BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Penelitian Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara Indonesia mempunyai kedudukan yang sama dimuka hukum, dan wajib mematuhi hukum yang berlaku1. Segala perbuatan hukum masyarakat harus didasari oleh bukti atas perbuatan hukum yang dilakukan, untuk menyatakan bahwa telah terjadi suatu perbuatan hukum seperti peralihan hak yang semula tidak memiliki suatu objek menjadi memiliki objek, hal demikian yang harus dibuktikan dengan adanya suatu akta yang dikemudian hari berguna sebagai alat bukti atas kepemilikan suatu objek dan dapat menjadi bukti kuat. Seiring berkembangnya jaman, pertumbuhan ekonomi yang semakin baik mengikuti kebutuhan masyarakat yang meningkat. Kebutuhan kepemilikan tanah untuk keperluan usaha atau investasi juga semakin bertambah. Ramainya lalu lintas jual beli tanah menyebabkan harga tanah semakin tinggi, hal ini menyebabkan sebagian masyarakat menganggap bahwa membeli tanah adalah investasi yang baik. Jual beli tanah merupakan suatu perbuatan hukum dan juga bentuk dari peralihan hak yang akan membutuhkan pembuktian atas kepemilikan tanah sebagai objek jual beli dengan adanya suatu akta jual beli yang dibuat oleh pejabat umum yang
1
Pasal 27 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
memiliki kewenangan yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah ( selanjutnya disingkat PPAT) Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah diatur bahwa semua peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dan perbuatan pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. PPAT adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun (Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998). Segala akta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta otentik yang bentuk akta telah diatur sesuai ketentuan yang berlaku. Sesuai dengan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUH Perdata) menyebutkan bahwa suatu akta otentik ialah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna kekuatan otensitasnya. Otensitas akta tersebut terletak dalam hal bahwa akta memiliki kepercayaan tanpa harus dibuktikan terlebih dahulu, hal demikian yang diinginkan para pihak dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum bagi para pihak sekaligus bagi masyarakat pada umumnya. Akta otentik pada hakekatnya memuat kebenaran formil dan materil sesuai dengan apa yang diberitahukan oleh para pihak kepada PPAT. PPAT berkewajiban untuk memasukkan keinginan para pihak kedalam akta dan membacakan akta sehingga para pihak benar-benar mengerti dan dapat menyetujui isi akta PPAT yang akan ditandatanganinya. Akta otentik merupakan alat bukti terkuat, yang salah satunya dibuat oleh PPAT. Produk PPAT ini merupakan alat bukti yang mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam masyarakat, dalam hal hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, dan lain sebagainya. Kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan tuntutan akan kepastian hukum, dalam berbagai hubungan ekonomi. Dalam proses pembuatan akta otentik ini diperlukan syarat-syarat kelengkapan berkas yang harus dipenuhi, dalam akta jual beli tanah syaratsyarat yang harus dibawa oleh penjual diantaranya: 1. Sertipikat asli hak atas tanah yang akan dijual 2. Kartu Tanda Penduduk 3. Bukti pembayaran PBB 4. Kartu Keluarga (KK) Syarat yang harus dibawa oleh pembeli adalah: 1. Kartu tanda Penduduk 2. Kartu Keluarga (KK)
3. Uang Pembayaran yang dapat dilakukan secara tunai di hadapan PPAT, atau surat perintah mengeluarkan uang kepada bank yang telah disepakati antara penjual dan pembeli Syarat-syarat berkas diatas adalah kelengkapan untuk membuat perjanjian akta jual beli tanah. Melalui syarat berkas tersebut PPAT dapat memformulasikan keinginan para pihak untuk mengadakan suatu peralihan hak jual beli kedalam akta otentik. Adakalanya para pihak tidak beritikad baik atau tidak jujur dalam persyaratan berkas akta. Tidak jarang ada pihak yang membawa berkas palsu seperti halnya identitas palsu dalam Kartu Tanda Penduduk, ataupun syarat lain yang diharuskan ada. Dalam hal demikian PPAT yang hanya melihat kebenaran dengan apa yang diberikan oleh para pihak kehadapannya sering kali memberi dampak tidak baik dikemudian hari. PPAT dipanggil ke persidangan karena ada pihak yang merasa dirugikan dengan akta PPAT, adapun alasan pihak yang merasa dirugikan mengajukan pembatalan akta tersebut karena akta yang dibuat tidak sesuai dengan fakta atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu PPAT yang berkantor di Kabupaten Sleman sebut saja PPAT X2 mendapat suatu tuntutan perdata pada salah satu pihak selaku penjual yang juga menjadi kliennya dan kasus tersebut sampai ke Pengadilan, bahwa pihak penjual menuntut bahwa akta yang dibuat oleh PPAT X tidak benar, menurut keterangan penjual bahwa alamat dari pembeli tidak sesuai dengan alamat sesungguhnya. Pembeli diketahui mempunyai dua KTP yang salah
2
Nama PPAT sengaja disamarkan
satunya KTP dengan alamat rumah yang berbeda dengan yang tertera pada akta. Hasil keputusan yang didapat bahwa PPAT X tidak bertanggung jawab karena tidak ada pihak yang dirugikan3. Dengan demikian bagaimana tanggung jawab PPAT atas akta yang terdapat ketidak sesuaian berkas yang dibuat dihadapannya. B. Perumusan Masalah Penelitian 1. Bagaimana jika akta yang telah dibuat oleh PPAT ternyata terdapat ketidak benaran berkas? 2. Bagaimana tanggung jawab PPAT atas akta yang dibuat dihadapannya yang syaratnya tidak terpenuhi karena ketidak benaran berkas? C. Keaslian Penelitian Untuk melihat keaslian penelitian telah dilakukan penelusuran kepustakaan yang telah dilakukan, diketahui telah ada penelitan terdahulu yang berkaitan dengan tanggung jawab PPAT diantaranya: 1. Tesis Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada yang disusun oleh Miming Yuliati, pada tahun 2013, yang berjudul Tanggung Jawab PPAT Terhadap Akta Yang Telah Dibuatnya (Study Kasus Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 07/PDT.G/1997/PN.BJM) Tanggal 28 Maret 1997. Penelitian ini memiliki rumusan masalah diantaranya: a.
Bagaimana tanggung jawab PPAT terhadap akta yang telah dibuatnya dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 07/PDT.G/1997/PN.BJM) Tanggal 28 Maret 1997?
3
Djoko Sukisno,2015, KTP Ganda dalam pembuatan Akta Jual Beli Tanah, wawancara, Yogyakarta, 15 September 1015.
b.
Bagaimana perlindungan hukum bagi PPAT dalam menjalankan tugas jabatannya?
Kesimpulan penelian tersebut yaitu: a.
Bentuk tanggung jawab PPAT yang ditemui adalah tidak ada tanggung jawab yang dirasakan oleh PPAT, hanya saja PPAT mempunyai beban moril untuk menerima kenyataan bahwa akta yang dibuatnya telah dinyatakan batal oleh putusan pengadilan dan itu dapat menimbulkan dampak kurang bagus terhadap hubungannya dengan klien.
b.
Perlindungan hukum bagi PPAT dalam menjalankan tugasnya seharihari tidak terlepas dari keterlibatan pihak organisasi profesi dalam hal ini IPPAT dimana berfungsi sebagai suatu wadah yang dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada diantara IPAT dengan para anggotanya. Dan adanya pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Kepala Badan, Keapala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pertanahan Kepada PPAT dalam hal menyampaikan dan menjelaskan kebijkan dan peraturan pertanahan serta petunjuk teknis pelaksanaan tugas PPAT.
2. Tesis Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada yang disusun oleh Hersa Krisna Muslim, pada tahun 2012, yang berjudul Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tananh (PPAT) Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Tanah “pura-Pura” (schijn handeling): Studi Kasus Putusan Perkara
Perdata Nomor 08/PDT.G/2009.PN.BTL. Penelitian ini memiliki rumusan masalah diantaramya: a.
Bagaimana akibat hukum jual beli hak atas tanah “pura-pura”?
b.
Bagaimana bentuk tanggung jawab PPAT apabila akta jual beli yang dibuatnya terdapat unsur jual beli “pura-pura”?
kesimpulan penelitian tersebut yaitu: a.
Akibat hukum dari perjanjian yang bersifat “pura-pura” tersebut ialah perjanjian batal demi hukum karena tidak sesuai dengan asas-asas jual beli tanah, khususnya menyangkut asas tunai menurut hukum adat. Perjanjian ini dianggap tidak pernah ada maka tidak ada akibat hukum apapun, sehingga tidak ada hak dari para pihak disitu untuk melakukan suatu gugatan atau penuntutan menyangkut jual beli hak atas tanah diantara para pihak.
b.
Mengenai tanggung jawab PPAT dalam hal terdapat keterangan yang tidak
benar
(palsu),
bertanggungjawab
Penulis
menilai
bahwa
PPAT
tidak
menyangkut keterangan para pihak yang tidak
jujur tersebut. 3. Tesis Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang yang disusun oleh Merry Yusnita, pada tahun 2010, yang berjudul Tanggung Jawab PPAT Terhadap Akta-Akta Yang Dibuatnya Jika Terjadi Sengketa Putusan Nomor : 07/PDT.G/1997/PN.PTK. Penelitian ini memiliki rumusan masalah diantaranya:
a.
Bagaimanakah kekuatan pembuktian akta PPAT sebagai alat bukti yang sah dalam proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan?
b.
Sejauh mana tanggung jawab PPAT terhadap akta-akta yang telah dibuatnya dalam hal jika terjadi sengketa di Pengadilan Negeri?
c.
Akibat hukum yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri terhadap akta PPAT yang menjadi sengketa
Kesimpulan penelitian tersebut yaitu: a.
Pada Kenyataannya meskipun seorang PPAT telah membuat akta yang didasarkan atas undang-undang dan ketentuan hukum yang berlaku, namun masih sering terjadi adanya ketidak puasan atas akta PPAT tersebut. Dimana ketidak puasan tersebut berlanjut dengan tujuan agar akta yang dibuat PPAT tersebut dibatalkan atau dinyatakan tidak sah.
b.
Bahwa terhadap gugatan yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan atas dibuatnya akta PPAT, maka PPAT tersebut harus bertanggung jawab atas kebenaran dan keabsahan atas akta yang dibuatnya, dimana hal ini erat kaitannya dengan sumpah jabatan dimana seorang PPAT itu dalam membuat akta harus didasarkan pada aturan undang-undang yang berlaku. Turut sertanya PPAT dalam hal ganti rugi/bunga dalam sengketa perdata terhadap akta yang telah dibuatnya jika dinyatakan batal, atau hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan menunjukan bahwa seorang PPAT tidak luput dari sanksi perdata
c.
Bahwa terhadap akta PPAT yang diperkarakan di pengadilan, maka PPAT harus tunduk pada keputusan pengadilan baik putusan itu sifat nya menguatkan akta tersebut atau akta tersebut dinyatakan batal demi hukum. Dengan kata lain bahwa putusan pengadilan atas akta yang
dibuat
oleh
PPAT,
sangat
menentukan
mengenai
pertanggungjawaban dari PPAT tersebut terhadap para pihak yang merasa dirugikan. Dengan demikian tesis ini memiliki kesamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Dalam hal persamaan yakni penelitian ini sama-sama membahas mengenai tanggung jawab PPAT. Adapun perbedaan penelitian sebelumnya adalah penelian yang saya lakukan adalah untuk melihat tanggung jawab PPAT atas tidak terpenuhinya syarat berkas pembuatan akta yang dibuatnya. Tidak terpenuhinya syarat berkas disini dapat berupa ketidak lengkapnya berkas dan palsunya berkas, sehingga peneliti menyatakan bahwa peneliti yang dilakukan berbeda dengan sudah diteliti dan ditulis sebelumnya dan dapat menjamin keaslian penelitian ini. D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan mengkaji pembuatan akta yang dibuat dihadapan PPAT yang syaratnya tidak terpenuhi karena terdapat ketidak benaran berkas. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji tanggung jawab PPAT atas akta yang dibuat dihadapannya yang syaratnya tidak terpenuhi karena ketidak benaran berkas.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki kegunaan bagi ilmu pengetahuan maupun pembangunan/masyarakat luas pada umumnya dan notaris pada khususnya. 1. Secara teoritis manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan literatur di bidang hukum dan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya serta ilmu pengetahuan di bidang hukum PPAT pada khususnya. Selain itu Penulis berharap karya tulis ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan Penelitian karya tulis selanjutnya. 2. Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para PPAT, khususnya berkaitan dengan syarat berkas yang harus terpenuhi dalam pembuatan akta dihadapannya.