I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini profesi kedokteran gigi dihadapkan pada masalah penyakit di dalam rongga mulut. Hampir semua negara memiliki permasalahan tentang penyakit di dalam rongga mulut terutama di negara yang berkembang. Penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita masyarakat di Indonesia adalah penyakit jaringan penyangga gigi dan karies gigi (Depkes RI, 2004). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga 2004, prevalensi karies terjadi pada sekitar 90,05% dari penduduk Indonesia (Depkes RI, 2005). Plak gigi merupakan penyebab utama terjadinya penyakit karies dan periodontal. Kedua penyakit tersebut tidak akan terjadi bila mikrobia pada plak gigi dapat dihindari (Sriyono, 2009). Plak gigi adalah deposit lunak yang berupa lapisan tipis atau (biofilm) yang melekat pada permukaan gigi atau permukaan struktur keras lain dirongga mulut termasuk pada restorasi lepasan maupun cekat (Carranza dkk., 2002). Plak yang tipis hanya bisa terlihat menggunakan disclosing agent sedangkan dalam lapisan tebal dapat terlihat deposit kekuningan atau abuabu (Eley dan Manson, 2004). Anak dengan kecacatan sering tidak memperhatikan kebersihan rongga mulutnya karena keterbatasan kondisi menyebabkan akses yang susah untuk membersihkan rongga mulut. Keadaan tersebut menyebabkan tantangan sendiri pada saat mengkaji keadaan rongga mulut. Perencanaan yang tepat, komunikasi yang jelas, penyediaan pelayanan secara hati-hati menyebabkan pengabaian
kebersihan gigi sebagian besar penderita cacat dapat dikurangi (Kumar dkk., 2009). Autisme adalah suatu penyakit otak yang mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya kemampuan seseorang untuk berkomunikasi, bersosialiasi dengan sesama, dan memberi tanggapan terhadap lingkungan (Nugraheni, 2008). Gangguan autisme ini bersifat kronik karena beberapa anak dapat hidup secara mandiri dengan tanda-tanda minimal dari gambaran utama (Safaria, 2005). Penyandang autis sangat pandai menggunakan visual pada benda, tindakan, dan situasi untuk memahami apa yang sedang terjadi ketika mereka tidak paham semua atau beberapa kata yang digunakan (Christle dkk., 2011). Pendidikan kesehatan gigi adalah usaha terencana dan terarah untuk menciptakan suasana agar seseorang dan kelompok masyarakat mau mengubah perilaku lama yang kurang menguntungkan untuk kesehatan gigi menjadi lebih menguntungkan untuk kesehatan giginya (Budiharto, 2009). Perubahan perilaku sebagai tujuan akhir pendidikan kesehatan dapat dicapai melalui proses belajar (Maulana, 2009). Banyak penelitian menyetujui bahwa anak yang mengalami gangguan memerlukan motivasi yang lebih ekstra dibanding dengan anak normal, sedangkan konsentrasi anak yang rendah akan menyebabkan anak kesulitan dalam menangkap pelajaran yang diberikan, oleh karena itu, metode pendidikan yang diberikan harus dikemas dalam bentuk menarik sehingga anak lebih mudah menangkap maksud dari materi tersebut serta tidak membuat anak cepat bosan (Stefanovska, 2010).
Metode pendidikan kesehatan gigi yang sering dilakukan pada saat ini menggunakan pendekatan konvensional cenderung kurang menarik bagi anak. Metode yang dilakukan pada saat ini sudah menerapkan prinsip modeling, akan tetapi media yang dirasakan kurang menggugah sehingga tidak menarik dan cenderung mudah untuk dilupakan (Hariyani dkk., 2008). Teknologi telah mengubah pendekatan secara tradisional menjadi lebih modern dalam pengajaran contohnya adalah audiovisual. Kategori media yang diproyeksikan paling banyak dikenal diantara semua bentuk audiovisual mencakup film layar lebar, film strips, slide, tayangan komputer, dan video animasi yang dapat diproyeksikan di layar (Bastable, 2002). Menurut Munadi (2011) media audiovisual adalah media yang melibatkan indra pendengaran dan indra penglihatan secara bersama. Media audiovisual banyak mempengaruhi ketiga aspek pembelajaran dengan meningkatkan pengembangan kognitif, mempengaruhi perubahan sikap, dan ikut membangun ketrampilan psikomotorik (Bastable, 2002).
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah media animasi kartun Dental Health Education (DHE) berpengaruh terhadap perubahan skor plak pada anak autis.
C. Keaslian Penelitian
Penelitian pengaruh media animasi kartun Dental Health Education (DHE) terhadap perubahan skor plak pada anak autis belum pernah dilakukan. Penelitian Nubatonis (2009) tentang efektifitas pendidikan kesehatan gigi antara media audiovisual dan leaflet terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa sekolah dasar dalam meningkatkan status kebersihan gigi dan mulut sudah pernah dilakukan. Penelitian lain oleh Sinor (2011) adalah Comparison between Conventional Health Promotion and Use of Cartoon Animation in Delivering Oral Health Education. Dari kedua penelitian tersebut dengan hasil penelitian bahwa media animasi lebih efektif daripada leaflet maupun media konvensional.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh media animasi kartun Dental Health Education (DHE) terhadap perubahan skor plak pada anak autis.
E. Manfaat Penelitian
1.
Bagi Masyarakat a. Untuk memberi pengetahuan kepada anak autis tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut. b. Untuk memberi kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan gigi pada anak autis. c. Memberi pelatihan kepada anak autis menggosok gigi yang benar.
2.
Bagi Ilmu Pengetahuan Memberi solusi metode yang efektif dalam melakukan pendidikan kesehatan gigi pada anak kebutuhan khusus terutama anak autis.