan aspirasinya. la mengungkapkan bahwa bertato seperti proses bermimpi, tato menyingkat, melambangkan, dan menggantikan energi psikis ke sebuah gambar yang bermakna. Gambar itu sendiri adalah media yang
ideal
untuk
menyampaikan
arti
tersembunyi3.Citra
visual
tato
memungkinkan untuk presentasi sadar dari konflik batin. Saat ini, wanita yang mentato tubuh tidak jarang untuk ditemukan. Sebagian dari mereka bahkan
3
Karacaoglan, U. 2012. Tattoo and Taboo: On The Meaning of Tattoos in the Analytic.
4
menggunakan pakaian yang cenderung memperlihatkan tato mereka. Seolah wanita dan pria bertato ingin memperlihatkan sisi kelembutannya dan kejantanannya
dengan
mewujudkan
sebuah
tato
yang
indah.
Seiring
perkembangan zaman dan derasnya arus informasi, maka nilai-nilai tradisi yang ada di masyarakat makin terkikis. Salah satu teknologi informasi yang berperan penting dalam penyebaran budaya tato adalah media massa. Media massa menyajikan beragam informasi dan berita, termasuk tato. Tato juga telah digunakan oleh sejumlah artis yang akrab dengan dunia media. Bahkan saat ini telah ada majalah khusus komunitas tato di Indonesia yang bernama Magic Ink, namun tidak terbit secara resmi dan hanya dibagikan gratis. Bagus menyatakan bahwa majalah Magic Ink untuk mewadahi interaksi antar seniman, konsumen, dan penggemar tato. Tato di Indonesia tidak lagi terbatas pada interaksi antar seniman tato dan klien di ruang praktek tato, namun seni tubuh ini telah keluar ke area publik.4 Masyarakat kota besar yang mengalami fenomena tato akan mendapatkan sesuatu yang dinamakan “efek repetitis”, yaitu sesuatu pola penyimpangan dan pengaruh yang terjadi secara terus-menerus dan berulangulang
dibiarkan
berlangsung
hingga
orang
di
sekitarnya
serta
yang
menghadapinya akan menjadi terbiasa, dan di dalam diri masing-masing masyarakat akan terbentuk kemampuan untuk beradaptasi dengan penyimpangan tersebut. Tato telah menjadi sebuah fenomena yang disukai oleh sebagian masyarakat umum, termasuk wanita. Bila masyarakat mulai menerima keberadaan pria yang memiliki tato (misalnya pada kalangan preman atau geng motor), 4
Process. The International Journal of Psychoanalysis. Diambil pada 20 Maret 2015 dari http://onlinelibrary.wiley.eom/doi/10.1111/j.1745-8315.2011.00497.x/pdf.
5
namun lain halnya dengan wanita yang memiliki tato. Kebanyakan orang menilai wanita yang mentato tubuhnya identik dengan hal yang negatif (sangar, menyeramkan, preman, perempuan nakal, liar. Wanita bertato lebih banyak mendapatkan komentar negatif dan masalah stigma di depan umum, tempat kerja, atau sekolah dari pada pria bertato. Resiko bertato tidak terbatas pada pandangan negatif saja yang mungkin diterima, tetapi juga resiko terjangkitnya penyakit pasca penatoan. Mentato tubuh juga berarti melukai tubuh. Bibit penyakit dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka akibat tusukan tato, dan beresiko tinggi tertular virus hepatitis ataupun HIV. Kondisi mi disebabkan karena tato tidak menggunakan alat yang tidak steril atau digunakan secara bergantian. Hepatitis menular lewat darah dan cairan tubuh manusia. 5 Virus HIV juga hidup di dalam 4 cairan tubuh manusia, cairan darah, cairan sperrna, cairan vagina, dan air susu ibu.6 Bahkan kehadiran tato telah digunakan sebagai kriteria untuk penangguhan donor darah karena berpotensi menularkan penyakit. Sebagian besar masyarakat lebih mengenal AIDS sebagai resiko terkait pada seni tubuh (tato), tetapi resiko lain yang berpotensi tidak diketahui. Resiko lainnya yang berpotensi dalam tato seperti alergi atau iritasi pada kulit yang disebabkan oleh tinta tato. Tinta tato yang beredar di pasaran umumnya terbuat dari bahan kimia yang patut dikelompokkan ke dalam unsur logam berat, seperti arsenik, mercury, perak, emas, dan bismuth, yang berbahaya untuk kesehatan. Selain beresiko terjangkit penyakit, tindik tubuh sangat berkaitan dengan pengambilan perilaku beresiko
5 Evy. 2009. Awas, Tato dan Tindik Tularkan Hepatitis. 16 April 2009. Jakarta.Diambil pada 8 Maret 2015 dariHttp://nasional.kompas.com 6 Putra, Y. 2009. Penyebaran HIV/AIDS Sudah Masuk Daerah.Koran Kompas. 5 Desember 2009. Jakarta, h.5
6
lainnya seperti gangguan perilaku makan (eating disorder behaviour), penggunaan narkoba, penggunaan obat keras, aktivitas seksual, dan bunuh diri. Kekerasan dikaitkan dengan laki-laki bertato dan perempuan yang bertindik. Penggunaan narkoba dikaitkan dengan usia yang lebih muda dalam pengambilan keputusan bertato dan bertindik. Namun seiring berjalannya waktu dan konsumen tato semakin banyak tak dapat juga di pungkiri sekarang banyak pelaku usaha tato yang bertindak sudah tidak transparan mengenai cara membuat tato dan efek dari tato permanen itu sendiri sehingga banyak konsumen yang salah dan bahkan tidak benar-benar paham akan bahaya tato permanen dari segi tinta dan alat tato itu sendiri dan bahkan berdampak nantinya akan menimbulkan penyakit seperti HIV dan cacat kulit yang permanen. Berdasarkan latar belakang diatas mendorong penulis untuk melakukan penelitian hukum yang dituangkan dalam sebuah skripsi yang berjudul : “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen pengguna Tatto Permanen di Desa Legian, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung”
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang disampaikan pada latar belakang masalah di atas,
maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna tatto permanen di desa Legian, kecamatan kuta, kabupaten badung ?
2.
Bagaimana penyelesaian terhadap pelaku usaha apabila konsumen mengalami kerugian pada saat pembuatan tato permanen?
7
1.3
Ruang Lingkup Masalah Untuk mendapatkan pembahasan yang terarah sehingga tidak menyimpang
dari pokok pembahasan yang dibahas, maka akan dibatasi ruang lingkup permasalahannya sehingga pembahasan akan dapat diuraikan secara sistematis sebagai suatu karya ilmiah. Adapun ruang lingkup dari pembahasan permasalahan ini adalah sebagai berikut, sesuai masalah yang pertama akan dibahas perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna tattoo permanen di desa Legian dan penyelesaian masalah apabila pengguna tato merasa tidak puas dengan hasil tato yang dihasilkan.
1.4
Orisinalitas Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia
pendidikan Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan mampu menunjukkan orisinalitas dari penelitian yang ditengah dibuat dengan menampilkan beberapa judul sebagai pembanding. Adapun dalam penelitian kali ini peneliti akan menampilkan beberapa judul skripsi terdahulu yang pembahasannya berkaitan dengan “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Tatto Permanen di Desa Adat Legian Kuta Bali”
8
Daftar Penelitian Sejenis Judul Skripsi
Penulis
Rumusan Masalah
Makna simbolik pada
Nalendra Ayu
Bagaimana Makna komunikasi
tattoo bagi wanita
Prasista H.R
simbolik pada tattoo sebagai
pengguna tattoo di
interaksi simbolik bagi kalangan
Surabaya
wanita pengguna tato di kota Surabaya?
Karakteristik
Marchellino Eko
Bagaimana persepsi perempuan
Pengguna Tato di
Prasetyo Sardju
sebagai pengguna tatto terhadap
Kalangan Perempuan
tatto itu sendiri ? Apa penyebab perempuan bertatto seperti yang kerap dijumpai di kota Makassar ?
Daftar Penelitian lainnya Judul Skripsi
Penulis
Rumusan Masalah
Perlindungan
Gede Ngurah
Bagaimana perlindungan hukum
Hukum Terhadap
Prasetya Utama
terhadap konsumen pengguna tato
Konsumen
permanen di desa Legian kecamatan
Pengguna Tato di
kuta kabupaten badung
Desa Legian, Kecamatan Kuta,
Bagaimana penyelesaian terhadap
Kabupaten Badung
pelaku usaha apabila konsumen pengguna tato mengalami kerugian pada saat pembuatan tato
9
1.5
Tujuan Penelitian Setiap pembahasan pasti memiliki tujuan tertentu, karena dengan adanya
tujuan tersebut akan memberikan arah yang jelas untuk mencapai tujuan tersebut, baik tujuan secara umum maupun khusus. Adapun tujuan tersebut adalah : 1.5.1 a.
Tujuan Umum Untuk memenuhi persyaratan akademis dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Udayana
b.
Untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan kepada pengguna tato permanen di desa Legian kecamatan kuta kabupaten badung
c.
Mengetahui bagaimana penyelesaian pelaku usaha apabila konsumen mengalami kerugian pada saat di tato
1.5.2
Tujuan Khusus
a. Untuk mendalami perlindungan hukum yang diberikan terhadap pengguna tatto permanen di desa Legian kecamatan kuta kabupaten badung b. Untuk mengetahui serta memahami tanggungjawab pelaku usaha apabila konsumen mengalami kerugian pada saat pembuatan tato
1.6
Manfaat Penelitian Dengan terjawabnya permasalahan ditulisan ini yang disertai dengan
tujuan penulisan diharapkan dapat memberikan manfaat baik dalam tataran akademis maupun tataran praktis, sehingga diharapkan nantinya penulisan ini bermanfaat untuk:
10
1.6.1
Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan menambah
informasi tentang perkembangan ilmu hukum secara umum khususnya hukum perlindungan konsumen. 1.6.2
Manfaat Praktis Secara praktis manfaat penulisan ini bagi masyarakat khususnya pelaku
usaha tato permanenuntuk memberikan dan lebih mengetahui informasi tentang tato permanen dan lebih memperhatikan kesehatan dari konsumen.
1.7
Landasan Teoritis Keberadaan hukum dalam masyarakat merupakan suatu saran untuk
menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, sehingga dalam hubungan antara antar anggota masyarakat yang satu dengan lainnya dapat dijaga kepentingannya. Hukum tidak lain adalah kepentingan manusia yang berbentuk norma atau kaidah. Hukum sebagai sekumpulan peraturan atau kaidah mengandung isi yang bersifat umum dan normative, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa boleh dan tidak boleh dilakukan serta menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada kaidah. Wujud dari peran hukum dalam masyarakat adalah memberikan perlindungan hukum kepada anggota masyarakat yang kepentingannya terganggu. Persengketaan yang terjadi dalam masyarakat harus diselesaikan menurut hukum yang berlaku, sehingga dapat mencegah perilaku main hakim sendiri. Tujuan pokok hukum sebagai perlindungan kepentingan manusia adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib sehingga terwujud kehidupan yang seimbang.
11
Menurut Sudikno mertokusuma, bahwa hukum itu bertujuan agar tercapainya ketertiban dalam masyarakat sehingga diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi untuk mencapai tujuannya dan bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengutamakan pemecahan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. Menurut Subekti dalam buku Sudikno Mertokusumo berpendapat, bahwa tujuan hukum itu mengabdi kepada tujuan negara yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi rakyatnya. Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban. Hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh hukum sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan kepentingannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya sehingga yang bersangkutan merasa aman. Pengertian perlindungan hukum dalam arti sempit adalah sesuatu yang diberikan kepada subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum, baik yang bersifat preventif maupun represif, serta dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis. Perlindungan hukum yang preventif yaitu perlindungan hukum kepada rakyat yang di berikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah menjadi bentuk yang menjadi definitif, sedangkan perlindungan hukum yang represif yaitu perlindungan hukum
12
yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Dengan kata lain perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum yaitu ketentraman bagi segala kepentingan manusia yang ada didalam masyarakat sehingga tercipta keselarasan dan keseimbangan hidup masyarakat. Sedangkan perlindungan hukum dalam arti luas adalah tidak hanya diberikan kepada seluruh makhluk hidup maupun segala ciptaan Tuhan dan dimanfaatkan dalam rangka kehidupan yang adil dan damai. Menururt Philips M. Hadjon negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya yang sesuai dengan Pancasila. Oleh karena itu perlindungan hukum berdasarkan pancasila berarti pengakuan dan perlindungan hukum akan harkat dan martabat manusia atas dasar nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan serta keadilan social. Nilai-nilai tersebut melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam wadah negara kesatuan yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan dalam mencapai kesejahteraan bersama. Perlindungan hukum di dalam negara yang berdasarkan Pancasila maka asas yang penting adalah asas kerukunan berdasarkan kekeluargaan. Asas kerukunan
berdasarkan
kekeluargaan
menghendaki
bahwa
upaya-upaya
penyelesaian masalah yang berkaitan dengan masyarakat sedapat mungkin ditangani oleh pihak-pihak yang bersengketa. Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang
13
luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.7 Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik. Secara umum prinsip-prinsip tanggungjawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut:8 1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggung jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya.
7 Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, him. 335-337. 8 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006, him. 73-79.
14
Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu: 1. adanya perbuatan; 2. adanya unsur kesalahan; 3. adanya kerugian yang diderita; 4. adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian. Yang dimaksud kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Pengertian hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat. 2. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability).Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi di atas.9 Ada pendapat yang menyatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya pada keadaan force majeure. Sebaliknya absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya. Menurut E. Suherrnan, strict liability disamakan dengan absolute liability, dalam prinsip ini tidak ada kemungkinan untuk membebaskan diri dari tanggung
9
Ibid, him. 23.
15
jawab, kecuali apabila kerugian yang timbul karena kesalahan pihak yang dirugikan sendiri. Tanggung jawab adalah mutlak. 3. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability principle) sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Kata “dianggap” pada prinsip presumption of liability principle adalah penting karena ada kemungkinan tergugat membebaskan diri dari tanggung jawab yaitu dalam hal ia dapat membuktikan bahwa ia telah mengambil semua tindakan yang di perlukan untuk menghindari terjadinya kerugian. Jika diterapkan dalam kasus konsumen maka akan tampak asas demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu pada pihak pelaku usaha yang di gugat. Posisi konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukkan kesalahan tergugat. 4. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability principle) ini sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam ketentuan pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ditentukan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan. Tanggung jawab profesional
16
berhubungan dengan jasa yang diberikan. 10 Menurut Komar Kantaatmaja sebagaimana dikutip oleh Shidarta menyatakan tanggung jawab profesional adalah tanggung jawab hukum (legal liability) dalam hubungan dengan jasa profesional yang diberikan kepada klien. Tanggung jawab profesional ini dapat timbul karena mereka (para penyedia jasa profesional) tidak memenuhi perjanjian yang mereka sepakati dengan klien mereka atau akibat dari kelalaian penyedia jasa tersebut mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum.11 Tanggung jawab (responsibility) merupakan suatu refleksi tingkah laku manusia. Penampilan tingkah laku manusia terkait dengan kontrol jiwanya, merupakan bagian dari bentuk pertimbangan intelektualnya atau mentalnya. Bilamana suatu keputusan telah diambil atau ditolak, sudah merupakan bagian dari tanggung jawab dan akibat pilihannya. Tidak ada alasan lain mengapa hal itu dilakukan atau ditinggalkan. Keputusan tersebut dianggap telah dipimpin oleh kesadaran intelektualnya. Tanggung jawab dalam arti hukum adalah tanggung jawab yang benar-benar terkait dengan hak dan kewajibannya, bukan dalam arti tanggung jawab yang dikaitkan dengan gejolak jiwa sesaat atau yang tidak disadari akibatnya. Pengertian
pelaku
usaha
menurut
Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen yang terdapat dalam pasal 1 angka 3 yaitu : “Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik maupun berbadan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, sendiri maupun bersama-sama 10
Shidarta, op.cit.,him. 82. Efendi Masyhur, Dimensi / Dinamika Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional Dan Internasional. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, him. 121. 11
17
melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.” Hak pelaku usaha adalah: 1) hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan 2) hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik 3) hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen 4) hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan 5) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewajiban pelaku usaha adalah: 1) beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya 2) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan 3) memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif 4) menjamin
mutu
barang
dan/atau
jasa
yang
diproduksi
dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku
18
5) memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan 6) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan 7) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Istilah “hukum konsumen” dan “hukum perlindungan konsumen” sangat melekat
dalam
kehidupan masyarakat.
Menurut AZ
Nasution,
hukum
perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat melindungi kepentingan konsumen. Ahli ini mengakui asas dan kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah konsumen dalam berbagai bidang hukum, tertulis maupun tidak tertulis.12 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hukum konsumen berskala lebih luas, sebab meliputi berbagai aspek hukum yang terdapat kepentingan pihak konsumen di dalamnya. Kata aspek hukum ini sangat bergantung pada kemauan masyarakat dalam mengartikan “hukum” sebagai bagian dari asas dan norma. Salah satu bagian dari hukum konsumen ini adalah aspek perlindungannya, yakni tentang bagaimana cara mempertahankan hak konsumen terhadap gangguan pihak
12
AZ Nasution, Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1995, him 64-65.
19
lain. Dalam peraturan perundangan perlindungan konsumen di Indonesia, terdapat2 (dua) subyek penting, yakni: a. Konsumen, yang didefinisikan sebagai setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan (end user). b. Pelaku usaha, yang didefinisikan sebagai setiap orang perseorangan atau badan usaha, balk berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha berbagai bidang ekonomi. Hubungan antara pelaku usaha dan konsumen pada dasarnya merupakan hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan. Hubungan tersebut terjadi karena adanya kehendak dari kedua belah pihak, yang didasari oleh rasa saling membutuhkan dan tergantung. Rasa saling membutuhkan ini dimanfaatkan oleh para pelaku usaha dalam suatu sistem distribusi dan pemasaran produk barang guna mencapai tingkat produktivitas dan efektivitas sehingga tercapainya sasaran usaha.13
13
Husni Syawali, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung, Mandar Maju, 2000, hlm 36. Danirwara
20
1.8
Metode Penelitian
1.8.1
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalahjenis
penelitian Yuridis-Empiris. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan
kebenaran
adalah
penelitian
yang
bersifat
Yuridis-
Empiris.14Sehingga dalam penyusunannya dilakukan dengan penelitian lapangan yang memanfaatkan data-data primer dari hasil wawancara dan observasi yang didukung dengan sumber data primer, sumber data sekunder,maupun sumber data tersier.Pertimbangan dalam penggunaan jenis penelitian ini dikarenakan obyek kajian yang akan diteliti terdapat langsung di masyarakat, berkenaan dengan pembuatan tato permanen. 1.8.2
Jenis Pendekatan Dalam penelitian ini digunakan jenis pendekatan perundang undangan
(The Statue Approach) pendekatan fakta (The Fact Approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani. 15 Pendekatan Fakta dilakukan dengan cara melihat keadaan nyata di wilayah penelitian. 1.8.3
Sifat Penelitian
1. Penelitian Deskriptif Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau dimaksudkan untuk
14
Johan nasution, bahder, 2008, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung,
H.36 15
Peter Mahmud Marzuki, 2013, Penelitian Hukum, CET.III, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, H.133
21
eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti antara fenomena yang diuji. Dalam penelitian ini, peneliti telah memiliki definisi jelas tentang subjek penelitian dan akan menggunakan pertanyaan who dalam menggali informasi yang dibutuhkan. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran akurat tentang sebuah kelompok,
menggambarkan
mekanisme
sebuah
proses
atau
hubungan,
memberikan gambaran lengkap baik dalam bentuk verbal atau numerikal, menyajikan informasi dasar akan suatu hubungan, menciptakan seperangkat kategori dan mengklasifikasikan subjek penelitian, menjelaskan seperangkat tahapan atau proses, serta untuk menyimpan informasi bersifat kontradiktif mengenai subjek penelitian 2. Penelitian Eksplanatoris Penelitian Eksplanatori adalah penelitian bertujuan untuk menguji suatu teori atau hipotesis guna memperkuat atau bahkan menolak teori atau hipotesis hasil penelitian yang sudah ada. Penelitian eksploratori bersifat mendasar dan bertujuan untuk memperoleh keterangan, informasi, data mengenai hal-hal yang belum diketahui. Karena bersifat mendasar, penelitian ini disebut penjelajahan (eksploration).
Penelitian eksploratori dilakukan
apabila
peneliti belum
memperoleh data awal sehingga belum mempunyai gambaran sama sekali mengenai hal yang akan diteliti. Penelitian eksploratori tidak memerlukan hipotesis atau teori tertentu. Peneliti hanya menyiapkan beberapa pertanyaan
22
sebagai penuntun untuk memperoleh data primer berupa keterangan, informasi, sebagai data awal yang diperlukan. 1.8.4
Data dan Sumber Data Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada dua jenis yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari penelitian lapangan yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan baik dari responden maupun informan. Data sekunder bersumber dari penelitian kepustakaan. 1.8.5 1.
Teknik Pengumpulan Data Teknik studi dokumen Teknik studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam
melakukan penelitian ini dengan cara mengumpulkan data berdasarkan pada benda-benda berbentuk tulisan, dilakukan dengan cara mencari, membaca, mempelajari dan memahami data-data sekunder yang berhubungan dengan hukum sesuai dengan permasalahan yang dikaji yang berupa buku-buku, majalah, literatur, dokumen, peraturan yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti. 2.
Teknik Wawancara (interview) Wawancara merupakan salah satu teknik yang sering dan paling lazim
digunakan dalam penelitian hukum empiris. Dalam kegiatan ilmiah, Wawancara dilakukan bukan sekedar bertanya pada seseorang, melainkan dilakukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada responden maupun informan. Agar hasil wawancara nantinya memiliki validitas dan reabilitas, dalam berwawancara peneliti menggunakan alat berupa pedoman wawancara atau interview guide.
23
1.8.6
Pengolahan dan Analisis Data Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah analisis
kualitatif. Artinya pengumpulan data menggunakan pedoman studi dokumen, wawancara dan kuisioner. Penelitian dengan teknik analisis kualitatif ini keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema, dikatagorisasikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Proses analisis tersebut dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis.Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistimatis.16
16
Fakultas hukum Universitas Udayana, op.cit, h.75