I-227 Naskah Saran Kebijakan :
STRATEGI PERCEPATAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR KUPANG MELALUI PENERAPAN DAN DIFFUSI TEKNOLOGI TEPAT GUNA OLAHAN HASIL LAUT DI KAB. KUPANG NTT, 2012 1 Ringkasan Kawasan (Kota dan Kabupaten) Kupang merupakan penghasil ikan yang penting baik bagi Nusa Tenggara Timur maupun Indonesia. Masyarakat pesisir di daerah Kupang khususnya di kawasan Oesapa kehidupannya sebagai nelayan sangat tergantung dari hasil produk tangkapan hasil laut. Sebagian besar ikan hasil tangkapan dijual dalam bentuk segar langsung kepada konsumen, hanya sedikit yang memanfaatkan ikan tersebut sebagai bahan baku olahan. Kalaupun ada, kegiatan proses pengolahan ikan masih dilakukan secara tradisional. Hal ini karena adanya berbagai resiko yang harus dihadapi dan kesenjangan informasi teknologi tepat sesuai dengan kebutuhan mereka. Sampai saat ini masih belum ada suatu analisis yang mendalam tentang pemetaan keberadaan usaha pengolahan hasil laut serta strategi pengembangan pengrajin pengolahan hasil laut di kawasan Oesapa Kupang NTT. Adanya penerapan teknologi hasil litbang diharapkan mampu memberikan perbaikan mutu dan diversifikasi produk, yang dapat menaikkan nilai ekonomi produk yang akan dijualnya. Dalam pelaksanaan kegiatan telah diperoleh tahapan-tahapan strategi penyiapan dan pelaksanaan yang dianggap telah berhasil dalam upaya percepatan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir. Strategi tersebut dapat disebut dengan Strategi 6 - P, antara lain adalah: pemetaan potensi, penerapan TTG, penguatan kelompok, pemberian bantuan legal produk, pemberian bantuan desain label/kemasan dan pendampingan jejaring pemasaran. Beberapa pilihan kebijakan dapat diadopsi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota Kupang untuk memperbaiki tingkat kehidupan ekonomi masyarakat pesisir.
1
Disampaikan pada Focus Group Discussion “Penerapan TTG Olahan Hasil Laut di Kupang-NTT” di Ruang Pertemuan “Maya Beach Hotel” Jl. Sumatera 31 Kupang, 1 Oktober 2012.
Page | 1
PENDAHULUAN Indonesia yang dikenal sebagai negara maritim yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau. Luas laut Indonesia adalah 5,8 juta kilometer persegi, atau 3 x lebih luas dari daratan yang „hanya‟ mencakup 1,9 juta kilometer persegi. Sumberdaya kelautan ternyata masih belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan data statistik Kementrian Kelautan dan Perikanan, hanya 48% hasil laut di Indonesia dapat dimanfaatkan, dari potensi sebesar 6,7 juta ton. Dengan kata lain, kekayaan laut yang luar biasa ini masih berpeluang untuk didaya-gunakan. Salah satu wilayah potensial penghasil produk laut di Indonesia adalah Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan kajian “Percepatan Pembangunan dan Peningkatan Investasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur” yang dilakukan oleh Tim Deputi IV Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (2012), perikanan ditengarai merupakan komoditas unggulan potensial ke-2 sesudah rumput laut. Hal ini selaras pula dengan fokus strategis pemerintah daerah provinsi Nusa Tenggara Timur yang menjadikan perikanan sebagai salah satu sektor penting untuk menjadi penopang pembangunan wilayah. Potensi bahari-nya pula yang menjadikan Nusa Tenggara secara umum – bersama dengan Bali - diapresisiasi sebagai gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional. Tantangannya adalah bagaimana agar supaya potensi ini dapat menjadi sumber kekuatan ekonomi masyarakat lokal. Meskipun semangat otonomi daerah yang diamanatkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004, secara jelas menyatakan bahwa pemerintah daerah mempunyai kewenangan di wilayah laut berupa eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut, dukungan terhadap implementasi kebijakan ini diperlukan agar supaya mengena pada sasaran. Salah satu wilayah potensial di Pulau Timor, adalah Kupang. Secara lebih spesifik, pemerintah daerah melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Kupang mengarahkan perhatian, khususnya kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dengan menempatkan perekonomian rakyat sebagai salah satu komponen utama. Sasaran strategis pembangunan sektor kelautan dan perikanan dirancang baik melalui peningkatan penguasaan teknologi yang terkait dengan produktivitas hasil tangkapan, maupun pendaya-gunaan potensi pesisir melalui introduksi teknologi budidaya berbagai komoditas, termasuk rumput laut. Ikan hasil tangkapan yang merupakan sumber pendapatan penting bagi keluarga nelayan, pada umumnya dijual dalam bentuk ikan segar. Hanya sedikit yang memanfaatkan ikan tersebut sebagai bahan baku olahan. Kalaupun ada, kegiatan proses pengolahan ikan masih dilakukan Page | 2
secara tradisional. Dari gambaran kegiatan ekonomi berbasis ikan laut di Kupang, terbuka peluang pemanfaatan teknologi tepat guna, baik untuk meningkatkan mutu produk, maupun penganekanaragaman jenis produk olahan hasil laut tersebut. Diharapkan, melalui penerapan teknologi tepat guna, peluang untuk pengembangan usaha berbasis olahan hasil laut – khususnya ikan – akan semakin terbuka. Hal ini berarti, terbuka pula peluang bagi masyarakat lokal untuk ikut serta dalam denyut kegiatan ekonomi yang berbasis pada kekuatan sumberdaya lokal.
DESKRIPSI MASALAH Kawasan (Kota dan Kabupaten) Kupang merupakan penghasil ikan yang penting baik bagi Nusa Tenggara Timur maupun Indonesia. Sebagian besar ikan hasil tangkapan dijual dalam bentuk segar langsung kepada konsumen, atau pun pedagang pengumpul yang kemudian memasarkannya ke wilayah lain dalam bentuk segar untuk diproses lanjut oleh pengolah ikan menjadi ikan asin. Daya simpan merupakan permasalahan yang dialami, baik oleh penjual ikan segar, maupun produsen ikan asin. Persoalan ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi masyarakat lokal untuk mampu mengambil manfaat optimal dari ketersediaan ikan hasil tangkapan. Salah satu solusi dari masalah pendeknya daya simpan adalah pengolahan ikan. Saat ini, pengolahan ikan yang dikenal masyarakat hanya terbatas pada bentuk ikan kering yang diasinkan. Kalaupun ada proses pengolahan, jumlahnya terbatas dan usaha yang dilakukan oleh para pengrajin ini masih menggunakan cara sederhana karena keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Tingginya tingkat ketersediaan ikan segar sebetulnya merupakan peluang bagi masyarakat lokal untuk membangun kegiatan ekonomi yang berbasis pada teknologi pengolahan ikan. Karena selain memberikan nilai tambah signifikan, beragam teknologi pengolahan ikan membuka peluang usaha bagi lebih banyak lagi masyarakat lokal. Produk hasil tangkap perikanan di Kupang pada umumnya dijual dalam bentuk segar dengan pertimbangan produk cepat rusak dan ingin cepat mendapatkan uang untuk keperluan operasional kapal penangkapan dan keperluan rumah tangga. Pengolahan hasil ikan dalam bentuk lain seperti pindang, ikan asap, nugget, baso, dendeng masih belum banyaka dilakukan oleh kaum ibu nelayan. Kalaupun ada proses pengolahan hanya dalam bentuk ikan kering yang diasinkan, jumlahnya tidak terlalu banyak. Usaha yang dilakukan oleh para pengrajin Page | 3
yang masih menggunakan cara sederhana karena keterbatasan pengetahuan, keterampilan, modal usaha, sarana dan prasarananya. Selain itu bahan baku yang digunakan oleh para pengrajin tradisional berasal dari Tempat Pelelangan Ikan Oesapa yang mutunya sangat beragam, komposisi fisik, kimiawi dan kandungan bakterinya, proses dan kondisi lingkungannya sukar dikontrol. Sehingga berdampak pada produk tidak mampu bersaing dengan produk sejenis dari luar daerah sehingga tidak ada jaminan kemanan dan kesehatan jika pangan dikonsumsi masyarakat. Kondisi tersebut didukung oleh hasil pengamatan nelayan dari DKP Kota Kupang (2011)2, masalah yang dihadapi dalam memperbaiki kehidupan masyarakat nelayan di Kota Kupang diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Kurangnya alat tangkap beserta perlengkapanya baik jumlah maupun kualitas sehingga mengakibatkan kapasitas penangkapannya rendah. 2. Rendahnya pengetahuan teknis yang berkaitan dengan teknologi penangkapan, budidaya, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan 3. Organisasi nelayan yang masih sangat lemah dalam struktur dan efektifitas manajemen yang rendah. 4. Terbatasnya sumberdaya finansial dan sumberdaya teknologi untuk menunjang berbagai keperluan pengembangan pembangunan sektor perikanan dan kelautan. 5. Kurangnya data pendukung yang lengkap dalam menunjang pengelolaan wilayah pesisir. 6. Kurangnya aparat/tenaga teknis dalam memberikan pembinaan dan penyuluhan. Dalam upaya meningkatkan nilai tambah produk UMKM perikanan maka teknologi menjadi faktor penting yang dapat berperan di berbagai aspek, diantaranya adalah sebagai instrumen yang memberikan peluang :
Meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan pengusaha
Meningkatkan kapasitas usaha dan mutu produk yang dihasilkan
Meningkatkan nilai tambah dan diversifikasi produk
Meningkatkan daya saing produk
Tingkat keberhasilan usaha pengolahan hasil perikanan dapat dikatakan akan sangat ditentukan oleh manajemen internal dan ekstenal yang melingkupinya. Manajemen internal 2
Sumber Situs Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Kupang ; http://dkp-kotakupang.blogspot.com/ 2011/06/sepotong-catatan.html#more diunduh tgl 7Januari 2012 Page | 4
terkait dengan objek kegiatan usaha. Berupa manajemen produksi dan keuangan serta teknik pengolahan yang digunakannya. Hal ini ditentukan oleh SDM serta manajemen pemasaran dan jaringan kerja yang terbentuk. Sedangkan faktor eksternal ditentukan oleh mutu bahan baku dari para pemasok, pesaing, pangsa pasar/konsumen dan peraturan kebijakan pemerintah melalui instansi terkait. Memperhatikan permasalahan tersebut diatas, maka disadari diperlukan sentuhan dan perlakuan dari berbagai pihak baik itu berupa bantuan dana/modal usaha, sarana dan prasarana maupun upaya peningkatan sumberdaya manusia, demi memberdayakan ekonomi masyarakat pesisir/nelayan Kupang. LOKASI KEGIATAN Nusa Tenggara Timur dipilih sebagai lokus kegiatan, bukan hanya karena merupakan salah satu wilayah spesifik yang menjadi gerbang Ketahanan Pangan Nasional, akan tetapi juga karena merupakan wilayah yang –berdasarkan angka Indeks Pembangunan Manusia– berada di posisi ke 32 dari 33 propinsi di Indonesia. Maka kegiatan ini dilaksanakan dengan dasar strategis guna memicu terwujudnya penguatan ekonomi masyarakat melalui induksi teknologi tepat guna pada kelompok usaha mikro pengolah ikan di wilayah Kota Kupang. Harapannya, mereka akan mampu memberikan trickle down effect kepada komunitas di lingkungannya kelak. Kelompok usaha terpilih berada di Oesapa, Oebobo, Penfui dan Kupang Kota.
Peta Kab. Kupang
Peta Kota Kupang
Gambar 1. Peta lokasi kegiatan di Kupang Selaras dengan komoditi yang menjadi prioritas pengembangan wilayah NTT, maka „ikan‟ adalah hasil laut terpilih yang ditangani. Fokus kegiatan adalah pada penerapan teknologi tepat guna olahan ikan hasil laut terhadap usaha mikro kecil menengah di Kupang – Nusa Tenggara Timur. Hasil litbangyasa yang diimplementasikan merupakan teknologi yang telah diuji
Page | 5
kelayakan teknisnya serta ditetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan UMKM calon pengguna. Usaha mikro dijadikan sasaran, dengan asumsi bahwa usaha mikro ini merupakan kegiatan ekonomi yang merakyat dan kelenturannya menjadi unsur signifikan untuk diadopsi oleh masyarakat yang lebih luas. Berdasarkan peta pemanfaatan teknologi tepat guna oleh UMKM pengolah ikan di Kupang, kajian terhadap potensi keberlanjutan dari penerapan teknologi dilakukan dengan menggunakan kriteria „teknologi tepat guna‟.
Gambar 2. Kerangka pikir yang mendasari perancangan kegiatan implementasi TTG Yang tidak kalah pentingnya bagi dimanfaatkannya hasil litbangyasa adalah pola penerapan teknologi tepat guna terhadap UMKM yang responsif terhadap karakter ke-mikro-an mereka. Seperti misalnya, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, dan modal usaha. Secara umum, keberhasilan pemanfaatan hasil litbangyasa ditentukan dari : 1. Penguasaan teknologi tepat guna (TTG) oleh UMKM sasaran 2. Penerapan TTG yang dialihkan kepada UMKM sasaran 3. Partisipasi lembaga terkait dalam proses penerapan TTG di UMKM sasaran 4. Dukungan lembaga terkait terhadap kelangsungan penerapan TTG oleh UMKM sasaran Page | 6
Percepatan pemberdayaan ekonomi masyarakat dimaksudkan untuk mendapatkan strategi dalam mengolah potensi lokal yang dapat ditingkatkan mutu dan kapasitas produksinya serta memberikan alternatif matapencaharian melalui implementasi teknologi tepat guna untuk pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam dan manusia setempat. Hasil kajian tindak tersebut akan dipakai sebagai data untuk pembuatan naskah saran kebijakan Strategi Percepatan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kupang melalui Penerapan Teknologi Tepat Guna Olahan Hasil Laut yang dapat dijadikan acuan pemerintah daerah dalam mengembangkan dan menguatkan Sistim Inovasi Daerah.
PILIHAN-PILIHAN KEBIJAKAN Dalam menyikapi percepatan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, maka ada beberapa alternatif kebijakan yang dapat diambil oleh Pemerintah Kabupaten/Kota Kupang guna mengatasi masalah tersebut, antara lain : 1) Merekomendasikan konsep pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir yang menekankan pada pendekatan pengorganisasian masyarakat pesisir untuk menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan dan kemasyarakatan, 2) Pemberdayaan pada dimensi ekonomi, fisik lingkungan dan keberlanjutan 3) Meningkatkan keterpaduan dalam perencanaan dan pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir melalui jejaring lintas sektoral dan lembaga riset serta sektor swasta 4) Membuat landasan hukum dari Bupati (antara lain melalui Peraturan Bupati) sebagai pedoman
perencanaan
dan
pelaksanaan
maupun
monitoring
evaluasi
program
pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir 5) Mempermudah prosedur bagi para Pengrajin pemula usaha makanan minuman berbasis sumber daya alam lokal guna mendapatkan sertifikat Legal Produk S-PIRT dan Halal MUI serta Legal Usaha dari Dinas Perdagangan. 6) Membantu kepada para Pengrajin UMKM untuk mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) berupa merk dagang agar mereka mendapatkan kepastian hukum dalam perlindungan hak merk dari para pesaing bisnis. 7) Merangsang para Pengrajin untuk membentuk kelompok atau koperasi dengan menawarkan program-program baru yang menarik, seperti pinjaman tanpa agunan dengan Page | 7
tingkat bunga rendah, bantuan pengadaan bahan baku dan pemasaran. Pengembangan pemasaran dapat dilakukan dengan mengajak mengikuti pameran-pameran lokal maupun nasional tanpa pungutan biaya. 8) Menunjuk pendamping/ fasilitator lokal dan Kabupaten sebagai pendamping dan penghubung antara pihak Pengrajin dan Pemerintah maupun Swasta serta Lembaga Riset sebagai sumber teknologi. 9) Pemerintah membantu membuka jejaring antara UMKM dengan Pengusaha Swasta Besar agar mereka peduli dengan perkembangan usaha kecil dan dapat menjalin pemasaran maupun bantuan Corporate Social Responsibility (CSR). 10) Pemerintah membangun Klinik Konsultasi Bisnis UMKM dan/atau Sentra Gallery UKM yang dapat membantu permasalahan mereka dalam bidang permodalan, manajemen usaha, pembukuan usaha, pengadaan bahan baku, pelatihan teknologi proses, bantuan pengadaan peralatan, desain label dan kemasan, pemasaran serta pengurusan legal produk dan legal usaha. 11) Pelatihan Manajemen dengan kerjasama antara LSM, PT, Koperasi. Sikap dan perilaku para Pengrajin dalam bidang kewirausahaan masih sangat rendah. Misalnya sikap optimisme, kejelasan tujuan dan strategi serta pendekatan untuk mencapai tujuan dan memanfaatkan peluang yang mereka miliki masih rendah. Pengembangan sumberdaya manusia dapat melalui kegiatan insentif penyuluhan serta penyebaran informasi teknologi tepat guna, pengembangan wawasan kewirausahaan dan pembukuan usaha serta membangun jejaring usaha dengan para pengusaha. 12) Pemerintah membantu membuka akses pasar bagi produk olahan yang dihasilkan oleh para pengrajin kelompok binaan.
Page | 8
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pengembangan produk unggulan agro-marine merupakan suatu upaya yang sangat penting terutama untuk menarik dan mendorong munculnya industri baru di sektor perikanan kelautan dan pertanian secara luas, sebagai upaya menciptakan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, dan membantu meningkatkan pendapatan masyarakat. Persoalan yang dialami dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat di daerah pada umumnya adalah tidak berlanjutnya sebagian dari program-program yang diintroduksi. Banyak program yang sudah dilaksanakan dan teknologi yang diintroduksi, namun hanya beberapa yang berkelanjutan, dalam arti kegiatan tetap masih dilaksanakan oleh masyarakat tetapi program kegiatan tidak berkembang seperti yang diharapkan. Timbulnya permasalahan yang dihadapi oleh kelompok usaha juga karena penguatan dan pendampingan kelompok usaha, baik dari instansi atau dinas tekait, yang tidak berkesinambungan. Koordinasi, informasi dan sosialisasi mengenai teknologi juga masih terbatas. Begitu pula infrastruktur yang ada kurang mendukung proses pemasaran dan promosi produk yang telah dihasilkan. Akibat dari semua itu adalah terhambatnya proses tumbuh berkembangnya kelompok usaha yang telah terbentuk atau akan dibentuk. Tahapan strategi penyiapan dan pelaksanaan dalam upaya percepatan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir dapat disebut dengan Strategi 6-P, yaitu: 1) Pemetaan/penggalian potensi sumber daya lokal dengan studi TTG melalui observasi langsung sebagai dasar pengambilan keputusan penetapan bersama masyarakat akan jenisjenis teknologi yang tepat untuk diimplementasikan kepada mereka. Teknologi yang diberikan telah melalui proses analisis terhadap kelayakan pengembangan usaha mikro olahan ikan serta uji kelayakan teknis terhadap teknologi yang akan diterapkan. 2) Penerapan dan pemanfaatan Teknologi Tepat Guna dengan pelatihan olahan pangan serta bantuan teknologi berupa proses dan peralatan kerja untuk mendukung kegiatan usaha kelompok dan pengrajin binaan. 3) Penguatan kelompok dan pemberian bimbingan manajemen usaha dan pemasaran, bimbingan dari sisi teknis produksi dan pasca produksi 4) Pemberian bantuan legal produk berupa pengurusan sertifikasi produk industri skala rumah tangga dari Dinkes dan BPOM. 5) Pemberian bantuan desain label dan kemasan produk menurut jenis dan merk dagang. Page | 9
6) Pendampingan untuk mendapatkan jejaring mitra kerja dalam pemasaran produk melalui Disperindag dan Sentra Gallery UKM. Untuk mendukung semua itu, diperlukan segera langkah strategis guna mempercepat pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kebijakan pemerintah daerah. Berikut adalah peran dan dukungan yang diharapkan: 1. Badan Pendidikan, Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP4D) sebagai penentu kebijakan penelitian dan pengembangan daerah. 2. BAPPEDA Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai penyusun kebijakan pembangunan daerah, terutama sebagai penyusun kebijakan teknis. 3. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi NTT sebagai penentu kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan Propinsi, serta sebagai penyusun kebijakan teknis. 4. Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Kupang sebagai penentu dan implementor kebijakan pengembangan potensi kelautan dan perikanan propinsi, serta pendamping UMKM perikanan. 5. Dinas Kesehatan Prop NTT dan BPOM sebagai dapat menetapkan status legal produk terkait dengan kelayakan keamanan dan kesehatan mutu pangan. 6. Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi NTT dalam pemberdayaan masyarakat melalui penerapan teknologi tepat guna dan kebijakan penerapannya. 7. DisPerInDag Koperasi sebagai dalam menetapkan status legal usaha, mendukung permodalan dan pemasaran produk serta kemasan. 8. Pihak swasta untuk mendukung pengembangan usaha, terutama pasar; 9. Perguruan Tinggi & Lembaga penelitian untuk mendukung pengembangan produk; 10. Lembaga swadaya masyarakat untuk mendukung partisipasi dan pendampingan kegiatan pada kelompok masyarakat Perluasan jejaring dan kerjasama berbagai sektor penting untuk mempercepat peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pesisir. Karena itu diperlukan koordinasi, dukungan dan perhatian dari semua pihak (stakeholder). Kupang, 01 Oktober 2012
Page | 10