1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, negara mempunyai kewajiban untuk menjaga kepentingan rakyatnya, baik dalam bidang kesejahteraan, keamanan, pertahanan, maupun kecerdasan. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, berbunyi : “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan keadilan sosial.”1 Dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan pembangunan, Pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Kebutuhan akan dana pembangunan dapat diperoleh dengan berbagai cara yang kesemuanya diharapkan dapat memperkuat sektor keuangan negara. Sebagaimana diketahui bahwa dalam APBN(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang dibuat oleh Pemerintah terdapat tiga sumber penerimaan yang menjadi pokok andalan, yaitu : pertama, penerimaan dari sektor pajak, kedua penerimaan dari sektor migas(minyak dan gas bumi) dan ketiga, penerimaan dari sektor bukan pajak. 1
Alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945
1
Universitas Sumatera Utara
2
Dari ketiga sumber penerimaan di atas, penerimaan dari sektor pajak ternyata merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar negara.2 Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga Pemerintah menempatkan kewajiban perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana dalam pembiayaan negara dalam pembangunan nasional guna tercapainya tujuan negara. Penting dan strategisnya peran serta sektor perpajakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat dilihat pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Rancangan APBN setiap tahun yang disampaikan Pemerintah, yaitu terjadinya peningkatan persentase sumbangan pajak dari tahun ke tahun.3 Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.4 Jadi pajak merupakan kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
2
Wirawan B.Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak, (Jakarta:Salemba Empat,2004), hal. 7 Ibid., hal. 11 4 Pasal 1 ayat(1), Undang-Undang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU No.28 Tahun 2007, LN No.85, Tahun 2007. 3
Universitas Sumatera Utara
3
di satu pihak dan untuk merealisasi sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara. Secara umum jenis pajak dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat terdiri dari :Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa, Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan dan Bea Meterai. Mulai tahun 2012 Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan dan Perkotaan
disebagian wilayah Indonesia dialihkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota.5 Di Indonesia, pajak yang berbasis penghasilan sudah dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu. Di mulai dari dikenakannya Patent Recht pada tahun 1887, kemudian dikembangkan dan diubah sesuai dengan tuntutan kebutuhan. Perubahan mendasar terhadap perundang-undangan perpajakan yang berkaitan dengan pajak berbasis penghasilan dilakukan pada tahun 1983 dengan diundangkannya UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang efektif berlaku mulai tahun 1984(tax reform), undang-undang ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan terakhir Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Pajak
Penghasilan(PPh)
dikenakan
terhadap
orang
pribadi
atau
perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak.6
5 6
Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, UU No. 28 Tahun 2009. Pasal 1, Undang-Undang Pajak Penghasilan, UU No.7 Tahun 1983, LN No.50.
Universitas Sumatera Utara
4
Beberapa konsep penting yang terdapat dalam pengertian Pajak Penghasilan (PPh), yaitu :Subjek pajak termasuk Wajib Pajak (WP), penghasilan yang diperoleh sebagai objek pajak, dalam tahun pajak serta pengenaannya. Pengertian subjek pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap.7 Adapun yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.8 Tahun pajak adalah jangka waktu 1(satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.9 Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan(PPh) disebut Wajib Pajak. Subjek pajak menjadi WP bila telah menerima penghasilan yang melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sebagian WP Indonesia adalah pemeluk agama Islam. Para WP yang dimaksud juga mempunyai keawajiban lain yang harus ditunaikan, yaitu membayar zakat.
7
Muhammad Rusjdi, PPh Pajak Penghasilan, (Jakarta: PT.Indeks, 2007), hal. 02-1. Ibid., hal. 04-1 9 Pasal 1, Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU No.28 Tahun 2007, LN No.85. 8
Universitas Sumatera Utara
5
Zakat adalah ibadah maaliyah ijtimaiyahyang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan, baik dari sisi ajaran maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat.10 Diantara firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al Qur’an tentang zakat terdapat dalam QS. Al Baqarah ayat 43 yang artinya :“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.”Rasulullah Shallallahu’alayhi wasallam telah bersabda :“Islam itu dibangun diatas lima perkara, yaitu: kesaksian bahwa tiada Ilah selain Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa di bulan Ramadhan dan menunaikan haji di Baitullah bagi orang yang mampu melakukan perjalanan kepadanya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).11 Zakat menurut etimologi (bahasa) adalah suci, tumbuh berkembang dan berkah, sedangkan menurut terminologi, zakat adalah kadar harta tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu.12 Zakat terdiri dari dua yaitu : 1) Zakat Nafs(jiwa) juga disebut zakat fitrah merupakan zakat untuk menguatkan diri. Dikeluarkan dan disalurkan kepada yang berhak pada bulan Ramadhan sebelum tanggal 1 Syawal (hari raya Idul Fitri), dan 2) Zakat Mal(harta) adalah zakat yang dikeluarkan untuk menyatakan harta, apabila
10
Gustian Djuanda (et.all), Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 14. 11 Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Mutiara Hadist Shahih Bukhari Muslim, Terjemahan H.Salim Bahreisy, (Surabaya: PT.Bina Ilmu, 2005), hal. 7. 12 M.Ali Hasan, Masaul Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
6
harta itu telah memenuhi ukuran dan syarat-syarat wajib zakat dan terdiri dari zakat emas dan perak, zakat harta perniagaan, zakat hasil pertanian, zakat Ma’din dan kekayaan laut serta rikaz.13 Majelis Ulama Indonesia juga mengeluarkan Fatwa mengenai zakat yaitu Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tanggal 06 R.Akhir 1424H/07 Juni 2003M tentang Zakat Penghasilan yang antara lain menetapkan bahwa yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yag diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya. Semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai 85gram emas. Sedangkan waktu pengeluaran zakat penghasilan pada saat menerima jika sudah cukup nishab atau penghasilan dikumpulkan selama satu tahun jika penghasilan bersihnya sudah cukup setahun serta kadar zakat penghasilan sebesar 2,5%(dua setengah persen). Ditengah menguatnya peranan pajak dalam penerimaan negara, secara bersamaan timbul kesadaran umat Islam akan peranan zakat. Fungsi pajak sebagai alat negara untuk melakukan redistribusi pendapatan atau kekayaan berhadapan dengan fungsi zakat yang secara substansi memiliki beberapa kemiripan. Zakat dan pajak, berbeda sifat dan asasnya, berbeda sumbernya, sasarannya, bagiannya serta kadarnya. Zakat dan pajak berbeda pula mengenai prinsip, tujuan 13
Gustian Djuanda (et.all), Op. Cit., hal. 18-20.
Universitas Sumatera Utara
7
dan jaminannya, walaupun keduanya sama-sama merupakan kewajiban dalam bidang harta. Sesungguhnya umat Islam dapat melihat bahwa zakat tetap menduduki peringkat tertinggi dibandingkan dengan hasil pemikiran keuangan dan perpajakan zaman modern, baik dari segi prinsip maupun hukum-hukumnya. Menurut Yusuf Qardhawi, hakikat pajak itu adalah suatu kewajiban yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum di satu pihak dan untuk merealisasi sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik, dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara.14 Adapun diwajibkan
hakikat
dari
Allah Subhanahu
zakat adalah
merupakan hak tertentu yang
Wa Ta’ala terhadap
kaum Muslimin
yang
diperuntukkan bagi mereka, yang dalam Al Qur’an disebut kalangan fakir miskin dan mustahik lainnya, sebagai tanda syukur atas nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan untuk mendekatkan diri kepadaNya, serta untuk membersihkan diri dan harta. Dalam bukunya
yang berjudul
Hukum Zakat,
Yusuf Qardhawi
menyebutkan beberapa persamaan antara Zakat dan Pajak yaitu : 1. Unsur
paksaan
dan
kewajiban
15
yang
merupakan
cara
untuk
menghasilkan pajak, juga terdapat dalam zakat.
14
Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2011), hal. 31. UUD 1945 Bab VIII Hal Keuangan, Pasal 23A, menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang. Zakat disini termasuk kelompok pungutan lain yang bersifat memaksa. 15
Universitas Sumatera Utara
8
2. Bila pajak harus disetorkan kepada lembaga masyarakat(negara), pusat maupun daerah, maka zakat pun demikian. 3. Diantara ketentuan pajak, ialah tidak adanya imbalan tertentu. Para wajib pajak menyerahkan pajaknya selaku anggota masyarakat. Ia hanya memperoleh berbagai fasilitas untuk dapat melangsungkan kegiatan usahanya. Demikian halnya dalam zakat, Pezakat tidak memperoleh imbalan, hanya memperoleh lindungan, penjagaan dan solidaritas dari masyarakatnya. 4. Apabila
pajak
pada
zaman
modern
ini
mempunyai
tujuan
kemasyarakatan, ekonomi dan politik di samping tujuan keuangan, maka zakat pun mempunyai tujuan yang lebih jauh dan jangkauan yang lebih luas.16 Juga dalam bukunya yang sama, Yusuf Qardhawi menyebutkan beberapa perbedaan antara Zakat dan Pajak yang antara lain : 1. Dari segi nama dan etiketnya 2. Mengenai hakikat dan tujuannya 3. Mengenai batas nisab dan ketentuannya 4. Mengenai kelestarian dan kelangsungannya 5. Mengenai pengeluarannya 6. Hubungannya dengan penguasa
16
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Bandung : Penerbit Mizan, 1999), hal. 999-1000.
Universitas Sumatera Utara
9
7. Maksud dan tujuan17 Ada empat pendapat yang berbeda
yang dikemukakan
para ulama
mengenai bagaimana hubungan zakat dan pajak . Pendapat pertama mengatakan bahwa zakat dan pajak adalah dua kewajiban sekaligus terhadap agama dan negara, pendapat ini dikemukakan oleh Yusuf Qardhawi. Pendapat kedua mengatakan zakat adalah kewajiban terhadap agama, dan pajak adalah kewajiban terhadap negara, pendapat ini dikemukakan antara lain oleh Gazy Inayah. Pendapat ketiga mengatakan zakat adalah roh dan pajak adalah badannya. Roh dan badan tak mungkin dipisahkan, pendapat ini dikemukakan antara lain oleh Masdar F.Mas’udi. Adapun pendapat keempat mengatakan pajak tidak wajib bahkan haram, pendapat ini dikemukakan antara lain oleh Hasan Turabi dari Sudan.18 Zakat dan pajak merupakan dua kewajiban bagi warga muslim Indonesia yang diatur oleh perundang-undangan. Kemudian muncul pertanyaan apakah orang yang telah membayar pajak sudah tidak berkewajiban membayar zakat? Ada tiga pendapat yang dapat dipilih yang merupakan pandangan dari beberapa ulama yaitu pandangan pertama, yang menyatakan antara zakat dan pajak berbeda, pandangan kedua berpendapat bahwa zakat dan pajak hakikatnya sama dan pandangan ketiga prinsipnya sama dengan pertama.19
17
Ibid., hal. 1000-1005. Gusfahmi, Op. Cit.,hal. 186. 19 Supani, Zakat di Indonesia: Kajian Fikih dan Perundang-Undangan , Grafindo Literia Media, 2010), hal. 176. 18
(Yogyakarta:
Universitas Sumatera Utara
10
Menurut pandangan pertama yang menyatakan antara zakat dan pajak berbeda, kebanyakan ulama Indonesia menganut pandangan ini. Antara lain Alie Yafie yang berpendapat bahwa antara pajak dan zakat berbeda sekali diantaranya bahwa zakat adalah kewajiban yang ditetapkan Allah sedangkan pajak merupakan kewajiban yang dibebankan negara. Zakat adalah ibadah yang diwajibkan kepada umat Islam sebagai tanda syukur kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya, sedangkan pajak merupakan kewajiban dari negara yang tidak ada hubungannya dengan makna ibadah dan mendekatkan diri. Zakat adalah kewajiban yang bersifat tetap dan terus menerus, ia akan berjalan selama umat Islam masih ada di muka bumi dan kewajiban tersebut tidak akan bisa dihapuskan oleh siapa pun, sedangkan pajak tidak memiliki sifat tetap dan terus menerus, baik mengenai macam, persentase atau kadarnya. Tiap pemerintah mengurangi atau mengubah atas dasar pertimbangan cendikiawan, bahkan adanya pajak itu tidak kekal. Ia akan tetap ada selama dibutuhkan dan lenyap bila tidak dibutuhkan lagi. Oleh karena itu pajak dan zakat satu sama lain berdiri sendiri dan tidak bisa disamakan. Menurut pandangan kedua, yang berpendapat bahwa zakat dan pajak hakikatnya sama, dimana seorang muslim yang meniatkan pembayaran pajak sebagai pembayaran zakat adalah sah dan ia pun dianggap telah menunaikan kewajiban sosialnya terhadap(lewat) negara. Dengan demikian ini juga telah menegakkan hak politiknya untuk mengontrol negara sebagai sarana penegak kemaslahatan dan keadilan bersama. Pendapat ini paling minoritas yang dikemukakan oleh Masdar Farid Mas’udi. Kesamaan hakikat zakat dan pajak menurut Masdar ini nampak dari
Universitas Sumatera Utara
11
seluruh isi buku beliau, bahkan judul bukunya pun sudah bisa menggambarkan adanya hal itu yakni “Agama Keadilan : Risalah Zakat(Pajak) dalam Islam.” Sedangkan pandangan ketiga, yang prinsipnya sama dengan pandangan pertama, zakat tidak sama dengan pajak, namun pembayaran zakat dapat dipandang sebagai biaya usaha. Oleh sebab itu, zakat atas penghasilan yang telah dibayarkan oleh muzaki dapat diperhitungkan sebagai pengurang besarnya penghasilan kena pajak . Isu penting yang berkisar tentang permasalahan tersebut di atas ada dua: 1. Aspek eksistensi sampai posisi pajak dan Zakat. 2. Aspek
efektivitas
penarikannya
bagi
perekonomian,
pengakuan
pengeluaran zakat dalam akuntansi pajak dan metode pengkreditan pajak atas zakat.20 Sebagian mendudukkan keduanya dalam hubungan subsitusi. Dengan pendapat ini pajak dan zakat dapat saling menggantikan dan saling menghapus kewajiban. Umat Islam yang sudah membayar pajak, tidak perlu membayar zakat dan sebaliknya. Sementara pendapat yang lain menolak pendapat pertama dan menyatakan bahwa pajak dan zakat bersifat ekslusif satu dengan lainnya. Pembayaran pajak bukan merupakan pembayaran zakatdan zakat bukan merupakan pembayaran pajak.
20
www.scrib.com/mobile/doc/16509433,
diakses pada tanggal 1 September 2013, pukul
20:30 WIB
Universitas Sumatera Utara
12
Dalam kehidupan bernegara kewajiban membayar pajak ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara untuk membiayai terselenggaranya roda pemerintahan dan pembangunan bangsa. Kewajiban seorang muslim untuk taat kepada ulil amri(pemerintah) dan produk hukum pemerintah sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan syariat memiliki landasan syar’i yang kuat. Sesuai QS. An Nisaa’ ayat 59 yang artinya :“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah ia kepada Allah(AlQuran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama(bagimu) dan lebih baik akibatnya.”21 Meskipun antara zakat dengan pajak terdapat perbedaan status hukum yakni perbedaan status hukum zakat adalah kewajiban agama bagi seorang muslim, sedangkan pajak adalah kewajiban negara. Tetapi dua-duanya mempunyai tujuan yang mulia yaitu untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat dan bangsa. Walaupun zakat belum dijadikan sebagai sumber penerimaan negara dan belum diurus oleh negara sebagaimana halnya pajak, namun zakat sudah masuk dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, terutama sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 dan terakhir yang berlaku Undang-Undang
21
Didin Hafidhuddin, Sinergi Zakat dengan Pajak dalam Membangun Bangsa, Media Indonesia, edisi Senin 8 April 2013.
Universitas Sumatera Utara
13
Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat,22 serta Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2001 yang khusus mengatur tentang Badan Amil Zakat Nasional. Hal tersebut didukung dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2009 dan berlaku saat ini Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan(PPh), yang menyatakan bahwa zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk dan disahkan pemerintah dikecualikan dari Objek Pajak, serta zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah sebagai pengurang untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2011 tentang pelaksanaan pembayaran dan pembuatan bukti pembayaran atas zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pada pasal 1 juga menyatakan bahwa zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi zakat yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
22
Gusfahmi, Op. Cit., hal. 188.
Universitas Sumatera Utara
14
Juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, pasal 23 ayat(1) dan (2), mengatur bahwa Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki. Bukti setoran zakat tersebut digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak dalam pengisian SPT Tahunan. Peraturan perundang-undangan mengenai pembayaran zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak pada Pajak Penghasilan telah berlaku sejak tahun 2011,namun masih banyak Wajib Pajak(WP) orang pribadi pemeluk agama Islam atau pembayar zakat (muzaki) yang belum memanfaatkan zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan(PPh).23 Dari uraian latar belakang tersebut di atas, timbul pertanyaan-pertanyaan tentang peraturan-peraturan dalam pelaksanaan pajak dan zakat, terutama dalam hal zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan. Penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai “Analisis Yuridis Terhadap Pembayaran Zakat Dalam Pengenaan Pajak Penghasilan.”
23
Wawancara dengan Bp. Taufiq, pegawai Direktorat Jenderal Pajak KPP Pratama Pekanbaru Senapelan, Pekanbaru Propinsi Riau, tanggal 12 September 2013.
Universitas Sumatera Utara
15
B. Perumusan Masalah. Bertitik tolak dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan Wajib Pajak? 2. Bagaimana pemenuhan aspek keadilan dari Zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan ? 3. Apa faktor-faktor penghambat dalam penerapan Zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan?
C. Tujuan Penelitian Dari permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis Zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan Wajib Pajak. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis aspek keadilan dari Zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor penghambat dalam penerapan Zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan.
Universitas Sumatera Utara
16
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis dan praktis, yaitu : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam bidang pengetahuan dan menjadi bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan peraturan pelaksanaan dari zakat sebagai pengurang pajak penghasilan. 2. Manfaat Praktis. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat memberikan masukan para praktisi maupun bagi pihak terkait mengenai penerapan zakat sebagai pengurang pajak penghasilan.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang Analisis Yuridis Terhadap Pembayaran Zakat Dalam Pengenaan Pajak Penghasilan, belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, namun beberapa penelitian yang membahas mengenai zakat dan pajak, antara lain diteliti oleh : 1. Fauzah Nur Aksa, NIM 0021050008, mahasiswi Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2000, berjudul Zakat dan Pajak Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Berdasarkan Pandangan Para Ulama Dan
Universitas Sumatera Utara
17
Para Ahli Hukum). Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah : a. Bagaimanakah peranan penerimaan dari sektor pajak terhadap pendapatan negara? b. Bagaimanakah ketentuan-ketentuan tentang Pajak Penghasilan yang diatur dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2000 diterapkan terhadap Yayasan? c. Bagaimanakah tata cara pembebanan pajak penghasilan terhadap Yayasan? d. Apakah
yang
menjadi
faktor
pendukung
dan
penghambat
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan terhadap Yayasan? 2. Nur Oloan, NIM 057011065, mahasiswi Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2005, berjudul Analisis Yuridis Terhadap Pengelolaan Zakat Oleh Lembaga Amil Zakat Al Hijrah Sumut.Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah : a. Bagaimana pelaksanaan pengelolaan zakat oleh Lembaga Amil Zakat Al Hijrah Sumatera Utara? b. Apakah Lembaga Amil Zakat Al Hijrah mampu mengurangi masyarakat miskin sekitarnya?
Universitas Sumatera Utara
18
c. Kendala-kendala apakah yang timbul dalam pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat Al Hijrah Sumatera Utara? Oleh karenanya maka penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang penulis lakukan ini jelas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena senantiasa memperhatikan ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi baik peneliti atau akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting karena memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalahyang kita bicarakan secara lebih baik.24 Teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan(problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.25 Teori hukum boleh disebut sebagai kelanjutan dari usaha mempelajari hukum positif. Pada saat orang mempelajari hukum positif, maka ia sepanjang waktu dihadapkan pada peraturan-peraturan hukum dengan segala cabang kegiatan dan permasalahannya. Menurut Radbruch, tugas teori hukum adalah “membikin jelas
24 25
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 259. M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Medan: Sofmedia, 2012), hal. 129.
Universitas Sumatera Utara
19
nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi.”26 Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada teori keadilan dan kepastian hukum, khususnya keadilan dan kepastian hukum dari zakat sebagai pengurang pajak penghasilan. Menurut
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat, Pasal 4 ayat(1) dikenal dua jenis zakat yaitu zakat mal dan zakat fitrah. Namun tidak semua zakat dapat sebagai pengurang dari penghasilan tidak kena pajak dari pajak penghasilan. Adapun syarat zakat agar dapat diperhitungkan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak pada Pajak Penghasilan menurut pasal 9 ayat(1) huruf g Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan(PPh)
adalah
zakat yang dibayar kepada Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat(LAZ) yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. Pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2011 bahwa zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila tidak dibayarkan oleh Wajib Pajak kepada Badan Amil Zakat, Lembaga Amil Zakat atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah.27
26
Satjipto Rahardjo, Op. Cit., hal. 260 Pasal 3 huruf a, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2011, tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto. 27
Universitas Sumatera Utara
20
Kenyataan di lapangan kebanyakan para muzaki menyerahkan zakat atas nama individu
kepada lembaga amil zakat yang sifatnya lokal atau langsung
menyerahkan zakat tersebut kepada mustahiq. Makna-makna keadilan dalam Islam antara lain : Adil berarti sama, tidak membedakan seseorang dengan yang lain (terdapat QS. An Nisa ayat 58). Adil berarti seimbang (terdapat dalam QS. Al Infithar ayat 6-7). Adil berarti perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu pada setiap pemiliknya. Adil yang dinisbatkan pada Ilahi yaitu keadilan Ilahi merupakan rahmat dan kebaikan-Nya. Keadilan-Nya mengandung konsekuensi bahwa rahmat Allah tidak tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu dapat meraihnya.28 Keadilan menurut Islam tidak hanya merupakan dasar dari masyarakat Muslim yang sejati sebagaimana di masa lampau dan seharusnya di masa mendatang. Dalam Islam, antara keimanan dan keadilan tidak terpisah. Orang yang imannya benar dan berfungsi dengan baik akan selalu berlaku adil terhadap sesamanya. Dalam Al Qur’an, keadilan dinyatakan dengan istilah “adl” dan “Qist”. Pengertian adil dalam Al Qur’an sering terkait dengan sikap seimbang dan menengahi. Dalam semangat
moderasi
dan
toleransi,
juga
dinyatakan
dengan
istilah
“wasath”(pertengahan). “Wasath” adalah sikap berkeseimbangan antara dua
28
Nurul Huda Maarif, Keadilan dalam Islam, Nuhamaarif.blogspot.com, diakses pada tanggal 19 September 2013 pukul 21.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
21
ektrimitas serta realitas dalam memahami tabiat manusia, baik dengan menolak kemewahan maupun aksetisme yang berlebihan.29 Keadilan menurut Roscoe Pound dikonsepkan sebagai hasil-hasil konkrit yang bisa diberikan kepada masyarakat. Menurut Roscue Pound, bahwa hasil yang diperoleh itu hendaknya berupa pemuasan kebutuhan manusia sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Yang mana dengan kata lain semakin meluas atau banyak pemuasan kebutuhan manusia tersebut maka akan semakin efektif menghindari pembenturan antara manusia.30 Menurut Radbruch, hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh sebab kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam Negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, pun pula kalau isinya kurang adil atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi terdapat kekecualian yakni bilamana pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu besar, sehingga tata hukum itu tampak tidak adil pada saat tata hukum itu boleh dilepaskan.31 Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum, akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau
29
Zamakhsyari, Teori-TeoriHukum Islam Dalam Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2013), hal. 99. 30 Roscue Pound, Pengantar Filsafat Hukum, (Jakarta: Bharata Karya Aksara, 1982), hal. 80. 31 Theo Huijbers, Filsafat Dalam Lintas Sejarah, (Yogyakarta: Kanisius, 1982), hal. 163.
Universitas Sumatera Utara
22
dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat “Lex dura, set tamen scripta” (undang-undang itu kejam, tetapi demikianlah bunyinya).32
2. Konsepsi Konsep
diartikan
sebagai
kata
yang
menyatakan
abstraksi
yang
digeneralisasikan dari hal yang berbentuk khusus.33 Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan antara teori dan observasi, antara abstraksi dengan realitas.34 “Pemakaian konsep terhadap istilah yang digunakan terutama dalam judul penelitian, bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata dengan pihak lain. Sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga demi menuntun peneliti sendiri didalam menangani proses penelitian dimaksud.”35 Konsepsi ini bertujuan untuk menghindari salah pengertian atau penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini.
32
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988),
33
Sumadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 1998),
hal. 58. hal. 4. 34
Masri Singaribun dkk, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1989), hal. 34. Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1999), hal. 107-108. 35
Universitas Sumatera Utara
23
Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar atau istilah, agar di dalam pelaksanaannya diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu : 1. Analisis yuridis adalah menganalisa secara hukum 2. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.36 3. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.37 4. Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak(WP), baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menamah kekayaan WP yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.38 5. Penghasilan adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti 36
Gusfahmi, Op. Cit., hal. 25. Mohammad Zain dan Suryo Hermana, Himpunan Undang-Undang Perpajakan 2010, (Jakarta: PT.Indeks, 2010), hal. 2 38 Pasal 4 ayat(1), Undang-Undang Pajak Penghasilan, UU No. 36 Tahun 2008, LN.No.133, TLN No.4893 Tahun 2008. 37
Universitas Sumatera Utara
24
pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.39 6. Tarif Progressif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar.40 7. Pajak Penghasilan(PPh) dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun.41 8. Penghasilan
Kena
Pajak
merupakan
dasar
perhitungan
untuk
menentukan besarnya pajak penghasilan yang terutang.42 9. Self assessment maksudnya semua Wajib Pajak(WP) diberikan kepercayaan penuh untuk melaksanakan kewajiban pembayaran pajak dengan cara menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan pajaknya sendiri.43
39 40
Pertama, Fatwa MUI Zakat Penghasilan, Nomor 3 Tahun 2003. Richard Burton dan Wirawan B.Ilyas, Hukum Pajak, (Jakarta: PT. Salemba Empat, 2001),
hal. 25. 41
Pasal 1, Undang-Undang Pajak Penghasilan, UU No.7 Tahun 1983 LN.No. 50. Gustian Djuanda, Op. Cit., hal. 101. 43 Pasal 12, Undamg-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU No.6 Tahun
42
1983.
Universitas Sumatera Utara
25
10. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuaidengan syariat Islam.44 11. Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat.45 12. Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat.46 13. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional.47 14. Lembaga Amil Zakat adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki
tugas
membantu
pengumpulan,
pendistribusian
dan
pendayagunaan zakat.48
G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian yang dilaksanakan bersifat deskriptif, maksudnya suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan49 tentang
44
Pasal 1 ayat(2), Undang-Undang Pengelolaan Zakat, UU N0.23 Tahun 2011 LN.No.115, TLN No.5255 Tahun 2011 45 Pasal 1 ayat(5), Undang-Undang Pengelolaan Zakat. 46 Pasal 1 ayat(6), Undang-Undang Pengelolaan Zakat. 47 Pasal 1 ayat(7), Undang-Undang Pengelolaan Zakat. 48 Pasal 1 ayat(8), Undang-Undang Pengelolaan Zakat. 49 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 63.
Universitas Sumatera Utara
26
Analisis Yuridis
Terhadap
Pembayaran
Zakat dalam Pengenaan
Pajak
Penghasilan. Jenis penelitian atau metode pendekatan yang dilakukan adalah metode penelitian hukum normatif(yuridis normatif) atau disebut juga penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan secara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.50 Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan melalui pendekatan perundangundangan(statute approach). “ “Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.”51
2. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan(library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. 52 Bahan utama dari penelitian ini adalah data primer yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa:
50
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 13-14. 51 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2009), hal . 93. 52 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit., hal. 39.
Universitas Sumatera Utara
27
a.
Bahan hukum primer yaitu hukum yang mengikat dari sudut norma dasar, peraturan dasar dan perundang-undangan,53 yaitu : 1. Pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. 4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh). 6. Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat Nasional. 7. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-163/PJ/2003 tentang Perlakuan Zakat Atas Penghasilan Dalam Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Pajak Penghasilan. 8. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009 tentang Bantuan atau Sumbangan Termasuk Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan 9. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Boleh Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto. 10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembebanan Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto. 11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat 12. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-6/PJ/2011 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas
53
Ibid., hal. 55.
Universitas Sumatera Utara
28
Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto. 13. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2011 tentang Badan Lembaga yang Dibentuk atau Disahkan oleh Pemerintah yang Ditetapkan sebagai Penerimaan Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto. 14. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER33/PJ/2011 tentang Badan/Lembaga yang Dibentuk atau Disahkan oleh Pemerintah yang Ditetapkan Sebagai Penerima Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto. 15. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Zakat Penghasilan.
b.
Bahan hukum sekunder terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandanganpandangan klasik para sarjana yang mempunyai klasifikasi tinggi.54 Bahan hukum sekunder yaitu semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, yang terdiri atas : 1. Buku-buku literatur atau bacaan yang menjelaskan mengenai pembayaran zakat dalam pengenaan pajak penghasilan. 2. Hasil-hasil penelitian tentang pembayaran zakat dalam pengenaan pajak penghasilan. 3. Pendapat ahli yang berkompeten dengan penelitian.
54
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Praditya Paramitha, 2005), hal. 141.
Universitas Sumatera Utara
29
4. Tulisan dari para ahli yang berkaitan dengan zakat dalam pengenaan pajak penghasilan. c.
Bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan tambahan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdapat dalam penelitian,55 yaitu : 1. Kamus Bahasa Indonesia 2. Kamus Bahasa Arab 3. Surat Kabar 4. Internet, makalah-makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.
3. Alat Pengumpulan Data a. Studi kepustakaan/dokumentasi. Yaitu dengan menelaah bahan hukum kepustakaan yang terkait dengan permasalahan yang diajukan untuk meneliti lebih jauh, guna memperoleh data sekunder berupa bahan primer dan sekunder. b. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan tanya jawab antara peneliti dengan nara sumber untuk mendapatkan informasi.56 Dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah ditentukan yang ditujukan kepada informan yakni pegawai Direktorat Jenderal Pajak KPP Pratama Pekanbaru Senapelan Pekanbaru.
55 56
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit., hal. 161. Ibid., hal. 161.
Universitas Sumatera Utara
30
4.
Analisis Data Analisis data merupakan kegiatan mengurai sesuatu sampai ke komponen-
komponennya dan kemudian menelaah hubungan masing-masing komponen dengan keseluruhan konteks dari berbagai sudut pandang. Penelaah dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah diharapkan.57 Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode analisis kualitatif, yaitu penelitian dilakukan dengan menganalisis data yang berdasarkan atas peraturan perundang-undangan. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan metode deduktif, yakni berfikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus dengan menggunakan perangkat normatif. Kesimpulan adalah jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti sehingga diharapkan akan memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dalam penelitian ini.
57
Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum UI, 2005), hal. 67.
Universitas Sumatera Utara