LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR-RI KE PROPINSI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR MASA RESES SIDANG III TAHUN SIDANG 2007-2008 Tanggal, 14-18 April 2008 I. Pendahuluan A. Dasar 1. Keputusan Pimpinan DPR-RI Nomor: 31/PIMP/III/2007-2008
Tanggal 16 Maret 2008 tentang Penugasan Anggota Komisi I s/d XI DPR-RI untuk melakukan Kunjungan Kerja Berkelompok dalam Masa Reses Masa Persidangan III Tahun 2007-2008 2. Keputusan Rapat Intern Komisi VI DPR-RI tanggal ..... Maret 2008 mengenai Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI pada Masa Persidangan III tahun Sidang 2007-2008
B. Maksud dan Tujuan Laporan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang berbagai temuan hasil Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI yang terkait dengan bidang tugasnya di Propinsi Jawa Timur dalam rangka memenuhi salah satu fungsi Dewan sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPR-RI ini dengan tujuan sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk ditindak-lanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.
C. Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja
Sasaran kunjungan kerja titikberatkan pada aspek: 1. Pengawasan Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan dan Pengawasan terhadap kinerja lembaga-lembaga/badan yang berada di dalam lingkup mitra kerja Komisi VI DPR-RI; 2. Pembahasan perkembangan daerah, khususnya yang berkaitan dengan bidang mitra kerja Komisi VI DPR-RI; 3. Memonitor situasi lapangan serta menampung aspirasi yang berkembang berkaitan dengan pengembangan Investasi, Industri, Perdagangan, Koperasi dan UKM, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Adapun Obyek yang dikunjungi dan dibahas meliputi:
D. Provinsi Jawa Tengah a. Pemprov Jawa Tengah b. Kantor Perwakilan BI di Jawa Tengah dan BUMN Perbankan (BTN, BRI, Bank Mandiri, BNI dan Bukopin) serta Bank-Bank Swasta yang menyalurkan Kredit Usaha Mikro. c. Industri Farmasi (PT. Phapros, PT.Kimia Farma, PT. Konimex, PT. Jamu Jago, PT. Nyonya Meneer, dan PT. Sido Muncul) d. Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, PT. Sang Hyang Sri, Perwakilan BUMN Pupuk (PT. Pusri, PT. Pupuk Kaltim, PT. Kujang) dan Perum Bulog Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, 14-18 April 2008
1
e. f. g. h. i. j.
Pabrik Gula Cepiring yang dikelola oleh PT. Industri Gula Nasional (IGN) Sentra Kerajinan Ukiran Kayu di Tahunan Kabupaten Jepara PT. Dasaplast Nusantara (anak perusahaan PT PN X) di Kabupaten Jepara PT. Hartono Istana Teknik (produsen Elektronik Polytron) di Kabupaten Kudus PT. Telkom, PT. Pertamina, PT. PLN, PT. Jamsostek, PT. Jasa Marga, PT. Sucofindo PT. Pelindo III, GM Pelabuhan Tanjung Mas, GMTerminal Peti Kemas, PT. Angkasa Pura I, GM Bandara Ahmad Yani,GM Bandara Adi Sumarmo
E. Provinsi Jawa Timur a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Pemda Propinsi Jawa Timur BUMN Pelabuhan / Logistik (PT. Pelindo III, PT. Pelindo IV, PT. PAL, PT. Dok , Perkapalan Surabaya, dan PT. ASDP) BUMN Perkebunan (PT. PN X, PT. PN XI, PT. PN XII dan PT. RNI) BUMN Perbankan (PT. Bank BRI, PT. Bank BNI, PT. Bank Mandiri, PT. Bank BTN ) dan BUMS (PT. Bank Bukopin) BUMN Pertambangan/Energi (PT PLN , PT. PGN dan PT. Pertamina) PT. Petro Kimia Gresik PT. Semen Gresik Group PT. Jamsostek, PT. Jasa Marga dan PT. Telkom PT. IGLAS dan PT. Industri Soda Indonesia
F. Waktu dan Acara Kunjungan Kerja
(Terlampir)
G.Anggota Tim Kunjungan Kerja
(Terlampir)
II. Deskripsi Umum Daerah Kunjungan Kerja Provinsi Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Letaknya 5 0 40’ dan 80 30’ Lintang Selatan dan antara 1080 30’ Bujur Timur (termasuk Pulau Karimun Jawa). Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah 263 Km dan dari Utara ke Selatan 226 Km (tidak termasuk Pulau Karimun Jawa). Secara administratif Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 Kabupaten dan 6 Kota. Secara terperinci terdiri dari 565 Kecamatan, 764 kelurahan, dan 7.804 desa. Luas Wilayah Jawa Tengah sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas pulau Jawa (1,70 persen luas Indonesia). Luas yang ada terdiri 1,00 juta hektar (30,80 persen) lahan sawah dan 2,25 juta hektar (69,20 persen) bukan lahan Sawah. Menurut penggunaannya, luas lahan sawah terbesar berpengairan teknis (38,26 persen), sedangkan lainnya berpengairan setengah teknis, tadah hujan dan lain-lain. Dengan teknik irigasi yang baik, potensi lahan sawah yang dapat ditanam lebih dari dua kali sebesar 69,56 persen. Berikutnya lahan kering yang dipakai untuk tegalan/kebun/ladang/huma sekitar 34,36 persen dari total bukan lahan sawah. III. DESKRIPSI PER BIDANG A. BIDANG INDUSTRI DAN PERDAGANGAN
Kontribusi sektor industri pada Tahun 2006 sebesar 32,85% turun menjadi 31,70% pada Tahun 2007, sedangkan laju pertumbuhan industri pada Tahun 2006 sebesar 4,52% naik menjadi 5,6% pada Tahun 2007
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, 14-18 April 2008
2
Kontribusi Industri Pengolahan sendiri terhadap PDRB Tahun 2005 sebesar 33,71%, dan naik pada Tahun 2006 sebesar 35,07% Ekspor Non Migas terus meningkat dari tahun ke tahun dari Tahun 2004 hingga Tahun 2006, berturut-turut 2,108 Milyar $ AS; 2,769 $ Milyar AS;dan 3,156 $ Milyar AS Kontribusi sektor perdagangan terhadap APBD Provinsi Jawa Tengah berupa penerimaan Retribusi yang terdiri dari: Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, Tera dan Tera Ulang dan Pelayanan Jasa Ketatausahaan (SKA dan API). Pada Tahun 2006 penerimaan Retribusi Sektor Perdagangan sebesar Rp 2.460.061.270,- dan pada Tahun 2007 naik sebesar Rp 2.673.863.680,- atau mengalami peningkatan 8,69%. Pada Tahun 2008 penerimaan Retribusi dari Sektor Perdagangan ditargetkan sebesar Rp 3.900.000.000,-. Realisasi sampai dengan Bulan Maret 2008 sebesar Rp 696.685.240,- atau sebesar 17,86% Penyerapan Tenaga Kerja di sektor perdagangan Jawa Tengah pada Tahun 2006 sebanyak 3.578.749 orang dan pada Tahun 2007 diperkirakan akan mencapai 3.578.152 orang atau meningkat 1,4% Pertumbuhan sektor perdagangan (termasuk hotel dan restauran) menunjukkan trend yang meningkat. Pada Tahun 2003 mengalami pertumbuhan sebesar 5,24% dan meningkat menjadi 6,60% pada Tahun 2007. Kontribusi sektor perdagangan (secara eksplisit) terhadap PDRB JawaTengah atas dasar harga yang berlaku pada Tahun 2006 sebesar 19,63% dan meningkat menjadi 20,3% pada Tahun 2007.
B. BIDANG PENANAMAN MODAL
Kebijakan program yang terkait dengan promosi investasi dan fasilitas/kemudahan bagi investor lokal, nasional, dan internasional yang diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yaitu menarik investor baru, berupa: i. penciptaan iklim kondusif melalui sistem pelayanam satu pintu atau one stop service (OSS) di 35 Kab/Kota ii. review terhadap perda/kebijakan daerah yang tidak pro bisnis dengan metode Regulatory Impact Assesment (RIA) iii. Promosi peluang investasi persektor usaha yang dilengkapi dengan pre FS melalui forum CJIBF dan door to door dengan Asosiasi usaha baik di dalam negeri maupun luar negeri iv. Kerjasama-kerjasama investasi dengan membentuk forum/klaster antara lain: Forum Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya Jawa Tengah (FPESD), Central Java Investmen Business Forum, dll Sedangkan promosi yang dilakukan dalam rangka mempertahankan investasi yang sudah ada, yaitu: v. Memfasilitasi permasalahan yang dihadapi oleh PMA dan PMDN melalui gugus tugas (Task Force) vi. Membuka kran komunikasi dengan menfaatkan forum-forum diskusi (pelabuhan bandara, PMA, Pelayanan satu atap, Fedep, IPMP/IPMK) Perbandingan realisasi PMA pada Tahun 2006 dengan Tahun 2007; Pada Tahun 2006 Jumlah Proyek sebesar 53 buah dengan nilai investasi sebesar $ US 51.934,31 dan untuk Tahun 2007 sebesar 42 buah dan untuk sebesar 66.82,32 Perbandingan realisasi PMDN pada Tahun 2006 dengan Tahun 2007; Pada Tahun 2006 Jumlah Proyek sebesar 16 buah dengan nilai investasi sebesar Rp 5,067 T dan untuk Tahun 2007 sebesar 7 buah dan untuk sebesar 348,94 M
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, 14-18 April 2008
3
C. BIDANG KOPERASI DAN UKM
-
Pelaku usaha berdasarkan skala usaha non pertanian (data BPS 2006), jumlah pelaku usaha 3.690.920 unit/orang terdiri dari: Usaha skala mikro sebanyak 3.159.584 unit usaha atau 85,57% Usaha kecil sebanyak 508.236 unit usaha atau 13,76% Usaha Menengah sebanyak 17.994 unti usaha atau 0,48% dan Usaha besar sebanyak 5.106 unit usaha atau 0,13% Kontribusi sektor UKM dalam perekonomian Jawa Tengah cukup besar hal ini dapat dilihat dari data jumlah usaha non pertanian yang menunjukkan bahwa struktur UKM mendominasi kurang lebih 99,81% dari pelaku usaha di Jawa Tengah, namun belum dilakukan penghitungan secara khusus berapa penciptaan nilai tambah dari UMKM terhadap pembentukan PDRB Jawa Tengah secara keseluruhan Perkembangan Jumlah Koperasi di Jawa Tengah meningkat dari Tahun 2006 sebesar 123 buah menjadi 154 buah pada Tahun 2007. Sedangkan Jumlah UKM Binaan Tahun 2006 sebesar 51.043 buah dengan jumlah volume usaha sebesar 6,391 Milyar dan menyerap tenaga kerja sebesar 236.143 orang, naik pada Tahun 2007 sebesar 52.892 buah dengan jumlah volume usaha sebesar 8,609 Milyar dan menyerap tenaga kerja sebesar 259.757 orang.
IV. PERMASALAHAN SPESIFIK DAN REKOMENDASI A. PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH Permasalahan : 1. Regulasi Investasi: Bagaimana mewujudkan peraturan-peraturan yang pro investasi (kemudahan, insentif, UU Tenaga kerja yang tidak memberatkan bagi investor Bagaimana mewujudkan peraturan-peraturan yang memberikan kepastian tehadap investasi (tidak berubah-ubah) Belum optimalnya pelayanan perijinan karena belum adanya standar pelayanan dalam pemberian ijin investasi yang tepat waktu 2. Keterbatasan Infrastruktur: Belum terealisasinya pembangunan Jalan Tol Belum dikembangkannya Bandara-bandara perintis di Jepara/Karimunjawa (Dewandaru), Blora (Ngloram), Purbalingga (Wirasaba), Cilacap (Tunggul Wulung). Keterbatasan energi (listrik dan air bersih) Wilayah industri dan fasilitas pendukung Rumah Sakit dan Sekolah Internasional 3. Masalah Tunggakan KUT yang masih cukup banyak di Jawa Tengah, terkait upaya menyelesaikan permasalahan ini perlu adanya upaya untuk menyelesaikannya Rekomendasi : 1. Perlunya sosialisasi dan sinkronisasi UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang baru sebagai pengganti UU No. 1 tahun 1967 trntang PMA dan UU No. 6 tahun 1968 tentang PMDN dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 2. Agar DPR RI diharapkan dapat meminta lepada pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang Penanaman Modal sebagai pelaksanaan dari pasal 13 huruf n UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan diminta agar pelayanan perijinan investasi PMDN/PMA dilakukan Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, 14-18 April 2008
4
dengan sistem satu atap di provinsi dan untuk non PMDN/PMA di kabupaten/kota. 3. Berkaitan permasalahan yang bukan menjadi gugus tugas dalam lingkup kerja Komisi VI, akan dikomunikasikan kepada komisi bersangkutan. 4. Saran untuk penyelesaian permasalahan tunggakan KUT di Provinsi Jawa Tengah Alternatif I: Bagi tunggakan KUT yang berada di petani murni dihapuskan tagiskan (diputihkan) Bagi tunggakan yang diselewengkan diupayakan tetap dikembalikan dan atau diproses melalui upaya hukum Alternatif II: Tunggakan KUT dihibahkan kepada Pemerintah Daerah (Kab/Kota) setempat atau angsuran (pengembalian) KUT yang masuk dikelola oleh Pemda setempat. Hasil pengembalian KUT digulirkan kembali ketentuannya diatur sepenuhnya oleh Pemda setempat Bagi petani yang mengalami gagal panen (puso) agar tunggakannya dihapuskan Bagi yang menyelewengkan diselesaikan sesuai ketentuan hukum yang berlaku B. BADAN MUSYAWARAH PERBANKAN DAERAH PROV. JAWA TENGAH Permasalahan : Kinerja perbankan di Jawa Tengah dapat dinilai cukup memuaskan. Hal tersebut dapat disimpulkan dari kecilnya NPL. Begitu juga dengan program-program Kredit Ketahan Pangan yang berjalan cukup baik. Namun demikian kondisi makro ekonomi sebagai dampak kenaikan BBM memberikan keterbatasan ruang gerak untuk melakukan ekspansi kredit. Selain itu kondisi yang ada saat ini sektor perdagangan lebih menonjol dibanding pertanian, padahal Jawa tengah mempunyai sektor pertanian yang unggulan. Rekomendasi : Untuk memperlancar program-program kegiatan kredit ketahanan pangan, pihak perbankan mengusulkan agar Pemerintahan Daerah memberikan dukungan dengan membentuk Lembaga Penjaminan Kredit Daerah (LPKD) yang dapat menjadi mediator antara kreditur dan debitur. Pihak Pemda Jateng telah menempatkan dananya di Bank-Bank Pemerintah dalam rangka membantu UMKM terkait dengan subsidi bunga yang diterima pelaku UMKM Perlu adanya upaya untuk meningkatkan kredit kepada masyarakat kecil terutama yang bergerak di sektor pertanian C. INDUSTRI FARMASI (PT. PHAPROS, PT.KIMIA FARMA, PT. KONIMEX, PT. JAMU JAGO, PT. NYONYA MENEER, DAN PT. SIDO MUNCUL) Permasalahan : Untuk industri besar persoalan kontinyuitas ketersediaan bahan baku masih sangat fluktuatif dan kemasan (packaging) dari produk yang ada masih belum baik Untuk industri kecil: proses produksi, kemasan, merk dagang, teknologi yang masih sangat sederhana, menggunakan bahan tambahan yang masih jauh memenuhi standar serta manajemen usaha yang masih belum baik Standarisasi wajib untuk AMDK, pupuk, dan tepung terigu belum memenuhi standar nasional.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, 14-18 April 2008
5
Keinginan PT. Phapros (Tbk) agar limbah B3 yang menjadi kewajiban perusahaan ini untuk membuangnya dapat dilakukan di Jawa Tengah, karena selama ini harus membuangnya ke Cileungsi. Adanya rencana Pemkot Semarang untuk merelokasi industri-industri yang ada di Simongan agar dirubah dengan membatasi kawasan industri tersebut dari bertambahnya industri-industri yang lain Keterbatasan bahan baku kayu untuk pengrajin mebelair, dimana kebutuhan mencapai 6 juta m3/tahun, namun yang dapat disediakan hanya mencapai 1,1 juta m3/tahun. Terdapat dua persoalan yang di masa depan bisa jadi masalah yang paling mengemuka di industri jamu tradisional, yaitu masalah ketersediaan bahan baku yang 90% merupakan kandungan lokal berupa tanaman obat, (sering produk lokal tidak masuk spesifikasi dan harganya mahal, sebagai gambaran Harga Kencur dari Hongkong cuma 2 US$/kg sedangkan di Indonesia Rp 40.000/kg) dan berikutnya adalah persoalan energi yang menopang setiap industri yang ada, berupa listrik (TDL yang tinggi untuk industri) dan bahan bakar (Marine Fuel Oil/minyak bakar dan High Speed Diesel/solar). Persoalan yang paling mengemuka saat ini, yaitu jamu yang menjadi minuman tradisional keseharian dan warisan budaya leluhur bangsa Indonesia diklaim menjadi warisan budaya Malaysia. Berbagai upaya yang telah dilakukan Pemerintah Malaysia dalam usaha mengarah pada pengklaiman hal tersebut, yaitu: a. Dengan meregristasi ulang semua produk jamu yang ke Indonesia sebesar 500 ringgit setiap waktu pengajuan. b. Melakukan uji sample atas setiap produk yang masuk sebesar 300 ringgit karena dianggap sebagai produk yang baru c. Semua produk Indonesia yang masuk harus dirubah nama merk dagangnya ke dalam bahasa Malaysia (contoh merk jamu “sendi” dirubah menjadi “engsel”), termasuk didalamnya keterangan dalam kemasan yang produk jamu tersebut harus dirubah dalam Bahasa Malaysia. d. Harus kembali didaftarkan ijin Halal dari institusi resmi di Malaysia, walaupun di Indonesia telah mendapatkan sertifikat halal dari MUI. e. Selain itu di negara malaysia jamu-jamu dari Indonesia masih harus bersaing dengan jamu-jamu ilegal yang beredar di pasaran. f. Upaya B to B (business to business) melalui audensi beberapa asosiasi pengusaha jamu Indonesia ke negara tersebut dilakukan, termasuk melaporkannya kepada Atase Perdagangan Indonesia di Malaysia, namun belum menunjukkan hasil. Rekomendasi: Dinas Perindustrian, Dinas Perdagangan dan Dinas Pelayanan Koperasi Propinsi Jawa Tengah harus proaktif menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di wilayahnya dengan membangun komunikasi yang intens dengan Departemen terkait yang berada di pusat. Berkenaan dengan persoalan kawasan industri, pengelolaan limbah, peningkatan mutu dan kualitas produk industri, diharapkan adanya koordinasi diantara instansi yang ada termasuk dengan Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Semarang dan Komisi VI DPR RI akan melakukan dukungan politik dengan mengangkat persoalan-persoalan ini dengan mitra kerja saat dilakukannya Rapat Kerja maupun Rapat Dengar Pendapat pada masa sidang berikutnya. Persoalan bahan baku yang ditemui oleh industri jamu dapat disiasati dengan melakukan program kemitraan dengan para petani lokal. Sebagai contoh saat berlebihnya produksi kencur di daerah Kudus dan tidak dimanfaatkan dengan baik. Andai tidak masuk spesifikasi perlu ada pendampingan, agar bisa digunakan dan hasilnya on spect. Untuk persoalan energi diharapkan mampu memanfaatkan lahan tidur utnuk ditanami jarak, mengolah minyak jelantah sebagai energi baru dan dengan menggunakan energi alternatif semisal menggunakan geothermal (energi Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, 14-18 April 2008
6
panas bumi) yang tengah dikembangkan di wilayah Jawa Tengah, yaitu di daerah GedongSongo, Kabupaten Semarang. Untuk permasalahan Jamu, Komisi VI DPR RI akan mengangkat hal ini di masa persidangan berikutnya untuk disampaikan pada mitra kerja. Berbagai saran dan rekomendasi yang beredar saat itu,diantaranya: Persoalan label halal dan segala sesuatunya mengenai hal tersebut perlu masuk ke dalam RUU UMKM Perlu adanya upaya mematenkan ke Paten Internasional, agar persoalan HAKI yang juga terjadi di Kain Batik yang kemudian dubah namanya oleh Singapura dengan kain warna-warni tidak terjadi lagi. Dan mulai menginventarisasi produk-produk asli Indonesia yang telah dipatenkan dan yang belum. Pengelolaan petani lebih dioptimalkan dengan baik.
D.PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH, PT. SANG HYANG SRI, PERWAKILAN BUMN PUPUK (PT. PUSRI, PT. PUPUK KALTIM, PT. KUJANG) DAN PERUM BULOG Permasalahan: - Ketersediaan gas untuk bahan baku urea yang tidak cukup - Penarikan deviden yang terlalu besar - Margin yang terlalu kecil untuk penjualan ke sektor subsidi (dalam subsidi BBM, perhitungan margin didasarkan harga internasional) Rekomendasi: - Menyediakan gas untuk bahan baku urea dalam jumlah yang cukup - Penarikan deviden dimohon memperhatikan dana yang diperlukan oleh perusahaan untuk replacement dan pengembangan - Cara perhitungan subsidi pupuk kalau memungkinkan diberlakukan sama dengan subsidi BBM E. PABRIK GULA CEPIRING YANG DIKELOLA OLEH PT. INDUSTRI GULA NASIONAL (IGN) Permasalahan:
Pengembangan areal tebu di Jawa Tengah umumnya dan di Kendal khususnya tidak sepesat Jawa Timur. Hal ini disebabkan karena adanya persaingan dengan komoditi lain (tembakau di Kendal/Weleri dan Klaten, bawang merah di pantura barat, padi di delanggu dsb). Pengurusan keringanan bea masuk raw sugar sampai saat ini belum selesai, hal ini akan mengakibatkan daya saing produk di pasar akan lemah. Harga gula dunia khususnya raw sugar sangat berfluktuasi dan sulit diprediksi Rekomendasi: Harapan pada pemerintah pusat, agar masalah keringanan bea masuk raw sugar segera dapat diselesaikan agar perusahaan ini dapat bersaing secara wajar dengan perusahaan lain yang juga mengimpor raw sugar; Dan membantu proses dengan PT. Sucofindo yang hingga kini masih belum melakukan investigasi pada pabrik kami untuk melihat kandungan lokal sebesar 30%, padahal IGN mempunyai kandungan lokal melebihi yang dipersyaratkan, sebagai salah satu prasyarat dalam memperoleh keringanan bea masuk. Kemitraan dengan petani merupakan hal yang mutlak harus dilakukan, budaya “keterbukaan” dikembangkan untuk lebih mendapatkan kepercayaan dari petani dan stake holder umumnya. Ketel lama yang menggunakan bahan bakar ampas diusahakan tidak menggunakan suplesi BBM sehingga kenaikan BBM tidak banyak pengaruhnya. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, 14-18 April 2008
7
F. PT. TELKOM, PT. PERTAMINA, PT. PLN, PT. JAMSOSTEK, PT. JASA MARGA, PT. SUCOFINDO Permasalahan: o Adanya persyaratan pengajuan pinjaman program kemitraan yang menggunakan agunan asli. o Belum optimalnya penyelesaian terhadap piutang angsuran dari Mitra Binaan, semenjak telah berakhirnya kerjasama antara PT. Jamsostek (Persero) dengan KP2LN sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor : 33 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor : 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara / Daerah. o Jumlah piutang angsuran hingga periode Desember 2007 PT. Jamsostek Rp. 11.322.266.491,73, terdiri : a. Kurang Lancar : Rp. 6.326.622.847,83 b. Lancar : Rp. 4.669.879.217,02 c. Ragu-ragu : Rp. 27.128.162,00 d. Macet : Rp. 298.636.264,88 Rekomendasi: - Kerjasama guna peningkatan Program DPKP dan PKBL : a. IKS dengan DPP REI Jateng b. IKS dengan DPD HIPPI Jateng c. IKS dengan IWAPI Provinsi Jateng . d. KSO PT Jamsostek (Persero) dengan Dewan Koperasi Nasional Indonesi(DEKOPIN) - Telah ditandatanganinya MOU dengan KEJATI untuk dapat meminimalisasikan dan menuntaskan piutang Jamsostek terhadap peserta perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya membayar iuran. G. PT. PELINDO III, GM PELABUHAN TANJUNG MAS, GMTERMINAL PETI KEMAS, PT. ANGKASA PURA I, GM BANDARA AHMAD YANI,GM BANDARA ADI SUMARMO Permasalahan: - Bandara Ahmad Yani perlu segera merealisasikan pemindahan terminal lama ke sisi utara landas pacu (terminal baru) sebagai upaya peningkatan kapasitas - Peran pelabuhan akan bertambah sempit berkenaan dengan adanya kebijakan baru Rekomendasi: - Bandara Ahmad Yani membutuhkan dukungan politik Komisi VI agar segera merealisasikan pemindahan terminal lama ke sisi utara landas pacu (terminal baru) - Komisi VI DPR RI diharapkan bantuannya untuk dapat mengamankan efek dari kebijakan baru supaya peran pelabuhan tidaklah menjadi sempit
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, 14-18 April 2008
8
V.Deskripsi Umum Daerah PROVINSI JAWA TIMUR Dengan luas wilayah sekitar 428 km2 dan jumlah penduduk sekitar 36 juta jiwa yang dibagi menjadi 29 kabupaten dan 9 kota, Provinsi Jawa Timur memang merupakan wilayah yang sangat potensial untuk pengembangan industri dan perdagangan. Apabila dilihat per sektor, sumbangan volume ekonomi sektor industri mulai tahun 2004 – 2007 menyumbang sebesar 28,24% dan sektor perdagangan sebesar 25,7%. Artinya, sumbangan kedua sektor ini telah mencapai 53,94% terhadap PDRB. Seperti diketahui sejak tahun 2001 lalu perekonomian Jawa Timur sudah bangkit menuju arah perbaikan dengan ditandai pertumbuhan ekonomi di atas angka 3%, tepatnya sebesar 3,33%, berikutnya tahun 2002 proses perbaikan demi perbaikan sudah semakin nampak berjalan dengan lancar, dan tumbuh lagi sebesar 3,41%, sedikit lebih besar dibandingkan dengan tahun 2001. Pada tahun 2003 perbaikan ekonomi Jawa Timur sudah semakin nyata, dengan pertumbuh hingga sebesar 4,11%. Selanjutnya sampai akhir tahun 2004 pertumbuhan ekonomi Jawa Timur telah menembus angka 5,18%. Terakhir walaupun dibayangi oleh adanya kenaikan BBM dan inflasi yang tinggi namun tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tetap meningkat hingga menembus angka 5,69%. Sementara itu dari kinerja ekspor non migas Jawa Timur tahun 2002 menunjukkan total nilai US$ 5,69 milyar, atau mengalami kenaikan 13,87% apabila dibandingkan dengan tahun 2001 yang tercatat sebesar US$ 5,00 milyar. Selanjutnya untuk tahun 2003 realisasi ekspor non migas Jawa Timur tercatat sebesar US$ 5,48 milyar atau turun 12,19% dibandingkan tahun 2002, dan tahun 2004 tercatat sebesar US$ 6,19 milyar, terakhir sampai dengan Desember 2005 tercatat sebesar US$ 6,36 milyar. Perkembangan volume ekonomi Jawa Timur pada tahun 2004 atas dasar harga berlaku sebesar Rp 341,06 trilyun, tahun 2005 sebesar Rp 403,39 triliun, tahun 2006 sebesar Rp 470,62 triliun dan tahun 2007 (angka sementara) sebesar Rp 532,03 trilun. VI. DESKRIPSI PER BIDANG A. BIDANG INDUSTRI DAN PERDAGANGAN
Kontribusi sektor Industri dan Perdagangan terhadap perekonomian Jawa Timur dapat digambarkan sebagai berikut: Sektor Industri Pengolahan mulai tahun 2004 sampai 2007 memberikan sumbangan ekonomi berturutturut mulai Rp 100 triliun, Rp 120 triliun, Rp 137 triliun dan Rp 151 Triliun. Sedangkan sumbangan sektor perdagangan, hotel dan restauran secara berturut-turut Rp 91 trilun, Rp 109,6 trilun, Rp 131,6 triluun dan Rp 154,1 trilun. Kontribusi sektor industri pengolahan sejak tahun 2004-2007 terhadap pembentukan struktur ekonomi Jawa Timur berturut-turut (atas dasar harga berlaku) adalah 27,87 %; 27,55%; 26,84% dan 26,21%. Sedangkan kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restauran selama 2004-2007 menyumbang 28,19%; 29,08%; 30,14% dan 30,99%. Secara keseluruhan distribusi PDRB Jawa Timur tahun 2004-2007 dikuasai oleh tiga sektor yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restauran serta sektor Pertanian. Pertumbuhan jumlah sentra industri di Jawa Timur dari tahun 2006 meningkat sebesar 1% pada tahun 2007, dan untuk jumlah unit usaha meningkat sebesar 2,8% dengan nilai investasi meningkat 2,79% dengan nilai produksi meningkat sebesar 3,12% dan dapat menyerap tenaga kerja meningkat sebesar 1,47% pada tahun 2007.
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, 14-18 April 2008
9
B. BIDANG BUMN dan INVESTASI Dalam upaya meningkatkan kinerja investasi di Jawa Timur, Pemerintah Daerah Jawa Timur telah melakukan pemetaan. Hasil pemetaan yang telah dilakukan berupa produk unggulan Jawa Timur yaitu di sektor primer adalah minyak atsiri (minyak nilam, kenanga, melati, cengkeh), perkebunan kelapa terintegrasi industri pengolahan, rumput laut, gypsum sintetis, marmer, pasir besi, pariwisata serta UKM dan kerajinan. Sektor sekunder (industri pengolahan) dan sektor tertier (jalan tol, pengolahan air bersih, kelistrikan, perdagangan ekspor, jasa dan pariwisata). Sementara itu pemerintah daerah provinsi Jawa Timur juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan dalam rangka melindungi investasi yang ada, seperti: Fasilitasi penyelesaian masalah penanaman modal melalui Dewan Konseling Investasi dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor: 188/123/KPTS/013/2007 tahun 2007 yang bertugas memfasilitasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh investor untuk dicarikan solusi pemecahannya. Koordinasi dalam kegiatan perencanaan dan pengembangan, promosi, perijinan penanaman modal dan pengawasan pelaksanaan penanaman modal dengan instansi terkait di provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur cukup baik, semua pihak bertekad untuk meningkatkan investasi serta menciptakan iklim investasi yang kondusif di Jawa Timur melalui serangkaian pembangunan kebijakan dan perbaikan institusi. Dari kinerja persetujuan investasi, periode Januari sampai dengan Desember 2005 ini jumlah investasi yang disetujui oleh BKPM sebanyak 23 proyek PMDN dengan jumlah investasi sebesar Rp. 5.516.850 juta dibandingkan pada tahun 2004 dengan periode yang sama disetujui 16 proyek dengan investasi Rp. 4.055.256 juta, dengan demikian jumlah proyek mengalami kenaikan sebesar 136,04%. Sedangkan pada tahun 2006 antara Januari sampai Maret telah disetujui sebanyak 1 proyek dengan jumlah investasi Rp. 15.900 juta, dibandingkan tahun 2005 pada periode yang sama mengalami penurunan 1.080% untuk jumlah investasi dan jumlah proyek yang sama. Untuk PMA, periode Januari sampai dengan Desember 2005 jumlah investasi yang disetujui 78 proyek dengan investasi US$ 554.344 ribu, apabila dibandingkan dengan tahun 2004 sebanyak 65 proyek terdapat kenaikan 120% dan dari nilai investasi juga mengalami kenaikan 154,94%. Perkembangan realisasi PMDN dan PMA selama tahun 2006-2008 adalah sebagai berikut : a. PMDN : 2006 sebanyak 32 perusahaan dengan nilai investasi Rp 167,449,029 juta dan menyerap tenaga kerja sebanyak 12.779 orang; tahun 2007 sebanyak 22 perusahaan dengan nilai Rp 16,705,091 juta dan tenaga kerja 35.237 orang. Sedangkan tahun 2008 sampai bulan Februati 2008 1 perusahaan dengan nilai Rp 64,378 juta dan menyerap tenaga kerja 400 orang b. PMA : 2006 sebanyak 262 proyek dengan realisasi 1.196.257,9 ribu US $, dan menyerap tenaga kerja 77.594 TKI dan 800 TKA; tahun 2007 sebanyak 262 proyek dengan nilai 2.917.049,32 US $ dan menyerap Tenaga Kerja 66.137 TKI dan 702 TKA. Sedangkan tahun 2008 selama Jan s/d Feb 2008 sebesar 79 proyek dengan nilai 2.701.578 ribu US $ dan menyerap TK 22.625 TKI dan 331 TKA. Wilayah Provinsi Jawa Timur adalah wilayah yang termasuk banyak dijadikan domisili beberapa BUMN. Pada kunjungan kerja tim Komisi VI DPR RI kali ini difokuskan kepada persoalan spesifik seperti soal kelangkaan pupuk yang terkait dengan PT. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, 14-18 April 2008
10
Petrokimia Gresik, masalah gula yang terkait dengan PTPN-PTPN dan RNI, PT. Semen Gresik yang selama ini menjadi concern Komisi VI DPR RI, serta beberapa BUMN yang saat ini masih mangalami kerugian seperti PT. Industri Soda Indonesia dan PT. Industri Gelas Indonesia. C. BIDANG KOPERASI DAN UKM Pembangunan Koperasi dan UKM di Jawa Timur walaupun mulai nampak perkembangan yang positif, namun secara umum tidak terlepas dari masih banyaknya kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dan UKM yang perlu tetap mendapat perhatian pembenahan dan dukungan secara berkelanjutan, antara lain: a. Rendahnya produktivitas dan daya saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) terutama dalam bidang manajemen, kelembagaan, pemasaran, dan penguasaan teknologi informasi sehingga menimbulkan disparitas usaha yang sangat lebar antar pelaku usaha. b. Terbatasnya akses Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) terhadap sumberdaya produktif yang terutama meliputi tiga aspek penting, yaitu modal usaha yang bukan saja mencakup penyediaan kredit modal kerja tetapi juga kredit investasi; informasi; dan pasar. Pemerintah daerah provinsi Jawa Timur juga telah menetapkan arah kebijakan yang akan dilaksanakan dalam rencana pembangunan jangka menengah ke depan dalam pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah: 1. Mengembangkan UKM yang diarahkan untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, penciptaan lapangan kerja, peningkatan produktivitas dan daya saing. Sedangkan pengembangan usaha skala mikro diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. 2. Memperkuat kelembagaan melalui penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender. 3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuh kembangkan wirausaha baru berkeunggulan prima untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja. 4. Mengembangkan KUMKM untuk lebih berperan sebagai penyedia barang dan jasa di pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk impor. 5. Membangun tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi, meningkatkan kepedulian dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) dan meningkatkan kemandirian gerakan koperasi. Berangkat dari potensi dan permasalahan KUKM dengan mengacu pada arah kebijakan yang akan dilaksanakan dalam RPJM pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, serta Rencana Strategis Kementerian KUKM 2005 – 2009 maka upaya yang akan dilaksanakan adalah: 1. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan jati diri koperasi. Untuk meningkatkan kualitas kelembagaan dan organisasi sesuai dengan jati dirinya dinas koperasi, pengusaha kecil dan menengah provinsi Jawa Timur dalam periode 2006 – 2009 menargetkan sebanyak 11.640 unit koperasi berkualitas (kriteria A, B, dan C) dan dalam tahun 2006 sebanyak 3.921 unit koperasi berkualitas. 2. Meningkatnya produktivitas usaha dan daya saing ekspor KUMKM di pasar bebas. Salah satu upaya untuk mewujudkannya adalah: a. Memberikan kesempatan kepada KUKM mengikuti kegiatan pameran baik di tingkat regional , nasional dan internasional, yang dibiayai baik dari dana APBD maupun APBN. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, 14-18 April 2008
11
3.
4.
b. Pengembangan pasar tradisional melalui pelaksanaan pasar rakyat yang pembiayaannya didukung dana APBD dan APBN. Perkuatan modal bagi KUKM baik yang dibiayai dari dana APBD maupun APBN. a. Perkuatan permodalan bagi KUKM dari APBD selama periode 2001 s/d 2005 sebesar Rp. 119.295.000.000 di antaranya adalah program sentra kulakan koperasi (senkuko), sapi potong, sapi perah, ayam potong, kredit lunak melalui BPR Jatim dan Bank Jatim, Pengembangan Usaha Pengadaan Pangan Sistem Bank Padi, Sertifikasi tanah bagi PMK, pengembangan usaha mikro melalui KSU/USP Koperasi. b. Perkuatan permodalan bagi KUKM dari APBN sampai dengan akhir tahun 2005 sebesar Rp. 153,9 milyar dan telah berkembang menjadi Rp. 403,8 milyar. c. Perkuatan permodalan melalui kegiatan strategis Kementerian KUKM dan sampai akhir tahun 2005 sebesar Rp. 174,2 milyar. Beberapa program pembiayaan dana PUKK yang telah dikembangkan antara lain: a. Program SUP-005: yang dimulai sejak tahun 2004, Pemprov Jawa Timur telah memperoleh alokasi dana sebesar Rp 312,261 miliar dan telah disalurkan kepada UMKM oleh Bank Pelaksana (PT. PNM, Bank Mandiri, BTN, Bank Bukopin dan Bank Pembangunan Daerah) b. Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM) selama periode 2004-2007 dengan jumlah KSP/USP/LKM sebanyak 603 unit; plafond Rp 90,95 Miliar dan jumlah anggota 35.439 orang.
VII. PERMASALAH SPESIFIK DAN REKOMENDASI A. PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR Permasalahan : 1.Alokasi kebutuhan pupuk per kabupaten per bulan selalu mengalami kekurangan, yang berakibat terjadi kelangkaan dan kenaikan harga pupuk pada saat musim tanam. Kondisi tersebut diperparah lagi dengan penyerapan pupuk oleh petani tambak yang belum masuk kategori pupuk bersubsidi. 2. Karena HET tetap seperti sebelum kenaikan harga BBM, sedangkan biaya bongkar muat dan transportasi naik , maka sulit mempertahankan penjualan pupuk ditingkat kios resmi tetap sesuai HET. 3. Terbatasnya penjualan pupuk bersubsidi akan mendorong oknum tertentu untuk memperdagangkan secara ilegal antar wilayah atau antar kabupaten. 4. Akibat dilarangnya pembuatan urea tablet oleh pabrikan mengakibatkan petani sulit memperoleh urea tablet. 5. Investor baik domestik maupun asing pada dasarnya menghendaki adanya stabilisasi politik dan keamanan serta kepastian hukum; kebijakan perpajakan, tenaga kerja yang pro bisnis; pelayanan perijinan investasi dan ekspor dengan sistem pelayanan satu atap yang mudah, murah, cepat, dan transparan. Rekomendasi : 1. Alokasi pupuk bersubsidi hendaknya dipenuhi sesuai dengan kebutuhan riil petani termasuk kebutuhan untuk perikanan. 2. Agar HET dapat dipertahankan, penetapan HET oleh Menteri Pertanian direvisi dengan mempertimbangkan adanya kenaikan biaya angkut dan bongkar muat. 3. Dalam keadaan tertentu, untuk memenuhi kebutuhan pupuk yang mendesak di suatu kabupaten/kota, produsen pupuk harus diberi kewenangan untuk melakukan pengaturan dan pendistribusian antar kabupaten/kota dalam wilayah pelayanan. 4. Pabrikan urea tablet diijinkan untuk menjual jasa mengubah urea prill milik petani/kelompok menjadi urea tablet atas permintaan petani/kelompok. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, 14-18 April 2008
12
5.
6.
Perlunya sosialisasi dan sinkronisasi UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang baru sebagai pengganti UU No. 1 tahun 1967 tentang PMA dan UU No. 6 tahun 1968 tentang PMDN dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Guna menjaga terpenuhinya kebutuhan tetes tebu untuk kepentingan industri dalam negeri, perlu dipertimbangkan oleh pemerintah untuk memberlakukan pajak ekspor tetes tebu, mengingat saat ini sebagian besar tetes tebu diekspor dengan harga yang cukup tinggi dibanding dengan penggunaan kebutuhan industri dalam negeri.
B. PT. Pelindo III, PT. PAL Indonesia, PT. Dok dan Perkapalan Surabaya, dan PT. ASDP Permasalahan : Secara umum kinerja dari BUMN-BUMN ini kurang sehat. Meski PT. PAL Indonesia misalnya saat ini telah mampu melakukan ekspansi penerimaan pesanan pembuatan kapal skala internasional. Namun dengan keterbatasan finansial, PT. PAL Indonesia hingga tahun 2009 tidak lagi menerima order karena keterbatasan kapasitas dan modal kerja. Sementara PT. ASDP yang memang difokuskan untuk melayani kepentingan publik, tidak dapat memberikan deviden yang cukup besar apalagi untuk mengembangkan produk-produk jasa yang dimiliki. Rekomendasi : 1. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan Kementerian terkait khususnya Kementerian Negara BUMN untuk meningkatkan kapasitas dan kecukupan finansial dalam pengembangan PT. PAL Indonesia. 2. Komisi VI DPR RI perlu mempertanyakan penggunaan dana PSO bagi ASDP terkait dengan pelayanan bagi penumpang dan jasa-jasa yang dimiliki. Hal tersebut penting karena demi memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat PT. ASDP memberikan harga yang cukup murah bagi masyarakat pengguna jasa PT. ASDP (misalnya tiket ferry penyeberangan surabaya-madura Rp. 2500,/orang dan Rp. 1500,-/motor) C. PT. Bank BRI, PT. Bank BNI, PT. Bank Mandiri, PT. Bank BTN, dan PT. Bank Bukopin Permasalahan : Kinerja perbankan di Jawa Timur dapat dinilai cukup memuaskan. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai deviden dan jumlah pihak ketiga, serta kecilnya NPL (ratarata 1,5 – 2,5%). Begitu juga dengan program-program Kredit Ketahan Pangan yang berjalan cukup baik khususnya bagi petani tebu yang kebanyakan di Jawa Timur. Namun demikian kendala yang dihadapi saat ini adalah bahwa kondisi makro ekonomi sebagai dampak kenaikan BBM memberikan keterbatasan ruang gerak untuk melakukan ekspansi kredit. Rekomendasi : -Untuk memperlancar program-program kegiatan kredit ketahanan pangan, pihak perbankan mengusulkan agar Pemerintahan Daerah memberikan dukungan dengan membentuk Lembaga Penjaminan Kredit Daerah (LPKD) yang dapat menjadi mediator antara kreditur dan debitur. - Pihak Pemda Jatim telah menempatkan dananya di Bank-Bank Pemerintah dalam rangka membantu UMKM terkait dengan subsidi bunga yang diterima pelaku UMKM - Komisi VI DPR RI perlu memanggil BUMN Perbankan terkait dengan implementasi penyaluran kredit bagi KUKM, termasuk Program Kredit Usaha Rakyat
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, 14-18 April 2008
13
D. PT. Gudang Garam Permasalahan : Apabila dilihat dari performance, maka perusahaan swasta ini telah mencapai pada tingkat yang sangat sehat dan bahkan ikut memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan negara, khususnya dari perusahaan rokok. Namun hingga saat ini dari informasi yang diperoleh masih ditemui adanya praktek-praktek pembuatan dan peredaran rokok ilegal yang dapat merugikan negara cukup besar. Rekomendasi : Komisi VI DPR RI akan mendesak pemerintah khususnya Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan untuk melakukan upaya serius dalam mengatasi masalah rokok ilegal. Khusus terhadap kasus pemalsuan cukai rokok bagi rokok-rokok ilegal tersebut, Komisi VI DPR RI meminta kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan sweeping dan menindak tegas oknum-oknum yang terlibat. E. PT. PLN, PT. Pertamina, PT. PGN Permasalahan : Akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak 1997 lalu, investasi pengembangan energi termasuk investasi bagi peningkatan pembangkit tenaga listrik di Indonesia banyak yang tertunda. Hal tersebut akhirnya berakibat kepada mulai menipisnya cadangan energi listrik, karena belum adanya pembangkit tenaga listrik yang baru. Sementara sumber pembangkit tenaga listrik yang lama, kapasitas produksinya semakin hari semakin menurun. Hal yang sama juga terjadi pada energi minyak dan gas bumi yang dikelola oleh PT. PGN dan PT. Pertamina. PT. PLN misalnya mengalami kendala-kendala seperti: Terbatasnya dana investasi bagi PLN untuk pengembangan sistem kelistrikan, permintaan listrik cukup tinggi namun belum dapat dilayani karena dana investasi terbatas, diversifikasi BBM untuk PLTD di pulau-pulau masih sulit dan mahal, harga jual rata-rata masih lebih rendah dari BPP rata-rata, ketidakpastian penyediaan gas untuk pembangkit, ketidak pastian investasi untuk membangun pembangkit, indikasi kekurangan daya listrik pada 2008 dan 2009. Berbeda dengan Pertamina, kendala yang sangat besar dihadapi khususnya untuk wilayah Jawa Timur adalah penggunaan dermaga bongkar BBM yang letaknya didalam basis Angkatan Laut. Hal itu sangat berpengaruh terhadap masalah penyaluran BBM sampai ke depot-depot karena penyandaran tanker sering tertunda. Sementara itu permasalahan yang dihadapi oleh PT. PGN adalah belum tersedianya infrastruktur gas bumi berupa jaringan pipa gas yang mengangkut gas bumi dari sumbernya ke konsumen, semakin langkanya sumber dana yang ekonomis dan berjangka panjang, kebijakan pemerintah di sektor energi belum mendukung pemanfaatan gas bumi, ketidakpastian hukum dan keamanan sehingga mengurangi minat investor, terlambatnya pengembangan lapangan gas di Jawa Timur yang tidak sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan. Rekomendasi : 1. Karena permintaan listrik masih tinggi namun belum dapat dilayani, maka Komisi VI DPR RI mendukung pelaksanaan rencana-rencana pengembangan kelistrikan di Jawa Timur seperti kebutuhan gardu induk, trafo gardu induk, kebutuhan fisik dan investasi. 2. Untuk mengantisipasi terjadinya shortage gas di Jawa Bagian Timur, Komisi VI DPR RI akan mendukung program percepatan pengembangan sumur gas baru di Jawa Timur serta pembangunan infrastruktur untuk mendukung pasokan gas ke konsumen. 3. Komisi VI DPR meminta agar proyek percepatan infrastruktur listrik, khususnya pembangunan 10.000 MW segera direalisisaikan
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, 14-18 April 2008
14
F. PT. Petrokimia Gresik dan PT. Semen Gresik Permasalahan: Komisi VI DPR RI dalam memonitor langsung terhadap kinerja BUMN yang berada di dalam lokasi wilayah kunjungan kerja yakni di Jawa Timur juga berkunjung langsung ke PT. Petrokimia Gresik dan PT. Semen Gresik. Dari pertemuan dengan jajaran direksi kedua BUMN ini diperoleh informasi bahwa PT. Petrokimia Gresik dan PT. Semen Gresik merupakan BUMN yang sangat sehat dan saat ini berada pada posisi kinerja yang cukup baik. PT. Semen Gresik saat ini telah mampu memproduksi 17, 2 juta ton semen per tahun (besama dengan Semen Padang dan Tonasa) dengan tingkat utilitas 96%. Sedangkan PT. Petrokimia Gresik selain memproduksi pupuk yang selama ini dipergunakan oleh para petani seperti urea, juga telah melakukan langkah-langkah inovatif dengan mengembangkan jenis pupuk lain seperti pupuk organik yang baru-baru ini dikembangkan. Dalam perjalanannya selama ini, PT. Petrokimia Gresik mengalami beberapa penurunan produksi yang diakibatkan misalnya seperti kelangkaan gas seperti yang terjadi pada bulan Juni-Juli yang akan datang diprediksi akan terhenti selama 3 bulan karena kekurangan pasokan gas. Rekomendasi : -Dalam pertemuan dengan direksi PT. Petrokimia Gresik dan PT. Semen Gresik diperoleh kesimpulan bahwa pemerintah harus melakukan upaya penyelamatan bahan-bahan baku untuk kepentingan industri dalam negeri daripada kepentingan ekspor seperti gas, phospat, sulfur, dsb. -Khusus untuk PT. Petrokimia Gresik, Komisi VI DPR RI perlu menindaklanjuti dengan Pemerintah utamanya dalam mengatasi pasokan bahan baku gas bagi industri pupuk nasional, sedangkan untuk PT. Semen Gresik Group agar rencana pengembangan pabrik PT. Semen Gresik Group segera direalisir, khususnya untuk persoalan penyelesian kasus tanah yang ada di PT. Semen Padang G. PT. Industri Soda Indonesia (ISI) dan PT. Industri Gelas Indonesia (IGLAS) Permasalahan: 1. Kendala pengembangan PT. IGLAS lebih berada pada kelemahan internal terutama pada struktur keuangan yang kurang baik sebagai akibat dari akumulasi permasalahan dan kerugian pada periode sebelumnya menyebabkan pencapaian order masuk dan penjualan rendah karena neraca unbankable/tidak memenuhi persyaratan tender. Menurunnya image perusahaan yang menyebabkan perlu usaha yang kuat dalam mengembangkan perusahaan. 2. PT. IGLAS saat ini sedang mengalami kesulitan dalam menyisihkan dana untuk investasi dan modal kerja sementara PT. ISI mengalami kendala belum terbayarnya gaji karyawan selama 24 bulan 3. PT. IGLAS mengalami kendala pada suplai dan tingginya harga gas, kecilnya modal kerja dan besarnya hutang serta empowering asset dan peningkatan efisiensi produksi. Sementara tantangan terberat yang dihadapi oleh PT. Iglas adalah kenaikan harga BBM solar dan residu sebesar 250% dan 150%, naiknya beberapa komponen bahan baku impor lokal sebagai akibat depresiasi nilai tukar rupiah, dan besarnya dana rebuild dapur-dapur produksi gelas pada tahun 2006 ini. Selain itu produk-produk PT. Iglas mulai terkikis daya saingnya dengan produk impor akibat struktur biaya dan kurang modernnya peralatan produksi. Rekomendasi : 1. Dalam rangka mengeluarkan perusahaan dari krisis keuangan dan ancaman pailit PT. IGLAS telah menyusun program penyelamatan perusahaan yang disebut ”program revitalisasi perusahaan” dengan konsep kuasi reorganisasi dan akuisisi perusahaan oleh PT. Adhi Karya yang telah disampaikan kepada Kementerian Negara BUMN. Untuk itu PT. Boma Bisma Indra meminta dukungan Komisi VI DPR RI. Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, 14-18 April 2008
15
2. Dalam rangka merevitalisasi BUMN-BUMN yang memproduksi alat berat /mesin pemerintah seharusnya meninjau adanya kebijakan ijin impor mesin/peralatan bekas. 3. Dalam upaya optimalisasi sumber daya yang ada di BUMN-BUMN disarankan agar ada peraturan perundangan yang mengatur sinergi BUMN. 4. PT. IGLAS perlu bekerjasama dengan BUMN lain khususnya BUMN Perbankan agar mendapatkan modal kerja untuk kelangsungan usahanya. 5. PT. ISI perlu segera diselesaikan proses likuidasinya dan Pemerintah perlu segera membayar hak-hak pekerja yang belum dilunasi. 6. Komisi VI DPR RI perlu menindaklanjuti hasil Kunker ini dengan Mengundang Pemerintah cq Kementerian Negara BUMN guna menyelesaikan kasus IGLAS dan SODA yang masih terkatung-katung H. PT. PN X, PT. PN XI, PT. PN XII, dan PT. RNI Permasalahan: Tim Komisi VI DPR RI kemudian melakukan pertemuan dengan BUMN-BUMN perkebunan, yaitu PTPN X, XI, XII, dan PT. RNI. Dalam rapat dengar pendapat dengan para Dewan Direksi PTPN X-XII dan PT. RNI tersebut, tim Komisi VI DPR RI secara khusus membahas tentang permasalahan gula terutama yang terkait dengan kesiapan Indonesia menghadapi target swasembada gula 2009. Selain itu juga tim Komisi VI DPR RI juga membahas tentang pelaksanaan impor bagi PTPN-PTPN selaku IT dan masalah peredaran gula rafinasi. Dalam pertemuan tersebut dijelaskan bahwa pelaksanaan impor dilakukan sendiri oleh PTPN, mulai dari pengurusan ijin impor, tender pengadaan gula impor, pengawasan kedatangan gula di pelabuhan, hingga penetapan distributor yang berkoordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat. Mitra yang ditunjuk dalam pelaksanaan impor ini adalah distributor atau pedagang gula yang selama ini telah terbiasa membeli gula petani. Sementara itu untuk pemberian dana talangan dimaksudkan agar petani mendapatkan uang tunai tanpa harus menunggu semua gula miliknya terjual. Adanya dana talangan juga memungkinkan mereka terhindar dari dampak fluktuasi harga gula dunia yang cenderung kurang menguntungkan. Mengingat apabila harga lelang di bawah harga dasar patokan dana talangan, risiko ditanggung investor. Implementasi pengadaan dana talangan dilakukan PTPN selaku IT bekerjasama investor. Jumlah dana yang mendapatkan dana talangan sebanyak 90% total gula bagian petani, 10% sisanya merupakan gula yang diterima petani secara natura. Formula bagi hasil merupakan pembagian dari selisih antara harga riil atau realisasi lelang terhadap dana talangan. Dalam kasus apabila harga lelang lebih rendah dibanding dana talangan, risiko kerugian ditanggung investor. Disamping mendapatkan bagi hasil berupa gula dengan formula 64% dari total produksi menjadi miliknya, petani juga mendapatkan sebanyak 25 kg untuk setiap ton tebu yang digilingkan ke PG dengan nilai harga jual rata-rata setahun. Rekomendasi : -Komisi VI DPR RI mendukung sepenuhnya rencana investasi dan pengembangan kapasitas pabrik-pabrik gula untuk mengantisipasi membanjirnya panen tebu petani. -Komisi VI DPR RI meminta Pemerintah agar segera menghentikan peredaran gula rafinasi , khususnya yang ada di Jawa Timur -Komisi VI DPR RI akan menindaklanjuti hasil kunker ini dengan mengundang Pemerintah (Depdag, Deperin dan BKPM) terkait dengan pendirian/pembangunan Pabrik Gula rafinasi - Berkaitan dengan adanya temuan alih kelola Pabrik Gula PT. Ngadirejo yang dikelola oleh pihak swasta/ketiga, Komisi VI DPR RI perlu memanggil Deputy Bidang Agro Kementerian Negara BUMN perihal adanya penyalahgunaan dalam pengelolaan BUMN tersebut - Adanya peredaran gula rafinasi yang masuk ke pasar perlu direspons dengan memanggil mitra Komisi VI DPR RI, khususnya Menteri Perdagangan terkait dengan tataniaga gula rafinasi, Menteri Perindustrian tentang kapasitas pabrik gula rafinasi, Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, 14-18 April 2008
16
Meneg BUMN dalam hal revitalisasi Pabrik Gula dan BKPM dalam hal perizinan pendirian pabrik gula rafinasi I. PT. Sang Hyang Seri, PT. Pertani dan Perum Bulog Permasalahan: - PT. Sang Hyang Seri dan PT. Pertania sebagai BUMN yang bergerak di bidang pengadaan benih dan perdagangan pupuk dihadapkan pada persoalan tataniaga pupuk dan adanya kelangkaan pupuk di tingkat petani sebagai akibat adanya disparitas harga antara pupuk subsidi dan non subsidi - Perum Bulog Kantor Divisi Regional Jawa Timur menyumbang 31% dari kapasitas gudang secara nasional, menghadapi masalah dalam hal monitoring peredaran beras mengingat adanya perkembangan harga beras di pasar internasional yang cukup baik sehingga dikhawatirkan akan munculnya perdagangan beras secara ilegal di kawasan perbatasan Rekomendasi: - Berkaitan dengan persoalan distribusi dan tataniaga pupuk, Komisi VI DPR RI perlu menindaklanjuti dalam rapat kerja dengan Menteri Perdagangan maupun instansi terkai seperti Departemen Pertanian dan BUMN Pupuk - Secara khusus Perum Bulog mengusulkan agar fokus utama adalah pemenuhan kebutuhan beras dalam negeri, sehingga perlunya diperketat pengawasan lalu lintas barang (beras) di daerah perbatasan seperti Kep. Riau, Kalbar, Kaltim, Sulut, NTT dan Papua - Meminta dukungan Komisi VI DPR agar pengaturan tataniaga beras dalam negeri mengutamakan kebutuhan domestik dan ekspor beras untuk sementara waktu dibatasi
VIII. Penutup Demikianlah gambaran laporan Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timurr pada Masa Sidang III, TS 2007-2008. Dari kunjungan kerja tersebut, kami menemukan fakta yang sangat jelas, adanya potensi ekonomi daerah. Karena itulah, dari hasil Kunker ini hendaknya semakin meneguhkan tekad kita untuk mendorong lahirnya keputusan-keputusan politik yang berorientasi kepada peningkatan kapabilitas produksi ekonomi rakyat. Kami juga menemukan fakta bahwa koperasi, usaha kecil dan menengah masih jauh dari harapan kita untuk menjadi usaha rakyat yang mandiri, kompetitif dan profesional. Berbagai kelemahan organisasi, manajemen, akses ke pasar, permodalan dan kualitas SDM masih menjadi kendala yang utama. Kebijakan pemerintah nampak belum terintegrasi dan belum menunjukkan keberpihakannya, khususnya pada bentuk-bentuk usaha yang dikelola oleh rakyat.
Komisi VI DPR RI
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, 14-18 April 2008
17