WHITE BOOK IPC
I. Kata Pengantar Menulis tentang Lino (CEO Pelindo II) sama seperti menulis sejarah tokoh-tokoh perubahan. Dan sejatinya, dewasa ini ada banyak CEO setipe RJ Lino di BUMN. Kita pernah punya trio change leaders di BUMN perhubungan. Yang satu sukses mengubah wajah kereta api (Ignasius Jonan). Satunya sukses meremajakan Garuda Indonesia (Emirsyah Satar) dan satu lagi spesialis meremajakan pelabuhan (RJ Lino). Di Pelindo I sampai IV pun kita punya CEO yang tak kalah hebatnya dalam memimpin perubahan. Demikian pula di BUMN kekaryaan, migas, kebandarudaraan, dan lain sebagainya. Indonesia jelas butuh CEO transformatif, bukan yang hanya pandai komplain, banyak bicara, dan ingin kembali ke masa lalu saat BUMN menjadi rumah yang guyub dan tak berprestasi. Malaysia dan Singapura rela merekrut CEO transformatif dari global market tanpa kegaduhan sama sekali. Sementara kita harus bangga karena Indonesia punya mereka. Apa yang mereka lakukan sebenarnya bukanlah sesuatu yang harus menjadi berita besar, karena begitulah layaknya perubahan. Bedanya, mereka adalah orang yang terpanggil dan punya nyali. Kalau ada riuh dari serikat pekerja, saya kira itu bukanlah hal baru. Demikian juga kegaduhan politik. Kita pahami saja kegenitan politisi dalam mencari panggung. Nanti mereka juga akan diam dengan sendirinya karena tak ada pula yang harus diributkan. Memang bagi sebagian orang, perubahan itu adalah sebuah kecelakaan besar. Mereka yang sudah kadung nyaman dengan rutinitas, tiba-tiba harus ikut bertarung untuk memajukan perusahaan. Belajar lagi, melakukan hal-hal baru, diberi target, dan dilarang melakukan pungli. Semua itu baik, tetapi menjadi tidak baik bagi mereka yang takut kehilangan. Resistant to lose. Tetapi baiklah, kata Barbra Streisand (dalam hit-nyaLesson to be Learned): "Just like the seasons, there are reasons for the path we take There are no mistakes Just lessons Lessons to be learned.... "
Brief Book Pelindo II
1
Kalau Anda membaca berita tentang progres danleadership RJ Lino, mungkin Anda merasakan sesuatu yang dinamis, tetapi ia sama sekali bukan penjahat. Mari kita dalami. Tahun 2010, tak lama setelah dilantik, saya mendengar komentarnya di hadapan para CEO BUMN tentang paparan yang saya berikan, yaitu pentingnya memimpin transformasi. Berani, lugas, dan cerdas, itu kesan saya. Dan, seperti kebanyakan insinyur lulusan ITB lainnya, saya lihat ia juga punya pola yang sama: percaya diri. Pendekatannya berbeda dengan kebanyakan eksekutif BUMN yang cenderung cari aman dan low profile. Seminggu berikutnya, saya saksikan sebuah keributan besar terjadi di Jakarta: tragedi makam Mbah Priok. Di televisi, lagi-lagi saya melihat Lino angkat bicara. Tanpa rasa takut ia hadapi orang-orang yang kita sudah tahu dikenal aktif memeras. Ia tak biarkan Pelindo menjadi santapan mereka. Demikian pula saat menteri-menteri pada era SBY menghadapinya, ia tak pernah gentar kalau digertak atau dibatasi. Dari situ saya mulai mengerti, orang ini serius memimpin perubahan. Masalahnya di Tanjung Priok ada banyak rigidity.Space-nya rigid, padahal untuk bersaing melawan Malaysia dan Singapura, Indonesia perlu area pelabuhan yang luas dan modern. Kalau pelabuhan sudah dikepung permukiman, kapasitas untuk tumbuh akan terhambat dan ekonomi Indonesia tak akan bisa menjanjikan kesejahteraan. Gagal meluaskan pelabuhan ke depan, ia pun memilih mundur ke belakang: reklamasi. Di dalam perusahaan, kulturnya juga rigid, karyawannya juga sudah sangat menikmati keberadaan. Akibatnya, pelayanan saat ia masuk tak begitu bagus. Seperti antrean truk yang teramat panjang, semrawut, lamban, dan pungli banyak sekali. Peralatannya kuno, kecepatannya sangat lamban, manajemennya old fashioned (ketinggalan zaman). Lino pun membongkarnya. Gaji pegawai ia naikkan. Tanyakanlah secara random, Anda akan menemukan, rata-rata pegawai lulusan SLTA bergaji RP 10 juta per bulan. Kalau Anda kurang percaya, tanyakanlah kepada para anggota serikat pekerja yang berdemo menentangnya. Saya saja terkejut. Karyawan JICT itu dulunya bergaji di bawah Rp 10 juta per bulan, tetapi sekarang antara Rp 37 juta hingga Rp 99 juta per bulan. Pertanyaannya, mengapa mereka begitu keras menentang Lino? Saya kira mudah menganalisisnya. Sebab, apa pun alasan yang diucapkan, dengan gaji dinaikkan, Anda tak bisa
Brief Book Pelindo II
lagi
bersantai-santai
seperti
kemarin.
2
Cara kerja guyub dan kurang elok sudah pasti harus ditinggalkan. Siapa pun yang melakukannya terancam dimutasi atau dikeluarkan. Awal tahun ia memimpin, saya mendengar sudah 50 orang lama dikeluarkan karena berbagai alasan. Ini mengusik rasa nyaman, tetapi baik bagi masa depan bangsa. Setelah itu saya mendengar ada 25 orang pegawai yang dikirim sekolah ke Belanda. Sewaktu saya berkunjung ke kampus Erasmus Universiteit, saya mendengar dari dekan setempat tentang telepon RJ Lino agar mereka mau menerima 20 pegawai Pelindo II untuk melanjutkan studi di sana. “Kalau mengikuti prosedur, mereka kemungkinan baru diterima beberapa tahun kemudian, bahkan sebagian belum memenuhi kriteria,” ujar mereka. Tetapi, Lino kembali mengikuti saran saya bahwa pegawai harus dibukakan matanya agar mampu “melihat”. Alhasil, mereka pun berangkat. Pengetahuan dan wawasan meningkat. Sejak itu muncullah kegairahan belajar. Anak-anak muda lulusan kampus-kampus terkemuka berebutan masuk menjadi pegawai Pelindo II. Kalau ditanya mengapa, mereka menjawab tiga hal ini: ingin melakukan perubahan, gaji besar, dan bisa sekolah ke luar negeri. Kedatangan anak-anak muda ini jelas merupakan ancaman bagi pegawai-pegawai lama yang tak mau berubah. Saya sempat mengingatkan Lino, “Hati-hati, mereka butuh mainan. Kalau tidak, kelompok yang merasa terancam dapat mengorganisir kekuatan. Apalagi bila gaji mereka sudah besar, mereka bisa merekrut konsultan dan lobyist untuk menyingkirkan Anda.” Lino kelihatannya paham, tetapi ia bukan tipe orang yang kompromistis. Kalau ada yang mengatakan Lino itu sombong, mungkin saya orang yang paling setuju. Tetapi, saya kira ia berbeda dengan figur-figur politisi yang biasa kita lihat angkuh dan arogan tanpa hasil kerja. Lino sombong karena ia berprestasi, berani, danuncompromised. Jadi, saya pikir wajar saja. Tetapi, mengapa tekanannya begitu kuat? Begini, dalam melakukan perubahan pada instansi pemerintah yang sudah dibelenggu zona nyaman, Anda memang harus tampil super berani. Maklum, semua orang merasa punya hak. Anda harus memotong gurita satu per satu. Awalnya mereka berteriak, tetapi setelah itu mereka melakukan konsolidasi dan melawan, sampai mereka menemukan orang-orang yang
Brief Book Pelindo II
bisa
diperalat.
3
Musuh pertama sebenarnya bukan karyawan yang tak mau berubah atau mereka yang kenyamanannya diambil, melainkan birokrasi. Saya tak heran kalau mantan-mantan dirjen berupaya keras menjungkirbalikkan Lino. Itu bermula dari upaya Lino menata antrean panjang di pelabuhan pada tahun 2009. Penyebabnya ternyata ada di loket Bea dan Cukai yang sering kali hanya membuka satu loket. Melihat truk antre, ia menghubungi Bea dan Cukai setempat, tetapi tidak dilayani. Setelah itu, ia pun mengirim SMS ke Menteri Keuangan, yang saat itu dijabat Sri Mulyani. Ternyata Sri Mulyani menindaklanjuti dan para dirjen kalang kabut. Lino rupanya bukan hanya mengusik Bea dan Cukai. Ia juga membuat resah Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, serta mitra-mitranya dari pemerintah yang mengurus pelabuhan. Anda tahu kan, saat itu regulasi telah membelit Indonesia, dan itu artinya “rezeki” bagi mereka dengan memperlambat proses di pelabuhan. Izin-izin impor dan ekspor bukan dibuat untuk mengatur, tetapi justru untuk memberi nafkah kekayaan bagi para pemeriksa. Jadilah dwell time di negeri ini lama, mahal, dan penuh ketidakpastian. Lino lalu mengundang lembaga-lembaga internasional untuk melakukan pemetaan. Pertengahan tahun lalu, dua lembaga yang diminta tolong Lino menunjukkan kepada saya mengenai temuannya itu. Saya benar-benar terperangah karena Lino sudah siap bertindak. Saya pun kembali mengatakan kepada RJ Lino, siap-siap menghadapi perlawanan. Lino bukannya menyurutkan langkah, malah makin bersemangat. Ia pun melakukan presentasi kepada presiden sehingga membuat Joko Widodo beberapa kali mengunjungi pelabuhan. Dan, ketika para aparat birokrasi “bersandiwara” menyambut Jokowi saat kunjungan kedua, ia pun buka suara. Saya yakin Anda sudah membacanya. Katanya di hadapan pers, "Kemarin itu Presiden disuguhi sandiwara besar." Sistem satu atap seakan-akan tak ada masalah. Padahal, mereka hanya “setor muka” saat Presiden ada di situ. Setelah itu mereka kembali menghilang, melayani melalui kaki tangan mereka di kantor yang sudah diatur masing-masing di luar. Kalau Anda berada di posisi Lino, saya pun berkeyakinan Anda akan habis dibalas mereka. Tetapi, mereka sempat terkejut saat satu per satu oknum dwell time ditangkap aparat Polda Metro Jaya. Selebihnya mereka kembali berkonsolidasi. Saya tentu bisa bercerita banyak dan menyajikan data-data yang saya miliki tentang Pelindo. Menurut saya, pada akhirnya datalah yang harus bicara, bukan opini “katanya-katanya”. Mari
Brief Book Pelindo II
kita
tengok.
4
Sebelum Lino masuk ke Pelindo (2009), kontainer yang ditangani pelabuhan ini hanya 3,6 juta TEU. Selain itu, antrean macet dan semrawut. Setelah ia menata, kini antrean relatif lancar. Dengan penataan itu, pelabuhan Tanjung Priok mampu menampung 7,2 juta kontainer (ukuran 22feet, istilahnya TEUs). Keuntungan Pelindo II pun membaik. Kalau terminal I dan II sudah jadi, revenue per tahunnya di atas Rp 20 triliun. Itu tiga kali dari revenue hari ini. Dengan asetnya lebih kurang hanya Rp 11 triliun hari ini, Pelindo akan berubah menjadi perusahaan dengan aset Rp 40 triliun. Saya tidak tahu jurus apa yang akan dipakai politisi yang tak paham berhitung bisnis untuk menelisik perusahaan kelas dunia kita. Semoga saja mereka diberikan karunia untuk membaca prestasi anak bangsa sendiri dan mau mengakuinya. Prestasi ini tentu membuat pelabuhan Singapura dan Tanjung Pelepas (Malaysia) gagal mencapai target. Kalau dulu hanya kapal-kapal kecil yang bisa merapat, kini kapal-kapal bermuatan 5.000 kontainer pun mulai berdatangan. Mereka justru ingin langsung ke Tanjung Priok tanpa bongkar ke kapal-kapal kecil di Singapura atau Tanjung Pelepas. Meski kualitas pelayanan birokrasi kita (Bea dan Cukai dll) yang dalam Logistic Performance Index menurun, secara menyeluruh, malah jadi membaik. Padahal, infrastruktur belum ditambah. Berkat kegigihannya membangun system dan governance, oleh KPK, ia juga diberi penghargaan sebagai instansi pemerintah yang melayani publik dengan baik dan setelah itu, reputasinya diakui dunia. Perusahaan yang ia pimpin pun memperoleh pendapatan yang bagus berkat negosiasinya dengan HTC yang mengelola pelabuhan lama. Sekadar diketahui, JICT sudah mengikat kontrak dengan Pelindo sejak tahun 1999 pada era pemerintahan Habibie yang akan berakhir pada tahun 2019. Ada yang mengatakan bahwa prosesnya melanggar hukum. Namun, dari kajian hukum yang dilakukan Fakultas Hukum UI, saya justru membaca apa yang ia lakukan telah sesuai dengan koridor hukum. Lino adalah pejabat yang tertib. Ia selalu meminta kajian dari para ahli sebelum mengambil tindakan. Masih banyak yang bisa saya jelaskan. Namun, saya harus berhenti di sini sambil mengajak kita semua merenung: Mengapa kita selalu membuat batu ganjalan pada tokoh-tokoh perubahan yang berjasa bagi negeri ini? Tidak pantas kita berbicara tanpa data dan berkelahi dengan bangsa sendiri. Bukankah di seberang sana banyak orang senang melihat kita kembali terpuruk seperti masa-masa lalu? Silakan direnungkan.u Prof. Rhenald Kasali, Ph.D
Brief Book Pelindo II
5
II. Mengenai PELINDO II PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau IPC sebagai operator pelabuhan terbesar di Indonesia mempunyai misi untuk selalu memberikan layanan kelas dunia kepada para pengguna jasanya sehingga bisa turut memberikan kontribusi untuk pertumbuhan nasional.
1. Cabang dan Anak Perusahaan PELINDO II A. IPC memiliki 12 cabang pelabuhan yang tersebar di wilayah bagian barat Indonesia, yaitu : Cabang Pelabuhan PELINDO II Pelabuhan Tanjung Priok
Pelabuhan Bengkulu
Pelabuhan Sunda Kelapa
Pelabuhan Panjang
Pelabuhan Palembang
Pelabuhan Cirebon
Pelabuhan Pontianak
Pelabuhan Jambi
Pelabuhan Teluk Bayur
Pelabuhan Pangkal Balam
Pelabuhan Banten
Pelabuhan Tanjung Pandan
B. Dan PELINDO II memiliki 16 anak perusahaan yang terdiri atas : Anak Perusahaan PELINDO II PT Pelabuhan Tanjung Priok
PT Electronic Data Interchange Indonesia
PT Jakarta International Container PT Terminal Petikemas Indonesia Terminal PT Pengembang Pelabuhan Indonesia
PT Pendidikan Maritim dan Logistik Indonesia
PT Indonesia Kendaraan Terminal
PT IPC Terminal Petikemas
PT Energi Pelabuhan Indonesia
PT Rumah Sakit Pelabuhan
PT Integrasi Logistik Cipta Solusi
PT Multi Terminal Indonesia
PT Jasa Indonesia
Peralatan
PT Pengerukan Indonesia
Brief Book Pelindo II
Pelabuhan PT Jasa Armada Indonesia KSO TPK Koja
6
2. Kinerja Operasional PELINDO II Arus barang yang masuk pelabuhan-pelabuhan PELINDO II dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir menngkat pesat dari yang tahun 2005 sebanyak 100.677.000 Ton meningkat hingga 145.568.000 Ton pada tahun 2014. Sedangkan arus kunjungan kapal dalam 10 tahun terakhir meningkat dari 89.029.277 kunjungan pada tahun 2005 menjadi 112.595.843 kunjungan pada tahun 2014. Arus petikemas yang masuk ke pelabuhan-pelabuhan PELINDO II juga mengalami peningkatan yang sangat signifikan dalam 10 tahun terakhir. Pada tahun 2004, jumlah box yang masuk adalah sebanyak 2.784.552, sedangkan jumlah TEU’s yang masuk sebanyak 3.708.822. Sedangkan pada tahun 2014 jumlah box yang masuk adalah sebanyak 4.857.089 dan jumlah TEU’s yang masuk pada tahun 2014 adalah sebanyak 6.442.968.
A. Arus Barang Berdasarkan Perdagangan Arus barang yang masuk ke PELINDO II dalam kurun waktu sepuluh (10) tahun terakhir.
Brief Book Pelindo II
7
B. Arus Kunjungan Kapal Arus kunjungan kapal ke pelabuhan-pelabuhan PELINDO II dalam kurun waktu 10 tahun terakhir :
C. Arus Petikemas Arus Petikemas yang masuk ke dalam perlabuhan-pelabuhan PELINDO II dalam kurun waktu 10 tahun terakhir
Brief Book Pelindo II
8
III.
Kinerja Keuangan PELINDO II Pertumbuhan pendapatan Pelindo II tahun 2012, 2013, dan 2014 secara berturutturut bergerak tipis ditengah ekspansi perusahaan. Ditengah goncangan perekonomian global, Pelindo II menunjukkan kinerja positif. Selain kondisi perekonomian global yang sedang melemah akibat dari pelemahan perekonomian China dan penguatan perekonomian AS, perlambatan pertumbuhan kinerja laba rugi Pelindo II merupakan imbas dari ekspansi aset Pelindo II.
1. Ringkasan Laporan Keuangan PELINDO II Berikut merupakan ringkasan dari laporan keuangan PELINDO II dalam beberapa tahun terakhir ini.
A. Intisari Dari Laporan Keuangan Pendapatan per Segmen Usaha (%)
Pendapatan (milyar
EBITDA (milyar Rupiah)
Rupiah)
6,078 5,420
12.60% .90%
65.2%
6,406
51.7%
50.0% 47.4% 44.0% 39.0%
5.4%
2,567
12.1%
2,672
4,019
2,500
2,076
32.30%
7
34.9%
2,857
3,098
1,862 1,550
40.7%
12.60%
15.20%
20.70%
2010
2011
2012
2013
2014 1H2015
2010
Laba Bersih (x) Pelayanan Jasa Terminal
2012
2013
2014 1H2015
EBITDA Margin
Return on Equity (%)
44.5% 37.2%
Pelayanan Jasa Kapal
32.7% 29.9%
Pelayanan Terminal Pe0 Kemas Pelayanan Jasa Barang Pengusahaan Tanah, Bangunan, Air dan Listrik
2011
EBITDA
Pendapatan
1,770 1,270
24.6% 23.0%
22.3%
22.9%
24.2% 21.6% 16.5%
1,818 1,575
1,494
Pelayanan Pengusahaan Alat
714
Pelayanan Rupa-rupa Usaha * EBITDA = Laba Sebelum Beban Pajak, Beban Keuangan, Beban Penyusutan dan Amortisasi
2010
2011
2012
Laba Bersih
2013
2014 1H2015 Prof it Margin
2010
2011
2012
2013
2014
Return on Equity
1) Pendapatan PELINDO II pada tahun 2014 meningkat 5,4% (YoY) sebesar Rp 6.406 miliar dibandingkan peningkatan pendapatan tahun 2013 sebesar 12,1% (YoY) sebesar Rp 6.078 miliar
Brief Book Pelindo II
9
2) Tingkat pertumbuhan pendapatan tahunan PELINDO II selama 5 tahun tumbuh 22,4% 3) Pertumbuhan laba operasional perusahaan pada tahun 2014 melemah -6,4% (YoY) sebesar Rp 2.500 Miliar dibandingkan peningkatan laba operasional perusahaan tahun 2013 sebesar 12,1% (YoY) sebesar Rp 2.672 Miliar 4) Tingkat pertumbuhan laba operasional tahunan PELINDO II selama 5 tahun bertumbuh sebesar 7,6% 5) Pertumbuhan laba bersih perusahaan pada tahun 2014 mengalami pelemahan 13,4% (YoY) sebesar Rp 1.575 Miliar dibandingkan pertumbuhan laba bersih perusahaan pada tahun 2013 sebesar 2,7% (YoY) sebesar Rp 1.818 Miliar 6) Tingkat pertumbuhan laba bersih tahunan PELINDO II selama 5 tahun bertumbuh sebesar 5,5% 7) Pelayanan jasa terminal merupakan kontribusi terbesar pendapatan PELINDO II yaitu sebesar 32,30% 8) Rasio perbandingan Pendapatan pada Ekuitas (ROE) pada tahun 2014 melemah menjadi 16,5% dibandingkan rasio ROE tahun 2013 sebesar 21,6%
B. Pertumbuhan Aset PELINDO II (Dalam Milyar Rupiah) 45,000 40,000
Pertumbuhan Aset dalam 10 tahun terakhir meningkat sebesar +9,3 kali, seiring dengan bertambahnya investasi perusahaan.
35,000 30,000 TOTAL PENDAPATAN 25,000
TOTAL BEBAN LABA RUGI
20,000 EBITDA 15,000
TOTAL ASET
10,000 5,000 2005 2006
2007 2008
2009
2010
2011
2012 2013
2014 2015*
Pertumbuhan pendapatan dalam 10 tahun terakh ir meningkat sebesar +5,4kali sedangkan kenaikan laba sebesar +2,8 kali.
* Proyeksi
Brief Book Pelindo II
10
1) Dalam 5 tahun tingkat pertumbuhan tahunan total aset PELINDO II sebesar 29,2%, pada semester I 2015, total aset PELINDO II meningkat 72,8% sebesar Rp 37.478 miliar dibandingkan akhir tahun 2014 sebesar Rp21.683 miliar 2) Kontribusi peningkatan total aset semester I 2015 PELINDO II bersumber dari aset lancar sebesar 51,2%, 48,8% dari total aset PELINDO II merupakan aset tidak lancar. 3) Pertumbuhan tahunan aset lancar PELINDO II selama 5 tahun berturut-turut sejak tahun2010-2014 sebesar 25,1% 4) Pertumbuhan tahunan aset tidak lancar PELINDO II selama 5 tahun berturut-turut sejak tahun 2010-2014 sebesar 30,5% 5) Pertumbuhan aset lancar dan tidak lancar pada semester I 2015 dibandingkan akhir tahun 2014 secara berturut-turut sebesar 301,5% dan 8,2% 6) Sebesar 75,6% dari aset lancar PELINDO II bersumber dari kas dan setara kas yaitu sebesar Rp 14.507 miliar 7) Pertumbuhan tahunan kas dan setara kas PELINDO II pada semester I 2015 sebesar 320,2% sebesar Rp 14.507 miliar dibandingkan akhir tahun 2014 sebesar Rp 3.452 miliar 8) Total ekuitas PELINDO II bertumbuh secara tahunan selama 5 tahun berturut-turut sebesar 12,9% 9) Pertumbuhan ekuitas PELINDO II semester I 2015 sebesar 5,0% dibandingkan akir tahun 2014
Brief Book Pelindo II
11
C. Kontribusi Terhadap Negara (Dalam Milyar Rupiah) 2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 DIVIDEN
1,000
PAJAK
800
TOTAL DEVIDEN & PAJAK
600 400 200 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
(Dalam Milyar Rupiah)
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
DIVIDEN
156
274
383
520
472
565
484
590
796
310
PAJAK
208
302
314
449
475
397
505
818
1.098
1.151
TOTAL DEVIDEN & PAJAK
364
577
698
969
947
962
989
1.408
1.894
1.460
Brief Book Pelindo II
2013
2014
12
IV. Manfaat perpanjangan JICT Pelindo II memiliki kesempatan untuk mengoptimalkan keuntungan dari sisa perjanjian sampai dengan 2019 dengan total USD 486,5 juta (setara lebih kurang Rp. 6,6 Triliun. melihat kesempatana ini, PELINDO II sudah berkordinasi dengan semua pihak terkait sehingga tidak melanggar hukum di Indonesia dan PELINDO II berkeyakinan jika perpanjangan kontrak ini bermanfaat bagi semua pihak.
1. Pertimbangan Perusahaan Memperpanjang Kontrak JICT Dengan HPH Sesuai perkembangan dan persaingan yang makin ketat, PELINDO II memandang perlu untuk segera mengadakan melakukan negosiasi perpanjangan dengan syarat dan kondisi yang diajukan saat itu menguntungkan PELINDO II. Selain itu, perjanjian perpanjangan tersebut merupakan perjanjian bersyarat (subject to approval) dari Menteri BUMN selaku Rapat Umum Pemegang Saham jadi meskipun sudah ditandatangani, perjanjian tersebut mengikat Hutchison Port Holding (HPH), namun tidak mengikat bagi PELINDO II. Terminal yang saat ini di operasikan oleh PT JICT merupakan terminal PELINDO II yang diserah operasikan berdasarkan kerjasama PELINDO II dengan Hutchison Ports Holding (HPH) sejak bulan April 1999. Komposisi kepemilikan saham HPH pada PT JICT adalah sebesar 51% sedangkan PELINDO II sebesar 48,9 % dan Koperasi Pegawai Maritim sebesar 0,1% HPH sendiri merupakan bagian dari sebuah konglomerasi besar yang telah berpengalaman selama lebih dari 100 tahun dalam mengelola pelabuhan dan merupakan salah satu dari 5 besar terminal operator terbaik dunia serta telah mengelola 52 pelabuhan di 26 negara diseluruh dunia. Selain itu, HPH merupakan perusahaan operator pelabuhan terbesar di dunia yang memiliki banyak jaringan dan pelanggan.
Brief Book Pelindo II
13
Berikut poin-point terkait Perpanjangan Kontrak JICT : 1) Terkait dengan kerjasama pengoperasian New Priok Container Terminal I (NPCT I oleh Mitsui) tahun 2016 dan rencana pengoperasian CT 2 dan CT 3 pada tahun 2019, maka akan ada persaingan antar port operator kelas dunia di Pelabuhan Tanjung Priok 2) Dalam menghadapi persaingan tersebut sekaligus untuk menjaga kesinambungan pelayanan dengan kualitas terbaik, maka JICT harus lebih kompetitif termasuk dalam hal cost structure maupun deal yang lebih baik 3) Untuk itu dilakukan penyesuaian struktur kerjasama yang ditawarkan kepada HPH melalui perpanjangan kerjasama dengan terms dan kondisi yang lebih baik 4) Perpanjangan kerjasama tersebut antara lain mencakup peningkatan nilai sewa JICT yang dipercepat ini (berlaku segera) tanpa menunggu berakhirnya perjanjian yang lama dengan total manfaat sampai dengan USD 486,5 juta atau ekuivalen dengan Rp 6,6 Triliun (Kurs USD 1 = Rp. 13.500). Nilai ini termasuk diantaranya: a. b. c. d.
e. f. g. h.
PELINDO II akan menjadi pemegang saham mayoritas dengan komposisi kepemilikan PELINDO II 51% dan HPH 49% PELINDO II akan menerima uang muka sebesar USD 215 juta Peningkatan nilai sewa yang dipercepat (berlaku segera sejak efektif) memberikan peningkatan manfaat sebesar USD 110 juta Pengembalian Terminal 2 JICT yang dapat dioperasikan untuk pelayaran domestik yang berarti mencegah potensi kehilangan pendapatan sebesar USD 27 juta pertahun atau USD 135 juta sampai dengan 2019 (Rp. 1,8 triliyun). Penghapusan biaya technical Know-how sebesar USD 50 juta (Rp. 675 milyar) sampai tahun 2019 Penghapusan nilai residual aset di akhir kontrak USD 58 juta (Rp. 783 milyar) atau nilai sekarang USD 36,2 juta Kenaikan Dividen dalam 4 tahun sebesar 2%, dari estimasi laba bersih JICT, sebesar ekuivalen USD 3,0 juta PELINDO II mendapatkan fixed income meskipun pendapatan dan arus kontainer JICT menurun
5) Pada saat yang sama, perpanjangan kerjasama ini sekaligus memberikan preseden yang baik untuk kepastian dan iklim investasi oleh asing di Indonesia.
Brief Book Pelindo II
14
6) Dengan dana yang diperoleh, PELINDO dapat meningkatkan fleksibilitas dan kapasitas untuk pembangunan proyek-proyek kepelabuhanan di lokasi eksisting maupun baru Kepemilikan saham PELINDO II tidak perlu mencapai 100%, karena untuk mencapai kepemilikan 100%, PELINDO II diharuskan untuk membayar termination value sebesar USD58 juta (ekuivalen sebesar Rp. 783 milyar) dan hilangnya kesempatan untuk mengoptimalkan keuntungan yang didapat oleh PELINDO II sampai dengan tahun 2019. Dengan perjanjian perpanjangan kontrak kerjasama maka PELINDO II tidak perlu membayar kembali aset yang diterima pada akhir kontrak.
2. Sudah Melalui Beberapa Tahapan Kajian Proses perpanjangan kerjasama JICT sudah melalui beberapa tahapan kajian kelayakan skema kerjasama bedasarkan pada prinsip GCG, yaitu dari Deutsche Bank sebagai financial advisor, Norton Rose sebagai legal advisor dan BMT sebagai technical advisor. Peran Deutsche Bank selaku Financial Advisor adalah melakukan perhitungan kewajaran nilai transaksi dari sisi keuangan sebagai dasar pengambilan keputusan PELINDO II dalam proses negosiasi, sekaligus memimpin proses negosiasi bersama advisor lainnya. Pertemuan dan perhitungan dilakukan beberapa kali sesuai perkembangan proses negosiasi dengan HPH 1) Kajian ini juga telah dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Jaksa Pengacara Negara 2) Dewan Komisaris juga telah memberikan masukan dari hasil kajian Financial Research Institute (FRI) dan PT Bahana Securities 3) Seluruh hasil kajian tersebut menyatakan bahwa amandemen kerjasama dapat dilakukan 4) Dengan dilakukannya perpanjangan kerjasama ini justru memberikan keuntungan baik kepada keuangan Negara maupun kepada kepastian pekerja PT JICT Proses perpanjangan kerjasama sudah melalui tahapan yang memenuhi prinsip-prinsip kehati-hatian dan transparan serta kajian yang mendalam terhadap perpanjangan kerjasama, antara lain : 1) Pendapat hukum dari Kantor Hukum Oentoeng Suria & Partners (2012).
Brief Book Pelindo II
15
2) Review rencana perpanjangan kontrak yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (2012) 3) Kajian finansial dari Deutsche Bank (2013) 4) Kajian teknis dari BMT Asia Pasific (2014) 5) Kajian hukum dari Norton Rose dan Kejaksaan Agung (2014) 6) Permohonan persetujuan kepada Menteri BUMN (2014) 7) Permintaan pendapat dan saran good governance kepada KPK (2014) 8) Penandatanganan amandemen perjanjian yang sifatnya bersyarat. Perjanjian tersebut hanya mengikat kepada HPH namun tidak mengikat PELINDO II (2014) 9)
Iklan di media massa tentang perpanjangan kerjasama sebagai bentuk keterbukaan informasi (2014)
10) Sesuai arahan Pemegang Saham dan Oversight Committee, PELINDO II mengundang 4 Operator Pelabuhan Dunia (PSA International, China Merchants Holding, APM Terminals dan DP World Asia Holdings) untuk memberikan penawaran terbaik dalam pengoperasian terminal JICT dengan mekanisme Right to Match (2014). 11) Dukungan SP JICT melalui Resolusi Cikopo (2014) 12) Dewan Komisaris PELINDO II meminta pendapat hukum kepada Kantor Hukum Soemadipraja & Taher dan Financial Research Institute (FRI) (2015) 13) Direksi dan Dewan Komisaris meminta reviu terhadap kajian Deutche Bank kepada Bahana Securities (2015) 14) Amandemen Perjanjian berlaku efektif pada tanggal 9 Juni 2015
Brief Book Pelindo II
16
3. Pasal 344 UU 17 Tahun 2008 Sebagai Pendoman Terkait dengan perpanjangan kontrak kerjasama sebagaimana yang telah diatur didalam UU Pelayaran No 17 Tahun 2008, PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) secara hukum tidak memerlukan konsesi. Hal ini sesuai dengan pasal 344 UU 17 Tahun 2008 yang mengatur secara tegas bahwa penyelengaraan kegiatan pengusahaan pelabuhan yang telah diselenggarakan oleh BUMN Kepelabuhanan tetap diselenggarakan oleh BUMN Kepelabuhanan tersebut. Ketentuan dimaksud telah memberikan pelimpahan secara langsung (konsesi) kepada BUMN Kepelabuhanan PT Pelabuhan Indonesia I, II, II dan IV dalam penyelenggaraan kegiatan pengusahaan pelabuhan. Pasal tersebut merupakan penegasan dari concession by law (konsesi yang diberikan langsung oleh undang-undang). Selain itu, PELINDO II mengacu pada Peraturan Menteri BUMN No. 13-MBU/09/2014 khususnya Bab III angka II butir 4.2 huruf f dan huruf g: yang menyatakan bahwa “Mitra Terdahulu dapat ditunjuk tanpa melalui cara pemilihan sebagaimana dimaksud pada huruf e”. Bahwa pada akhirnya PELINDO II tetap melakukan penawaran kepada 4 (empat) calon mitra dengan Right To Match sesuai huruf e ketentuan Permen tersebut adalah tambahan prosedur yang membuktikan bahwa hasil negosiasi dengan HPH adalah yang terbaik. PELINDO II melakukan 1 (satu) kali tender/pemilihan langsung setelah 4 operator yang diundang tersebut tidak bersedia ikut penawaran/tidak berminat atau pemilihan langsung gagal, mengapa PELINDO II tidak melakukan pemilihan mitra untuk kedua kalinya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri BUMN No. PER-06/MBU/2013 tentang Pedoman Pendayagunaan Aktiva Tetap BUMN Dalam Peraturan Menteri yang menjadi acuan (No. 13-MBU/09/2014) tidak mengharuskan dilakukannya tender untuk kerjasama dengan Mitra Terdahulu. Penolakan calon mitra dalam proses ini menjadi petunjuk bahwa hasil negosiasi yang dilakukan dengan HPH adalah yang terbaik yang bisa diperoleh PELINDO II. Empat operator tersebut bersama HPH adalah the best 5 port operator di dunia saat ini. Penegasan atas konsesi yang telah diperoleh oleh PT Pelabuhan Indonesia I, II, II dan IV dimaksud juga dapat terlihat dengan bukti-bukti sebagai berikut: 1)
Memorie Van Toelichting berupa pendapat akhir dari masing – masing fraksi di DPR – RI dan pendapat akhir dari pemerintah pada saat sidang paripurna DPR – RI tahun 2008 pengesahan RUU Pelayaran
Brief Book Pelindo II
17
2)
Draft awal pengaturan tentang konsesi dalam RUU Pelayaran
3)
Testimoni dari Saudara Effendi Batubara dan Kalalo Nugroho yang pada saat itu menjabat di Kementerian Perhubungan sebagai Direktur Jenderal Perhubungan Laut dan Staff Khusus Menteri Perhubungan mantan Kepala Biro Hukum, yang menyatakan bahwa semua BUP harus mendapatkan konsesi dari Regulator kecuali BUMN Kepelabuhanan (PELINDO I, II, III dan IV).
4)
Surat Menteri Perhubungan No HK.003/1/7/Phb-2008 tanggal 22 April 2008 Tentang Laporan Perkembangan Pembahasan RUU Tentang Pelayaran, tidak memuat satu kalimatpun yang menyatakan tentang konsesi kepada BUMN Kepelabuhanan;
5)
Pendapat Hukum Kejasaan agung Republik Indonesia tentang Ketentuan Konsesi yang Diatur pada Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran terhadap usaha pengelolaan kepelabuhanan oleh PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) menjelaskan bahwa sesuai dengan UU Pelayaran kepada BUMN Kepelabuhanan tidak perlu mendapat konsesi dalam menyelenggarakkan kegiatan usahanya;
6)
Penegasan Menteri BUMN kepada Menteri Sekertaris Negara dalam Surat Nomor S251/MBU/05/2015 tanggal 7 Mei 2015 dan Surat Nomor: S-376/MBU/06/2015 tanggal 29 Juni 2015 Tentang Masukan atas Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan menegaskan bahwa terhadap BUMN Kepelabuhanan tidak memerlukan konsesi dalam penyelenggaraan jasa kepelabuhanan;
7)
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1991, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1991, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1991 dan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1991 Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Pelabuhan I, II, III, IV menjad Perusahaan Perseroan (Persero).
Hal ini juga diperkuat dengan tidak adanya transfer of assets dari PELINDO kepada Regulator. Hal ini sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian BUMN sebagai kekayaan Negara yang dipisahkan.
Brief Book Pelindo II
18
4. Perbedaan Kontrak Lama Dengan Kontrak Baru Jenis Manfaat Termination Value
Perjanjian lama Setelah berakhirnya kontrak, IPC wajib membeli terminal petikemas dengan harga pasar wajar atau nilai buku mana yang lebih rendah (buy back investasi yang telah dilakukan)
Perjanjian baru Build Operate Transfer (BOT) merupakan skema kerjasama yang lebih menguntungkan yang menghapus termination value pada akhir masa perjanjian.
Pembayaran Royalti
10% dari pendapatan terminal Upfront payment + Quarterly petikemas yang diterima pada payment bulan sebelumnya + 5% per bulan kompensasi penggunaan lahan dari pendapatan kotor
Kepemilikan 51/49 (HPH : IPC) 51/49 (IPC : HPH) Saham Biaya Technical 14,08% dari keuntungan bersih Dihapuskan know how setelah pajak Terminal (asset)
2 Terminal konsesi
2
merupakan
milik Terminal 2 dikembalikan kepada PELINDO II
Penerimaan dari Rata-rata USD43 juta per tahun Royalti, Kompensasi dan Sewa
Brief Book Pelindo II
Target minimum sebesar USD85 juta per tahun
19
5. Keuntungan Bagi Semua Pihak Keuntungan bagi IPC 1
Keuntungan bagi JICT dan Koja 1
Menghadirkan persaingan taraf international dengan New Priok (Kalibaru)
2
1 Modal untuk hadir di negara dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi
Kesinambungan operasional
2 Sebagai sumber pendanaan untuk investasi lainnya, termasuk untuk penyelesaian Kalibaru
3
Keuntungan bagi HPH
2 Good Corporate Governance
Modal untuk investasi selanjutnya di Indonesia
3 Komitmen untuk pengembangan terminalterminal ag ar dap at bersaing dengan New Priok
Masuknya dana segar memberikan multiplier effect terhadap percepatan kegiatan investasi
4 Memberikan kepastian bagi karyawan JICT dan Koja
Bagi pemerintah Indonesia ini memberikan perseden bahwa Indonesia mempunyai iklim investasi yang baik, bagi investor yang baru ingin masuk, atau sudah lama berada di Indonesia.
Brief Book Pelindo II
20
V. Global Bond Pelindo II telah menerbitkan obligasi global (Global Bond) perdana senilai total USD 1,6 Miliar atasu setara dengan Rp. 20 Triliun Rupiah pada tanggal 23 April 2015 yang sekaligus merupakan transaksi perdana terbesar diantara semua BUMN di Indonesia saat ini. Kupon yang ditawarkan merupakan kupon terendah di antara semua BUMN yaitu 4,25% dan yield 4,375%.
1. Ringkasan Transaksi Obligasi PELINDO II Berikut adalah ringkasan mengenai Global Bond PELINDO II : 1) PELINDO II menerbitkan obligasi global dengan dua tenor dengan 10 tahun dan 30 tahun senilai USD1,1 miliar dan USD500 miliar yang jatuh tempo secara berturutturut pada 10 tahun dan 30 tahun 2) Total penerbitan obligasi globa PELINDO II sebesar USD1,6 miliar atau setara dengan 20,8 triliun Rupiah merupakan transaksi perdana BUMN terbesar di Indonesia saat ini 3) PELINDO II memasarkan obligasi global ke 4 negara diantaranya adalah Hong Kong, Singapura, London,dan Amerika Serikat 4) Terdapat 245 investor membeli obligasi jangka waktu 10 tahun dan 80 investor membeli obligasi jangka waktu 30 tahun 5) Melalui dukungan pemerintah dan perjanjian kontrak perpanjangan saat ini, obligasi global PELINDO II diperingkat oleh pemeringkat asing sebagai obligasi yang stabil 6) PELINDO II merupakan obligasi global pertama dan terbesar yang dilakukan BUMN Indonesia saat ini
Brief Book Pelindo II
21
7) Walaupun dana yang dibutuhkan dari penerbitan obligasi besar, namun PELINDO II mampu dan terbukti laku di pasar global dengan bunga paling rendah dibandingkan obligasi lokal BUMN Indonesia 8) PELINDO II mampu melakukan penggalangan dana besar dengan skala global namun dengan bunga rendah artinya biaya pendanaan murah Roadshow Global Bond PELINDO II
London 5
3
Boston 4 New York City
6
Los Angeles
1
Hong Kong
2 Singapore Jakarta
Hong Kong • 6 m eeting dengan 23 investor • Grup m eeting dengan 20 investor New York • 6 m eeting dengan 8 investor • Group m eeting dengan 4 investor
Brief Book Pelindo II
Singapore • 6 m eeting dengan 32 investor • Grup m eeting dengan 20 investor Boston • Conference call dengan 6 investor
London • 5 m eeting dengan 16 investor
Los Angeles • 4 m eeting dengan 4 investor
22
VI. Mengenai Pengadaan Crane Pelindo II telah melakukan proses pengadaan 10 mobile crane dengan anggaran sebesar Rp. 58.922.500.000, sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku, yaitu melalui dua kali pelelangan dan kemudian Pengadaan 10 unit dapat direalisasikan dengan harga sebesar Rp. 45.650.000.000 yang berarti 23% dibawah anggaran
1. Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) Tahun 2011 Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) Tahun 2011 Nomor HK.56/1/3/PI.II-11 bulan Januari 2011 No.
Deskripsi
Cabang
Nilai RKAP
1.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 65 Ton
Panjang
Rp. 7.030.000.000
2.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 65 Ton
Panjang
Rp. 7.030.000.000
3.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 65 Ton
Palembang
Rp. 7.030.000.000
4.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 65 Ton
Teluk Bayur
Rp. 7.030.000.000
5.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 65 Ton
Cirebon
Rp. 7.030.000.000
6.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 65 Ton
Banten
Rp. 7.030.000.000
7.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 65 Ton
Bengkulu
Rp. 7.030.000.000
8.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 25 Ton
Bengkulu
Rp. 3.237.500.000
9.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 25 Ton
Pontianak
Rp. 3.237.500.000
10.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 25 Ton
Jambi
Rp. 3.237.500.000
Total
Brief Book Pelindo II
Rp. 58.922.500.000
23
Selanjutnya, digunakanlah Skema penetapan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) atau yang lebih dikenal dengan Owner Estimate (OE)
2. Proses Pengadaan 10 Crane PELINDO II telah melakukan proses pengadaan 10 senilai Rp 45,6 miliar, sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku, melalui dua kali pelelangan dengan total peserta 8 perusahaan local dan asing. PELINDO II telah melakukan proses pengadaan 10 sesuai SK Direksi PELINDO II tentang Prosedur dan Tata Cara Pengadaan Barang / Jasa di Lingkungan PELINDO II. Dasar penggunaan SK Direksi bagi Pengadaan barang dan jasa di lingkungan perusahaan adalah mendasarkan pada PP 45 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri BUMN No. 5 Tahun 2008. Pengadaan untuk meningkatkan produktivitas dalam hal kecepatan penanganan barang. Bahkan pengadaan 10 dilakukan melalui pelelangan dengan besaran anggaran Rp. 58,9 miliar. Setelah melalui proses penilaian dan negosiasi maka terealisasi sebesar Rp 45,6 miliar. Penganggaran pengadaan crane tersebut ada dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2011 seperti yang dijelaskan di atas. Adapun pengadaan dilakukan secara lelang terbuka, dimana dilakukan dua pelelangan.
Brief Book Pelindo II
24
A. Pelelangan Pertama Dengan 5 perusahaan pendaftar dan mengambil dokumen, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.
PT Altrak 1978, PT Traktor Nusantara, PT Hyundai Corporation, PT Berdikari Pondasi Perkasa dan Guanxi Narishi Century M&E Equipment Co. Ltd
Lelang dianggap gugur karena penawaran harga vendor pada alat tertentu (Kapasitas 65 ton) di atas Owner Estimate (OE) cabang-cabang walaupun secara total masih di bawah OE.
B. Pelelangan Kedua Pelelangan kedua dilakukan dengan cara pelelangan dengan 6 peserta, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
PT Altrak 1978, PT Traktor Nusantara PT Hyundai Corporation PT Berdikari Pondasi Perkasa Guanxi Narishi Century M&E Equipment Co. Ltd
Yang menyampaikan dokumen penawaran ada 2, yaitu Guanxi Narishi Century M&E Equipment Co. Ltd. dan PT Ifani Dewi. Pelelangan ini sah dan dimenangkan oleh Guanxi Narishi Century M&E Equipment Co. Ltd. dengan harga di 23% di bawah anggaran. Harga juga berada di bawah Harga Perkiraan Sendiri (HPS) / Owner Estimate (OE).
C. Proses Penggunaan Crane Awalnya pengadaan direncanakan untuk Cabang Banten, Panjang, Palembang, Jambi, Teluk Bayur, Pontianak, Cirebon dan Bengkulu. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, alat ditempatkan dan digunakan di Cabang Tanjung Priok, dengan pertimbangan bahwa Cabang Tanjung Priok sedang melakukan penataan kembali pola layanan di setiap terminalnya, dan alat dibutuhkan dalam penataan pola layanan dimaksud. Selain itu, alat dapat juga digunakan sebagai back-up alat utama. Sebelum alat diterima, terlebih dahulu dilakukan pengecekan performa alat meliputi :
Brief Book Pelindo II
25
1. Tes standar pabrik 2. Tes fungsi dan kesesuaian spesifikasi alat 3. Tes kehandalan alat dan penerbitan sertifikasi kelayakan alat dari PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) sehingga layak dioperasikan Walaupun ada anggapan bahwa bentuknya mirip dengan crane konstruksi, namun sesungguhnya fungsinya berbeda. Karena didesain secara khusus sebagai alat bantu bongkar muat barang di pelabuhan dan masih banyak digunakan di pelabuhanpelabuhan lain di dunia, sesuai dengan desain dan kebutuhan masing-masing. Berikut ada Matrix harga dari semua 10 di semua cabang PELINDO II No.
Deskripsi
Cabang
Nilai RKAP RKAP
HPS/OE
Kontrak
1.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 65 Ton
Panjang
Rp. 7.030.000.000
Rp. 5.288.980.500
Rp. 5.232.500.000
2.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 65 Ton
Panjang
Rp. 7.030.000.000
Rp. 5.288.980.500
Rp. 5.232.500.000
3.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 65 Ton
Palembang
Rp. 7.030.000.000
Rp. 5.293.838.000
Rp. 5.245.000.000
4.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 65 Ton
Teluk Bayur
Rp. 7.030.000.000
Rp. 5.293.838.000
Rp. 5.245.000.000
5.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 65 Ton
Cirebon
Rp. 7.030.000.000
Rp. 5.293.838.000
Rp. 5.245.000.000
6.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 65 Ton
Banten
Rp. 7.030.000.000
Rp. 5.293.838.000
Rp. 5.245.000.000
7.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 65 Ton
Bengkulu
Rp. 7.030.000.000
Rp. 5.525.000.000
Rp. 5.376.500.000
8.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 25 Ton
Bengkulu
Rp. 3.237.500.000
Rp. 2.994.405.000
Rp. 2.961.000.000
9.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 25 Ton
Pontianak
Rp. 3.237.500.000
Rp. 2.994.405.000
Rp. 2.961.000.000
10.
1 (satu) Unit MC Kapasitas 25 Ton
Jambi
Rp. 3.237.500.000
Rp. 2.938.000.000
Rp. 2.906.500.000
Rp. 58.922.500.000
Rp. 46.205.005.000
Rp. 45.650.000.000
Total
3. Proses Pelelangan Sudah Diaudit Oleh BPK
Proses pelelangan sudah diaudit oleh BPK dan hasil auditnya hanya meminta PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) menetapkan denda keterlambatan atas pelaksanaan pekerjaan dari semula sebesar 4% menjadi 5% dari nilai pekerjaan
Perusahaan telah menindaklanjutinya dengan menagihkan pembayaran denda 1% sehingga denda tetap menjadi sebesar 5%. Pengembalian kekurangan pembayaran denda keterlambatan ini menghilangkan kerugian keuangan negara berdasarkan audit BPK
Hal ini dikarenakan hasil pemeriksaan dari BPK bersifat final dan menjadi keputusan BPK. Hal ini dapat dilihat dari bunyi Pasal 1 angka 14 UU 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang berbunyi :
Brief Book Pelindo II
26
“Hasil Pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan Standar Pemeriksaan, yang dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan sebagai keputusan BPK.”
Dalam hal pada hasil pemeriksaannya, BPK menemukan terdapat kerugian keuangan negara, maka merupakan kewajiban BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) UU 15 Tahun 2006 untuk melaporkan terjadinya kerugian negara akibat dari pengadaan 10 unit kepada aparat penegak hukum, namun demikian tidak ada pelaporan dari BPK mengenai hal tersebut mengingat PELINDO II telah menindaklanjuti temuan BPK tersebut.
Hal ini menjelaskan bahwa secara a contrario BPK menyatakan bahwa dengan telah ditindaklanjutinya temuan potensi kerugian keuangan negara (1% denda keterlambatan), maka tidak terpenuhi unsur kerugian keuangan negara dalam pengadaan 10 unit Mobile Crane.
4. Telah Beroperasi dan Terjadi Penyitaan
Alat-alat tersebut telah dipakai dengan pendapatan sekitar Rp 3,7 miliar di April 2014 hingga Juli 2015 dengan rinciannya sebagai berikut : Komponen Pendapatan
Nilai Rp. 3.718.236.795
Biaya Perbaikan
Rp. 197.800.528
Biaya Perawatan
Rp.
25.772.147
Pada saat disegel oleh Bareskrim pada tanggal 28 Agustus 2015, alat-alat tersebut di Terminal 1, sedang digunakan untuk kegiatan penanganan barang
hanya digunakan untuk penanganan kegiatan bongkar muat barang-barang noncontainerized (selain container) dan curah yang termasuk dalam barang domestik, sehingga yang tidak ada kaitannya dengan dwelling time
Terkait dengan penyitaan barang dan uang di brankas di kantor pusat oleh Bareskrim, telah dilakukan pengembaliannya secara bertahap, yaitu pada 22 September 2015 dan 8 Oktober 2015
Brief Book Pelindo II
27
5. Semua Untuk Cabang-Cabang, Akhirnya Ditempatkan di Jakarta
Pada awalnya diperuntukan untuk cabang-cabang (Panjang, Pontianak, Palembang, Teluk Bayur, Cirebon, Jambi, Bengkulu dan Banten) untuk memenuhi kebutuhan minimum operasional
Karena adanya perubahan kondisi pasar dan program penataan Pelabuhan Tanjung Priok yang membutuhkan Mobile Crane, maka berdasarkan justifikasi operasional dan kesepakatan seluruh direksi (BOD) disepakati untuk 10 direlokasi ke Tanjung Priok
Alat-alat tersebut telah dipakai untuk penanganan barang di Pelabuhan Tanjung Priok dengan pendapatan sekitar Rp 3,7 miliar di April 2014 hingga Juli 2015. Hal ini dapat dibuktikan dengan bukti log book dan bukti pembayaran/kwitansi Berikut adalah Gambar yang lama sebelum digantikan oleh Mobie Crane yang baru.
Lama
Brief Book Pelindo II
Baru
28
Lama
Brief Book Pelindo II
Baru
29
VII. Mengenai Dweeling Time Permasalah Dweeling Time saat ini pada prinsipnya merupakan permasalahan dokumen yang dilihat dari alur dokumen, dwelling time mencakup proses Pemberitahuan Impor Barang (PIB) hingga keluarnya Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) atau Surat Penyerahan Petikemas (SP2) untuk delivery yang berada dibawah kewenangan border agent. Jadi bisa disimpulkan bahwa dweeling time bukan permasalahan produktivitas operasional pelabuhan.
1. Penjelasan Mengenai Dweeling Time
Dwelling time adalah waktu yang dihitung sejak pembongkaran barang/petikemas international dari kapal hingga pengeluaran barang/petikemas international untuk proses delivery. Dilihat dari alur dokumen, dwelling time mencakup proses Pemberitahuan Impor Barang (PIB) hingga keluarnya Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) atau Surat Penyerahan Petikemas (SP2) untuk delivery. Alur barang dan alur dokumen tidak selalu berjalan bersama. Untuk penanganan barang/petikemas, tanggung jawab ada di Operator Terminal/Pelabuhan. Barang atau petikemas bisa saja ditumpuk di lapangan petikemas di dalam pelabuhan atau dipindahkan ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) di luar terminal petikemas (apabila Yard
Brief Book Pelindo II
30
Occupancy Ratio (YOR) di dokumen.
pelabuhan terlalu tinggi) sambil menunggu pemrosesan
Dwelling Time dilihat dari lokasi fisik barang/petikemas memang terjadi ketika barang/petikemas berada di dalam fasilitas pelabuhan atau pihak lain yang mengelola TPS. Tetapi dwelling time saat ini pada prinsipnya merupakan isu dokumen dan bukan isu produktivitas operasional pelabuhan mengingat peningkatan produktivitas berkelanjutan oleh PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), termasuk dengan modernisasi alat penanganan barang/petikemas dan proses kerja terkait. Karena Pengurusan dokumen, PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) tidak bisa memaksa barang keluar sebelum dokumen SPPB keluar. Di sisi lain, PT Pelabuhann Indonesia II (Persero) juga tidak bisa menahan barang/petikemas keluar dari Pelabuhan apabila semua syarat dan formalitasnya sudah selesai. Hal ini mengingat bahwa kewenangan untuk pengurusan dokumen itu berada pada sejumlah instansi terkait.
2. Peranan dan posisi PELINDO II dalam permasalahan Dwelling Time PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) berusaha untuk memperbaiki kondisi dwelling time, antara lain sebagai berikut: 1) Produktivitas - Sejak tahun 2009 telah menyampaikan concern dari customer pelabuhan, khususnya para pemilik barang (cargo owners) bahwa logistics cost (dalam hal ini khususnya transit cost dan inventory cost) perlu diturunkan dengan mempersingkat dwelling time. Waktu itu fokus perusahaan adalah pada peningkatan produktivitas penanganan barang, termasuk modernisasi peralatan penanganan barang/petikemas maupun perbaikan hard infrastructure dan soft infrastructure pelabuhan dalam arti luas (termasuk re-layout terminal, perkuatan dermaga, perbaikan fasilitas pendukung, pembenahan prosedur, cara kerja dan system ICT) 2) Upaya memperjelas permasalahan - inisiatif membuat studi dengan World Bank terkait cara menurunkan biaya logistik yang salah satu isinya terkait mempersingkat dwelling time sebagai masukan bagi instansi-instansi terkait agar semua dapat menangani permasalahan secara terkoordinasi, seperti peluang dokumen dikirim via on-line, jam kerja instansi terkait sama seperti PT PELINDO II (PERSERO) yang pelayanan dan operasi 24/7, pemilik barang tidak telat mengumpulkan dokumen, simplifikasi perijinan, permasalahan SKEP dll 3) Fasilitas lapangan dan pendukung – perusahaan tetap menyediakan fasilitas penumpukan barang/petikemas di dalam terminal atau di luar terminal (melalui kerjasama dengan pengelola TPS) untuk menunjang kelancaran arus barang. Terkait
Brief Book Pelindo II
31
dengan selentingan bahwa perusahaan diuntungkan dengan lamanya dwelling time, sekali lagi perusahaan tidak berwenang untuk memaksa atau menahan barang namun tetap mempersiapkan fasilitas untuk barang/petikemas 4) Tarif progresif – guna memberikan disinsentif para pemilik barang yang berlama-lama menyimpan barang di Pelabuhan sementara kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok pada saat itu hampir penuh dan terjadi kongesti, tarif progresif sebesar 200% dan 300% dari tariff normal/dasar untuk petikemas yang berada di lapangan melebihi waktu yang ditentukan. Peraturan ini dituangkan dalan Surat Direksi PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) No. HK/56/4/15/PI.II-11 tanggal 30 November 2011 tentang penyempurnaan pasal 14 dan 15 Keputusan Direksi PT PELINDO No. HK/56/3/2/PI.II08 tentang tarif Pelayanan Jasa Petikemas di Terminal Petikemas Pelabuhan Tanjung Priok 5) Saat ini ketika ada beberapa permintaan untuk menaikkan tarif progresif di atas, perusahaan masih berhitung mengingat perekonomian sedang kurang baik. Selain itu, terkait dengan pelayanan barang/petikemas, tarif diregulasi oleh Kementerian Perhubungan sehingga perusahaan harus menempuh proses sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Instansi yang terkait dalam perijinan pada pre-clearance, masing-masing jenis barang memerlukan ijin yang berbeda-beda. Secara umum, proses perijinan berada pada 18 Kementrian / Lembaga.Untuk satu jenis barang, dimungkinkan bahwa perijinan dilakukan di beberapa instansi. Sejumlah perijinan masih dilakukan secara manual/semi on-line mengingat belum semua instansi terkait terintegrasi dengan Indonesia National Single Window (INSW) dan sejumlah instansi belum bekerja dengan sistem 24/7.
3. Kereta Api Terkait Permasalahan Dwelling Time Adanya kereta api tidak terpengaruh dengan permasalahan dwelling time akan terselesaikan, karena dwelling time berkaitan dengan arus dokumen (perizinan). Sementara kereta api berkaitan dengan transportasi / arus barang. Kereta api bukan merupakan solusi permasalahan dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok. Kereta api tidak dapat serta merta menyelesaikan masalah dwelling time karena beberapa alasan sebagai berikut: 1) Jalur kereta api eksisting di Tanjung Priok tidak langsung ke terminal petikemas internasional, melainkan ke terminal serbaguna/multipurpose yang mayoritas menangani barang-barang domestik.
Brief Book Pelindo II
32
2) Apabila di jalur kereta api eksisting dipaksakan untuk mengangkut petikemas internasional, akan terjadi double handling dan transportasi antar terminal yang biayanya akan memberatkan pengguna jasa 3) Jalur KA saat ini hanya mempunyai dua tujuan, yaitu ke Gedebage Dryport (Bandung) dan ke Surabaya, sehingga tidak mempunyai fleksibilitas untuk pengiriman barang/petikemas. Sementara sekitar 70% petikemas Pelabuhan Tanjung Priok bukan ke Bandung, tetapi ke industri di sebelah timur Jakarta (Cikarang, Cibitung dll) 4) Kapasitas sekali angkut KA sekitar 30an petikemas (panjang total rangkaian KA hampir setengah kilometer). Frekuensi KA tidak tinggi – untuk jalur Gedebage hanya 2 kali sehari 5) Kemacetan jalan yang signifikan - Uji coba penggunaan KA sampai ke dalam terminal tanggal 2 Oktober 2015 lalu menyebabkan kemacetan panjang sampai sekitar 30 menit dan berimbas hingga keluar Pelabuhan Tanjung Priok. Hal ini mengingat pelintasan KA di beberapa ruas jalan raya. 6) Minat pengguna jasa untuk penggunaan kereta api kurang tinggi – karena kurangnya fleksibilitas waktu (frekuensi 2 kali sehari ke Bandung) dan term of payment yang kaku. 7) Di pelabuhan-pelabuhan modern lainnya, kereta api juga tidak masuk ke pelabuhan sampai ke dermaga agar tidak mengganggu produktivitas penanganan barang di dermaga, seperti Rotterdam, Antwerp, dll. 8) Sebagai benchmark, negara-negara yang sangat maju perkeretaapiannya, seperti Jepang dan Jerman, share transportasi via KA dari dan ke pelabuhan rata-rata di bawah 5%. Untuk Jakarta, apabila kereta api dipakai, diperkirakan share sekitar 3% sudah sangat bagus Namun demikian, perusahaan tetap mempersilakan pemerintah untuk menjalankan program kereta api, dan bahkan telah menyediakan lahan sekitar 1-2 hektar di dekat lokasi JICT (bukan di trase kereta api eksisting), sejak kasus Mbah Priok selesai beberapa tahun lalu. Tetapi penyelesaian pembebasan lahan yang merupakan tugas Pemerintah dan KAI belum selesai sehingga belum bisa dibangun. Lahan di dekat lokasi JICT dipilih antara lain karena kedekatan dengan terminal petikemas internasional dimana volume petikemasnya juga relatif lebih besar dibandingkan terminal lain. Dwelling time perlu diselesaikan dengan simplifikasi dan harmonisasi peraturan antar instansi pemerintahan, menyingkat atau mempercepat proses, meningkatkan kejelasan berbagai peraturan, dukungan sistem informasi terintegrasi yang baik sangat diperlukan.
Brief Book Pelindo II
33