BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. Melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin dapat ditumbuhkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan. Pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007 dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan beserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi; Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat di perkotaan; dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus
Universitas Sumatera Utara
(P2DTK) untuk pengembangan daerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik. Mulai tahun 2008 PNPM Mandiri diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) untuk mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya. PNPM Mandiri diperkuat dengan berbagai program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh berbagai departemen/sektor dan pemerintah daerah. Pelaksanaan PNPM Mandiri 2008 juga akan diprioritaskan pada desadesa tertinggal (www.pnpm-mandiri.com). Dengan pengintegrasian berbagai program pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangka kebijakan PNPM Mandiri, cakupan pembangunan diharapkan dapat diperluas hingga ke daerah-daerah terpencil dan terisolir. Efektivitas dan efisiensi dari kegiatan yang selama ini sering berduplikasi antar proyek diharapkan juga dapat diwujudkan. Mengingat proses pemberdayaan pada umumnya membutuhkan waktu 5-6 tahun, maka PNPM Mandiri akan dilaksanakan sekurang-kurangnya hingga tahun 2015. Hal ini sejalan dengan target waktu pencapaian tujuan pembangunan milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). Pelaksanaan PNPM Mandiri yang berdasar pada indikator-indikator keberhasilan yang terukur akan membantu Indonesia mewujudkan pencapaian target-target MDGs tersebut. Di dalam tulisan ini, penulis melakukan penelitian khusus terhadap PNPM Perkotaan. Hal ini dikarenakan tingkat kemiskinan di daerah perkotaan tidak lebih baik dari pada daerah perdesaan khususnya di wilayah Sumatera Utara. berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara No. 32/08/12/Th. X, 1 Agustus 2007 (sumut.bps.go.id/f_brs/Miskin-010807.pdf),
penduduk
yang
berada
dibawah
Garis
Kemiskinan) di Sumatera Utara pada bulan Maret 2007 sebesar 1,768 juta orang (13,90
Universitas Sumatera Utara
persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Mei tahun 2006 yang berjumlah 1,980 juta orang (15,66 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 211,3 ribu orang. 52,89 persen penduduk miskin Sumatera Utara berada di perdesaan dan 47,11 persen berada di perkotaan. Pada bulan Maret 2007 garis kemiskinan Sumatera Utara sebesar Rp. 178.132 per kapita per bulan. Untuk daerah perkotaan garis kemiskinan sebesar Rp. 205.379 per kapita per bulan dan untuk perdesaan sebesar Rp. 154.827 per kapita per bulan. Berdasarkan indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perkotaan tidak lebih baik dari pada daerah perdesaan. Menurut Jones (1991: 294), pelaksanaan atau implementasi merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program. Ada tiga pilar kegiatan tersebut, yaitu: (1) Organisasi: pembentukan atau penataan kembali
sumber daya, unit, serta
metode-metode untuk menjadikan program berjalan; (2) Interpretasi: menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat yang dapat diterima; (3) Penerapan ketentuan rutin pelayanan, pembayaran, atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau pelengkapan program. Salah satu hal yang dikemukakan oleh Jones di atas bahwa untuk mengoperasikan sebuah program diperlukan organisasi. PNPM Mandiri Perkotaan juga memiliki organisasi pelaksana untuk mengimplementasikan program pemerintah tersebut agar tujuan dan sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Menurut Kartono (2005: 15), manajemen adalah inti dari administrasi sedang kepemimpinan merupakan inti dari organisasi dan manajemen. Karena itu kepemimpinan merupakan inti dari administrasi, manajemen, dan organisasi.
Jadi kepemimpinan
menduduki fungsi kardinal (paling penting, terutama) dan sentral dalam organisasi,
Universitas Sumatera Utara
manajemen, maupun administrasi. Selanjutnya, masih menurut Kartono (2005: 6) kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara pemimpin dan yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksi otomatis diantara pemimpin dan individu-individu yang dipimpin (ada relasi interpersonal). Kepemimpinan ini bisa berfungsi atas dasar kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi, dan menggerakkan orang-orang lain guna melakukan sesuatu, demi pencapaian satu tujuan tertentu. Kepemimpinan terdapat di segenap organisasi, dari tingkat yang paling kecil dan intim, yaitu keluarga sampai ke tingkat desa, kota, negara, dari tingkat lokal, regional, sampai nasional dan internasional, dimana pun dan kapan pun juga. Dengan begitu pemimpin tersebut ada bila terdapat kelompok atau satu organisasi. Maka keberadaan pemimpin itu selalu ada di tengah-tengah kelompoknya (anak buah, bawahan, rakyat). Berdasarkan berbagai hal tersebut di atas, kita dapat mengambil pemahaman bahwa kepemimpinan menduduki fungsi sentral dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. Di dalam menerapkan kepemimpinan, seorang pemimpin tentunya menerapkan gaya, tingkah laku, atau cara masing-masing. Gaya, cara, atau tingkah laku dari pemimpin inilah yang dinamakan dengan gaya kepemimpinan. Selanjutnya, menurut Thoha (1995: 49), gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Jadi, kepemimpinan dan gaya kepemimpinan sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Selanjutnya, faktor gaya kepemimpinan ini juga dapat mempengaruhi kinerja bawahan. Menurut Rivai (2007: 64), gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan
Universitas Sumatera Utara
seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Hal senada juga dikemukakan oleh Goleman (2007: 64) bahwa kinerja dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin. Salah satu badan pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan adalah Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). BKM merupakan dewan pimpinan kolektif masyarakat warga penduduk kelurahan, dan sebagai lembaga BKM dapat bertindak sebagai representasi masyarakat warga penduduk kelurahan. Karena merupakan pimpinan kolektif masyarakat dalam mewujudkan tujuan dari PNPM Mandiri Perkotaan maka BKM merupakan salah satu badan yang memiliki peran vital dalam pencapaian tujuan PNPM Mandiri Perkotaan. BKM ini diharapkan menjadi lembaga yang mandiri, yang memiliki rasa keikhlasan dan tanpa mengharapkan imbalan untuk mewujudkan berbagai tujuan yang telah ditetapkan. BKM diharapkan memiliki kinerja yang baik demi keberhasilan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. Hasil penelitian Lenni Linovpa yang berjudul, ”Pengaruh Kinerja Anggota
Badan
Keswadayaan
Masyarakat
terhadap
Keberhasilan
Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan” (2007: 120) mengemukakan bahwa pengaruh yang
ditimbulkan
oleh
kinerja
anggota
BKM
terhadap
keberhasilan
Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) adalah sebesar 39 %. Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja BKM cukup berpengaruh terhadap keberhasilan dari P2KP. PNPM Mandiri Perkotaan sendiri merupakan program penyempurnaan dari P2KP. Selanjutnya, dari berbagai teori yang dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalah gaya kepemimpinan. Penulis menarik asumsi bahwa hal yang sama juga berlaku terhadap kinerja dari Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) karena di dalam struktur organisasi PNPM
Universitas Sumatera Utara
Mandiri Perkotaan, BKM juga memiliki pemimpin atau pendamping yang memiliki fungsi menggerakkan, memfasilitasi, dan membimbing anggota BKM sehingga mampu untuk mandiri di dalam menjalankan perannya. Berkaitan dengan kinerja BKM Kelurahan Syahmad, penilaian masyarakat terhadap hal ini adalah bahwa BKM kurang memiliki indikator yang memang layak untuk dijadikan pedoman dan ukuran bagi kelompok masyarakat yang akan menerima dana bantuan langsung masyarakat. BKM kurang jeli di dalam melihat kelompok masyarakat mana yang lebih membutuhkan dana tersebut (lebih diprioritaskan) dibanding kelompok masyarakat lain yang juga memberikan usulan kegiatan. Misalnya, dalam hal perbaikan lingkungan. Berdasarkan hasil pengamatan sementara penulis, ada suatu wilayah di lingkungan III Kelurahan Syahmad yang sering dilanda banjir ketika musim hujan, banjir selalu melanda daerah ini setahun sekali bahkan hingga dua tahun sekali. Bahkan ketika tidak turun hujan pun daerah tersebut bisa kebanjiran karena mendapat banjir kiriman dari daerah lain. Hal ini karena di lokasi tersebut ada sungai dan tali air yang merupakan sebab permasalahan yang bisa mendatangkan banjir kiriman dari daerah lain dan ketika musim hujan tiba maka sungai dan parit ini meluap hingga menimbulkan banjir setinggi lebih dari satu meter. Ketika banjir seperti ini, penduduk di lokasi tersebut terpaksa mengungsi ke rumah tetangga yang areanya lebih tinggi. Mereka mengaku kecewa karena sudah mengusulkan kepada BKM Kelurahan Syahmad agar membangun tembok penghalang terhadap sungai dan parit tersebut sehingga ketika musim hujan tiba banjir tidak meluap lagi ke rumah mereka, namun hingga saat ini tidak ada kejelasan apakah BKM menyetujuinya atau tidak karena hingga saat ini tembok tersebut tidak juga dibangun. Mereka tidak memiliki informasi yang jelas apakah tembok tersebut akan dibangun nanti atau memang tidak
Universitas Sumatera Utara
dibangun sama sekali. Hal inilah yang membuat mereka kecewa karena di daerah lain WC, MCK, dan Tong Sampah yang diusulkan dibuat, sedangkan usulan mereka belum juga dikabulkan padahal lokasi perumahan mereka yang sering kebanjiran bahkan sudah pernah masuk berita di siaran televisi dikarenakan parahnya kondisi lingkungan mereka apabila musim penghujan tiba. Mereka mengakui bahwa kalaupun mereka memang tidak dapat bantuan apa-apa mereka ikhlas, akan tetapi informasi harus jelas sampai kepada mereka agar mereka tidak tidak kebingungan. Warga lain juga memberikan keterangan bahwa pemberian informasi terkait perkembangan PNPM Mandiri Perkotaan Kelurahan Syahmad kurang merata penyebarannya. Ada yang sangat jelas menerima informasi akan tetapi, di sisi lain bahkan ada yang tidak menerima informasi sama sekali padahal dia terdaftar sebagai penduduk yang menerima BLM. Hal ini tentunya bisa mengurangi partisipasi masyarakat untuk mengikuti musyawarah PNPM Mandiri Perkotaan yang dilakukan. Dari hal ini tampaknya BKM perlu lebih jeli lagi untuk melihat berbagai kebutuhan yang merupakan aspirasi masyarakat miskin Kelurahan Syahmad. Memang bisa dikatakan bahwa BKM Kelurahan Syahmad baru terbentuk, karenanya perlu adanya upaya lebih untuk meningkatkan keterampilan dari BKM yang secara langsung berpengaruh terhadap kinerja BKM tersebut. Adapun salah satu pihak yang sangat berperan penting dalam melakukan pendampingan, bimbingan, arahan, dan pelatihan dasar bagi BKM adalah Tim Fasilitator Kelurahan. Fasilitator Kelurahan merupakan pihak di luar pemerintah daerah dan di luar Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan khusus untuk menangani dan melakukan bimbingan bagi BKM di wilayah kerjanya. Hal ini tentu saja dapat memberikan pemahaman bahwa Fasilitator Kelurahan perlu menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat
Universitas Sumatera Utara
untuk membimbing dan mengarahkan BKM agar mampu meningkatkan kinerja dari BKM itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul, “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Fasilitator Kelurahan (Faskel) Terhadap Kinerja Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini perumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Adakah pengaruh antara gaya kepemimpinan Fasilitator Kelurahan terhadap kinerja Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Kelurahan Syahmad, Kecamatan Lubuk Pakam? 2. Seberapa besar pengaruh antara gaya kepemimpinan Fasilitator Kelurahan terhadap kinerja Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Kelurahan Syahmad, Kecamatan Lubuk Pakam? C. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pada dasarnya mempunyai tujuan penelitian dengan maksud untuk memberikan arahan ataupun jalur tertentu terhadap penelitian itu sendiri. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan Fasilitator Kelurahan dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kelurahan Syahmad, Kecamatan Lubuk Pakam.
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui kinerja Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kelurahan Syahmad, Kecamatan Lubuk Pakam. 3. Untuk mengetahui pengaruh antara gaya kepemimpinan Fasilitator Kelurahan terhadap Kinerja Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kelurahan Syahmad, Kecamatan Lubuk Pakam. D. Manfaat Penelitian Dari kegiatan penelitian tentunya akan diperoleh hasil yang diharapkan dapat memberi manfaat bagi peneliti maupun pihak lain yang memerlukannya. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Untuk meningkatkan serta mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan Ilmu Administrasi Negara pada khususnya. 2. Sebagai kontribusi bagi Kelurahan Syahmad dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan PNPM Mandiri. 3. Untuk memberikan masukan-masukan kepada pihak-pihak atau lembaga-lembaga yang membutuhkannya. 4. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Ilmu Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara. E. Kerangka Teori 1. GAYA KEPEMIMPINAN FASILITATOR KELURAHAN 1.1. Defenisi Kepemimpinan Kepemimpinan dan manajemen seringkali disamakan pengertiannya oleh banyak orang. Walaupun demikian antara keduanya terdapat perbedaan yang penting untuk diketahui. Pada hakikatnya kepemimpinan mempunyai pengertian agak luas dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
dengan manajemen. Manajemen merupakan jenis pemikiran yang khusus dari kepemimpinan di dalam usahanya mencapai tujuan organisasi. Menurut Miftah Thoha (1995: 9), dalam arti yang luas kepemimpinan dapat dipergunakan setiap orang dan tidak hanya terbatas berlaku dalam suatu organisasi atau kantor tertentu. Masih menurut dia, kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Selanjutnya, Dubrin (2005: 4) memberikan beberapa defenisi mengenai kepemimpinan, diantaranya: (1) Kepemimpinan adalah upaya untuk mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan; (2) Kepemimpinan adalah cara mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah; (3) Kepemimpinan adalah tindakan yang menyebabkan orang lain bertindak atau merespons dan menimbulkan perubahan positif; (4) Kepemimpinan adalah kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan mengoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan; (5) Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri dan dukungan di antara bawahan agar tujuan organisasional dapat tercapai. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat dipahami bahwa aspek-aspek penting dari defenisi-defenisi kepemimpinan di atas, adalah: 1. Adanya
seni,
cara,
kegiatan,
upaya,
kekuatan,
dan
kemampuan
untuk
mempengaruhi perilaku orang lain baik individu maupun kelompok. 2. Upaya mempengaruhi orang lain tersebut tidak hanya terbatas pada suatu organisasi atau kantor tertentu, akan tetapi dapat dipergunakan setiap orang.
Universitas Sumatera Utara
3. Adanya tujuan tertentu yang hendak dicapai melalui upaya mempengaruhi orang lain tersebut. 1.2. Defenisi Gaya Kepemimpinan Secara etimologi gaya kepemimpinan terdiri dari suku kata ”Gaya” dan ”Kepemimpinan”. Gaya merupakan cara atau tingkah laku, sedangkan kepemimpinan adalah perihal memimpin. Jadi, secara etimologi gaya kepemimpinan itu sesungguhnya merupakan cara atau tingkah laku dalam memimpin. Thoha (1995: 122), mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang dipergunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Selanjutnya, menurut Rivai (2007: 64) gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai
dan
sering
diterapkan
oleh
seorang
pemimpin.
Gaya
kepemimpinan
menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap yang mendasari perilaku seseorang. Menurut Kartono (2005:34), gaya kepemimpinan adalah sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian yang membedakan dari seorang pemimpin dalam interaksi dengan orang lain. Gaya
kepemimpinan
merupakan
dasar
dalam
mengklasifikasikan
tipe
kepemimpinan. Gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar yaitu gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien, gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan hubungan kerja sama, dan gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan hasil yang dapat dicapai (Nawawi, 1995: 83).
Universitas Sumatera Utara
Gaya kepemimpinan yang menunjukkan secara langsung maupun tidak langsung tentang keyakinan seorang pimpinan terhadap kemampuan bawahannya. Artinya, gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Sehingga gaya kepemimpinan yang paling tepat adalah suatu gaya yang dapat memaksimumkan produktivitas, kepuasan kerja, pertumbuhan, dan mudah menyesuaikan dengan segala situasi (Rivai, 2007: 64). 1.3. Model Gaya Kepemimpinan Thoha (1995: 50), menguraikan berbagai model gaya kepemimpinan, antara lain: (a) Gaya kepemimpinan kontinum; (b) Gaya manajerial grid; (c) Tiga dimensi dari Reddin; (d) empat sistem manajemen dari Likert. a. Gaya Kepemimpinan Kontinum Gaya ini sebenarnya termasuk klasik. Orang yang pertama kali mengenalkan ialah Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt. Ada dua bidang pengaruh yang ekstrem. Pertama, bidang pengaruh pimpinan dan kedua, bidang pengaruh kebebasan bawahan. Pada bidang pertama pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya, sedangkan pada bidang kedua pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis. Kedua bidang pengaruh ini dipengaruhi dalam hubungannya kalau pemimpin melakukan aktivitas keputusan. b. Gaya Managerial Grid Salah satu usaha yang terkenal dalam rangka mengidentifikasikan gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam manajemen ialah managerial grid. Usaha ini dilakukan oleh Robert R. Blake dan Jane S. Mouton.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pendekatan manajerial grid ini, manajer berhubungan dengan dua hal, yakni produksi di satu pihak dan orang-orang di pihak lain. Sebagaimana dikehendaki oleh Blake dan Mouton, manajerial grid di sini ditekankan bagaimana manajer memikirkan mengenai produksi dan hubungan kerja dengan manusianya. c. Tiga Dimensi dari Reddin Kalau dalam managerial grid, Blake dan Mouton berhasil mengidentifikasikan gaya-gaya kepemimpinan yang tidak secara langsung berhubungan dengan efektivitas, maka William J. Reddin seorang dan konsultan dari Kanada menambahkan tiga dimensi tersebut dengan efektivitas dalam modelnya. Selain efektivitas Reddin juga melihat gaya kepemimpinan itu selalu dipulangkan pada dua hal mendasar yakni hubungannya pemimpin dengan tugas dan hubungan kerja. Reddin membagi gaya kepemimpinannya menjadi gaya yang efektif dan gaya yang tidak efektif. Gaya yang efektif antara lain: (a) eksekutif; (b) pencinta pengembangan (developer); (c) Otokratis yang baik (Benevolent autocrat); (d) Birokrat. Sedangkan gaya yang tidak efektif antara lain: (a) Pencinta kompromi (Compromiser); (b) Missionari; (c) Otokrat; (d) Lari dari tugas (Deserter). d. Empat Sistem Manajemen dari Likert Menurut Likert bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya participative management. Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan pada komunikasi. Selain itu semua pihak dalam organisasi bawahan maupun pemimpin menerapkan hubungan atau tata hubungan yang mendukung (supportive relationship). Likert merancang 4 sistem kepemimpinan dalam manajemen sebagai berikut: (a) Sistem I, dalam sistem ini pemimpin bergaya sebagai exploitiveauthoritative; (b) Sistem 2, dalam sistem ini pemimpin dinamakan otokratis yang baik hati
Universitas Sumatera Utara
(benevolent authoritative); (c) Sistem 3, dalam sistem ini gaya kepemimpinan lebih dikenal dengan sebutan manajer konsultatif; (d) Sistem 4, sistem ini dinamakan pemimpin yang bergaya kelompok berpartisipatif (participative group). e. Model Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan Emosional Goleman, dkk (2007: 64) menyatakan, meskipun semua gaya kepemimpinan yang akan diuraikan di sini sudah dikenal dengan sebutan lain, tetapi hal baru dari model kepemimpinan mereka adalah pemahaman tentang latar belakang kemampuan kecerdasan emosi yang diperlukan untuk setiap gaya, dan yang paling menarik, hubungan sebab akibat dari setiap gaya terhadap iklim emosi, dan demikian ini berarti kinerja. Hubungan sebab akibat ini adalah tambahan pengetahuan yang sangat dibutuhkan untuk seni keberhasilan pemimpin. Model ini mengemukakan bahwa jika semua hal lainnya setara, para pemimpin yang menggunakan gaya-gaya kepemimpinan yang berdampak emosi positif jelas menghasilkan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak. Dan yang terpenting adalah bahwa para pemimpin yang mempunyai hasil terbaik ternyata tidak menggunakan satu gaya saja. Sebaliknya, pada suatu hari atau pekan tertentu, mereka menggunakan banyak gaya – dengan mulus dan dengan derajat yang berbeda-beda – tergantung situasi. Adapun gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh Goleman, dkk (2007: 65), adalah sebagai berikut: 1. Visioner Pemimpin visioner akan mengartikulasikan suatu tujuan yang baginya merupakan tujuan sejati dan selaras dengan nilai bersama orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin visioner mengartikulasikan kemana kelompok berjalan, tetapi bukan
Universitas Sumatera Utara
bagaimana cara mencapai tujuan – membebaskan orang untuk berinovasi, bereksperimen, dan menghadapi resiko yang sudah diperhitungkan. Pemimpin tipe ini meyakini visi dapat membimbing orang-orang menuju visi tersebut dengan tegas. Pemimpin menggerakkan orang-orang ke arah impian bersama. Adapun dampak gaya ini terhadap iklim emosi adalah yang paling positif. Penggunaannya yang paling tepat adalah ketika perubahan membutuhkan visi baru, atau ketika dibutuhkan arah yang jelas. 2. Pembimbing Pemimpin tipe ini memungkinkan seorang pemimpin untuk mengembangkan orang lain dan bertindak sebagai penasihat, yang menggali tujuan dan nilai-nilai pegawai dan membantu mereka mengembangkan kemampuannya sendiri. Mampu menghubungkan apa yang diinginkan seseorang dengan sasaran organisasi. Adapun dampak gaya ini terhadap iklim emosi adalah sangat positif. Penggunaan yang tepat adalah ketika membantu karyawan atau bawahan memperbaiki kinerjanya dengan membangun kemampuan jangka panjang. 3. Afiliatif Pemimpin tipe ini ingin memajukan harmoni dan mendorong interaksi yang ramah, menumbuhkan relasi pribadi yang mengembangkan jaringan relasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Para pemimpin tipe ini akan memusatkan perhatian pada kebutuhan emosi pegawai, bahkan lebih daripada tujuan kerja. Pemimpin seperti ini kadangkadang juga mengandalkan kompetensi pengelolaan konflik ketika tantangannya adalah menyatukan perbedaan atau bahkan menyatukan orang-orang yang sedang terlibat konflik ke dalam kelompok kerja yang harmonis. Dampak gaya ini terhadap iklim
Universitas Sumatera Utara
emosi adalah positif. Penggunaan yang tepat adalah ketika menengahi benturan dalam tim, memotivasi di saat-saat yang menekan, atau menguatkan hubungan. 4. Demokratis Pemimpin seperti ini menciptakan perasaan bahwa mereka sungguh-sungguh ingin mendengarkan pikiran dan kepedulian pegawai dan mereka bersedia mendengarkan. Pemimpin ini menghargai masukan orang dan mendapatkan komitmen melalui partisipasi. Mereka juga kolaborator sejati, bekerja sebagai anggota kelompok dan bukan sebagai pemimpin yang berposisi di atas. Dan mereka tahu cara meredakan konflik dan menciptakan harmoni, misalnya memperbaiki keretakan di dalam kelompok. Dampak gaya ini terhadap iklim emosi adalah positif. Penggunaan yang tepat adalah ketika membangun persetujuan atau kesepakatan, atau mendapat masukan yang berharga dari pegawai. 5. Penentu Kecepatan Ciri-cirinya adalah pemimpin memegang teguh dan melaksanakan standar kinerja yang tinggi. Ia bersikap obsesif bahwa segala sesuatu bisa dilakukan dengan lebih baik dan lebih cepat, serta meminta hal yang sama dari semua orang lain. Ia akan cepat menunjuk orang-orang yang berkinerja buruk, menuntut lebih banyak dari mereka, dan jika mereka tidak meningkatkannya, ia sendiri yang akan melakukannya. Karena seringkali dilaksanakan secara buruk, dampaknya seringkali sangat negatif. Gaya ini bisa membangun resonansi (suasana hati yang baik, kemampuan pemimpin untuk mengatakan sesuatu hal dengan benar, dan menciptakan kegiatan yang terkoordinasi) pada saat pemimpin menghadapi tantangan dan mencapai tujuan dengan terus menemukan cara-cara untuk memperbaiki kinerja bersamaan dengan sejumlah inisiatif
Universitas Sumatera Utara
dalam menangkap kesempatan. Penggunaan yang tepat terhadap gaya ini adalah ketika ingin mendapatkan hasil berkualitas tinggi dari tim yang bermotivasi dan kompeten. 6. Memerintah Para pemimpin ini menuntut kepatuhan langsung pada perintahnya, tetapi tidak mau repot-repot menjelaskan alasan yang ada dibalik perintahnya. Jika bawahannya tidak mengikuti perintahnya begitu saja, para pemimpin ini akan mengancam. Dan bukannya mendelegasikan kekuasaan, mereka malah ingin mengendalikan setiap situasi dengan ketat dan memantaunya dengan teliti. Sejalan dengan itu, umpan balik kinerja – jika ada – lebih berfokus pada kesalahan, bukan pada apa yang telah dilakukan orang dengan baik. Pemimpin seperti ini jarang memuji tetapi mudah mengkritik bawahan. Karena sering disalahgunakan, dampaknya sangat negatif. Namun, gaya ini mempunyai tempat penting dalam perlengkapan pemimpin yang cerdas emosi, jika digunakan dengan penuh pertimbangan dan tepat sehingga dapat membangun resonansi apabila pemimpin bertujuan untuk menenangkan rasa takut dengan memberi arah yang jelas di dalam keadaan darurat. Dari keenam gaya kepemimpinan yang dikemukakan Goleman di atas ada empat gaya kepemimpinan yang bisa mendukung terjadinya resonansi diantaranya visioner, pembimbing, afiliatif, dan demokratis. Selanjutnya, dua gaya kepemimpinan lain yaitu penentu kecepatan dan memerintah juga mempunyai tempat tersendiri di dalam kotak alat pemimpin. Tetapi keduanya harus digunakan dengan sangat hati-hati dan terampil jika ingin mendapatkan dampak positif. Jika pemimpin berlebihan dalam menggunakan gaya terakhir ini, terlalu sering menggunakannya atau menggunakannya dengan sembrono, mereka akan membangun disonansi, bukan resonansi (Goleman, 2007: 82). Selanjutnya,
Universitas Sumatera Utara
profesor Harvard, David McClelland (dalam Goleman, 2007: 98), menemukan bahwa pemimpin yang memiliki kekuatan sedikit-dikitnya enam atau lebih kemampuan EI (Emotional Intelligence) dalam hal kepemimpinan akan jauh lebih efektif daripada rekannya yang tidak memiliki kekuatan tersebut. Ia juga menemukan bahwa berbagai jenis pemimpin yang menonjol menumbuhkan resonansi dari berbagai kombinasi kompetensi yang unik. Dengan memiliki kekuatan kecerdasan emosi yang lebih lengkap, seorang pemimpin bisa lebih efektif karena ia bisa fleksibel dalam menghadapi berbagai jenis tuntutan dalam mengelola organisasi. Jadi, akan semakin baik jika pemimpin bisa menggunakan keenam gaya kepemimpinan di atas. Goleman, dkk (2007: 100), menyebutkan: “Data kami menunjukkan bahwa pemimpin yang telah menguasai empat atau lebih gaya kepemimpinan – terutama gaya-gaya yang membangun resonansi – membangun iklim emosi dan kinerja yang sangat baik. Penggunaan gaya kepemimpinan secara bergantiganti telah dilakukan oleh para pemimpin berpengalaman yang bisa menjelaskan dengan tepat bagaimana dan mengapa mereka telah memimpin…” 1.4. Fasilitator Kelurahan Adapun peran dan fungsi utama fasilitator kelurahan adalah memfasilitasi dan mendampingi masyarakat selama masa proyek PNPM Mandiri Perkotaan berlangsung hingga masyarakat telah mampu untuk mandiri di dalam menangani permasalahannya, dalam rangka menumbuhkan partisipasi dan peran aktif masyarakat pada pelaksanaan proyek PNPM Mandiri Perkotaan. Adapun tugas utama Tim fasilitator kelurahan adalah melaksanakan tugas KMW (konsultan Manajemen Wilayah) di tingkat komunitas/ masyarakat kelurahan antara lain sebagai berikut: (www.pnpm-perkotaan.com)
Universitas Sumatera Utara
a. Sebagai pelaksana proyek termasuk mencatat dan mendokumentasikan setiap perkembangan proyek dan melaporkannya ke KMW (Konsultan Manajemen Wilayah) sebagai masukan untuk data SIM (Sistem Informasi Manajemen); dan b. Sebagai pemberdaya masyarakat termasuk mensosialisasikan kepada masyarakat tentang PNPM Mandiri Perkotaan, melakukan intervensi dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan membantu masyarakat merumuskan serta melaksanakan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Para fasilitator kelurahan ini akan bekerja dalam satu Tim dan dipimpin oleh seorang fasilitator senior. Rincian tugas-tugas tim fasilitator sebagai pelaksana proyek dari tugas-tugas KMW di tingkat masyarakat adalah sebagai berikut: (www.pnpmperkotaan.com) a. Melaksanakan PNPM Mandiri Perkotaan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Buku-Buku Pedoman PNPM Mandiri Perkotaan; b. Menjaga proyek dari terjadinya salah sasaran dan salah penanganan; c. Mencatat dan mendokumentasikan semua kemajuan proyek di lapangan sesuai dengan format pedoman PNPM Mandiri Perkotaan, SIM dan yang disediakan KMW sebagai bentuk pelaporan terhadap kegiatan yang dilakukan.; d. Melaporkan kemajuan proyek kepada KMW melalui koordinator kota sebagai input SIM. Rincian tugas-tugas tim fasilitator kelurahan sebagai agen pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut : (www.pnpm-perkotaan.com) a. Melaksanakan kegiatan-kegiatan sosialisasi penyadaran masyarakat Termasuk didalamnya adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Menyebarluaskan informasi mengenai PNPM Mandiri Perkotaan sebagai Program Pemberdayaan Masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan kepada seluruh lapisan masyarakat dimana mereka bertugas. 2. Menyebarluaskan Visi, Misi, Tujuan, Strategi, Prinsip dan Nilai PNPM Mandiri Perkotaan 3. Bersama relawan masyarakat, melalui serangkaian FGD (Focus Group Discussion), membangun kesadaran kritis masyarakat agar mampu mengidentifikasikan masalah kemiskinannya dan perlunya menanggulangi masalah kemiskinan mereka secara terorganisasi dan sistematis. 4. Mendorong peran serta dan keterlibatan seluruh komponen masyarakat umumnya dan masyarakat miskin khususnya, di seluruh kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan. 5. Membangkitkan tumbuh berkembangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan sosial kontrol pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di kelurahannya. 6. Memfasilitasi pembangunan dan pengembangan sosial kapital (nilai-nilai kemanusiaan dan kemasyarakatan) sebagai kondisi yang dibutuhkan bagi upaya penanggulangan kemiskinan. b. Melaksanakan kegiatan-kegiatan pelatihan (training) Termasuk didalamnya adalah: 1. Memperkuat dan mengembangkan kapasitas relawan-relawan masyarakat sebagai agen pemberdayaan masyarakat. Termasuk diantaranya pelatihan dasar
Universitas Sumatera Utara
dan lanjutan dalam bentuk pelatihan kelas, praktek atau on the job training dan latihan serta pendampingan intensif; 2. Memperkuat dan mengembangkan kapasitas BKM sebagai badan perwakilan masyarakat terpilih. Dalam hal ini difokuskan pada pelatihan dasar serta pendampingan dan on the job training intensif; dan 3. Memperkuat dan mengembangkan kapasitas KSM sebagai kelompok dinamik. Termasuk diantaranya membangun tim, mengenali peluang usaha atau mengembangkan usaha yang ada, menyusun proposol usaha, dan pengelolaan keuangan secara sederhana. Pelatihan dilaksanakan dalam bentuk kelas maupun praktek dalam kelompok c. Melaksanakan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat Termasuk didalamnya adalah: 1. Pengorganisasian Masyarakat. Bersama Relawan Masyarakat, memfasilitasi proses penilaian lembaga masyarakat yang ada dan/atau membentuk baru lembaga masyarakat sebagai BKM, sesuai kesepakatan bersama masyarakat. BKM harus merupakan badan perwakilan masyarakat terpilih yang dibentuk dan dikelola secara partisipatif dan demokratis. Demikian pula halnya dalam pembentukan
Unit-Unit
Pengelola
(UP-UP).
Termasuk
fasilitasi
pengorganisasian masyarakat adalah pembentukan KSM-KSM dalam rangka menggalang potensi masyarakat serta memanfaatkan peluang yang ditawarkan PNPM Mandiri Perkotaan; 2. Memfasilitasi Penyusunan Rencana Program Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM Pronangkis). Bersama dengan relawan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat, memfasilitasi BKM untuk mengkoordinir pelaksanaan perencanaan partisipatif dengan masyarakat menyusun PJM Pronangkis; 3. Bersama
dengan
relawan
masyarakat,
memfasilitasi
KSM
untuk
mengidentifikasi peluang usaha, kebutuhan pembangunan infrastruktur dan pelayanan lingkungan dasar, serta menyiapkan
mereka agar mampu
memformulasikannya dalam bentuk proposal yang layak; 4. Memperkenalkan berbagai inovasi sederhana dalam manajemen pinjaman bergulir, termasuk sistem audit, transparansi, proses pengambilan keputusan yang demokratis, tata buku, dan lain-lain; 5. Memfasilitasi dan membimbing masyarakat secara intensif agar mampu mengikuti ketentuan Pedoman PNPM Mandiri Perkotaan dalam seluruh tahapan kegiatan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan; serta 6. Advokasi, mediasi dan membangun jalinan kemitraan strategis (networking) antar semua pelaku yang bermanfaat bagi masyarakat dan pihak lainnya. Fasilitator Kelurahan dalam PNPM Mandiri Perkotaan setidaknya memenuhi harapan dan kualifikasi berikut: (www.pnpm-perkotaan.com) a. Jujur, berjiwa relawan, tekun, disiplin dan tidak mudah putus asa serta mampu mengendaliakan emosi. b. Berempati atau memiliki sikap keberpihakan pada masyarakat miskin. c. Memiliki kemampuan untuk memfasilitasi orang dewasa. Wajib bertempat tinggal di lokasi yang strategis untuk menjangkau kelurahan sasaran yang menjadi tanggung jawab selama masa kontrak. d. Dapat memahami budaya dan bahasa setempat.
Universitas Sumatera Utara
e. Memilki komitmen dan keberpihakan yang tinggi terhadap masyarakat miskin. f. Memiliki wawasan dan pengalaman pendampingan yang memadai tentang Community Based Development. g. Memiliki kemampuan teknis dalam metoda pemetaan swadaya, misalnya Partisipatory Rural Appriasal dan Partisipatoy Planning). h. Syarat pendidikan minimal untuk fasilitator kelurahan adalah sarjana atau sarjana muda, dengan pengalaman bekerja minimal 3 tahun, dan lebih diutamakan yang telah memiliki pengalaman di bidang pemberdayaan masyarakat dan dapat mengoperasikan komputer (spreadsheet dan word processor). Khusus fasilitator senior, maka tambahan persyaratan adalah sebagai berikut: (www.pnpm-perkotaan.com) a. Harus pernah menjadi Fasilitator Kelurahan PNPM Mandiri Perkotaan yang kinerjanya dinilai berprestasi atau memiliki pengalaman kerja minimal 5 tahun dalam kegiatan pengembangan masyarakat. b. Syarat pendidikan minimal adalah sarjana atau sarjana muda. 2. Kinerja Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan 2.1. Kinerja 2.1.1. Pengertian Kinerja Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategi planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu.
Universitas Sumatera Utara
Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolak ukurnya (Mahsun, 2006: 25). Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67, dalam situs wikipedia) “Kinerja ( prestasi kerja ) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Kemudian menurut Malayu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Menurut John Whitmore (1997 : 104, dalam situs wikipedia) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan”. Dari berbagai penjelasan di atas dapat didefenisikan bahwa pada hakikatnya kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu. Dengan demikian, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan performance sebagai kata benda dimana salah satu entry-nya adalah hasil dari sesuatu pekerjaan, pengertian
Universitas Sumatera Utara
performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum, dan tidak bertentangan dengan moral atau etika. Oleh karena itu, kinerja organisasi paling tidak mengandung 3 aspek penting yaitu pemenuhan fungsi, kesesuaian dengan peraturan, dan pencapaian tujuan. Menurut Dwiyanto (2006: 50), ada beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik, yaitu sebagai berikut. 1. Produktivitas Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output. Menurut Hasibuan (1994: 41) produktivitas adalah perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Jika produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu, bahan, tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan keterampilan dari tenaga kerja. 2. Kualitas layanan Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpastian masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. Secara umum pelayanan yang berkualitas dapat diartikan sebagai pelayanan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan, sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata masyarakat, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan prosedur yang telah ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
3. Responsivitas Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas di sini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 4. Responsibilitas Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit (Lenvine, 1990). Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsivitas. Responsibilitas dapat dinilai dari analisis terhadap dokumen dan laporan kegiatan organisasi. Penilaian dilakukan dengan mengecek apakah pelaksanaan kegiatan dan program organisasi cocok atau sesuai dengan prosedur administrasi dan ketentuanketentuan yang ada dalam organisasi. 5. Akuntabilitas Konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak. Suatu kegiatan publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. Selain
Universitas Sumatera Utara
itu, akuntabilitas juga dapat dilihat dari seberapa jauh kepentingan pengguna jasa memperoleh prioritas dan orientasi pelayanan dari aparat birokrasi. 2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, dan sifat-sifat individu. Oleh karena itu, menurut model Partner-Lawyer oleh Donnelly, Gibson, dan Ivancevich (dalam Rivai, 2004: 16), kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor: 1. Harapan mengenai imbalan. 2. Dorongan. 3. Kemampuan, kebutuhan, dan sifat. 4. Persepsi terhadap tugas. 5. Imbalan internal dan eksternal. 6. Persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja. Selain itu, Goleman (2007: 64) mengemukakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi (www.wikipedia.org). Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinan) kinerja individu, perlu dilakukan pengkajian terhadap teori kinerja. Secara umum faktor fisik dan non fisik sangat mempengaruhi. Berbagai kondisi lingkungan fisik sangat mempengaruhi kondisi pegawai dalam bekerja. Selain itu, kondisi lingkungan fisik juga akan mempengaruhi berfungsinya faktor lingkungan non fisik. Pada kesempatan ini pembahasan kita fokuskan pada
Universitas Sumatera Utara
lingkungan non-fisik, yaitu kondisi-kondisi yang sebenarnya sangat melekat dengan sistem manajerial perusahaan. Menurut Prawirosentono (1999, dalam situs wikipedia) kinerja seorang pegawai akan baik, jika pegawai mempunyai keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan/upah yang layak dan mempunyai harapan masa depan. Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Menurut Gibson (1987, dalam situs wikipedia), variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu. Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung. Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987, dalam situs wikipedia) banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Kelompok variabel organisasi menurut Gibson (1987, dalam situs wikipedia) terdiri dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Menurut Kopelman (1986), variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu. Penelitian Robinson dan Larsen (1990) terhadap para pegawai penyuluh kesehatan pedesaan di Columbia menunjukkan bahwa pemberian imbalan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang tidak diberi. Menurut Mitchell
Universitas Sumatera Utara
dalam Timpe (1999), motivasi bersifat individual, dalam arti bahwa setiap orang termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga berbagai tingkat. Mengingat sifatnya ini, untuk peningkatan kinerja individu dalam organisasi, menuntut para manajer untuk mengambil pendekatan tidak langsung, menciptakan motivasi melalui suasana organisasi yang mendorong para pegawai untuk lebih produktif. Suasana ini tercipta melalui pengelolaan faktor-faktor organisasi dalam bentuk pengaturan sistem imbalan, struktur, desain pekerjaan serta pemeliharaan komunikasi melalui praktek kepemimpinan yang mendorong rasa saling percaya (www.wikipedia.org). 2.2. Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) BKM adalah dewan pimpinan kolektif masyarakat warga penduduk kelurahan, dan sebagai lembaga BKM dapat bertindak sebagai representasi masyarakat warga penduduk kelurahan (www.pnpm-mandiri.com). Sebagai wadah masyarakat yang bersinergi, BKM berbentuk pimpinan kolektif, dimana keputusan dilakukan secara kolektif melalui mekanisme rapat anggota BKM, dengan musyawarah mufakat menjadi norma utama dalam seluruh proses pengambilan keputusan. Sedangkan sebagai lembaga kepercayaan (Board of Trusty), anggota-anggota BKM terdiri dari orang-orang yang dipercaya warga, berdasarkan kriteria kemanusiaan yang disepakati bersama dan dapat mewakili masyarakat dalam berbagai kepentingan, termasuk kerjasama dengan pihak luar. 2.2.1. Proses membangun lembaga masyarakat berbasis nilai (BKM) Tahapan proses yang harus dilakukan masyarakat untuk memutuskan memampukan dan merevitalisasi lembaga yang ada atau membentuk lembaga baru sebagai BKM adalah, sebagai berikut (www.pnpm-p2kp.org):
Universitas Sumatera Utara
a. Focus Group Discussion refleksi kelembagaan masyarakat berbasis nilai Hal penting pertama kali yang perlu dilakukan ialah proses penyadaran kritis mengenai substansi tatanan masyarakat madani, yang salah satu indikatornya tercermin pada keberadaan lembaga masyarakat yang benar-benar aspiratif, mengakar, diakui kemanfaatannya, representatif, dan berbasis pada keikhlasan / kerelawanan, keadilan, dan kejujuran. Focus Group Discussion refleksi kelembagaan masyarakat berbasis nilai dilakukan di seluruh tatanan masyarakat, baik masyarakat pada umumnya maupun masyarakat miskin pada khususnya. Proses Focus Group Discussion / refleksi lembaga masyarakat berbasis nilai digerakkan dan difasilitasi oleh relawan-relawan, dengan pendampingan dari fasilitator dan perangkat kelurahan setempat. b. Identifikasi profil lembaga-lembaga yang ada Selanjutnya, relawan-relawan dibantu perangkat kelurahan setempat melakukan identifikasi profil dari berbagai lembaga masyarakat yang ada di kelurahannya. Identifikasi menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan landasan keberadaan, mekanisme pembentukan, visi dan misi, tujuan, organisasi, kepengurusan, mekanisme pemilihan anggota/pengurus, jenis kegiatan yang dilakukan, dan lain-lain. Hasil-hasil identifikasi profil lembaga-lembaga tersebut menjadi bahan pembahasan pada proses rembug warga untuk mengevaluasi dan mereflekasi kebutuhan lembaga masyarakat. c. Rembug-rembug warga untuk merefleksi dan mengevaluasi lembaga-lembaga yang ada Atas dasar kesadaran kritis masyarakat terhadap pemahaman substansi lembaga masyarakat berbasis nilai serta hasil identifikasi berbagai profil lembaga-lembaga
Universitas Sumatera Utara
masyarakat yang ada, relawan-relawan dibantu perangkat kelurahan setempat selanjutnya memfasilitasi rembug-rembug warga evaluasi lembaga yang ada, mulai dari tingkat RT/RW atau dusun hingga kelurahan. Agenda rembug-rembug warga terfokus pada menggali aspirasi dan apresiasi masyarakat terhadap kinerja dan kredibilitas berbagai lembaga-lembaga masyarakat yang ada di wilayah setempat. Refleksi dan evaluasi dititikberatkan pada tingkat pengakaran di masyarakat, tingkat kemanfaatannya bagi masyarakat, tingkat aspiratifnya, tingkat representatif, dan tingkat kepercayaan masyarakat. Aspirasi dan apresiasi warga harus benar-benar berasal dari pendapat dan aspirasi masyarakat, tanpa rekayasa dari siapapun. d. Rembug warga tingkat kelurahan untuk memutuskan merevitalisasi lembaga yang ada atau membentuk lembaga baru. Hasil refleksi dan evaluasi terhadap profil lembaga-lembaga masyarakat di atas menjadi masukan utama dalam rembug warga tingkat kelurahan yang akan memutuskan apakah akan merevitalisasi, menstrukturisasi, dan memampukan lembaga yang ada ataukah membentuk lembaga masyarakat yang baru sebagai BKM. Rembug warga dihadiri oleh representasi seluruh warga kelurahan, perangkat kelurahan, kelompok peduli setempat, dan relawan-relawan. 2.2.2. Anggota BKM Untuk memimpin masyarakat, dipilih pimpinan kolektif yang terdiri dari pribadipribadi yang dipercaya warga berdasarkan kriteria kemanusiaan yang disepakati bersama dan dapat mewakili warga dalam berbagai kepentingan. Anggota pimpinan kolektif masyarakat ini yang kemudian disebut anggota BKM.
Universitas Sumatera Utara
Anggota-anggota BKM tidak digaji atau menerima imbalan secara rutin dengan menjadi anggota BKM, maka diberi kesempatan dan kepercayaan dari masyarakat untuk memberi, kontribusi peduli, berkorban, dan ikhlas berbuat nyata bagi warga miskin yang ada di wilayahnya. Adanya kesempatan kepercayaan itulah yang bagi mereka merupakan imbalan yang tak ternilai harganya, apalagi dibandingkan materi atau status karena mereka dapat berbuat baik terhadap sesama, khususnya kaum miskin dan tertinggal/marginal (www.p2kp.org). Anggota BKM haruslah relawan dan tidak boleh dibayar. Hal ini tentunya memiliki alasan. Adapun alasan dari hal tersebut, antara lain (www.pnpm-mandiri.com). 1. Relawan adalah manifestasi dari nilai ikhlas / tanpa pamrih yang merupakan salah satu kriteria dasar calon anggota BKM. 2. Anggota BKM bukan orang bayaran (terikat kepada yang membayar) melainkan orang-orang merdeka yang secara sadar memberikan sebagian waktunya untuk orang lain. 3. Sebagai disinsentif bagi orang-orang yang bermaksud kurang baik. 4. BKM adalah wahana pengabdian bagi orang-orang baik dan murni (ikhlas) yang akan mengaktualisasikan dirinya sebagai manusia sejati. 5. Bila anggota BKM bukan relawan maka yang justru terjadi adalah: a. Masuknya orang-orang pencari kerja atau orang-orang yang memiliki pamrih. b. BKM bukan lagi wahana pengabdian. c. Anggota BKM juga bukan lagi orang yang merdeka yang mau menolong sesama melainkan orang bayaran yang setia kepada yang membayar.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, tidak ada satu pun anggota BKM yang memiliki hak istimewa (privilege) dan semua hasil keputusan BKM ditetapkan secara kolektif melalui mekanisme rapat anggota BKM. Anggota-anggota BKM dipilih oleh seluruh utusan-utusan warga setempat dengan kriteria kualitas sifat kemanusiaan atau track record perbuatan baik dan mekanisme pemilihan tanpa kampanye, tanpa pencalonan, serta secara tertulis tertulis dan rahasia. Masa pengabdian anggota BKM adalah 2 tahun dengan kemungkinan dapat dievaluasi pada setiap tahunnya berdasarkan indikator perbuatan baik serta kualitas sifatsifat kemanusiaan. 2.2.3. Struktur BKM Untuk
melaksanakan
kegiatan-kegiatan
penanggulangan
kemiskinan
yang
disepakati seluruh masyarakat setempat, baik dengan sumber dana PNPM Mandiri Perkotaan maupun sumber dana lainnya (channeling), BKM membentuk unit-unit pengelola sesuai kebutuhan, yang setidaknya terdiri dari Unit Pengelola Keuangan (UPK), Unit Pengelola Lingkungan (UPL), dan Unit Pengelola Sosial (UPS). Unit Pengelola Keuangan (UPK) akan bertanggung jawab terhadap pengelolaan pinjaman bergulir, akses channeling ekonomi, dan akses kegiatan yang berkaitan dengan pemupukan dana atau akses modal masyarakat. Unit Pengelola Lingkungan (UPL) bertanggung jawab dalam hal penanganan Rencana Perbaikan Kampung, Penataan dan Pemeliharaan Prasarana Lingkungan Perumahan dan Permukiman, Good Governance di bidang pemukiman, dan lain-lain. Sedangkan Unit Pengelola Sosial (UPS) didorong untuk mengelola relawan-relawan dan hal-hal yang berkaitan dengan dengan kerelawanan, mengelola pusat informasi dan pengaduan masyarakat (termasuk media warga untuk sarana
Universitas Sumatera Utara
control social) penangana kegiatan sosial, dan lain-lain sesuai kesepakatan warga masyarakat setempat. Oleh karena itu, unit-unit pelaksana tersebut berkewajiban memberi informasi dan laporan perkembangan dari masing-masing kegiatan yang menjadi tugas pokoknya, mengusulkan draft konsep pengembangan, serta memberi pertanggungjawaban berkala maupun akhir kepada BKM. Termasuk juga memberikan saran-saran dan masukanmasukan secara profesional kepada BKM atas dasar pertimbangan BKM dalam mengambil kebijakan maupun keputusan yang diperlukan. Anggota-anggota BKM tidak diperkenankan merangkap menjadi pengelola dari unit-unit tersebut. Unit-unit pelaksana akan dipimpin seorang manager atau istilah lain dan beberapa staf sesuai kebutuhan yang dipilih melalui rapat anggota BKM berdasarkan kriteria kemampuan di bidangnya masing-masing. BKM mengawasi pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh unit-unit pelaksana sesuai bidang kegiatannya yakni UPL, UPS, dan UPK. 2.2.4. Peran Utama BKM Adapun peran utama BKM adalah sebagai berikut (www.pnpm-mandiri.com): a. Mengorganisasikan warga secara partisipatif untuk merumuskan rencana jangka menengah (3 tahun) penanggulangan kemiskinan (PJM Pronangkis) dan diajukan ke PJOK (Penanggung Jawab Operasional Kegiatan) untuk mencairkan dana BLM; b. Sebagai dewan pengambilan keputusan untuk hal-hal yang menyangkut pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan pada khususnya dan penanggulangan kemiskinan pada umumnya;
Universitas Sumatera Utara
c. Mempromosikan dan menegakkan nilai-nilai luhur (jujur, adil, transparan, demokratis, dan sebagainya) dalam setiap keputusan yang diambil dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan; d. Menumbuhkan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin agar mampu meningkatkan kesejahteraan mereka; e. Mengembangkan jaringan BKM di tingkat kecamatan, kota/ kabupaten sebagai mitra kerja Pemerintah Daerah dan wahana untuk menyuarakan aspirasi masyarakat warga yang diwakilinya; f. Menetapkan kebijakan dan mengawasi proses pemanfaatan dana bantuan langsung masyarakat (BLM), yang sehari-hari dikelola oleh UPK (Unit Pelaksana Kegiatan). 2.3. Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan 2.3.1.Pelaksanaan Program Menurut James P. Lester dan Joseph Stewart (dalam Winarno, Budi, 2002: 101) implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Sementara itu, Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno, 2002: 102) membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Jones (1991: 294), pelaksanaan atau implementasi adalah suatu proses interaktif antara suatu perangkat tujuan dan tindakan. Dengan kata lain, pelaksanaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program. Ada tiga pilar kegiatan tersebut, yaitu: 1. Organisasi: pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit, serta metodemetode untuk menjadikan program berjalan. 2. Interpretasi: menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat yang dapat diterima. 3. Penerapan ketentuan rutin pelayanan, pembayaran, atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau pelengkapan program. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa program merupakan unsur pertama yang harus ada untuk tercapainya kegiatan impelementasi. Dengan program segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Lebih lanjut Truman, memberikan pengertian program adalah cara yang disyahkan untuk mencapai tujuan (Jones, 1994: 296). Berhasil atau tidaknya suatu program diimplementasikan tergantung dari unsur pelaksanaannya. Pelaksanaan penting artinya karena pelaksana baik itu organisasi maupun perorangan, bertanggung jawab dalam pengelolaan maupun pengawasan dalam proses implementasi. Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam proses implementasi yaitu adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program, sehingga masyarakat tersebut mendapat manfaat program yang dijalankan serta terjadinya perubahan dan peningkatan pada kehidupannya. Tanpa memberikan manfaat pada masyarakat maka dapat dikatakan program gagal dilaksanakan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Meter dan Horn (Subarsono, 2005: 99) ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni: a) Standar dan sasaran kebijakan Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi. b) Sumber daya Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia. c) Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program. d) Karakteristik agen pelaksana Agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program. Dengan demikian menurut Van Meter dan Van Horn (Budi Winarno, 2002: 121), sifat jaringan kerja komunikasi, tingkat pengawasan hierarkis dan gaya kepemimpinan dapat mempengaruhi identifikasi individu terhadap tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran organisasi. Apakah pengaruh yang ditimbulkannya mempermudah atau menghalangi implementasi yang efektif tergantung pada orientasi dari badan pelaksana.
Universitas Sumatera Utara
e) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan. f) Disposisi implementor Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni: (a) respon implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor (Subarsono, 2005: 100). 2.3.2. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan 2.3.2.1. Pengertian PNPM Mandiri dan PNPM Mandiri Perkotaan Di dalam buku pedoman umum PNPM Mandiri (2007) dikemukakan bahwa PNPM Mandiri adalah (www.pnpm-mandiri.com) a. Program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan, dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.
Universitas Sumatera Utara
b. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/ meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang lebih besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai. PNPM Mandiri Perkotaan merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun "gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan", yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip universal. [Dikutip dari : Buku Pedoman Umum P2KP-3, Edisi Oktober 2005] 2.3.2.2. Tujuan dan Sasaran PNPM Mandiri Perkotaan Tujuan dari PNPM Mandiri Perkotaan antara lain (http://www.p2kp.org): a. Terbangunnya lembaga masyarakat berbasis nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsipprinsip kemasyarakatan dan berorientasi pembangunan berkelanjutan, yang aspiratif, representatif, mengakar, mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin, mampu memperkuat aspirasi/suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan lokal, dan mampu menjadi wadah sinergi masyarakat dalam penyelesaian permasalahan yang ada di wilayahnya; b. Meningkatnya akses bagi masyarakat miskin perkotaan ke pelayanan sosial, prasarana dan sarana serta pendanaan (modal), termasuk membangun kerjasama dan kemitraan
Universitas Sumatera Utara
sinergi ke berbagai pihak terkait, dengan menciptakan kepercayaan pihak-pihak terkait tersebut terhadap lembaga masyarakat (BKM); c. Mengedepankan peran Pemerintah kota/ kabupaten agar mereka makin mampu memenuhi kebutuhan masyarakat miskin, baik melalui pengokohan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) di wilayahnya, maupun kemitraan dengan masyarakat serta kelompok peduli setempat. Selanjutnya, kelompok sasaran P2KP pada dasarnya mencakup empat sasaran utama, yakni masyarakat, pemerintah daerah, kelompok peduli setempat dan para pihak terkait (stakeholders). Sedangkan sasaran Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah sebagai berikut (http://www.p2kp.org): a. Terbangunnya Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) yang dipercaya, aspiratif, representatif, dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi serta kemandirian masyarakat; b. Tersedianya Perencanaan Jangka Menengah (PJM) Pronangkis sebagai wadah untuk mewujudkan sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dalam rangka pengembangan lingkungan permukiman yang sehat, serasi, berjati diri, dan berkelanjutan; c. Terbangunnya forum LKM tingkat kecamatan dan kota/kabupaten untuk mengawal terwujudnya harmonisasi berbagai program daerah; d. Terwujudnya kontribusi pendanaan dari pemerintah kota/kabupaten dalam PNPM Mandiri Perkotaan sesuai dengan kapasitas fiskal daerah.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.3.Visi
dan
Misi
PNPM
Mandiri
Perkotaan
(http://www.p2kp.org)
Visi dari PNPM Mandiri Perkotaan yaitu terwujudnya masyarakat madani, yang maju, mandiri, dan sejahtera dalam lingkungan permukiman sehat, produktif dan lestari. Sedangkan misi dari PNPM Mandiri Perkotaan adalah membangun masyarakat mandiri yang mampu menjalin kebersamaan dan sinergi dengan pemerintah maupun kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan secara efektif dan mampu mewujudkan terciptanya lingkungan permukiman yang tertata, sehat, produktif dan berkelanjutan. 2.3.2.4. Nilai-nilai dan Prinsip-prinsip yang Melandasi PNPM Mandiri Perkotaan Nilai-nilai yang melandasai PNPM Mandiri Perkotaan antara lain: Nilai-nilai luhur kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan yang bersifat universal, dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, yang melandasi pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah sebagai berikut (http://www.p2kp.org): a. Nilai-Nilai Universal Kemanusiaan (Gerakan Moral) Nilai-nilai
universal
kemanusiaan
yang
harus
dijunjung
tinggi,
ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku PNPM Mandiri Perkotaan dalam melaksanakan PNPM Mandiri Perkotaan adalah : 1) Jujur; 2) Dapat dipercaya; 3) Ikhlas/kerelawanan; 4) Adil; 5) Kesetaraan; 6) Kesatuan dalam keragaman. b. Prinsip-Prinsip Universal Kemasyarakatan (Good Governance) Prinsip-prinsip universal kemasyarakatan (Good Governance) yang harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku PNPM Mandiri Perkotaan adalah: 1) Demokrasi; 2) Partisipasi; 3) Transparansi dan Akuntabilitas; 4) Desentralisasi;
Universitas Sumatera Utara
c. Prinsip-Prinsip Universal Pembangunan Berkelanjutan (Tridaya) Prinsip-prinsip universal pembangunan berkelanjutan harus merupakan prinsip keseimbangan pembangunan, yang dalam konteks PNPM Mandiri Perkotaan diterjemahkan sebagai sosial, ekonomi dan lingkungan yang tercakup dalam konsep Tridaya. 1. Perlindungan Lingkungan (Environmental Protection); dalam pengambilan keputusan maupun pelaksanaan kegiatan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, terutama kepentingan masyarakat miskin, perlu didorong agar keputusan dan pelaksanaan kegiatan tersebut berorientasi pada upaya perlindungan/pemeliharaan lingkungan baik lingkungan alami maupun buatan termasuk perumahan dan permukiman, yang harus layak, terjangkau, sehat, aman, teratur, serasi dan produktif. Termasuk didalamnya adalah penyediaan prasarana dan sarana dasar perumahan yang kondusif dalam membangun solidaritas sosial dan meningkatkan kesejahteraan penduduknya. 2. Pengembangan Masyarakat (Social Development); tiap langkah kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan harus selalu berorientasi pada upaya membangun solidaritas sosial dan keswadayaan masyarakat sehingga dapat tercipta masyarakat efektif secara sosial sebagai pondasi yang kokoh dalam upaya menanggulangi kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan. Pengembangan masyarakat juga berarti upaya untuk meningkatkan potensi segenap unsur masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang rentan (vulnerable groups) dan marjinal yang selama ini tidak memiliki peluang/akses dalam program/kegiatan setempat; 3. Pengembangan Ekonomi (Economic Development); dalam upaya menyerasikan kesejahteraan material, maka upaya-upaya kearah peningkatan kapasitas dan
Universitas Sumatera Utara
keterampilan masyarakat miskin dan/ atau penganggur perlu mendapat porsi khusus termasuk upaya untuk mengembangkan peluang usaha dan akses ke sumberdaya kunci untuk peningkatan pendapatan, dengan tetap memperhatikan dampak lingkungan fisik dan sosial. Prinsip-prinsip universal pembangunan berkelanjutan tersebut pada hakekatnya merupakan pemberdayaan sejati yang terintegrasi, yaitu pemberdayaan manusia seutuhnya agar mampu membangkitkan ketiga daya yang telah dimiliki manusia secara integratif, yaitu daya pembangunan agar tercipta masyarakat yang peduli dengan pembangunan perumahan dan permukiman yang berorientasi pada kelestarian lingkungan, daya sosial agar tercipta masyarakat efektif secara sosial, dan daya ekonomi agar tercipta masyarakat produktif secara ekonomi. 2.3.2.5. Organisasi Pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan PNPM Mandiri Perkotaan merupakan satu bagian yang tidak terpisahkan dari PNPM Mandiri Nasional oleh sebab itu pengelolaan program ini juga merupakan bagian dari pengelolaan program nasional PNPM Mandiri yang telah diatur dalam Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang diterbitkan oleh Tim Pengendali PNPM Mandiri. Organisasi penyelenggaraan yang diuraikan di sini adalah khusus organisasi penyelenggaraan PNPM Mandiri Perkotaan saja yang secara struktur organisasi berada di bawah kendali Tim Pengendali PNPM Mandiri Nasional. Struktur kelembagaan PNPM Mandiri Perkotaan mencakup seluruh pihak yang bertanggung jawab dan terkait dalam pelaksanaan serta upaya pencapaian tujuan PNPM
Universitas Sumatera Utara
Mandiri, meliputi unsur pemerintah, fasilitator dan konsultan pendamping, serta masyarakat baik di pusat maupun daerah. Secara umum, struktur organisasi PNPM Mandiri Perkotaan digambarkan berikut ini (Pedoman Umum PNPM Mandiri, 2007: 30).
Gambar 1. Struktur Kelembagaan PNPM Mandiri
Universitas Sumatera Utara
Penyelenggaraan PNPM Mandiri Perkotaan tahun 2007 dilakukan secara berjenjang dari tingkat nasional sampai tingkat desa/kelurahan dengan pengorganisasian sebagai berikut (http://www.p2kp.org):
A. Tingkat Nasional………………………………………………… Penanggung jawab pengelolaan program tingkat nasional adalah Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, yang bertindak sebagai penyelenggara program (executing agency) yang dibantu oleh Satker P2KP (PMU) sebagai penanggungjawab operasional kegiatan..………………………………… Untuk melaksanakan tugas tersebut PMU dibantu oleh 2 (dua) Konsultan Manajemen Pusat (KMP) P2KP yang bertugas melakukan pengawasan, pengkoordinasian dan pengendalian KMW-KMW (Konsultan Manajemen Wilayah) sesuai pembagian wilayah dampingan pada pelaksanaan P2KP2 dan P2KP3. PMU juga akan dibantu oleh Tim Penelitian dan Pengembangan (Litbang) yang bertanggung jawab dalam merumuskan pengembangan konsep dan penyusunan pedoman umum program, termasuk melakukan kajian-kajian substantif yang dibutuhkan, selain itu PMU akan dibantu oleh Program Manager untuk merumuskan strategi dan petunjuk pelaksanaan kegiatan. Pemerintah Indonesia juga membentuk Tim Pengendali PNPM yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis.
Universitas Sumatera Utara
B. Tingkat Propinsi…………………………………………………………………… Di tingkat propinsi dikoordinasikan langsung oleh Gubernur setempat melalui Bappeda Propinsi dengan menunjuk Tim Koordinasi Pelaksanaan PNPM (TKPP) tingkat propinsi atau TKPK yang sudah ada. Pelaksana tingkat Propinsi adalah Dinas Pekerjaan Umum/ Bidang Ke-Cipta Karya-an dibawah kendali/koordinasi Satker Non Vertikal Tertentu (SNVT) PBL tingkat propinsi. Dalam pelaksanaan dan pengendalian kegiatan akan dilakukan oleh KMW yang ditugasi oleh Satker/PMU PNPM untuk Propinsi tersebut. Dalam rangka efektifitas pelaksanaan kegiatan, ditunjuk KMW-KMW PNPM saat ini dengan penguatan personil sesuai kebutuhan lapangan yang diperlukan.
C. Tingkat Kabupaten/Kota………………………………………………………… Di tingkat kota/kabupaten dikoordinasikan langsung oleh Bupati/Walikota setempat melalui Bappeda Kota/Kabupaten dengan menunjuk Tim Koordinasi Pelaksanaan PNPM P2KP (TKPP) tingkat kota/kabupaten atau TKPK yang sudah ada. Pemkot/kab dibantu oleh Pejabat Pembuat Komitmen yang diangkat Menteri PU atas usulan Bupati/Walikota dibawah koordinasi SNVT PBL Propinsi dalam mengendalikan pelaksanaan kegiatan pendampingan dan pencairan dana BLM. Pemkot/kab memfasilitasi KBP dan penguatan TKPK-D untuk dapat menyusun SPK-D dan PJM pronangkis Kota/Kabupaten sesuai ketentuan. Dalam pelaksanaan dan pengendalian kegiatan ditingkat Kota/Kabupaten akan dilakukan oleh Koordinator Kota (Korkot), yang dibantu beberapa asisten korkot di bidang pembukuan, teknik/infrastruktur, management data dan urban planner.
Universitas Sumatera Utara
D. Tingkat Kecamatan………………………………………………………………… Di tingkat kecamatan akan ditunjuk PJOK (Penanggung Jawab Operasional Kegiatan). PJOK adalah perangkat kecamatan yang diangkat oleh Kepala Satker PNPM atas usulan walikota/bupati untuk pengendalian kegiatan ditingkat kelurahan dan berperan sebagai penanggungjawab administrasi pelaksanaan P2KP di wilayah kerjanya.
E. Tingkat Kelurahan/Desa…………………………………………… Pada tingkat kelurahan/desa, PNPM Mandiri Perkotaan akan memanfaatkan BKM yang ada atau membentuk BKM baru dengan fungsi utama mengkoordinasikan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, mengakomodasikan berbagai masukan pembangunan untuk wilayahnya serta membentuk unit-unit/pokja pelaksana dan mengorganisir relawan-relawan dari warga setempat.
3. Pengaruh Antara Gaya Kepemimpinan Fasilitator Kelurahan Terhadap Kinerja Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan Thoha (1995: 49) mengemukakan bahwa jika seseorang berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka kegiatan semacam itu telah melibatkan seseorang ke dalam aktivitas kepemimpinan. Selanjutnya, jika kepemimpinan tersebut terjadi dalam suatu organisasi tertentu, dan seseorang tadi perlu mengembangkan staf dan membangun iklim motivasi yang menghasilkan tingkat produktivitas yang tinggi, maka orang tersebut lantas perlu memikirkan gaya kepemimpinannya.
Universitas Sumatera Utara
PNPM Mandiri Perkotaan sendiri juga memiliki struktur organisasi pelaksana PNPM Mandiri. Salah satu badan pelaksananya adalah BKM yang merupakan dewan pimpinan kolektif masyarakat dalam menangani permasalahan yang ada di wilayahnya. Jika kita mengamati struktur organisasi pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan, maka BKM sendiri juga memiliki pemimpin yang memberikan bimbingan administrasi dan manajemen terhadap BKM. Hal ini diperlukan agar BKM memiliki kinerja yang baik dalam menjalankan perannya. Tentunya pemimpin dari BKM tersebut juga menerapkan gaya kepemimpinannya masing-masing. Goleman (2007: 64) mengemukakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin. Selain itu, secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis (www.wikipedia.org). Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan ketrampilan, latar belakang pribadi, dan demografis. Menurut Gibson (1987, dalam situs wikipedia), variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu. Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung. Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987, dalam situs wikipedia) banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.
Universitas Sumatera Utara
Kelompok variabel organisasi menurut Gibson (1987, dalam situs wikipedia) terdiri dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Menurut Kopelman (1986), variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu. Penelitian Robinson dan Larsen (1990) terhadap para pegawai penyuluh kesehatan pedesaan di Columbia menunjukkan bahwa pemberian imbalan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang tidak diberi. Menurut Mitchell dalam Timpe (1999), motivasi bersifat individual, dalam arti bahwa setiap orang termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga berbagai tingkat. Mengingat sifatnya ini, untuk peningkatan kinerja individu dalam organisasi, menuntut para manajer untuk mengambil pendekatan tidak langsung, menciptakan motivasi melalui suasana organisasi yang mendorong para pegawai untuk lebih produktif. Suasana ini tercipta melalui pengelolaan faktor-faktor organisasi dalam bentuk pengaturan sistem imbalan, struktur, desain pekerjaan serta pemeliharaan komunikasi melalui praktek kepemimpinan yang mendorong rasa saling percaya. Jika kepemimpinan adalah perihal memimpin dan gaya kepemimpinan merupakan cara atau tingkah laku dalam memimpin, maka hal yang hampir sama juga diungkapkan oleh Meter dan Horn (dalam Winarno, 2002: 121) bahwa salah satu variabel yang secara tidak langsung mempengaruhi kinerja implementasi adalah gaya kepemimpinan dari badan pelaksana. Salah satu unsur yang melakukan pendampingan kepada BKM adalah Fasilitator Kelurahan yang mengarahkan, membimbing, dan mengajak BKM untuk bersama-sama mencapai visi dan misi PNPM Mandiri Perkotaan.
Universitas Sumatera Utara
F. HIPOTESA “Hipotesa adalah merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”. Sugiyono (2004: 70). Adapun hipotesa yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah: “Ada pengaruh antara gaya kepemimpinan Fasilitator Kelurahan (Faskel) terhadap kinerja Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan.” G. DEFENISI KONSEP Menurut Singarimbun (1989: 33), konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu yang menjadi pusat perhatian. Pemberian defenisi konsep disini adalah untuk membantu memperjelas fenomena pengamatan yang akan diteliti sebagai berikut: 1. Gaya kepemimpinan fasilitator kelurahan adalah perilaku dan strategi fasilitator kelurahan, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja orang lain atau BKM/ masyarakat. 2. Kinerja anggota BKM adalah prestasi kerja, prestasi penyelenggaraan suatu kegiatan dimana menunjukkan seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi dengan tingkat produktivitas, kualitas layanan, responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas yang tinggi oleh lembaga masyarakat yang harus mengakar, representatif, dan aspiratif, serta beranggotakan kumpulan warga yang ikhlas, adil,
Universitas Sumatera Utara
jujur, dan tidak dibayar untuk pengabdiannya sehingga menjadi tumpuan kepercayaan masyarakat. H. DEFENISI OPERASIONAL Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel sehingga dengan pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator apa saja yang mendukung penganalisaan dari variabelvariabel tersebut (Singarimbun, 1989: 46). Tabel 1. Operasionalisasi Variabel Penelitian Variabel
Dimensi
Variabel Bebas (X1): A. Visioner Gaya Kepemimpinan
B. Pembimbing
C. Afiliatif
Indikator a.Mampu membimbing bawahan ke arah visi organisasi dengan tegas. b. Membebaskan orang untuk berinovasi, bereksperimen, dan menghadapi resiko yang sudah diperhitungkan. c. Kejujuran dalam membagi informasi kepada bawahan. a. Mampu bertindak sebagai penasihat. b. Mampu meningkatkan kepercayaan diri bawahan. c. Mampu menghubungkan apa yang diinginkan seseorang dengan sasaran organisasi. d. Mampu membantu bawahan untuk mengembangkan kemampuannya sendiri. a. Mampu memajukan harmoni dan mendorong interaksi yang ramah. b. Memusatkan perhatian pada kebutuhan emosi bawahan.
Universitas Sumatera Utara
D. Demokratis
E. Penentu Kecepatan
F. Memerintah
Variabel Terikat (Y): Kinerja Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM)
A. Produktivitas Pengurus
c. Mengandalkan kompetensi pengelolaan konflik ketika menyatukan perbedaan. a. Menciptakan perasaan bahwa mereka sungguhsungguh ingin mendengarkan pikiran dan kepedulian bawahan. b. Menghargai masukan orang lain. c. Mendapatkan komitmen melalui partisipasi. d. Bekerja sebagai anggota kelompok dan bukan sebagai pemimpin yang berposisi di atas. a. Memegang teguh dan melaksanakan standar kinerja yang tinggi. b. Bersikap obsesif bahwa segala sesuatu bisa dilakukan dengan lebih baik dan lebih cepat. c. Cepat menunjuk orangorang yang berkinerja buruk dan menuntut lebih banyak dari mereka untuk bekerja lebih baik. a. Menuntut kepatuhan langsung pada perintahnya. b. Ingin mengendalikan setiap situasi dengan ketat. c. Ingin memantau setiap situasi dengan teliti. a. Kemampuan mengoptimalkan kegiatan pemeliharaan lingkungan /perlindungan lingkungan. b. Kemampuan mengoptimalkan kegiatan bantuan sosial kepada masyarakat miskin. c. Kemampuan meningkatkan keterampilan masyarakat miskin untuk
Universitas Sumatera Utara
mengembangkan usaha. d. Memiliki keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan perannya. B. Kualitas Layanan Pengurus a. Adanya kepuasan masyarakat terhadap pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. b. Menunjukkan sikap ikhlas / tanpa pamrih di dalam menjalankan peran. c. Mementingkan penerapan nilai keadilan. d. Kesesuaian pelaksanaan program dengan prinsip partisipasi masyarakat. C. Responsivitas Pengurus a.Mengembangkan program kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan / aspirasi masyarakat. b. Merumuskan Perencanaan Jangka Menengah (PJM) Program Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis) bersama-sama masyarakat. d. Menyusun prioritas pelayanan yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan. e. Kemampuan menjalankan misi PNPM Mandiri Perkotaan. D. Responsibilitas Pengurus a. Memiliki kejelasan tentang prosedur pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. b. Kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan petunjuk pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. c. Memiliki kejelasan tentang tata cara pencairan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). E. Akuntabilitas Pengurus a. Konsistensi kegiatan dengan kehendak masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
b. Transparansi informasi terkait pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. c. Pemberian dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dilakukan secara transparan d. Pemberian dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dilakukan secara tepat sasaran. d. Memprioritaskan kepentingan masyarakat miskin.
I. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan yang disusun dalam rangka memaparkan keseluruhan hasil penelitian ini secara singkat dapat diketahui sebagai berikut: BAB I
:
PENDAHULUAN Menguraikan tentang latar belakang masalah. Perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional, hipotesa, dan sistematika penulisan.
BAB II
:
METODE PENELITIAN Bab ini berisikan bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengukuran, dan teknik analisa data.
BAB III
:
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, kedudukan, tugas, dan fungsi.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
:
PENYAJIAN DATA Bab ini berisikan identitas responden, distribusi jawaban responden, klasifikasi data, pengujian hipotesa, dan koefisien determinan.
BAB V
:
ANALISA DATA Analisa data berisikan gaya kepemimpinan fasilitator kelurahan, kinerja BKM, pengaruh Gaya Kepemimpinan Fasilitator Kelurahan Terhdap Kinerja BKM dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan dan selanjutnya disusun dalam bentuk tabel frekuensi.
BAB VI
:
PENUTUP Menguraikan kesimpulan hasil penelitian dan berusaha untuk merumuskan saran-saran.
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara